Anda di halaman 1dari 6

ASKEP CKR

a. pengertian
Cidera kepala adalah kerusakan jaringan otak yang diakibatkan oleh adanya trauma (benturan
benda atau serpihan tulang) yang menembus atau merobek suatu jaringan otak, oleh pengaruh
suatu kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan akhirnya oleh efek percepatan
perlambatan pada otak yang terbatas pada kompartemen yang kaku (Price & Wilson, 1995).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau
otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.
(Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Secara umum cedera kepala dapat diklasifikasikan menurut nilai skala glasgow, sebagai
berikut :
1. Ringan
GCS 13-15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit
Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur serebral, hematoma
2. Sedang
GCS 9 – 12
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
GCS 3 – 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
B. ETIOLOGI
Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
Cedera akibat kekerasan
C. PATOFISIOLOGI
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika
benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan
benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi)
adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil
atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan
kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara
kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala,
yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan
otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder
dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area
cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan
hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar”
sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih
khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan
hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa
lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang
menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar,
kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada
seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak
tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.

D. MANIFESTASI KLINIK
♦ Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
♦ Kebungungan
♦ Iritabel
♦ Pucat
♦ Mual dan muntah
♦ Pusing kepala
♦ Terdapat hematoma
♦ Kecemasan
♦ Sukar untuk dibangunkan
♦ Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan
telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
E. KOMPLIKASI
♠ Hemorrhagie
♠ Infeksi
♠ Edema
♠ Herniasi

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
♠ Rotgen Foto
♠ CT Scan
♠ Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)

G. PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai
berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran
saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
Pemeriksaan fisik
Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi,
ataksik)
Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
Sistem saraf :
Kesadaran GCS.
Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan
penurunan fungsi saraf kranial.
Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu,
anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
Sistem pencernaan
Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah,
adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar tanyakan pola makan?
Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia, gangguan gerak
volunter, ROM, kekuatan otot.
Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau afasia akibat
kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan
dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan
intrakranial.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan
tekanan intrakranial.
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan perdarahan, mual dan muntah.
Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan
intrakranial.
Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
3. Intevensi Keperawatan
Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal
nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau
kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.
Intervensi :
• Kaji Airway, Breathing, Circulasi.
• Kaji, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan kepala
ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.
• Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan
pengisapan lendir.
• Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.
• Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 – 30
derajat.
• Pemberian oksigen sesuai program.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan
tekanan intrakranial.
Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat,
kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi :
• Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk menurunkan tekanan
vena jugularis.
• Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial: fleksi
atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur
(peningkatan lendir atau suction, perkusi).
• tekanan pada vena leher.
• pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena
leher).
• Bila akan memiringkan, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan, fleksi
(harus bersamaan).
• Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.
• Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai program.
• Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat
meningkatkan edema serebral.
• Monitor intake dan out put.
• Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
• Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi.
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau tidak
menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh bersih, tidak ada iritasi pada
kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.
Intervensi :
• Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, mengenakan pakaian,
BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.
• Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.
• Perawatan kateter bila terpasang.
• Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan BAB.
Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan perdarahan, mual dan muntah.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang
ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam
batas normal.
Intervensi :
• Kaji intake dan out put.
• Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata
cekung dan out put urine.
• Berikan cairan intra vena sesuai program.
Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan
intrakranial.
Tujuan : Klien terbebas dari injuri.
Intervensi :
• Kaji status neurologist : perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri,
menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
• Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
• Monitor tanda-tanda vital setiap jam atau sesuai dengan protokol.
• Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
• Berikan analgetik sesuai program.
Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan.
Tujuan : Klien akan merasa nyaman yang ditandai dengan tidak mengeluh nyeri, dan tanda-
tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
• Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya,
serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.
• Mengatur posisi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri.
• Kurangi rangsangan.
• Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
• Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
• Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi
http://lulu-pramono.blogspot.com/2009/06/askep-ckr.html

Anda mungkin juga menyukai