Manfaatnya?
Aliran darah, sehingga menyebabkan infeksi darah (sepsis) dan kegagalan seluruh
organ tubuh.
Telinga bagian tengah sehingga menyebabkan radang telinga bagian tengah (otitis
media akut).
Mengingat HiB juga menyebabkan meningitis dan pneumonia, lalu apa beda IPD dan HiB?
“Yang beda adalah kumannya,” kata Dr. Alan. “Hib disebabkan oleh kuman Haemophilus
Influensa B - yang mana tidak ada hubungannya sama sekali dengan flu - sementara IPD
disebabkan oleh kuman pneumokokus. Jadi meski si kecil Anda sudah mendapatkan imunisasi
Hib, risiko terkena meningitis dan radang paru masih bisa terjadi bila ia belum mendapatkan
vaksin IPD. Meningitis yang disebabkan pneumokokus, lebih ‘jahat’ daripada yang disebabkan
oleh Hib.”
Apa Gejalanya?
Pneumonia, tidak terlihat tandanya pada bayi. Pada balita, mungkin tidak tampak
gejala gangguan pada pernapasan. Dalam banyak kasus, hanya muncul dalam bentuk
demam atau napas yang cepat. Gejala dapat termasuk batuk, lelah/tidak enak badan,
demam, sakit di dada, menggigil, sesak napas, sakit di perut dengan atau tanpa
muntah.
Sepsis, bisa diketahui jika kulit anak Anda terasa dingin, lembap, nadi berdetak
lemah, kecepatan denyut jantung tidak normal, pernapasan sangat cepat, hipotensi,
oliguria, perubahan status mental.
Kuman ini dapat berpindah secara mudah melalui udara dan percikan ludah, terutama di
kondisi keramaian seperti hunian yang padat dan tempat penitipan anak (TPA) atau playgroup.
Saat pergantian cuaca dan musim hujan kuman ini juga menyebar dengan cepat. Kuman yang
sudah masuk ke dalam darah akan membuat kondisi semakin berbahaya.
Pada studi klinis, reaksi umum dari imunisasi IPD yang paling banyak dilaporkan adalah
demam ringan (>38 derajat Celcius), rewel, mengantuk (drowsiness), tidak bisa tidur,
berkurangnya nafsu makan, muntah, diare dan kemerahan (rash) pada kulit. Reaksi ini umum
ditimbulkan oleh semua jenis vaksin. Dokter sangat menganjurkan agar setelah melakukan
imunisasi (apapun), Anda tidak langsung pulang dan menunggu 15 menit untuk mengetahui
apakah ada reaksi vaksin.
Jadwal pemberian vaksin IPD dilakukan 4 kali: Pada usia 2, 4, 6 bulan dan antara usia 12-15
bulan dengan kondisi yang telah dikonsultasikan dengan dokter anak. Jika Anda terlambat
melakukan imunisasi, Anda tak perlu mengulangnya dari awal dan bisa langsung
melanjutkannya. Seperti kata pepatah, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Last Updated ( Thursday, 05 July 2007 )
Cegah Bahayanya Lewat Vakinasi, Sebelum Terlambat
Penyakit pneumokokus, atau yang kerap disebut IPD (Invasive Pneumococcal Disease),
bukanlah penyakit yang bisa dipandang sebelah mata. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) memperkirakan, 700 ribu hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahunnya
karena IPD, utamanya di negara-negara berkembang.
Indonesia pun tak luput dari serangan penyakit ini. Survei Departemen Kesehatan 2001
menyebutkan, pneumonia merupakan penyebab utama kematian balita di Indonesia,
dengan persentase mencapai 23 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding penyebab
lain kematian balita yakni diare (13 persen) dan penyakit syaraf (12 persen).
Apa sebenarnya IPD? Seperti dijelaskan oleh dokter Alan R Tumbelaka SpA(K), kepala
Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM),
IPD merupakan sekelompok penyakit yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus
pneumoniae yang menyebar melalui darah dan bersifat merusak (invasive). Beberapa
penyakit yang termasuk dalam golongan ini adalah radang paru (pneumonia), radang
selaput otak (meningitis), infeksi darah (bakteremia), dan sepsis (kelanjutan infeksi darah
yang mengakibatkan syok dan kegagalan fungsi organ tubuh). ''Penyakit-penyakit ini
sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kecacatan pada bayi dan balita bahkan
kematian,'' terang Alan dalam media edukasi mengenai pencegahan penyakit
pneumokokus, belum lama ini di Jakarta.
Mengenai bakteri Streptococcus pneumoniae yang menjadi penyebab penyakit ini, Alan
menjelaskan, bakteri ini sebenarnya hidup secara normal di tenggorokan dan rongga
hidung. ''Namun, apabila bakteri ini masuk ke dalam sirkulasi darah dan merusak, maka
akan menyebabkan gangguan berbagai organ tubuh,'' lanjut dokter yang sejak 1984
menjadi staf pengajar di FKUI ini. IPD merupakan penyakit menular. Alan menerangkan,
penularan IPD dapat terjadi melalui percikan ludah sewaktu bicara, bersin, dan batuk.
Patut pula dicatat, bakteri ini lebih mudah menyebar pada hunian yang padat, tempat
penitipan anak nursery playgroup, penderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut),
pergantian cuaca, dan musim hujan seperti sekarang ini. Penularan penyakit ini ternyata
tak hanya bisa terjadi di kalangan bayi dan balita. ''Anak yang terserang IPD juga dapat
menularkan penyakit ini kepada orang usia lanjut,'' kata Alan.
Pada dasarnya, IPD memang bisa menyerang siapa saja dan di mana saja karena bakteri
pneumokokus secara normal berada di dalam rongga hidung dan tenggorokan. Hanya saja,
bakteri ini dapat menjadi ganas pada kelompok umur yang rentan yakni bayi dan anak-
anak di bawah usia dua tahun. Dan risiko untuk terjangkit IPD menjadi kian besar jika
kondisi fisik bayi dan anak itu sedang turun atau baru sembuh dari sakit.
Bisakah penyakit ini diobati? Menurut Alan, bakteri Streptococcus pneumoniae pada
dasarnya bisa dimatikan dengan antibiotik, khususnya penisilin. Namun saat ini, bakteri
ini mulai kebal terhadap banyak antibiotik (misalnya penisilin, erythromycin,
trimepthoprin-sulfamethoxazole, dan cephalosporin) sehingga mempersulit pengobatan.
''Harga pengobatan juga sangat mahal dibanding harga pencegahannya,'' tandas Alan.
Kalaupun bisa diobati dan sembuh, tetap saja membawa gejala sisa seperti kelumpuhan,
kehilangan pendengaran, retardasi mental, kemunduran kecerdasan, serta gangguan
syaraf.
Pentingnya imunisasi
Mengingat sulit dan mahalnya pengobatan, juga kecacatan permanen yang mengancam
anak kita, maka hal terbaik yang bisa dilakukan para orangtua adalah mencegah penyakit
berbahaya ini. Bagaimana caranya? Berikan vaksin pneumokokus pada bayi dan balita.
Inilah satu-satunya cara pencegahan IPD yang efektif.
Hal tersebut juga ditegaskan oleh Strategic Advisory Group of Experts (SAGE) --
kelompok penasihat utama WHO untuk vaksinasi dan imunisasi di dunia -- dalam
pertemuan mereka di Swiss, November 2006. Mereka menyatakan, penyakit
pneumokokus merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Dan
vaksinasi merupakan upaya terbaik mencegah penyakit pneumokokus.
Vaksinasi, seperti dijelaskan dokter Soedjatmiko SpA (K) MSi, sekretaris Satuan Tugas
(Satgas) Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), merupakan upaya pencegahan
primer untuk mencegah penyakit infeksi dengan memasukkan vaksin (produk
imunobiologik, sebagai antigen) ke dalam tubuh manusia. Dengan cara ini akan terbentuk
antibodi sehingga si anak terhindar dari penyakit, tidak menularkan penyakit itu pada
individu lain, dan akhirnya dapat memutuskan transmisi penyakit. ''Vaksinasi bertujuan
melindungi seseorang terhadap penyakit tertentu, menurunkan prevalensi penyakit
sehingga tercapai eradikasi penyakit,'' sambungnya.
Vaksin yang oleh Wyeth diberi nama dagang Prevenar ini bisa diberikan pada bayi mulai
usia dua bulan. Berikut adalah jadwal pemberian vaksin ini:
Vaksin ini bekerja dengan cara merangsang sistem kekebalan dan menciptakan memori
pada sistem kekebalan tubuh. Injeksi vaksin ini akan memberikan pengenalan sistem
kekebalan tubuh pada tujuh strain Streptococcus pnemoniae yang paling umum
menyerang bayi dan anak. Pada akhirnya, sistem kekebalan tubuh akan menyimpan
informasi ini sehingga serangan bakteri ini di kemudian hari dapat dicegah.
Bagaimana efektivitas vaksin ini? Studi klinis pada 37 ribu bayi di California Utara,
Amerika Serikat (AS) menunjukkan, vaksin pneumokokus memiliki tingkat keampuhan
sebagai berikut:
* 97 persen efektif dalam mencegah IPD pada bayi yang telah divaksinasi penuh (4 dosis).
* 89 persen efektif dalam mencegah semua kasus IPD pada anak yang telah mendapat
satu kali atau lebih dosis vaksinasi.
Vaksin ini juga telah menjadi vaksin yang diwajibkan di AS, Australia, Eropa, dan
Meksiko serta telah digunakan lebih dari 100 juta dosis di seluruh dunia. Bagaimana
dengan keamanannya? Reaksi umum dari vaksin ini sama seperti semua jenis vaksin.
Pada studi klinis, reaksi umum yang muncul setelah mendapat vaksin ini adalah demam
ringan, rewel, dan kemerahan pada kulit. Nah, tunggu apa lagi, vaksinasi segera!
(Idionline/RoL)
Rangkuman dari Milist Sehat mengenai VAKSIN IPD
Tonang D Ardyanto to sehat
Karena adanya informasi penting, rangkuman ini saya revisi.
Apa gunanya vaksinasi IPD?
Acute lower respiratory infections are responsible for two million deaths
per year and a large proportion of these are pneumococcal disease. A recent
study (Cutts F. et al., The Lancet 2005) in The Gambia indicates that more
than one third of these deaths might be caused by the bacterium
Streptococcus pneumoniae. Most victims are children in developing countries.
Pneumonia deaths far outnumber deaths from meningitis. Nonetheless, in
non-epidemic situations, Streptococcus pneumoniae is the main cause of
meningitis fatalities in sub-Saharan Africa; of those who develop
pneumococcal meningitis, 40-75 % either die or are permanently disabled.
Children infected with HIV/AIDS are 20-40 times more likely to contract
pneumococcal disease than children without HIV/AIDS.
A seven-valent conjugate vaccine called Prevnar is designed to act against
seven strains of pneumococcal disease. It has been developed by Wyeth and is
licensed in the United States and several other countries. In the United
States, use of this vaccine has led to a dramatic decline in rates of
pneumococcal disease, not only in immunized children, but also in the
un-immunized population through reduced transmission.
(WHO: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs289/en/)
IPD adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri pneumokokus (streptoccoccus
pneumoniae). Bakteri tersebut secara cepat dapat masuk ke dalam sirkulasi
darah dan merusak (invasif) serta dapat menyebabkan infeksi selaput otak
(meningitis) yang biasa disebut radang otak.
Penelitian menunjukkan, sebagian besar bayi dan anak di bawah usia 2 tahun
pernah menjadi pembawa ( carrier) bakteri pneumokokus di dalam saluran
pernapasan mereka. Oleh karena itu, bayi baru lahir hingga bocah usia 2
tahun berisiko tinggi terkena IPD.
Yang paling fatal bila bakteri pneumokokus menyerang otak. Pada kasus-kasus
meningitis seperti ini, kematian akan menyerang 17% penderita hanya dalam
kurun waktu 48 jam setelah terserang. Kalaupun dinyatakan sembuh umumnya
meninggalkan kecacatan permanen, semisal gangguan pendengaran dan gangguan
saraf yang selanjutnya memunculkan gangguan motorik, kejang tanpa demam,
keterbelakangan mental dan kelumpuhan.
Dari ketiga bakteri yang biasa menyebabkan meningitis (Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae type B, dan Neisseria meningitis),
Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri yang seringkali menyerang anak di
bawah 2 tahun. Meningitis karena bakteri pneumokokus ini dapat menyebabkan
kematian hanya dalam waktu 48 jam. Bila sembuh pun sering kali meninggalkan
kecacatan permanen.
Vaksinasi dipercaya sebagai langkah protektif terbaik mengingat saat ini
resistensi kuman pneumokokus terhadap antibiotik semakin meningkat. Karena
anak-anak di bawah usia 1 tahun memiliki risiko paling tinggi menderita IPD,
maka amat dianjurkan agar pemberian imunisasi dilakukan sedini mungkin.
Untungnya, saat ini sudah ditemukan vaksin pneumokokus bagi bayi dan anak di
bawah 2 tahun.
(dari artikel sebuah tabloid kesehatan, oleh: Sukman Tulus Putra, dr.,
Sp.A.(K), FACC, FESC, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI))
Apakah vaksinasi ini dipakai di tempat lain?
Menurut salah seorang dokter di milis sehat(1): Aman tidak, Di indonesia
baru tahun ini 2006, tapi di Amrika, sejak 2000 sudah disuntikan wajib dan
laporan ilmiah tahun 2001 telah 23 juta dosis diberikan dengan efek samping
yang tidak jauh lebih banyak dari efek samping imunisasi rutin saat itu.
Sampai sekarang telah direkomendasikan di Amerika, Australia, Korea,
Philipina, Spanyol, Malaysia, Singapore dan Canada.
lebih lengkap di situs WHO
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs289/en/)
Apakah sudah dilaksanakan di Indonesia?
Situs resmi IDAI (www.idai.or.id) belum memasang jadwal terbaru setelah
jadwal tahun 2004 hasil revisi.
Menurut salah seorang dokter di milis sehat(1): Dari bocoran hasil rapat
Satgas imunisasi IDAI di medan (1-5 mei) direkomendasikan untuk dimasukkan
bersamaan vaksin influensa pada jadwal rekomentasi idai 2006.
Menurut situs majalah Anakku (www.anakku.net dibuka pada tanggal 19 Mei
2006): Vaksinasi IPD direkomendasikan oleh IDAI sejak tahun 2006 bersamaan
dengan mulai direkomendasikannya vaksinasi Influenza.
Bagaimana jadwalnya?
Imunisasi IPD pada usia (1):
< 6 bulan: diberikan dasar 3 kali jarak 2 bulan dan penguat/ulangan
(booster) pada usia 12 – 15 bulan. > 4 kali
6 - 12 bulan diberikan dasar 2 kali, dan penguat seperti diatas > 3 kali
12 – 24 bulan . Diberikan dasar 2 kali tidak perlu penguat. > 2 kali
> 24 bulan. Diberikan 1 kali > 1 kali
Apa nama vaksin IPD?
Ada dua jenis yang sudah beredar, dan ada yang dalam pengembangan/
penelitian.
Prevenar atau PCV 7 (diseluruh dunia sama mereknya): berisi 7 serotype (4,
6B, 9V, 14, 18C, 19F and 23F). Bisa diberikan pada sejak bayi usia 2 bulan.
Harganya relatif mahal.
Ada keuntungan lain dalam penelitian vaksin produksi baru ini bahwa: In
addition, an unexpected benefit of vaccination (9 serotype vaccine) was the
decrease of symptomatic pneumonia cases associated with a viral infection,
whether influenza virus or one of the paramyxoviruses.
(WHO: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs289/en/)
Apa efek samping vaksinasi ini?
Menurut labelnya, efek samping yang sering terjadi (Very common) pada
pemberian prevenar pada saluran pencernaan adalah diare dan muntah.
Menurut artikel oleh dokter Sukman Tulus Putra: Reaksi terhadap vaksin yang
terbanyak dilaporkan adalah demam ringan < 38 derajat Celcius, rewel,
mengantuk (drowsy), dan beberapa reaksi ringan lainnya yang biasa ditemui
pada pemberian berbagai jenis vaksin.
Dalam praktek, salah seorang dokter di milis sehat(1) menyampaikan: dari 20
an kasus, 5-8 pasien menelefon dan mengatakan panas tapi tidak tinggi (<38).
Ada 1 pasien yang nafsu makannya menurun dan panasnya > 38. Belum ada yang
mengeluh diare dan muntah.