Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena
berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah
ini kami membahas “Sindrom Klinefelter”, suatu permasalahan yang sedang di bicarakan dalam
dunia kesehatan sekarang ini.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman masalah Sindrom Klinefelter dan
sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa yang mengikuti mata kuliah “Ilmu Dasar
Keperawatan I”. Rasa terima kasih yang dalam-dalamnya kami ucapkan kepada Dosen Ilmu Dasar
Keperawatan I dan teman-teman karena dalam proses pendalaman materi ini kami mendapatkan
bimbingan, arahan, koreksi dan saran.

Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat bagi kita semua. Kami menyadari bahwa
makalah ini jauh dari sempurna maka segala kritik dan saran yang membangun akan kami terima.

Yogyakarta, Januari 2011

(Kelompok 1)

penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
2.2 Pengertian
2.3 Ciri-ciri
2.4 Penyebab
2.5 Komplikasi
2.6 Pengobatan
2.7 Pencegahan

BAB III
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sindrom Klinefelter adalah kelainan genetik pada laki-laki yang diakibatkan oleh
kelebihan kromosom X. Laki-laki normal memiliki kromosom seks berupa XY, namun
penderita sindrom klinefelter umumnya memiliki kromosom seks XXY. Penderita sindrom
klinefelter akan mengalami infertilitas, keterbelakangan mental, dan gangguan perkembangan
ciri-ciri fisik yang diantaranya berupa ginekomastia (perbesaran kelenjar susu dan berefek pada
perbesaran payudara),dll.
Laporan pertama mengenai sindrom klinefelter dipublikasikan oleh Harry Klinefelter
dan rekannya di Rumah Sakit Massachusetts, Boston. Ketika itu tercatat 9 pasien laik-laki yang
memiliki payudara membesar, rambut pada tubuh dan wajah sedikit, testis mengecil, dan
ketidakmampuan memproduksi sperma. Pada akhir tahun 1950-an, para ilmuwan menemukan
bahwa sindrom yang dialami 9 pasian tersebut dikarenakan kromosom X tambahan pada lelaki
sehingga mereka memiliki kromosom XXY. Pada tahun 1970-an, para ilmuwan menyatakan
bahwa kelainan klinefelter merupakan salah satu kelainan genetik yang ditemui pada manusia,
yaitu 1 dari 500 hingga 1 dari 1.000 bayi laki-laki yang dilahirkan akan menderita sindrom ini.
Kelebihan kromosom X pada laki-laki terjadi karena terjadinya nondisjungsi meiosis
(meiotic nondisjunction) kromosom seks selama terjadi gametogenesis (pembentukan gamet)
pada salah satu orang tua. Nondisjungsi meiosis adalah kegagalan sepasang kromosom seks
untuk memisah (disjungsi) selama proses meiosis terjadi. Akibatnya, sepasang kromosom
tersebut akan diturunkan kepada sel anaknya,sehingga terjadi kelebihan kromosom seks pada
anak. Sebesar 40% nondisjungsi meiosis terjadi pada ayah, dan 60% kemungkinan terjadi pada
ibu. Sebagian besar penderita sindrom klinefelter memiliki kromosom XXY, namun ada pula
yang memiliki kromosom XXXY, XXXXY, XXYY, dan XXXYY.
Anak laki-laki dengan kromosom XXY cenderung memiliki kecerdasan intelektual IQ
di bawah rata-rata anak normal. Sebagian penderita klinefelter memiliki kepribadian yang
kikuk, pemalu, kepercayaan diri yang rendah, ataupun aktivitas yang dilakukan dibawah level
rata-rata (hipoaktivitas). Pada sebagian penderita sindrom ini juga terjadi autisme. Hal ini
terjadi karena perkembangan tubuh dan neuromotor yang abnormal. Kecenderungan lain yang
dialami penderita klinefelter adalah keterlambatan dan kekurangan kemampuan verbal, serta
keterlambatan kemampuan menulis. Sifat tangan kidal juga lebih banyak ditemui pada
penderita sindrom ini dibandingkan dengan manusia normal. Pada pasien dewasa, kemampuan
seksualnya lebih tidak aktif dibandingkan laki-laki normal.
Gejala klinis dari sindrom klinefelter ditandai dengan perkembangan ciri-ciri seksual
yang abnormal atau tidak berkembang, seperti testis yang kecil dan aspermatogenesis
(kegagalan memproduksi sperma). Testis yang kecil diakibatkan oleh sel germinal testis dan sel
selitan (interstital cell) gagal berkembang secara normal. Sel selitan adalah sel yang ada di
antara sel gonad dan dapat menentukan hormon seks pria. Selain itu, penderita sindrom ini juga
mengalami defisiensi atau kekurangan hormon androgen, badan tinggi, peningkatan level
gonadotropin, dan ginekomastia. Penderita klinefelter akan mengalami ganguan koordinasi
gerak badan, seperti kesulitan mengatur keseimbangan, melompat, dan gerakan motor tubuh
yang melambat. Dilihat dari penampakan fisik luar, penderita klinefelter memiliki otot yang
kecil, namun mengalami perpanjangan kaki dan lengan.
Gejala klinefelter pada janin jarang sekali terdeteksi, kecuali bila menggunakan deteksi
sebelum-kelahiran (prenatal detection). Sindrom ini kadang-kadang dapat diturunkan dari ayah
penderita klinefelter ke anaknya, oleh karena itu perlu dilakukan deteksi sebelum-kelahiran.
Sebagian kecil penderita klinefelter dapat tetap fertil dan memiliki keturunan karena adanya
mosaiksisme (mosaicism), yaitu adanya campuran sel normal dan sel klinelfelter sehingga sel
normal tetap memiliki kemampuan untuk berkembang biak. Semakin cepat dideteksi, penderita
klinefelter dapat lebih cepat ditangani dengan terapi farmakologi dan terapi psikologi sebelum
memasuki dunia sekolah. Tindakan pencegahan lain yang harus dilakukan adalah uji
kemampuan mendengar dan melihat, dan terapi fisik untuk mengatasi masalah motorik dan
keterlambatan bicara. Terapi hormon testosteron pada usia 11-12 tahun merupakan salah satu
tindakan pencegahan keterbelakangan perkembangan karakteristik seksual sekunder pada pria
penderita klinefelter.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1) Bagaimana sejarah ditemukannya sindrom klinefelter?
2) Apa pengertian dari sindrom klinefelter?
3) Bagaimana epidemiologi dari sindrom klinefelter?
4) Apa sajakah klasifikasi sindrom klinefelter?
5) Bagaimana penyebab atau faktor resiko dari sindrom klinefelter?
6) Apa saja tanda dan gejala dari sindrom klinefelter?
7) Bagaimana proses perjalanan penyakit dari sindrom klinefelter? (penurunan sifat, mutasi
yg terjadi)
8) Apa saja prosedur diagnostik atau pemeriksaan penunjang dari sindrom klinefilter?
9) Bagaimana penatalaksanaan medis dari sindrom klinefelter?

1.3 TUJUAN
A. TUJUAN UMUM

Setelah membahas lebih lanjut mengenai sindrom klinefelter,diharapkan mahasiswa mampu


memahami konsep tentang sindrom klinefelter.

B. TUJUAN KHUSUS

Tujuan pembuatan makalah ini adalah :

1) Untuk mengetahui bagaimana sejarah ditemukannya sindrom klinefelter.


2) Untuk mengetahui pengertian dari sindrom klinefelter.
3) Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi dari sindrom klinefelter.
4) Untuk mengetahui apa saja klasifikasi sindrom klinefelter.
5) Untuk mengetahui bagaimana penyebab atau faktor resiko dari sindrom klinefelter.
6) Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala dari sindrom klinefelter.
7) Untuk mengetahui bagaimana proses perjalanan penyakit dari sindrom klinefelter.
(penurunan sifat, mutasi yg terjadi)
8) Untuk mengetahui apa saja prosedur diagnostik atau pemeriksaan penunjang dari sindrom
klinefilter.
9) Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari sindrom klinefelter.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Sejarah Sindrom Klinefelter

Sindrom Klinefelter ini dinamai Dr Henry Klinefelter dan rekannya di Rumah Sakit
Massachusetts, Boston, yang pertama kali menggambarkan sekelompok gejala yang ditemukan
pada beberapa pria dengan kromosom X tambahan. Meskipun semua orang dengan sindrom
Klinefelter memiliki kromosom X tambahan, tidak semua XXY laki-laki memiliki semua gejala
tersebut. Karena tidak setiap laki-laki dengan pola XXY memiliki semua gejala sindrom Klinefelter,
biasanya menggunakan istilah XXY laki-laki untuk menggambarkan orang-orang ini, atau kondisi
XXY untuk menjelaskan gejalanya. Para ilmuwan yakin bahwa kondisi XXY adalah salah satu
kelainan kromosom yang paling umum pada manusia.
Ketika itu tercatat 9 pasien laki-laki yang memiliki payudara membesar, rambut pada tubuh dan
wajah sedikit, testis mengecil, dan ketidakmampuan memproduksi sperma. Pada akhir tahun 1950-
an, para ilmuwan menemukan bahwa sindrom yang dialami 9 pasian tersebut dikarenakan
kromosom X tambahan pada lelaki sehingga mereka memiliki kromosom XXY. Pada tahun 1970-
an, para ilmuwan menyatakan bahwa kelainan klinefelter merupakan salah satu kelainan genetik
yang ditemui pada manusia, yaitu 1 dari 500 hingga 1 dari 1.000 bayi laki-laki yang dilahirkan akan
menderita sindrom ini.
2. Pengertian Sindrom Klinefelter

Sindrom Klinefelter adalah kelainan genetik pada laki-laki yang diakibatkan oleh kelebihan
kromosom X. Laki-laki normal memiliki kromosom seks berupa XY, namun penderita sindrom
klinefelter umumnya memiliki kromosom seks XXY. Penderita sindrom klinefelter akan mengalami
infertilitas, keterbelakangan mental, dan gangguan perkembangan ciri-ciri fisik yang diantaranya
berupa ginekomastia (perbesaran kelenjar susu dan berefek pada perbesaran payudara), dan lain-
lain. Sindrom Klinefelter, juga dikenal sebagai kondisi XXY, adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan laki-laki yang memiliki kromosom X tambahan di sebagian besar sel mereka.
Mereka mungkin mempunyai masalah-masalah lain, seperti sedikit dibawah kemampuan
inteligensia, perkembangan bicara yang terhambat, kemampuan verbal yang kurang dan masalah-
masalah emosional dan tingkah laku. Meskipun demikian ada juga yang memiliki intelegensia
diatas rata-rata dan tidak ada perkembangan emosional atau masalah-masalah tingkah laku.

3. Penyebab Sindrom Klinefelter

Kelebihan kromosom X pada laki-laki terjadi karena terjadinya nondisjungsi meiosis (meiotic
nondisjunction) kromosom seks selama terjadi gametogenesis (pembentukan gamet) pada salah satu
orang tua. Nondisjungsi meiosis adalah kegagalan sepasang kromosom seks untuk memisah
(disjungsi) selama proses meiosis terjadi. Akibatnya, sepasang kromosom tersebut akan diturunkan
kepada sel anaknya,sehingga terjadi kelebihan kromosom seks pada anak. Sebesar 40%
nondisjungsi meiosis terjadi pada ayah, dan 60% kemungkinan terjadi pada ibu. Sebagian besar
penderita sindrom klinefelter memiliki kromosom XXY, namun ada pula yang memiliki kromosom
XXXY, XXXXY, XXYY, dan XXXYY.

a. Terjadi saat pembentukan embrio


Sindrom Klinefelter terjadi ketika kromosom seks ekstra dari salah satu orangtua diturunkan
pada bayi laki-laki semasa pembentukan embrio. Penurunan kromosom ekstra ini terjadi secara
acak dan kebetulan. Tidak seperti halnya kelainan kromosom lain seperti Down syndrome,
mereka yang keluarganya ada sejarah sindrom Klinefelter atau ibunya yang melahirkan di usia
tua tidak secara otomatis bakal mengalami kelainan ini.

b. Terjadi pada saat kehamilan


Sindrom Klinefelter juga dapat didiagnosis selama kehamilan seorang wanita. Dokter dapat
mencari kelainan kromosom dalam sel yang diambil dari cairan ketuban yang mengelilingi
janin (amniosentesis), atau dari plasenta (chorionic villus sampling (CVS). Walaupun gangguan
ini biasa, banyak pria dengan sindrom Klinefelter tidak menyadari mereka mengidapnya dan
hidup secara normal. Mereka tidak menyadari kelainan tanda-tanda fisik, emosional atau
mental dari gangguan ini. Oleh karena itu banyak ahli kesehatan lebih suka untuk menyebutkan
pria dengan tambahan kromosom X ini sebagai “pria XXY”. Ini menghilangkan beberapa hal
negatif yang menyangkut istilah “sindrom”. Tanda-tanda dari sindrom Klinefelter berbeda dari
satu orang dengan orang lain. Perbedaan tersebut umumnya bergantung pada jumlah dari
tambahan kromosom X pada sel-sel dan berapa banyak sel-sel yang telah terpengaruh. Mereka
yang memiliki lebih dari satu kromosom X umumnya mempunyai beberapa gejala-gejala berat,
termasuk keterbelakangan mental.

c. Epidemiologi
Sindrom Klinefelter merupakan kelainan kromosom seks yang paling sering terjadi.
Kelainan ini mengenai laki-laki yang  membawa kromosom X tambahan yang meyebabkan
terjadinya hipogonadisme pada pria, defisiensi androgen, dan kerusakan spermatogenesis.
Kariotip dideteksi pada atau sebelum kelahiran dalam 10 persen anak laki-laki yang menderita
sindrom Klinefelter, dan ditemukan pada 25% orang dewasa yang mengelami kelainan ini.
Dulu dikatakan bahwa hampir semua pria dengan kariotip 47,XXY akan infertile. Sindrom
Klinefelter terhitung 3% menjadi penyebab infertiltas pada pria dengan oligospermia atau
azoospremia (5-10 persen). Kelainan kromososom seks yang paling sering ini perlu
penanganan khusus dan komprehensif sehingga bisa menurukan angka morbiditas dan
mortalitas serta meningkatkan kualitas hidup penderita sindrom Klinefelter. Prevalensi sindrom
Klinefelter  2-20 kali pada individu yang menderita retardasi mental dibandingkan populasi
bayi baru lahir pada umumnya.  Lebih kurang 40% konsepsi dengan Sindrom Klinefelter mati
pada periode fetalis. Sekitar 250.000 pria di AS menderita Sindrom Klinefelter. Secara umum,
berat ringannnya malformasi pada Sindrom Klinefelter tergantung jumlah kromosom X.
Retardasi mental dan hipogonadisme lebih berat pada pasien dengan kariotip 49,XXXXY
dibandingkan dengan 48,XXXY. Angka kematian tidak berbeda secara signifikan dengan
individu yang sehat. Sindrom Klinefelter tidak memiliki predileksi ras. Hanya didapatkan pada
pria karena disebabkan oleh penambahan kromosom X pada kromosom XY. Paling banyak
tidak bisa terdiagnosis sampai dewasa. Indikasi yang paling sering untuk pemeriksaan genetik
adalah ditemukannya hipogonadisme dan infertilitas.

d. Etiologi dan Patofisiologi


Adanya kromosom X tambahan ini dipertimbangkan sebagai faktor etiologi dasar Sindrom
Klinefelter. Kromosom X tambahan ini merupakan komponen utama dari kelainan yang
pertama kali ditemukan oleh Klinefelter dkk, namun berlawanan dengan hipotesis yang mereka
usulkan yakni sindrom Klinefelter disebabkan oleh adanya hipofungsi sel Leydig, walaupn
kadar testosteron mungkin masih dalam batas normal dan pasien menunjukkan berbagai tingkat
virilisasi. Namun hipotesis mereka benar tentang adanya hormon testikular sekunder. Penelitian
yang terbaru menemukan kadar zat yang dinamakan inhibin B, yakni bentuk aktif dari inhibin
yang berasal dari sel Sertoli berhubungan erat dengan fungsi sel Sertoli dan ditemukan dalam
kadar yang sangat rendah pada pasien dengan sindrom Klinefelter. Kromosom X membawa
gen yang berperan penting pada berbagai sistem tubuh, yakni fungsi testis, perkembangan otak,
dan pertumbuhan. Penambahan lebih dari satu kromosom X atau Y pada kariotip laki-laki akan
menyebabkan berbagai kelainan fisik dan kognitif. Secara umum akan menyebabkan adanya
abnormalitas fenotip, misalnya retardasi mental, yang secara langsung berhubungan dengan
kelebihan jumlah kromosom X. Makin banyak jumlah kromosom X, makin banyak pula
kelainan perkembangan somatik dan kognitif yang dipengaruhi. Sindrom Klinefelter
merupakan bentuk kegagalan testikular primer. Peningkatan kadar gonadotropin disebabkan
oleh hilangnya inhibisi umpan balik ke kelenjar pituitari. Walaupun fungsi endokrin testikular
mungkin rendah sebagaimana masa kehidupan fetalis dengan kadar testosterone dari aliran
darah plasenta janin yang memiliki kromosom XXY lebih rendah dari janin normal, fungsi
gonad-pituitary pada pasien sindrom Klinefelter ditemukan normal setelah lahir sampai puber.
Penelitian terbaru menyebutkan bahwa sperma ditemukan pada lebih dari 50% pria dengan
sindrom Klinefelter. Patogenesis terjadinya ginekomastia pada pasien Sindrom Klinefelter
masih tidak jelas. Diduga akibat peningkatan kadar esradiol dalam serum yang berasal dari
peningkatan konversi testosteron menjadi estradiol dan penurunan clearance estradiol.
4. Ciri-ciri Sindrom Klinefelter
a. Mental
Anak laki-laki dengan kromosom XXY cenderung memiliki kecerdasan intelektual IQ di
bawah rata-rata anak normal. Sebagian penderita klinefelter memiliki kepribadian yang kikuk,
pemalu, kepercayaan diri yang rendah, ataupun aktivitas yang dilakukan dibawah level rata-rata
(hipoaktivitas). Pada sebagian penderita sindrom ini juga terjadi autisme. Hal ini terjadi karena
perkembangan tubuh dan neuromotor yang abnormal. Kecenderungan lain yang dialami
penderita klinefelter adalah keterlambatan dan kekurangan kemampuan verbal, serta
keterlambatan kemampuan menulis. Sifat tangan kidal juga lebih banyak ditemui pada
penderita sindrom ini dibandingkan dengan manusia normal. Pada pasien dewasa, kemampuan
seksualnya lebih tidak aktif dibandingkan laki-laki normal.

b. Fisik

Kiri: Gejala perbesaran payudara


(ginekomastia) salah satu ciri sindrom
klinefelter.
Kanan : Normal.

Pengaruh dan tanda-tanda sindrom Klinefelter sangatlah bervariasi dan tidak sama pada
setiap pria yang mengalaminya. Kondisi paling umum adalah sindrom ini memengaruhi
pertumbuhan organ testis sebagai penghasil sperma. Anak yang lahir dengan sindrom ini
memiliki hormon testosteron yang rendah. Alhasil, pertumbuhan otot, bentuk tubuh dan bulu-
bulu pada wajahnya pun tidak berkembang baik. Selain itu, pria pengidap sindrom ini
mengalami pembesaran jaringan payudara (gynecomastia).
Walau mengidap kelainan, banyak pria dengan sindrom Klinefelter hidup normal dan tak
menyadari bahwa mereka mengidapnya. Mereka tidak menyadari kelainan tanda-tanda fisik,
emosional atau mental dari gangguan ini. Oleh karena itu, banyak ahli kesehatan lebih suka
untuk menyebutkan pria dengan tambahan kromosom X ini sebagai “pria XXY”. Ini
menghilangkan beberapa hal negatif yang menyangkut istilah “sindrom”.
Pada kebanyakan penderita Klinefelter, mereka mengalami inferitilitas atau kemandulan
sehingga tidak dapat membuahi sel telur dan memberikan anak. Walau begitu, seiring
kemajuan teknologi kedokteran, ada beberapa penderita yang dapat dibantu sehingga menjadi
fertil.
Gejala klinis dari sindrom klinefelter ditandai dengan perkembangan ciri-ciri seksual yang
abnormal atau tidak berkembang, seperti testis yang kecil dan aspermatogenesis (kegagalan
memproduksi sperma). Testis yang kecil diakibatkan oleh sel germinal testis dan sel selitan
(interstital cell) gagal berkembang secara normal. Sel selitan adalah sel yang ada di antara sel
gonad dan dapat menentukan hormon seks pria. Selain itu, penderita sindrom ini juga
mengalami defisiensi atau kekurangan hormon androgen, badan tinggi, peningkatan level
gonadotropin, dan ginekomastia. Penderita klinefelter akan mengalami ganguan koordinasi
gerak badan, seperti kesulitan mengatur keseimbangan, melompat, dan gerakan motor tubuh
yang melambat. Dilihat dari penampakan fisik luar, penderita klinefelter memiliki otot yang
kecil, namun mengalami perpanjangan kaki dan lengan.

Berikut ini gejala-gejala sindrom Klinefelter berdasarkan usia :

1. Bayi : Pada saat dilahirkan, gejala dan tanda awal kelainan ini belum akan tampak. Seiring
pertambahan usia, mereka tampak memiliki otot yang lemah. Perkembangan motoriknya
pun terlambat. Bayi penderita sindrom ini butuh waktu yang lama untuk mencapai fase
duduk, merangkak atau berjalan dibandingkan bayi lainnya.
2. Remaja : Postur penderita sindrom Klinefelter akan tampak lebih tinggi dan memiliki kaki
yang panjang dibanding anak laki-laki lain. Tetapi mereka lebih lambat mengalami masa
pubertas dibandingkan remaja lainnya.  Ketika mencapai pubertas, mereka justru punya
tubuh yang tidak berotot, tidak banyak tumbuh bulu pada tubuh dan wajahnya
dibandingkan remaja lain. Ukuran testis mereka pun lebih kecil dan keras dibandingkan
laki-laki seusianya. Pada beberapa kasus, rendahnya kadar testosteron akibat sindrom
Klinefelter dapat menyebabkan pembesaran jaringan payudara (gynecomastia), tulang yang
lebih rapuh dan rendahnya tingkat energi. Anak pengidap sindrom cenderung pemalu dan
tidak seberani seperti anak lainnya. Sindrom Klinefelter biasanya baru terlihat tanda-
tandanya setelah penderita memasuki masa pubertas, untuk mendiagnosis biasanya dokter
menggunakan karyotipe berdasarkan hasil analisis yang diambel dari sample darah. Hasil
analisis akan menunjukkan karyotipe kromosom penderita yang memiliki kelebihan
kromosom seks X.
3. Dewasa : Penampilan pria penderita sindrom Klinefelter biasanya tampak normal,
meskipun postur mereka mungkin lebih tinggi dari rata-rata.  Jika mereka tidak diterapi
dengan testosteron, mereka cenderung akan memiliki tulang yang rapuh (osteoporosis). Pria
dengan sindrom Klinefelter syndrome biasanya memiliki fungsi seksual yang normal tetapi
mereka infertil sehingga tidak dapat membuahi untuk memberikan anak.

Tidak semua laki-laki dengan kondisi memiliki gejala yang sama atau tingkat yang sama.
Gejala tergantung pada seberapa banyak sel XXY yang laki-laki miliki, berapa banyak testosteron
di tubuhnya, dan usia ketika kondisi didiagnosa. Tidak semua laki-laki dengan kondisi memiliki
gejala yang sama atau tingkat yang sama. Gejala tergantung pada seberapa banyak sel XXY laki-
laki memiliki, berapa banyak testosteron di tubuhnya, dan usia ketika kondisi didiagnosa. Gejala
umum antara lain, tubuh abnormal, dada melebar, masalah seksual. penis kecil, dan tubuh
cenderung pendek.

5. Komplikasi Sindrom Klinefelter

Penderita Sindrom Klinefelter mungkin beresiko tinggi terkena diabetes, masalah-masalah kulit
(eksim dan borok pada kaki), penyakit serebrovaskular ( penyakit-penyakit pembuluh darah di otak
seperti stroke), penyakit paru-paru kronik, osteoporosis, pelebaran pembuluh darah (varises) dan
kanker payudara. Meskipun kanker payudara pada pria tidak umum, tapi dapat terjadi pada para pria
dengan sindrom Klinefelter 20 kali lebih besar dibandingkan pria-pria lainnya.
6. Pencegahan Sindrom Klinefelter

Gejala klinefelter pada janin jarang sekali terdeteksi, kecuali bila menggunakan deteksi
sebelum-kelahiran (prenatal detection). Sindrom ini kadang-kadang dapat diturunkan dari ayah
penderita klinefelter ke anaknya, oleh karena itu perlu dilakukan deteksi sebelum-kelahiran.
Sebagian kecil penderita klinefelter dapat tetap fertil dan memiliki keturunan karena adanya
mosaiksisme (mosaicism), yaitu adanya campuran sel normal dan sel klinelfelter sehingga sel
normal tetap memiliki kemampuan untuk berkembang biak. Semakin cepat dideteksi, penderita
klinefelter dapat lebih cepat ditangani dengan terapi farmakologi dan terapi psikologi sebelum
memasuki dunia sekolah. Tindakan pencegahan lain yang harus dilakukan adalah uji kemampuan
mendengar dan melihat, dan terapi fisik untuk mengatasi masalah motorik dan keterlambatan
bicara. Terapi hormon testosteron pada usia 11-12 tahun merupakan salah satu tindakan pencegahan
keterbelakangan perkembangan karakteristik seksual sekunder pada pria penderita klinefelter.

7. Penatalaksanaan Medis

Pola Kromosom XXY pola tidak dapat diubah. Namun, ada beberapa cara untuk mengobati
gejala-gejala dari kondisi XXY yakni terapi dan perawatan medis.
Sindrom Klienefelter biasanya tidak pernah terdiagnosa sebelum usia mendekati remaja (sekitar
usia 11 sampai 12 tahun), ketika pria mulai masuk masa puber. Pada tahap ini, testis anak tersebut
gagal berkembang seperti yang terlihat normal pada masa puber. Testis tersebut tidak mencapai
ukuran orang dewasa, tidak dapat untuk menghasilkan testoteron yang cukup, dan tidak dapat
menghasilkan sperma yang cukup bagi seseorang untuk menjadi seorang ayah bagi anaknya.
Pengobatan termasuk bantuan yang berhubungan dengan perkembangan bicara dan masalah-
masalah emosi dan tingkah laku, dan jika perlu mendapatkan suntikan terstoteron. Pola Kromosom
XXY pola tidak dapat diubah. Namun, ada beberapa cara untuk mengobati gejala-gejala dari
kondisi XXY yakni terapi dan perawatan medis. Sindrom Klinefelter ini dinamai Dr Henry
Klinefelter, yang pertama kali menggambarkan sekelompok gejala yang ditemukan pada beberapa
pria dengan kromosom X tambahan.

Meskipun semua orang dengan sindrom Klinefelter memiliki kromosom X tambahan, tidak
semua XXY laki-laki memiliki semua gejala tersebut. Karena tidak setiap laki-laki dengan pola
XXY memiliki semua gejala sindrom Klinefelter, biasanya menggunakan istilah XXY laki-laki
untuk menggambarkan orang-orang ini, atau kondisi XXY untuk menjelaskan gejalanya. Para
ilmuwan yakin bahwa kondisi XXY adalah salah satu kelainan kromosom yang paling umum pada
manusia. Kira-kira satu dari setiap 500 laki-laki memiliki kromosom X tambahan, tetapi banyak
yang tidak memiliki gejala apa pun.

a. Terapi Androgen
Terapi androgen adalah hal yang terpenting dalam sindrom Klinefelter. Pemberian
testosteron (testosterone replacement) harus dimulai pada saat pubertas, yakni sekitar umur 12
tahun. Dosisnya ditingkatkan sampai cukup  untuk mempertahankan konsentrasi testosteron,
estradiol, follicle-stimulating hormone (FSH), dan Luteinizing Hormon (LH) dalam serum
sesuai umur.
Terapi androgen digunakan untuk mengoreksi defisiensi androgen, memungkinkan virilisasi
yang sesuai, dan untuk memperbaiki status psikososial. Injeksi testosteron secara teratur dapat
memacu kekuatan otot dan pertumbuhan rambut wajah, membuat lebih banyak jenis otot tubuh,
meningkatkan nafsu seksual, memperbesar testis, memperbaiki mood, citra diri dan perilaku
dan memberikan perlindungan terhadap osteoporosis dini.
Androgen eksogen (testoteron) merupakan terapi pilihan untuk sindrom Klinefelter.
Biasanya dalam bentuk testosterone enantat (Delatestryl) atau cypionate (depo-testosteron).
Dosis dewasa : 200 mg IM 4 kali dalam 2-3 minggu. Dosis anak : dimulai pada usia 11-12
tahun, 50 mg 4 kali/bulan. Dosis ditingkatkan pertahun menurut keadaan pasien, tingkat
virilisasi, pertumbuhan, kadar gonadotropin serum, sampai mencapai dosis orang dewasa.
Respon individual terapi testosterone bisa berbeda-beda. Namun sebagian besar terapi ini
memberikan efek yang menguntungkan, hanya sedikit yang tidak. Efek samping injeksi
testosterone sedikit. Beberapa orang mengalami gejala alergi pada tempat injeksi yang kadang
gatal dan bengkak seperti digigit nyamuk. Krim hidrokortison dapat mengatasi masalah ini.
Injeksi testoteron dapat menyebabkan pembesaran prostat jinak (BPH). Pada pria normal
BPH biasanya muncul pada usia 60-an sedangkan pada pria XXY yang mendapatkan suntikan
testosterone, BPH bisa muncul dalam usia di atas 40 tahun sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan prostat secara regular. Bila membesar dapat dilakukan tindakan pembedahan.

b. Terapi Infertilitas
Karena sterilitas merupakan perhatian utama orang tua dan pasien remaja, beberapa pusat
penelitian mengembangkan program untuk pemeliharaan fertilitas pada anak laki-laki dengan
kelainan kromosom dengan menggunanakan prinsip yang hampir sama dengan yang digunakan
untuk anak-anak dan remaja yang akan menjalani kemoterapi atau terapi radiasi.
Beberapa pusat onkologi dilakukan kriopreservasi sperma pada penderita sindrom
Klinefelter remaja postpuber dan orang dewasa. Tindakan inidisamakan dengan pasien yang
akan menjalani kemoterapi dan menjadi standar perawatan pada orang dewasa dan dewasa
muda yang menjalani kemoterapi yang bisa mengakibatkan kemandulan. Ada penelitian yang
menemukan bahwa sindrom Klinefelter merupakan penyebab 97% kemandulan pada pria. Oleh
karena itu setiap usaha seharusnya dilakukan untuk memelihara kesuburan pada anak-anak
yang didiagnosa dengan sindrom Klinefelter. Kehilangan sel spermatogonia pada pria sindrom
Klinefelter terjadi secara progresif. Hampir semua anak laki-laki dengan sindrom Klinefelter
lahir dengan spermatogonia mengalami apoptosis yang massif menjelang masa pubertas.
Pada masa pubertas awal, nampaknya ada  saat  dimana spermatogenesis mulai terjadi dan
sperma ditemukan dalam ejakulat. Penyimpanan sperma ejakulat ini tidak hanya menawarkan
keuntungan pada pasien demi kelanjutan fungsi biologis reproduksinya namun juga memiliki
efek yang positif dalam perkembangan psikologis pada seorang dewasa yang beberapa tahun
sebelumnya identik dengan kemandulan. Prospek penyimpanan sperma memunculkan adanya
diskusi tentang pemeliharaan kesuburan pada seorang dewasa muda yang akan mandul seiring
dengan perjalanan waktu.
Beberapa teknik baru seperti xenografting testis dan transplantasi stem sel spermatogonia
sedang diteliti. Ada juga program yang bertujuan untuk maturasi spermatogonia dari anak laki-
laki yang menderita sindrom Klinefelter. Waktu yang optimal untuk biopsi testis adalah ketika
spermatogenesis sedang berlangsung menuju tahap penyelesaian dan sperma yang bergerak
dapat diambil.
Biasanya dilakukan pada pria yang tidak bisa ejakulasi atau tidak ada sperma dalam
ejakulatnya. Saat ini ada yang menggunakan USG skrotum dan spektroskopi MRI untuk pasien
dewasa untuk menentukan waktu yang optimal untuk biopsi testis.
Pria yang menderita sindrom Klinefelter diperkirakan infertil sampai tahun 1996. Setelah 10
dekade terakhir, perkembangan dalam  teknik bedah mikro  dan perkembangan teknologi
reproduktif artifisial memungkinkan lebih dari 50% pasien yang menderita sindrom Klinefelter
memiliki anak melalui teknik kombinasi  bedah mikro eksraksi sperma testicular (TESE) dan
penggunaan sperma yang diperoleh secara segar untuk fertilisasi in vitro (IVF). Kenyataan
bahwa sperma dapat ditemukan dalam testis pria sindrom Klinefelter telah menolak asumsi
sebelumnya yang mengatakan bahwa pria dengan sindrom Klinefelter selalu steril. Saat ini
spermatozoa yang viable dapat diekstraksi dari testis mealui biopsi bedah, dan spermatozoa
dapat disuntikkan secara langsung ke dalam suatu ovum.

c. Terapi Bicara dan Tingkah Laku


Pendekatan tim secara multidisiplin dapat membantu perbaikan kelainan berbicara, kesulitan
akademik, dan masalah psikososial serta masala  tingkah laku lainnya. Pada anak-anak, terapi
bicara dan bahasa secara dini sangat membantu dalam meningkatkan kemampuan memahami
dan menghasilkan kemampuan bahasa yang lebih baik. Pria yang menderita Sindrom
Klinefelter harus dilakukan evaluasi psikoedukasi yang komprehensif untuk mengetahui
kelebihan dan kelemahan mereka. Informasi yang diperoleh dari evaluasi ini bisa membantu
dalam merencanakan jenis dan penempatan kelas di sekolah.

d. Terapi Okupasi dan Fisik


Terapi fisik harus direkomendasikan pada anak laki-laki yang mengalami hipotonia atau
keterlambatan kemampuan motorik yang mempengaruhi tonus otot, keseimbangan, dan
kordinasi. Terapi okupasional dianjurkan pada anak laki-laki yang mengalami dispraksia
motorik.

e. Konseling Genetika
Waktu yang paling tepat untuk menjelaskan keadaan sebenarnya pada penderita adalah pada
usia dewasa akhir, dimana pada usia tersebut dianggap sudah bisa mengerti dan menerima
kondisi yang sebenarnya.
f. Konseling Genetika Reproduksi
Pasien dengan kariotip 47,XXY nonmosaik telah berhasil ditolong dalam hal reproduksi
sehingga bisa menghasilkan keturunan. Namun terdapat resiko genetic pada anak yang
dilahirkan. Resiko genetik pada keturunan pasien dengan kariotip 47,XXY masih belum
diketahui dan diasumsikan rendah. Resiko ini terkait dengan kromosom seks dan aneuploidi
autosomal. Konseling ini masih cukup sulit. Beberapa ahli merekomendasikan diagnosis
preimplantasi atau prenatal setelah ICSI yang menggunakan sel sperma dari pasien dengan
kariotip 47,XXY. Argumen dari para ahli yang mengusulkan diagnosis genetic preimplantasi
(PGD) adalah meningkatnya resiko timbulnya kromosom seks abnormal pada keturunannya
(bisa dalam bentuk kariotipe 47,XXX atau 47,XXY).

g. Penanganan Bedah
Ketika memasuki masa puber, banyak anak laki-laki yang mengalami pembesaran payudara
namun cenderung menghilang dalam waktu yang singkat. Hanya sekitar 10% pria XXY yang
memerlukan mastektomi. Mastektomi diindikasikan pada ginekomastia yang menimbulkan
tekanan psikologis pada pasien dan meningkatkan resiko kanker payudara.
BAB III

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas kami dapat menyimpulkan bahwa Sindrom Klinefelter dinamai oleh
Dr Henry Klinefelter dan rekannya di Rumah Sakit Massachusetts, Boston, yang pertama kali
menggambarkan sekelompok gejala yang ditemukan pada beberapa pria dengan kromosom X
tambahan. Meskipun semua orang dengan sindrom Klinefelter memiliki kromosom X tambahan,
tidak semua XXY laki-laki memiliki semua gejala tersebut. Karena tidak setiap laki-laki dengan
pola XXY memiliki semua gejala sindrom Klinefelter. Ketika itu tercatat 9 pasien laki-laki yang
memiliki payudara membesar, rambut pada tubuh dan wajah sedikit, testis mengecil, dan
ketidakmampuan memproduksi sperma.
Sindrom Klinefelter adalah kelainan genetik pada laki-laki yang diakibatkan oleh kelebihan
kromosom X. Laki-laki normal memiliki kromosom seks berupa XY, namun penderita sindrom
klinefelter umumnya memiliki kromosom seks XXY. Sindrom Klinefelter, juga dikenal sebagai
kondisi XXY, adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan laki-laki yang memiliki
kromosom X tambahan di sebagian besar sel mereka.
Sindrom klinefelter terjadi karena nondisjungsi meiosis (meiotic nondisjunction) kromosom
seks selama terjadi gametogenesis (pembentukan gamet) pada salah satu orang tua. Nondisjungsi
meiosis adalah kegagalan sepasang kromosom seks untuk memisah (disjungsi) selama proses
meiosis terjadi. Akibatnya, sepasang kromosom tersebut akan diturunkan kepada sel
anaknya,sehingga terjadi kelebihan kromosom seks pada anak. Sebagian besar penderita sindrom
klinefelter memiliki kromosom XXY, namun ada pula yang memiliki kromosom XXXY, XXXXY,
XXYY, dan XXXYY.
Sindrom Klinefelter merupakan kelainan kromosom seks yang paling sering terjadi. Kelainan
ini mengenai laki-laki yang  membawa kromosom X tambahan yang meyebabkan terjadinya
hipogonadisme pada pria, defisiensi androgen, dan kerusakan spermatogenesis. Secara umum, berat
ringannnya malformasi pada Sindrom Klinefelter tergantung jumlah kromosom X. Retardasi mental
dan hipogonadisme lebih berat pada pasien dengan kariotip 49,XXXXY dibandingkan dengan
48,XXXY. Angka kematian tidak berbeda secara signifikan dengan individu yang sehat. Sindrom
Klinefelter tidak memiliki predileksi ras. Hanya didapatkan pada pria karena disebabkan oleh
penambahan kromosom X pada kromosom XY. Paling banyak tidak bisa terdiagnosis sampai
dewasa. Indikasi yang paling sering untuk pemeriksaan genetik adalah ditemukannya
hipogonadisme dan infertilitas.
Sindrom Kinefelter merupakan kelainan kromosom seks yang paling sering ditemukan.
Kelainan ini didapatkan pada laki-laki yang membawa kromosom X tambahan yang menyebabkan
hipogonadisme, defisiensi androgen, dan kerusakan spermatogenesis. Sebagian pasien
menunjukkan semua gejala klasik kelainan ini yakni ginekomastia, testis yang kecil, rambut tubuh
yang jarang, postur tinggi, dan infertil. Sedangkan pasien lainnya tidak menunjukkan semua gejala
ini. Penanganannya terdiri atas terapi sulih testosteron untuk mengoreksi defisiensi androgen agar
pasien mengalami virilisasi yang sesuai. Terapi ini juga member efek yang positif pada perbaikan
mood, citra diri, dan terbukti melindungi pasien dari osteoporosis, walaupun tidak bisa
mengembalikan kesuburan. Selain terapi androgen, dilakukan terapi wicara dan terapi tingkah laku,
terapi okupasi dan fisik, terapi infetilitas, konseling genetika dan genetika reproduksi. Penanganan
pasien sindrom Klinefelter akan lebih optimal bila melibatkan tim dan dukungan yang baik dari
keluarga pasien.

SARAN

Agar perkembangan di dunia kesehatan dapat selalu kita ikuti, maka sebagai , harus memotivasi dan
merangsang pengguna perpustakaan ( masyarakat/siswa ) dalam pertumbuhan dan perkembangan
untuk mencintai buku supaya keingintahuan tentang dunia dan memberantas kebodohan. Supaya
generasi yang akan datang lebih optimal dalam berbagai bidang sehingga dalam era globalisasi ini
bangsa kita tidak tertinggal perkembangannya dalam berbagai bidang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Paduch DA, Fine RG, Bolyakov A, Kiper J. New concepts in Klinefelter syndrome. Current
Opinion in Urology. 2008;18:621-627
2. Motulsky V (1999). Human Genetic, problem and Approachhes.Springer-Verlag.New York
3. Suryo (2001).Genetika manusia.Gama Press.Yogyakarta.
4. Smyth CM, Bremmer WJ. Klinefelter Syndrome. Arch Intern Med. 1998;158:1309-1314.
5. John R, Simon B, Suzanne B.Oxford Handbook of Urology.In: Boundouki G, Datta S, Rollin
M, advisors. Paediatric Urology: Abnormal sexual differentiation.1 st ed. Oxford: Oxford
University Press;2006.p.524-553.
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Sindrom_Klinefelter

Anda mungkin juga menyukai