Kholangitis Akuta adalah inflamasi pada sistem bilier akibat adanya infeksi
dan hambatan aliran empedu.(,) Secara epidemiologis, penyakit ini
menunjukkan insidensi yang berbeda-beda di seluruh dunia. Di Amerika
Serikat Kholangitis relatif jarang, dan kejadiannya sering berhubungan
dengan penyebab obstruksi dan baktibilia yaitu pada prosedur ERCP (1-3%)
yang sering terjadi akibat Injeksi zat kontras secara retrograd. Sedangkan di
negara-negara lainnya, Oriental cholangio-hepatitis sangat endemik di Asia
Tenggara, Cina, dan Taiwan. Dalam bentuk ini sering timbul " recurrent
pyogenic cholangitis" dengan batu intra & extrahepatal pada 70-80% pasien
dan cholelithiasis pada 50-70% pasien. Tidak terdapat perbedaan jenis
kelamin di dalam insidensi penyakit ini. Mayoritas pasien berusia antara
dekade ke-empat dan lima, serta pada usia yang lebih tua akan lebih banyak
disertai penyakit penyerta lainnya dan tingkat mortalitasnya pun lebih tinggi.(
)
Secara ras terdapat perbedaan insidensi Kholangitis. Namun hal ini ternyata
lebih disebabkan oleh pola makanan yang berbeda. Pada bangsa-bangsa di
Eropah Utara, Hispanik, Amerika, dan Pima Indian yang mempunyai
kebiasaan untuk mengkonsumsi diit tinggi lemak, maka Kholangitis terjadi
berhubungan dengan cholelithiasis yang disebabkan oleh batu cholesterol.
Sebaliknya pada bangsa-bangsa yang banyak mengkonsumsi makanan tinggi
serat seperti di Asia, maka penyebab Kholangitis tersering adalah batu primer
pada ductus choledochus yang disebabkan oleh infeksi, stasis empedu,
striktur dan parasit ("recurrent pyogenic cholangitis"). Sedangkan di Afrika :
terdapat hal yang unik yaitu berkaitan dengan pasien yang menderita "sickle
cell anemia".(,)
Mortalitas penyakit ini dahulu sangat tinggi yaitu 100 %, terutama jika disertai
oleh penyakit penyerta. Sekarang angka mortalitasnya jauh menurun yaitu
berkisar antara 7 - 40 %. Jika dilakukan tindakan operasi emergensi maka
kematiannya akan meningkat yaitu 17 - 40 %. Namun demikian, apabila
dilakukan terapi bedah definitifnya secara elektif , tingkat mortalitasnya akan
menurun sampai dengan 3 % saja.(,)
Pada makalah ini akan dibahas secara singkat beberapa aspek panyakit ini
dan secara lebih luas akan dibicarakan pula terapi dan pengelolaan
bedahnya.
II. Etiologi
2
Tabel 1. : Etiologi Kholangitis
Choledocholithiasis
Striktur sistem bilier
Neoplasma pada sistem bilier
Komplikasi iatrogenik akibat manipulasi "CBD" (Common Bile Duct)
Parasit : cacing Ascaris, Clonorchis sinensis
Pankreatitis kronis
Pseudokista atau tumor pankreas
Stenosis ampulla
Kista Choledochus kongenital atau penyakit Caroli
Sindroma Mirizzi atau Varian Sindroma Mirizzi
Diverticulum Duodenum
III. Patofisiologi
Dalam keadaan normal sistem bilier steril dan aliran cairan empedu tidak
mengalami hambatan sehingga tidak terdapat aliran balik ke sistem bilier.
Kholangitis terjadi akibat adanya stasis atau obstruksi di sistem bilier yang
disertai oleh bakteria yang mengalami multiplikasi. Obstruksi terutama
disebabkan oleh batu "CBD" , striktur, stenosis, atau tumor , serta manipulasi
endoskopik "CBD". Dengan demikian pasase empedu menjadi lambat
sehingga bakteri dapat berkembang biak setelah mengalami migrasi ke
sistem bilier melalui vena porta, sistem limfatik porta ataupun langsung dari
duodenum. Oleh karena itu akan terjadi infeksi secara asenderen menuju
duktus hepatikus, yang pada akhirnya akan menyebabkan tekanan intrabilier
yang tinggi dan melampaui batas 250 mmH20. Oleh karena itu akan terdapat
aliran balik empedu yang berakibat terjadinya infeksi pada kanalikuli biliaris,
vena hepatika dan limfatik perihepatik, sehingga pada gilirannya akan terjadi
bakteriemia yang bisa berlanjut menjadi sepsis (25-40%). Apa bila pada
keadaan tersebut disertai dengan pembentukan pus maka terjadilah
Kholangitis supurativa.(,,)
3
pankreas, edema/spasme sphincter Oddi, edema mukosa "CBD", atau
hepatitis. (lihat gambar 1.)
4
3. "Äcute suppurative cholangitis" : "CBD" berisi pus dan terdapat bakteria,
namun tidak terdapat obstruksi total sehingga pasien tidak dalam keadaan
sepsis. (Lihat Gambar 3.)
5
Apabila bakteriemia berlanjut maka akan timbul berbagai komplikasi yaitu
sepsis berlarut, syok septik, gagal organ ganda yang biasanya didahului oleh
gagal ginjal yang disebabkan oleh sindroma hepatorenal, abses hati piogenik
(sering multipel) dan bahkan peritonitis. Jika sudah terdapat komplikasi, maka
prognosisnya menjadi lebih buruk. Beberapa kondisi yang memperburuk
prognosis adalah sebagai berikut (tabel 2.).
Umur
Febris
Lekositosis
Syok Septik
Kultur darah (+)
Gangguan sistem phagositosis
Immunosuppresi
Adanya Neoplasma hepar
Obstruksi intrahepatal multipel
Penyakit hepar kronis
Abses hepar
IV. Bakteriologi
EMPEDU
Toloza EM & Wilson SF. In: Fry DE (ed). Surgical Infections 1995
6
Terdapat berbagai faktor yang dapat dijadikan prediktor terjadinya baktibilia
sebagaimana tercantum pada tabel3. ()
Toloza EM & Wilson SF. In: Fry DE (ed). Surgical Infections 1995
V. Diagnosis:
Febris > 38 C : 87 - 90 %
Nyeri abdomen : 40 %
Ikterus : 65 %
7
• USG hepatobilier dan pankreas :
• Dapat diemukan "CBD" yang berdilatasi.
• Kemungkinan disertai dengan batu "CBD".
• CT.Scan lebih sensitif dan spesifik dari pada USG dan memberikan
gambaran :
• Batu "CBD".
• Tumor sistem bilier atau pankreas
• Batu pada sistem bilier intrahepatal
• Adanya atrofi pada hepar
• Abscess pada hepar (biasanya multipel bila penyebab batu)
• MRI Cholangiografi : Pemeriksaan ini sangat sensitif dan spesifik, serta
akurat, yaitu masing-masing 91.6 %,: 100 %, dan 96.8 %. Kelebihan alat
ini adalah non invasif, dapat dilakukan hampir semua usia dan dapat
membedakan jenis batu cholesterol dari jenis lainnya secara jelas.
VI. Pengelolaan :
Mengingat mortalitas yang tinggi jika terapi bedah dilakukan pada saat
emergensi, maka langkah awal pengobatan Kholangitis akut adalah sebagai
berikut : (,,,,)
8
Dengan melakukan tindakan tersebut, 80-85 % pasien akan mengalami
perbaikan, sehingga dalam periode berikutnya (dalam 48 - 72 jam) dapat
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan diagnosis penyebabnya
dan menentukan jenis operasi definitifnya.
Meskipun demikian, apabila pasien pertama kali datang dengan shock dan
hipoperfusi jaringan yang berat maka diperlukan :
• "Invasive monitoring"
• Analgesik non narkotik , namun jika telah ada konfirmasi diagnostik,
Meperidine atau Fentanyl dapat diberikan.
• Pembedahan terbuka
• Drainase secara endoskopik
• Drainase perkutan sistem bilier
Mortalitas pada berbagai tindakan baik bedah maupun non bedah adalah
sebagai berikut :
9
• Angka mortalitas tindakan pembedahan adalah sampai dengan
40 %, namun jika sudah terdapat metastasis yang ekstensif maka
akan meningkat menjadi 59 %.
Cholecystitis Akuta :
- Aminoglikosida - penicillin
- Penicillin spektrum luas
- Cephalosporin generasi ketiga
Kholangitis Akuta :
- Penicillin spektrum luas
- Aminoglikosida – penicillin
- Cephalosporin generasi ke-tiga
- Imipenem-cilastatin
- Cephalosporin generasi ke-dua
Prophylaxis :
- Cephalosporin generasi ke-dua
- Penicillin spektrum luas
10
Pada kasus yang disertai oleh peningkatan bilirubin yang melebihi 5.0 mg/dl ,
penggunaan Aminoglikosida harus dihindari karena resiko nephrotoksik yang
semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh sensitasi ginjal oleh karena
perfusi ginjal yang menurun, peningkatan bilirubin dan garam empedu
lainnya, dan adanya endotoksemia bakteri gram negatif.
No jaundice
11
Tabel 6. : Perbandingan keuntungan dan kerugian dengan dua teknik.
One-step approach Two-step approach
LC+LTCDCBDE LC + pre/post-op ERS
Advantages Advantages
- Lower costs - Shorter operating time
- Shorter hospital stay - Less technically demanding
- Potentially decreased morbidity - Requires less equipment
Disadvantages Disadvantages
- More technically demanding - Longer hospital stay
- Requires expensive equipment - Increased total costs
- Longer operative time - Potentially increased morbidity
- Increased operating room cost - Two separate procedure
Intraoperative cholangiography
12
yang lebih rendah, namun memerlukan ketrampilan laparoskopi yang tinggi
dan peralatan yang lengkap dan mahal, serta waktu operasi yang lebih lama.
Yes No
ERCP / ERS Laparoscopic intraoperative
Stone Extraction cholangiography
Postoperative Yes
Stones cleared Retained stones
ERCP / ERS /
stone extraction No
Laparoscopic Open CBDE / percutan Done
cholecystectomy stone extraction
Rosenthal RJ et al. World J Surg 1998; 22: 1125-1132
13
VII. Kasus Kholangitis di Bandung :
Tabel 8.: Jenis kausa kholangitis yang ditemukan pada 308 kasus:
14
VIII. Kesimpulan :
1. Kholangitis akuta terutama yang datang dengan sepsis dan syok harus
mendapat penanganan segera karena merupakan suatu kegawatan
hepatobilier.
4. Jenis terapi bedah yang dipilih disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia
dan kemampuan ahli bedahnya, tetapi hal yang terpenting adalah sejak
pasien masuk dirawat harus dilakukan perawatan yang intensif
multidisipliner yaitu kerjasama antara spesialis bedah, penyakit dalam,
anestesi, dan radiologi.
Daftar Pustaka:
2. Csendes A., Burdiles P., Diaz J.C., Present Role of Classic Open
Choledochostomy in the Surgical Management of Patients with Common
Bile Duct Stones, World Journal of Surgery 1998; 22 : 1167 - 1170.
4. Liu C.L., Fan S.T., Wong J., Primary Biliary Stones : Diagnosis and
Management, World Journal of Surgery 1998; 22 : 1162 - 1166.
5. Lipsett P.A., Pitt H.A., Acute Cholangitis, in The Surgical Clinics of North
America, December 1990 : 1297 - 1312.
15
9. Pitt H.A., Longmire W.P., Suppurative Cholangitis, in Hardy J.D. (Ed),
Critical Surgical Illness, Second Edition, W.B. Saunders Company, 1980 :
380 - 408.
10. Raraty M.G.T., Finch M., Neoptolemos J.P., Acute Cholangitis and
Pancreatitis Secondary to Common bile Duct Stones : Management
Update, World J Surg 1998; 22: 1151 - 1161.
11. Rosenthal R.J., Rossi R.L., Martin R.F., Options and Strategies for
Management of Choledocholithiasis, World J Surg 1998; 22: 1125-1132.
14. Toloza EM & Wilson SF. Cholecystitis and Cholangitis, In: Fry DE (ed).
Surgical Infections, 1995 : 251 - 260.
-------------------------
16