Anda di halaman 1dari 14

Tugas Sub Bagian PGD - Senior

Referat

SIRKULASI MIKRO PADA SEPSIS

Oleh :
Tun Paksi Sareharto

Pembimbing :
DR. Dr. Tatty Ermin Setiati, SpA(K), PhD
Dr. M. Supriatna, SpA

SUB BAGIAN PEDIATRI GAWAT DARURAT


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FK UNDIP
RSUP Dr. KARIADI SEMARANG
2007
Sirkulasi Mikro pada Sepsis

Pendahuluan
Kondisi patologis pada keadaan sepsis (sepsis berat atau syok sepsis) dapat
mempengaruhi pada hampir setiap komponen sel sirkulasi mikro, termasuk sel endotel, sel
1,2,3
otot polos, lekosit, eritrosit, dan jaringan. Jika tidak dapat dikoreksi secara tepat, suplai
aliran darah mikro yang jelek dapat menyebabkan distress respirasi pada jaringan dan sel, dan
lebih lanjut lagi menyebabkan disfungsi sirkulasi mikro yang hasil akhirnya adalah kegagalan
organ (Gambar 1). Sirkulasi mikro menjamin ketersediaan oksigen untuk tiap sel dan
jaringan, menjadi penentu organ berfungsi baik atau tidak. Disfungsi sirkulasi mikro yang
terjadi selama beberapa waktu dapat menjadi penggerak utama kondisi patologis sepsis yang
berakibat pada kegagalan organ yang kemudian dapat terjadi kegagalan multi organ.4

Sirkulasi Mikro
Sirkulasi mikro berfungsi sebagai prasyarat utama kecukupan oksigenasi jaringan dan
agar suatu organ dapat berfungsi. Tujuannya untuk menjamin transport oksigen dan zat
nutrient ke jaringan-jaringan dan sel, sehingga dapat menjamin kecukupan fungsi imunologis,
dan untuk mendistribusikan obat pada sel target. Sirkulasi mikro terdapat pada pembuluh
darah terkecil ( ∅ < 100 μm) yaitu arteriole, pembuluh darah kapiler, dan venule dimana
oksigen dilepaskan ke jaringan. Jenis sel utama penyusun sirkulasi mikro adalah sel endotel
yang terdapat di dalam lapisan dalam pembuluh darah mikro, sel otot polos (terutama di
arteriole), sel darah merah, lekosit, dan komponen plasma dalam darah. Struktur dan fungsi
dalam sirkulasi mikro sangat heterogen dan berbeda untuk tiap sistem organ. 2,4 Secara umum,
tekanan, tonus pembuluh darah, hemorheologi, dan patensi pembuluh kapiler merupakan
faktor-faktor penentu aliran darah pada pembuluh darah kapiler. 4
Pengukuran hemodinamik umum hanya mencerminkan sebagian kecil dari total aliran
darah dalam tubuh. Sirkulasi mikro, dengan permukaan endotel yang luas, sebenarnya
merupakan organ terluas dalam tubuh manusia. Pada praktek klinisnya, perfusi sirkulasi
mikro diukur dari beberapa aspek seperti warna, capillary refill, dan suhu pada organ-organ
distal (jari, ibu jari kaki, daun telinga, hidung).3

Pengaturan Sirkulasi Mikro


Mekanisme kontrol perfusi sirkulasi mikro dibagi menjadi beberapa kelas seperti
miogenik (regangan, dan tekanan), metabolik (pengaturan berdasarkan pada O 2, CO 2, laktat,

1
dan H+), dan neurohumoral. Sistem kontrol ini menggunakan interaksi autokrin, dan parakrin
untuk mengatur aliran darah pada sirkulasi mikro sehingga dapat mencukupi kebutuhan
3
oksigen pada jaringan dan sel. Sel endotel yang melapisi dinding dalam pembuluh darah
mikro memainkan peranan utama pada sistem pengaturan ini dengan cara menjadi sensor
terhadap aliran, metabolik dan beberapa substansi pengaturan lain untuk mengatur tonus sel
otot polos arteriole, serta pembuluh darah kapiler. Sinyal antar sel pada endotel mengirimkan
informasi terkini mengenai kondisi hemodinamis. Endotel juga berperan penting dalam
mengontrol fungsi koagulasi dan sistem imun, dimana keduanya secara langsung
mempengaruhi dan menentukan fungsi sirkulasi mikro.4

Gambar 1. Kaskade yang menunjukkan terjadinya kegagalan organ akibat adanya disfungsi
sirkulasi mikro pada sepsis.4

Pada sepsis berat, apa yang terjadi pada sirkulasi mikro menimbulkan hal-hal sebagai
berikut: hipoksia jaringan menyeluruh, kerusakan keseluruhan sel endotel, aktivasi kaskade
pembekuan, dan ” microcirculatory and mitochondrial distress syndrome ” (MMDS). Faktor-
faktor di atas, secara sendiri ataupun kombinasi, merupakan penentu disfungsi organ akut
pada sepsis berat.1

2
Petanda klinis pada hipoksia jaringan sangat tidak spesifik. Meskipun demikian,
adanya hipoksia jaringan dapat diketahui dari adanya disfungsi organ, seperti peningkatan
frekuensi pernafasan, organ perifer dapat terjadi hangat/vasodilatasi atau
dingin/vasokonstriksi, keluaran urin yang sedikit ( oliguria), dan perubahan mental.
Disamping itu, adanya disfungsi organ juga ditandai dengan adanya asidosis metabolik, rasio
ekstraksi oksigen yang rendah, dan pH mukosa gaster yang rendah.5 (Gambar 2)

Gambar 2. Oxygen delivery dan hipoksia jaringan pada sepsis.5

Perfusi sirkulasi mikro


Perfusi sirkulasi mikro diatur oleh peranan rumit dari neuroendokrin, parakrin dan
3,4
jalur sensor mekanis. Mekanisme ini beradaptasi terhadap keseimbangan antara transpor
oksigen pada jaringan lokal-regional dan metabolik untuk dapat memastikan tercukupinya
kebutuhan dengan suplai yang tersedia. Pada sepsis pengaturan sirkulasi mikro sangat
terganggu, terjadi penurunan kemampuan berubah bentuk dari sel darah merah bersama
dengan meningkatnya viskositas darah, meningkatnya persentase jumlah neutrofil teraktivasi
dan menurunnya kemampuan berubah bentuk serta meningkatnya agregasi yang diakibatkan
oleh pengaturan oleh molekul adhesi, aktivasi kaskade pembekuan dengan deposisi fibrin dan
pembentukan mikrothrombin, disfungsi mekanisme autoregulator pembuluh darah, dan

3
Gambar 3. Kaskade dari perjalanan SIRS dan sepsis.

terakhir adanya shunt pembuluh darah arteri-vena besar.4 (Gambar 4).


Keseluruhan proses ini berakibat pada disoksia jaringan, apakah berasal dari gangguan
transpor oksigen dan atau dari disfungsi mitokondria. Secara klinis, proses ini disebut sebaai
defek ekstraksi oksigen, yang merupakan gambaran yang menonjol dalam keadaan sepsis.
Mekanisme yang mungkin bertanggung jawab terhadap fenomena ini adalah
mati/tersumbatnya aliran darah unit sirkulasi mikro pada organ, sehingga membuat shunting
transpor oksigen dari kompartemen arteri ke vena dan membuat sirkulasi mikro menjadi
hipoksia. (Gambar 5) Hal ini mungkin menjadi penjelasan untuk berbagai perbedaaan perfusi
jaringan lokal-regional dalam keadaan syok. Pada teori shunting ini, koreksi harus dilakukan
dengan penyelamatan unit sirkulasi mikro yang ter-shunting. Dengan menerapkan strategi
pembukaan sirkulasi mikro dapat diharapkan memperbaiki aliran sirkulasi mikro dengan
meningkatkan tekanan pada sirkulasi mikro dan atau menurunkan afterload pembuluh
kapiler.3

Pengaturan Disfungsi
Mekanisme autoregulasi, dan fungsi sirkulasi mikro terganggu parah saat terjadi
sepsis, dan disfungsi mekanisme autoregulasi dan fungsi sirkulasi mikro tersebut menjadi

4
Gambar 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan sirkulasi mikro pada
sepsis.

Gambar 5. Tersumbatnya aliran darah unit sirkulasi mikro pada organ.

faktor penentu dalam patofisiologi yang ditandai beberapa kelainan heterogen dalam aliran
darah dimana beberapa pembuluh darah kapiler menjadi turun perfusinya, sementara yang
2
lain memiliki aliran darah yang normal atau yang sangat tinggi. Secara fungsional unit
sirkulasi mikro yang rentan menjadi hipoksik, dimana hal ini menjelaskan adanya defisit
ekstraksi oksigen yang terkait dengan sepsis. Pada kondisi ini, tekanan parsial O2 pada
sirkulasi mikro ( μpO2) turun di bawah pO2 pada vena. Perbedaan ini disebut ”pO2 gap” ,
pengukuran tingkat keparahan shunting fungsional, dimana bila terjadi akan lebih parah pada
sepsis dibandingkan pada perdarahan. Ini merupakan alasan utama mengapa pemantauan
hemodinamik secara sistemik dan variabel oksigen tidak dapat mengetahui distres pada
sirkulasi mikro, dan proses yang berjalan ini menjadi tertutupi/tidak diketahui. Pada sepsis, sel
endotel sirkulasi mikro tidak dapat lagi menjalankan fungsinya sebagi pengatur oleh karena
terganggunya jalur sinyal transduksi dan kehilangan komunikasi elektrofisiologis serta kontrol

5
otot polos. Sistem Nitrit Oksida (NO), komponen utama pada kontrol autoregulasi patensi
sirkulasi mikro, menjadi sangat terganggu pada keadaan sepsis, hal ini diketahui dengan
adanya ekspresi heterogen dari inducible nitric oxide synthase (iNOS) pada area yang berbeda
pada tiap organ, sehingga menyebabkan terjadinya aliran shunting yang patologis. Karena
iNOS tidak diekspresi secara homogen pada sistem organ, area yang kekurangan INOS
menjadi kurang vasodilatasi yang dipicu oleh NO dan perfusinya menurun. Sel otot polos
yang melapisi arteriole dan mengatur perfusi menjadi kehilangan tonus dan sensitivitas
terhadap respon adrenergik pada keadaan sepsis. Sel darah merah menjadi kurang dapat
berubah bentuk dan cenderung beragregrasi. Sel darah merah juga memainkan peranan
penting dalam pengaturan aliran darah sirkulasi mikro dengan kemampuannya melepaskan
NO pada keadaan hipoksia dan menyebabkan vasodilatasi. Kemampuan pengaturan oleh sel
darah merah ini terganggu pada keadaan sepsis. Defek yang parah ini bersama dengan
terganggunya sistem koagulasi pada sepsis, akan lebih lanjut menganggu perfusi sirkulasi
mikro dan fungsinya. 4 Sebagai tambahan, lekosit yang diaktivasi oleh inflamasi sepsis akan
menghasilkan oksigen reaktif yang secara langsung merusak struktur sirkulasi mikro, interaksi
2.4
antar sel, dan fungsi koagulasi. Hal ini dan beberapa mediator inflamasi lainnya akan
mengubah fungsi pertahanan pada sirkulasi mikro, termasuk hubungan antar sel, dan mungkin
juga glikokaliks sel endotel, sehingga menyebabkan edema jaringan dan labih lanjut lagi
4
menjadikan defisit ekstraksi oksigen. Bila tidak dikoreksi, disfungsi sirkulasi mikro akan
menyebabkan distres respirasi sel parenkim dan menyebabkan kegagalan organ.1,3,4,6

Distres Mitokondria
Meskipun penyebab utama terjadinya defisit ekstraksi oksigen pada sepsis dapat
dijelaskan dengan adanya kelemahan pada sistem shunting, hipoksia unit sirkulasi mikro,
ketidakmampuan mitokondria untuk memproses oksigen masih merupakan perdebatan.
Perjalanan sepsis dari awal kemudian menjadi berat terjadi bersamaan atau bahkan
disebabkan oleh disfungsi sirkulasi mikro, yang seiring waktu akan menyebabkan disfungsi
mitokondria. Brealey dkk, menunjukkan bahwa disfungsi mitokondria sungguh memainkan
peranan penting pada sepsis dimana tingkat disfungsi respirasi mitokondria terkait dengan
outcome pasien. Kegagalan mitokondria terkait dengan sepsis, berperan dalam distres
respirasi, terutama pada daerah yang mengalami hipoksia, dan dapat menyebabkan distres
jaringan yang selanjutnya menjadi disfungsi organ.4 (Gambar 1)

6
Sindroma Distres Sirkulasi Mikro dan Mitokondria
Resusitasi pada kegagalan sirkulasi terkait dengan sepsis didasarkan pada koreksi
hemodinamik dan sirkulasi oksigen, namun tetap saja terjadi distres sirkulasi mikro dan
1,4
regional, disebut Sindroma Distres Sirkulasi Mikro dan Mitokondria (MMDS). Konsep ini
telah dirumuskan untuk dapat mengidentifikasi adanya bagian yang secara fisiologis rentan
namun tertutupi oleh sirkulasi sistemik dan bertanggung jawab terhadap transpor oksigen dan
respirasi sel yang menjadi terganggu pada keadaan sepsis, dan yang dapat menyebabkan
kegagalan organ (Gambar 1). Elemen penentu perjalanan dan tingkat keparahan sepsis
termasuk didalamnya adalah serangan pertama yang menyebabkan sepsis, komorbiditas,
kondisi genetik tiap individu, terapi sebelumnya dan waktu pengobatan.4
Waktu terjadinya sindrom dan terapi yang telah diterima sebelumnya memiliki efek
yang menentukan dan memiliki efek yang dapat mengubah patofisiologi, serta menentukan
subklas dari sindrom tersebut. Patogenesis perjalanan waktu secara meyakinkan telah
diperlihatkan oleh Rivers dkk, dimana pengobatan awal terbukti berhubungan dengan
perbaikan outcome pasien.7 Pandangan MMDS ini, dimana faktor terapi dan waktu juga
dimasukkan dalam definisi, mengindikasikan bahwa evaluasi secara terpadu faktor penentu
tersebut diperlukan untuk menilai perjalanan dan tingkat keparahan sindrom MMDS ini pada
tiap individu pasien.4

Menyelamatkan Sirkulasi Mikro


Adanya distres sirkulasi mikro, meskipun resusitasi didasarkan pada hemodinamik dan
ketersediaan oksigen, menunjukkan bahwa kegagalan sirkulasi mikro merupakan faktor utama
peningkatan kadar laktat, terganggunya keseimbangan asam-basa, dan tingginya kadar CO 2

gaster dan/atau oral. Kegagalan sirkulasi mikro dapat terjadi pada keadaan hemodinamik
sistemik dan ketersediaan oksigen yang normal atau di atas normal, distres sirkulasi mikro
3,4
akan tertutupi dari sirkulasi sistemik oleh jalur shunting. Sehingga teknik monitoring yang
tepat diperlukan untuk memastikan strategi pengelolaan yang dilakukan benar-benar efektif.

Monitoring Sirkulasi Mikro Untuk Mengoptimalkan Terapi


Beberapa metode telah digunakan untuk memantau fungsi sirkulasi mikro pada waktu
terjadinya kagagalan sirkulasi pada operasi dan perawatan intensif. Hal ini meliputi
pengukuran CO2 sublingual, bukal, dan kadar sirkulasi mikro subkutan, dan juga penyerapan,
pantulan dan spektroskopi infra merah jarak dekat (NIRS), untuk mengukur saturasi
hemoglobin sirkulasi mikro. Pencitraan Spektrum Polarisasi Orthogonal (POS) yang telah

7
divalidasi diperkenalkan dalam operasi dan memungkinkan untuk pertama kalinya dilakukan
pengamatan langsung sirkulasi mikro pada organ dalam manusia. Teknik ini memungkinkan
penyajian visual lapisan terdalam sirkulasi mikro dan aliran sel darah merah pada pembuluh
darah kecil sirkulasi mikro. Ketika digunakan sublingual, OPS merupakan alat yang sensitif
dan spesifik untuk menilai keparahan defek distribusi pada sepsis yang tidak dapat diukur
dengan pemantauan variabel hemodinamik sistemik atau variabel turunan oksigen
konvensional. Kapnografi sublingual dikombinasi dengan pencitraan OPS telah digunakan
untuk menyelidiki hubungan antara sirkulasi mikro dan keadaan metabolik dalam resusitasi.
Pada operasi jantung, pengukuran NIRS sublingual secara simultan untuk oksigenasi regional
yang lebih dalam, dan pantulan spektofotometri untuk mengukur ketersediaan oksigen
sirkulasi mikro superfisial, menyediakan informasi yang menyeluruh mengenai redistribusi
oksigenasi sirkulasi mikro yang terjadi pada kompartemen tersebut pada operasi jantung.
Kombinasi tersebut, yang memantau kompartemen fungsional yang berbeda, dapat secara
terintegrasi memastikan perubahan distribusi transpor oksigen pada keadaan sepsis, syok
septik, dan pengobatan yang tidak dapat dipantau melalui pemantauan hemodinamik sistemik
dan variabel turunan oksigen yang konvensional.
Penelitian oleh de Baker dkk, Spronk dkk, dan Sakr dkk pada sirkulasi mikro
sublingual menggunakan pencitraan OPS pada pasien sepsis telah dapat mengaitkan secara
langsung antara tingkat distres sirkulasi mikro dengan keparahan penyakit dan respon terapi.
Penelitian OPS ini memperlihatkan bahwa defek distribusi terkait dengan sepsis ditandai oleh
tersumbatnya aliran darah pada pembuluh darah kapiler dengan darah darah yang mendekati
2,3
normal pada pembuluh darah sirkulasi mikro yang ukurannya lebih besar. Hal ini
memperkuat pentingnya pemantauan klinis aliran darah pada pembuluh kapiler kecil.
Pencitraan OPS dalam hal ini terbatas oleh karena gambar OPS pada pembuluh kapiler
menjadi buram dan tidak selalu dapat terdeteksi. Oleh karena itu, dikembangkan teknik
pencitraan yang terbaru untuk mengamati sirkulasi mikro yang dinamakan sidestream dark-
field (SDF). Pencitraan SDF terdiri dari lampu penunjuk, dikelilingi oleh sekitar 530 nm light-
emitting diodes (LEDs), panjang cahaya yang dapat diserap oleh hemoglobin sel darah merah,
sehingga memungkinkan pengamatan sel eritrosit sebagai sel gelap yang berjalan pada
sirkulasi mikro. LEDs pada ujung penunjuk secara optis terpisah dari inti konduksi- gambar di
dalam, dan memasukkan cahaya ke dalam jaringan, menyinari sirkulasi mikro dari dalam.
Penyinaran lapang gelap (SDF) ini diterapkan pada sisi samping menghindari bayangan pada
permukaan jaringan, memberikan gambar yang jelas mengenai struktur sirkulasi mikro dan
aliran baik sel darah merah, dan putih. Gambar yang diperbesar mampu memberikan

8
pandangan baru dalam sel dan sikulasi mikro secara mendetail dan yang belum pernah
diperlihatkan sebelumnya. Diharapkan pencitraan dengan SDF mampu memperbaiki
modalitas pencitraan sirkulasi mikro khususnya untuk pembuluh darah kapiler.4

Pilihan Terapi
Resusitasi terhadap Mean Arterial Pressure (MAP) saja tidak cukup untuk
menyelamatkan sirkulasi mikro. Penelitian LeDoux dkk mengamati parameter hemodinamik
untuk oksigenasi jaringan pada pasien-pasien yang diterapi dengan norepinephrin untuk syok
septik. Hasilnya adalah ada peningkatan kerja dari ventrikel kiri dan peningkatan tahanan
vaskular sistemik. Hal ini berarti norepinephrin memperlihatkan keuntungannya. Tetapi jika
dilihat dari perubahan fungsi organ dan oksigenasi jaringan hasilnya benar-benar berbeda.
Keluaran urin menurun, kapiler darah menurun, tekanan parsial CO 2 intramukosa menurun,
perbedaan gradien tekanan antara oksigen arterial dan CO2 terinspirasi menurun. Hal ini
menunjukkan oksigenasi jaringan tetap terganggu.6
Beberapa pilihan terapi untuk menyelamatkan sirkulasi mikro pada pasien sepsis.
Resusitasi Volume
Pemberian volume dapat mengembalikan fungsi pertahanan sirkulasi mikro dan
meningkatkan transpor oksigen sirkulasi mikro. Namun demikian, hemodilusi yang terjadi
oleh karena efek hemodinamik dapat menyebabkan redistribusi transpor oksigen menjauh dari
unit sirkulasi mikro yang lemah dalam organ begitu juga antar organ, dan pada kompartemen
sublingual. Darah merupakan pembawa oksigen yang lebih baik daripada cairan kristaloid
atau koloid, transfusi darah dapat membantu meningkatkan pengiriman oksigen ke sirkulasi
mikro lebih baik daripada cairan. Hemoglobin merupakan pembawa oksigen yang sangat
efektif ke dalam sirkulasi mikro, namun demikian masih perlu dikembangkan untuk
penerapan klinis secara rutin.4
Kombinasi untuk perbaikan hemodinamik
Vasopressor saja tidak cukup untuk resusitasi, harus dibarengi dengan resusitasi
volume yang adekuat. Saat ini telah terbukti bahwa penggunaan kombinasi dari resusitasi
volume yang adekuat, penggunaan vasopressor untuk menjaga MAP yang tepat, dan
penggunaan transfusi darah, inotropik atau vasodilator, efektif dalam menjamin pengiriman
oksigen keseluruhan. Strategi kombinasi hemodinamik ini meningkatkan aliran sirkulasi
6
mikro dan fungsi organ, selanjutnya meningkatkan keberhasilan terapi. Rivers dkk
mengembangkan protokol untuk terapi ini dalam penelitian ” early goal-directed therapy ”.
Penelitian mereka menunjukkan bahwa kombinasi dari resusitasi volume untuk mencapai

9
tekanan vena sentral 8-12 mmHg, disamping penggunaan vasopressor untuk menjaga MAP >
65 mmHg, pengukuran saturasi oksigen vena sentral, dan penggunaan transfusi sel darah
merah dan/atau inotropik untuk meningkatkan saturasi oksigen vena sentral sampai > 70%,
dapat mengurangi mortalitas pasien-pasien dengan syok septik. 30,5% pada EGDT, dan
46,5% pada pengelolaan standar.7
Inhibitor iNOS dan Steroid
Pada sepsis, mekanisme autoregulasi menjadi terganggu. Resusitasi cairan sederhana,
walaupun efektif dalam mengkoreksi sistem hemodinamik namun dapat menimbulkan daerah
sirkulasi mikro yang lemah pada sirkulasi mikro yang hipoksia. Distribusi aliran patologis ini
diantara beberapa mekanisme lain, terkait dengan ekspresi iNOS pada beberapa bagian organ
yang berbeda yang menyebabkan aliran shunting yang patologis. Akibatnya, unit sirkulasi
mikro yang lemah harus diubah, terutama di bawah kondisi dimana terjadi disfungsi
autoregulasi. Mencit yang defisit iNOS tidak memperlihatkan disfungsi sirkulasi yang terkait
dengan endotoksin, seperti yang terjadi pada mencit liar, menekankan pentingnya kontrol
iNOS pada sepsis. Pada penelitian terbaru babi yang mengalami sepsis, kombinasi pemberian
cairan dengan inhibitor iNOS dibanding pemberian cairan saja, menunjukkan keberhasilan
dalam mengubah sirkulasi mikro yang rentan pada usus. Penghambatan iNOS juga
melindungi fungsi pertahanan sirkulasi mikro dan dapat dianggap sebagai upaya
penyelamatan sirkulasi mikro. Agen anti inflamasi seperti steroid sangat efektif dalam
menghambat INOS dan mencegah hipotensi yang dipicu endotoksin. Pemberian yang
terlambat, namun demikian tidak berguna dalam menghambat INOS oleh karena sepsis yang
6
dipicu hambatan NO pada reseptor glukokortikoid. Penelitian tersebut, memperlihatkan
pertimbangan untuk segera memberikan terapi seawal mungkin. Steroid juga memperbaiki
fungsi autoregulasi seperti yang teramati pada penelitian menggunakan model tikus terhadap
alat-alat autoregulasi dari jantung terpisah yang mengalami sepsis. Sebagian penelitian
eksperimental tersebut menggunakan kadar steroid yang cukup tinggi dalam pengobatan
sepsis. Namun demikian, penelitian ini mengisyaratkan bahwa ekspresi iNOS yang berkurang
dapat dianggap sebagai langkah penting dalam mengontrol defek distribusi hemodinamik
sepsis.4
Vasodilator dan Vasopresor
Pengembalian perfusi sirkulasi mikro ke kondisi normovolemia dapat terlaksana
dengan pemberian terapi vasodilator oleh karena vasodilator meningkatkan tekanan aliran
darah pada sirkulasi mikro. Pada penelitian model sepsis, pemberian NO dikombinasi dengan
cairan memperbaiki oksigenasi sirkulasi mikro usus dan memperbaiki tekanan parsial CO2

10
3,4
lambung (pCO2) dimana pemberian cairan saja tidak dapat. Pada penelitian klinis pasien
dengan syok sepsis, dimana sirkulasi mikro sublingual diamati dengan pencitraan OPS,
resusitasi berdasarkan tekanan dapat menghasilkan aliran pada pembuluh darah yang lebih
besar tetapi tidak pada kapiler, dimana aliran cenderung tetap tersumbat. Kondisi ini secara
langsung memperlihatkan kerja jalur shunting dan menunjukkan bahwa sirkulasi mikro
sebagai tempat terjadinya defek distribusi pada sepsis. Terapi vasodilator dengan cara
pemberian Nitrogliserin dengan dalam jumlah cukup, dapat mengembalikan aliran kapiler
yang terhambat serta mengembalikan sirkulasi mikro sub lingual.4 De Backer dkk melaporkan
kelainan pada sirkulasi mikro yang serupa pada pasien sepsis. Mereka lebih lanjut
memperlihatkan bahwa respon vasodilator endotel utuh pada pasien sepsis dengan
memperlihatkan bahwa pemberian asetilkolin topikal sangat efektif dalam mengembalikan
pembuluh kapiler yang telah rusak. Penelitian pencitraan OPS sublingual, menemukan bahwa
walaupun resusitasi-yang didasarkan pada tekanan, efektif dalam menormalkan tekanan darah
sistemik, namun tidak mampu mengkoreksi perfusi sirkulasi mikro.2
Dari pandangan sirkulasi mikro, terapi vasopresor harus diterapkan dengan penuh hati-
hati dan di bawah pengawasan ketat terhadap sirkulasi mikro. Penelitian oleh Dubois dkk
melaporkan bahwa tekanan darah sistemik dapat dikembalikan oleh vasopresin pada pasien
dengan syok distribusi. Disini, pada pencitraan OPS sirkulasi mikro sublingual menunjukkan
tidak adanya efek membahayakan pada perfusi sirkulasi mikro. Namun demikian, pada
penelitian kasus lainnya pada pasien syok septik, vasopresin walaupun efektif meningkatkan
tekanan darah dan produksi urin, menyebabkan berhentinya aliran sirkulasi mikro secara total,
konstriksi pada sirkulasi regional, dan kematian. Penelitian pada binatang juga telah
membuktikan beberapa hasil yang bertolak belakang: beberapa penelitian menunjukkan
bahwa vasopresin memiliki efek yang menguntungkan pada sirkulasi mikro ginjal, sementara
yang lainnya menunjukkan bahwa vasopresin menyebabkan terhentinya aliran sirkulasi
mikro.4
Pengobatan Aksi Ganda
Resusitasi yang dikombinasi dengan vasoaktif dan inotropik sungguh sangat efektif
dalam menyelamatkan sirkulasi mikro, walaupun efeknya pada sirkulasi mikro tidak dapat
disimpulkan dalam pengukuran variabel sistemik secara sendiri. Namun demikian pada pasien
yang sirkulasi mikronya tidak berespon terhadap jenis resusitasi tersebut, memiliki prognosis
yang buruk. Penyelamatan sirkulasi mikro dapat dicapai melalui beberapa jalur dan
kombinasi terapi dapat diterima dan menguntungkan. Dengan cara ini, agen donor NO dapat
membuka kembali sirkulasi mikro dan selanjutnya memperbaiki perfusi unit sirkulasi mikro,

11
sementara agen anti inflamasi atau inhibitor spesifik iNOS dapat mengurangi shunting
4
patologis dan mengarahkan kembali aliran darah ke unit sirkulasi mikro. Hal ini mungkin
terlihat berlawanan dari segi mekanis, tetapi kedua terapi tersebut efektif dalam tindakan
penyelamatan unit sirkulasi mikro, dan secara teoritis dapat dikombinasikan, namun demikian
tingkat efektivitasnya dalam tindakan penyelamatan unit sirkulasi mikro masih perlu
dibuktikan pada sistem organ yang berbeda-beda.
Perlu dipertimbangkan bahwa pada sepsis yang diresusitasi tebentuk serangan
multifaktorial yang berakibat pada distres pada sirkulasi mikro, obat-obatan yang bekerja
pada beberapa tempat mungkin diperlukan sebagai strategi pengobatan yang efektif untuk
menyelamatkan fungsi sirkulasi unit pada keadaan sepsis. Protein C teraktivasi (APC)
merupakan bentuk pendekatan menyeluruh yang tepat dengan cara kerjanya yang terlibat
dalam beberapa mekanisme distres sirkulasi mikro. Telah dibuktikan bahwa APC
menghambat ekspresi iNOS dan melindungi hipotensi yang dipicu endotoksin. Lebih jauh
lagi, melalui aksi kerjanya pada tingkat faktor- κB, APC juga mengurangi kadar tumor
necrosis factor (TNF), suatu efek yang tidak terlihat ketika inhibitor iNOS diberikan sendiri
saja. Sebagai tambahan, APC mengurangi aktivasi leukosit dan melepaskan oksigen reaktif
dan juga bekerja pada jalur koagulasi. Beberapa penelitian telah membuktikan melalui
pengamatan langsung intravital bahwa kerja multifaktorial ini dapat memperbaiki sirkulasi
mikro pada binatang dalam keadaan sepsis, APC mempromotori beberapa efek yang secara
keseluruhan dapat dianggap sebagai strategi penyelamatan dalam disfungsi sirkulasi mikro
dalam keadaan sepsis. Namun demikian beberapa pertanyaan masih tersisa dalam hal
bagaimana model kerja APC. Bagaimana efek waktu pemberian dan dosis APC terhadap
variabel yang diketahui bermanfaat dalam sirkulasi mikro? Bagaimana organ berbeda akan
bereaksi terhadap APC? Bagaimana keberadaan agen terapetik lainnya berfek terhadap
efektivitas APC dalam tindakan penyelamatan unit sirkulasi mikro? Pengamatan langsung dan
evaluasi terhadap sirkulasi mikro akan dapat memberikan pendekatan pada hal tersebut dan
mungkin dapat menjawab mengenai bagaimana pengobatan sepsis yang seharusnya.

Kesimpulan
Sirkulasi mikro merupakan hal yang sangat utama pada kejadian sepsis. Disfungsi
sirkulasi mikro berperan pada gangguan distribusi sirkulasi pada sepsis. Jika tidak dikoreksi,
disfungsi sirkulasi mikro dapat menyebabkan distres parenkim sel dan berakibat pada
disfungsi organ, berlanjut pada kegagalan organ. Hal ini terkait dengan tingginya tingkat
mortalitas pada kasus-kasus sepsis.

12
Target utama dari terapi sepsis adalah mengembalikan fungsi mikrovaskular ke
kondisi normal. Strategi kombinasi meliputi resusitasi volume, penggunaan vasopressor,
penggunaan transfusi sel darah merah dan/atau penggunaan inotropik menunjukkan
peningkatan keberhasilan terapi.
Tindakan penyelamatan dan pemantauan fungsi sirkulasi mikro dalam pengelolaan
sepsis diharapkan dapat mengurangi mortalitas pasien-pasien dengan sepsis.

Daftar pustaka

1 Trzeciak S, Rivers EP. Clinical manifestations of disordered microcirculatory perfusion in


severe sepsis. Critical Care 2005, 9(suppl 4):S20-S26.
2 De Backer D, Creteur J, Preiser JC, Dubois MJ, Vincent JL. Microvascular Blood Flow Is
Altered in Patients with Sepsis. Am J Respir Crit Care Med 2002, 166 : 98-104.
3 Spronk PE, Zandstra DF, Ince C: Bench-to-bedside review: Sepsis is a disease of the
microcirculation. Critical Care Journal 2004, 8:462-468.
4 Ince C. The microcirculation is the motor of sepsis. Critical Care Journal 2005, 9(suppl
4):S13-S19.
5 Evans TW, Smithies M. ABC of intensive care: Organ dysfunction. British Medical
Journal 1999; 318; 1606-1609.
6 Bateman RM, Walley KR. Microvascular resuscitation as a therapeutic goal in severe
sepsis. Critical Care Journal 2005, 9(suppl 4):S27-S32.
7 Rivers E, Nguyen B, Havstad S, Ressler J, Muzzin A, Knoblich B, Peterson E,
Tomlanovich M: Early goal-directed therapy in the treatment of severe sepsis and septic
shock. New England Journal Medical 2001, 345:1368-1377.

13

Anda mungkin juga menyukai