Incinerator Z
Incinerator Z
Sunardi
Incinerator.
Solusi.
Tri Basoeki S
Dear Rekans,
Elwin Rachmat
HMP
pak Elwin kita tahu pemerintah kita selalu banyak sekali wacananya
tapi sedikit sekali yang jalan.......
mungkin karena under table money dan komisinya kecil kali...........
saya dapat informasi dari lsm jakarta utk mengatur sampah setiap
tahun habiskan dana 400 M, tapi dari retribusi sampah yang masuk ke
kas Negara cuma 12 M bayangkan setiap tahun berarti kita tekor
terus.............. Sebenarnya teman2 disini juga sdh banyak yang
memiliki teknologi bagus............, tapi yah itu tadi......... pemerintah
kita lebih suka bicara angka daripada teknologi dan masalah
lingkungan
HMP
Yuwono
Dear sahabatku.
Ma af saya ikutan nimbrung ni.
Kalou boleh saya punya usul. kalou kita melihat kehidupan di desa
desa.
khususnya di pulao jawa setiap KK Itu diwajibakan mempunyai BAK
PENAMPUNGAN SAMPAH.
Yang sangat sederhana dan murah. yaitu dengan cara membikin
lubang yg berukuran kurang lebih Panjang 3M LEBAR 2 M DALAMNYA
SEKITAR 4M.Bak ini bisa untuk menampung sampah untuk tiap KK
kurang lebih selama 1 Tahun. Dengan sytem pembakaran dilakukan
setiap saat. setelah musim kemarau bak tersebut di gali lagi. dan hasil
dari galian tersebut bisa digunakan untuk pupuk kompos di sawah dan
ladang.Dan pekerjaan semacam ini dilakukan setiap tahun.Dan
ternyata bisa kita lihat bahwa di desa itu tidak terjadi penumpukan
sampah.
Untuk itu saya sarankan supaya Pemda DKI menerbitkan peraturan
kepada penduduk di perkotaan seperti jakarta dan sekitarnya. supaya
setiap KK HARUS MEMBUAT BAK SAMPAH SEPRTI CONTOH DI ATAS.
Dan hasil dari pembakaran setelah di gali per 6 bulan / 1 tahun bisa
dikolective kan dan di kirimkan ke pedesaan melalui KUD .Yang
pengirimannya dengan cara di pak lalu di kirim dengan Mobil mobil
Unit Kebersihan kota..Setelah di KUD Tinggal di hibahkan kepara
petani dengan gratis.
Pasti para petani mau mengabil sendiri sendiri untuk pupuk sawah /
ladang.
Ini berlaku untuk sampah non metal.semoga bermanfaat.
Lutfi
Najib,Bahrun
Ikutan nimbrung....
Yang perlu kita maklum, dua hal tersebut berbeda kondisinya. Desa
dan kota. Mungkin sebagai solusi kita (yang lingkungan kita di kota)
yang bisa kita lakukan untuk me-reduksi sampah adalah membiasakan
selalu membakar sampah sendiri, lebih bagus lagi kita pilah2 dulu,
yang masih terpakai macam kaleng dan botol biasanya pemulung
masih 'berkenan' mengambil untuk di re-cycle. (Untuk yang
pemukiman kota yang cukup padat, biasanya ada TPA sendiri, cumin
sekali lagi, kebanyakan orang2 kita malas| kenapa kita tidak
mencobanya?) Saya hanya mencoba menggaris bawahi, bila kita
cermati masyarakat kita yang cukup heterogen ini, adalah kebiasaan
membuang sampah di kali/ drainage, karena 'males' membakar
sampah sendiri. Pada akhirnya akan membuat saluran mampet, banjir
dsb. Dan masih banyak-lah impact negatif adanya sampah tersebut.
Kalau sudah tahu kondisi tersebut diatas, kenapa kita tidak mencoba
dilingkungan kita sendiri? Saya kira hal ini dapat menjadi impuls bagi
kita semua, bagaimana hal/ masalah yang besar seperti sampah ini
bisa kita coba preventive-nya dengan cara pembakaran sendiri mulai
dari kita sampah rumah tangga. Untuk sampah industri, saya kira perlu
penanganan khusus untuk itu, sesuai dengan jenis dan system
penanganannya yang berbeda-beda.
Karena comment saya seperti diatas, saya jadi ada ide, (mungkin di
daerah/ perumahan tertentu sudah ada kali ya?) untuk penanganan
sampah didaerah/ perumahan tertentu, diserahkan ke (biasanya
komunitas pemulung tadi atau wiraswasta sejenis) untuk ngurusin
sampah rumah tangga di daerah tersebut, mencakup semua
kebersihan di lingkungan tersebut tanpa kecuali (dari pengumpulan,
pemilahan dan pembakaran)/ tidak hanya truk sampah yang hanya
mengambil dari box sampah masing2 KK. Tetap kita juga tidak boleh
lupa, bahwa kebersihan adalah tanggung jawab
kita bersama. Diharapkan dengan system seperti diatas kebersihan
dapat terwujud tidak hanya kamuflase seperti apa yang kita sering
lihat sekarang ini. Walaupun belum sempurna, sebagai contoh :
kebersihan jalan tol (yang dikelola swasta?) sudah dapat kita rasakan
kwalitasnya (terkadang kita tak menyadari) dibandingkan dengan
jalan2 yang dekat dengan pasar tradisional (pasar induk???)
Agung Cahyono
Terima kasih
Alia Damayanti
Saya kira bila kita ada kemauan, sampah yang dihasilkan tiap rumah
tangga, bisa diolah sendiri, dibuat kompos, dengan alat yang
sederhana. Saya kenalkan, kebanyakan orang terkena syndrome
NIMBY. Artinya Not In My Back Yard. Artinya bolehlah sampah dibuang
ke mana pun asal tidak ke halaman saya. Paling tidak kita mulai
membuang sampah pada tempatnya, memilah sampah (kalo bisa), dan
memikirkan bahwa sampah adalah masalah kita bersama.
us mar
Ikutan nich,
Ide Bapak bagus, manajenen sampah di desa-desa memang simple
dan malah menguntungkan, pupuk kompos dapat menyuburkan
tanaman, makanya pohon-pohon di halaman rumah tidak pernah
dipupuk, setiap musim mangga, jambu, rambutan, nangka dll akan
berbuah dengan sendirinya.
Jika kita tengok perumahan di kota, nyaris nggak ada space
sejengkalpun buat bak sampah, apalagi perumahan type 21 / 60 (luas
rumah 21M2 dan luas tanah 60 M2) yang notabene mayoritas
penghuni di perkotaan. Kalaupun dipaksakan setiap 10 KK membuat
satu bak sampah ukuran 3X2 M, kurang dari satu minggu bak sudah
penuh dan baunya menyebar kemana-mana.
Hidup di pedesaan memang segalanya menguntungkan, semoga Pak
Presiden yang akan memimpin negeri ini mau melirik pembangunan di
pedesaan, minimal mengurangi urbanisasi sehingga perkotaan tidak
berjubel dan sampahnya bisa dikelola masing-masing KK.
x.sulistiyono