Anda di halaman 1dari 9

Pencerahan masalah fondasi di tanah PEAT

suparman

Rekan2 milis,
Telah sering saya baca milis bicara tentang process, tentang vessel, kali ini saya mengundang
para pakar dan praktisi sipil untuk bicara. Banyak lokasi proyek2 MIGAS yang berada di daerah
dan tanahnya disebut sebagai PEAT. Ada suatu proyek dengan type tanah peat, mereka
memasang kordoroy sampai tumpuk 4 M sebagai fundasi alhasil tetap tenggelam. Ada yang punya
pengalaman dengan fundasi didaerah Peat Soil?? Bagi2 dong pengalamannya.

tamee250

Pak suparman,
masalah gambut memang sangat sulit sekali di kendalikan apalagi konsolidasi yang terjadi sangat
panjang dimana gambut adalah bahan organik.

setahu saja (saya bukan pakar lho pak), dosen saya pernah melakukan perbaikan jalan di lahan
gambut menggunakan kayu yang ditumpuk hingga 4 lapis. kenapa kayu? karena mudah sekali
diperoleh di kalimantan dan cukup tahan lama "bila terendam air". selain itu memang tetepa
menggunakan geotekstil agar kayu tersebut menyatu satu dengan yang lainnya dan agar lapisan
grade tidak terbawa oleh air.

melihat dari slide yang diberikan dosen saya (masyhur irsyam, lab geoteknik PPAU-IR ITB),
memang jalannya tidak sebaik jalan pada lapisan
tanah pada umumnya, tapi setidaknya alat berat dapat melewatinya.

dapat juga menggunakan sistem plat JHS. nanti saya coba carikan brosurnya. namun teknik ini
dipatenkan. sistemnya adalah seperti ini, ada
plate beton kira2 2x2m (kalo tidak salah) dimana pada tengah2 nya ada 1 mini pile. kemudian plate
tersebut di susun memanjang. teknik ini pernah dilakukan untuk jakarta utara seingat saya ring
roadnya di daerah merunda.

mungkin segini dulu nanti saya tambah infonya.

ismail.umar

Mas (atau Akang sih) Suparman,

Kalau saya nggak salah dugu, yang dimaksud dengan PEAT oleh mas Suparman mungkin tanah
gambut ya?
Saya kebetulan bukan orang civil tapi juga kebetulan pernah bekerja pada lapangan migas yang
bergambut setebal kurang lebih 12 meter hampir diseluruh area konsensi perusahaan tersebut.
Lokasinya di Selat Panjang di bawah atau bagian selatan Riau Daratan.

Di atas lahan bergambut tersebut kami pernah membangun kantor, mess, Mushalla, pondasi rig,
jalan, dll lain-lainnya.

Untuk pondasi rig kami menggunakan piling yang cukup (sangat) dalam menggunakan pipa
sedangkan untuk bangunan lain kami menggunakan piling kayu. Baru diatas piling ini kami bikin
skid untuk menarok bangunan di atasnya. Begitu pula untuk process equipment atau facilitas
produksi, kalau bebannya terlalu berat (dari hitungan) kamai gunakan piling besi selebihnya piling
kayu.

Sedangkan untuk jalan, jetty, dan lay down (open storage) area kami menggunakan anyaman kayu
korodorai yang dianyam dengan kawat 5 mm secara keseluruhan. Dengan demikian hamparan
kayu kordorai ini seolah-seolah mengapung di atas gambut - seperti rakit lah kurang lebih. Dengan
demikian beban yang beratpun dapat melewati jalan tersebut. Kami pernah waktu itu mendatang
moveable (truck) work over rig, kalau nggak salah ingat, beratnya 75 ton (atau kapasitasnya yang
75 Ton). Pokok-e itu work over rig truck tidak ngejeblos ke dalam gambut dan naik ke pondasi rig
dengan selamat.

Denikian Mas Suparman, mungkin teman2 CPI di Riau dan Petronusa di Selat Panjang bisa
menambahkan lebih detailnya.

Buat teman2 dari civil tolong analisa teoritisnya dong, karena selama ini karena perusahaannya
kecil - perkerjaan ini dikerjakan oleh orang isntrument yg terorinya tentang ini kagak cukup atau
kagak ada. Dibantu vendor sipil juga sih padawaktu itu, cuman kagak tahu benar salah nya?

Jsidabutar-mcdermott

Sedikit saya mau menambahkan,


Dari keterangan Bapak Suparman ada yang kurang diinformasikan yaitu luas lokasi, ketebalan
tanah peat(gambut=rawa-rawa), dan bangunan apa saja yang mau dibangun, dan juga equipment
apa saja yang mau diletakkan atau dilewati di lokasi tersebut?

Karena kita menghitung beban berdasarkan beban tetap maupun beban bergerak. Dari sini kita
dapat menghitung daya dukung tanah yang dapat menahan beban yang ada, dan pondasi apa
nantinya yg cocok untuk dipakai di lokasi tersebut.

Untuk membangun seperti mess kantor mushalla atau bangunan civil seluruhnya cocok seperti
apa yang dikatakan oleh Bapak Ismail Umar yaitu menimbun tanah di lokasi yg mau dibangun lalu
pondasinya menggunakan piling kayu. Tetapi bisa juga menggunakan piling beton untuk bangunan
konstruksi yang bertingkat Dan diatasnya dibuat skid untuk bangunan Hal yang sama juga dapat
dilakukan dengan pondasi rig. Apabila menurut hitungan terlalu berat maka dapat digunakan
dengan piling beton untuk dapat menahan beban yang ada. (Ini biasanya dilakukan untuk kontruksi
yang beban tetap maupun beban berjalannya besar)
Hanya untuk moveable (truck) work over rig itu kapasitasnya yang 75 ton bukan beratnya 75 ton,
mengingat daya dukung tanah yg setebal 12m pasti tidak mampu untuk menahan beban yang
seberat 75 ton walupun sudah digunakan anyaman kordorai setebal 5 mm. Dan sudah pasti truck
tersebut dapat lewat walaupun agak sedikit bergoyang goyang diatas jalan tersebut (bukan begitu
Pak Umar?)

Kebetulan saya pernah melakukan pembangunan bangunan rumah dan ruko menimbun rawa-
rawa seluas 30 ha dengan ketebalan 4m. Dimana untuk membangun rumah hanya menggunakan
piling kayu dan untuk ruko digunakan piling beton (karena ini bangunan konstruksi yg bertingkat
dan mempunyai beban tetap yang berat).Dan sampai sekarang ternyata tidak ada penurunan
(settlement) dan juga kendaraan yang bergerak tidak ada yang amblas sama sekali.

Jadi secara keseluruhan tergantung dari beban apa saja yang akan di daya dukung oleh tanah,
sehingga konstruksi pondasinya dapat didesain

ismail.umar - conocophillips

Pak Johanes dan Pak Suparman,

Karena Pak Bobby Pramayudha sudah menjelaskannya dengan pendekatan civil, saya hanya
menambahkan sedikit betapa gambut atau peat yang saya maksudkan di bawah sangat-sangat
dalam sekitar 12 meter tebalnya (dari hasil soil test waktu itu). Lha, kok jadi cerita pengalaman,
maaf nih Pak Suparman - alih mencerahkan malah mungkin bikin bingung :-)

Bakal tidak ekonomis kalau gambutnya dipotong atau dipapas mengingat panjang jalan kurang
lebih 5 km dengan lebar 3 - 4 meter dan kedalaman seperti itu.

Jadi kayu kordoroi (atau dolken kata Pak Bobby) disusun dua lapis kayak anyaman. Lapis bawah
dan atas ukuran diameter 20 - 30 cm. Lapisan bawah ini lebih kepada memadatkan lahan gambut,
sedangkan lapisan atas berfungsi sebagai rakit tadi yang mana antara satu kayu dengan kayu
yang lain diikat dengan kawat 5 mm kayak bikin tikar lampit. Dibagian atas sekali baru dikasih jalur
ban 2 x lembar papan dengan ketebalan 5 cm di dua sisi roda. Memang pada saat mobil rig masuk
jalannya melesak tapi karena kayu-kayu nya saling terikat dari jetty sampai pondasi rig dan mobil
tetap bergerak sehingga selamat deh sampai tujuan? Setiap 6 bulan - 1 tahun kita melakukan
maintenance jalan kayu ini dengan mengganti kayu/papan yang hancur, pecah, atau putus.

Saya sampai sekarang juga nggak habis pikir, kok bisa, apakah dayu apung yg diakitkan oleh rakit
kordoroi ini lebih berperan dari pada daya dukung datang tanah atau gambut? Mungkin teman2 di
civil bisa menjelaskan? Monggo Pak Bobby!

Rhendrawan - mcdermott
Pak Suparman,
Ijinkan saya utk berbagi pengalaman tentang konstruksi diatas lahan gambut, kebetulan saya
pernah terlibat dalam pembangunan Palm Oil Mill utk lahan perkebunan kelapa sawit di Simpang
Kiri, Sungai Guntung, Kateman Indragiri Hilir, Riau.

Gambaran singkat metoda yang kita lakukan untuk pembagunan proyek di atas adalah dengan
Reklamasi dan Pemasangan Drain Pipe pada area gambut. Sebelum kita lakukan reklamasi pada
area pembangunan terlebih dahulu kita bersihkan semua bongkahan/potongan kayu yang
tertimbun pada lapisan gambut sebagai akibat penebangan diarea yang akan kita bangun.
Setelah itu lakukan soil investigation utk mengetahui parameter tanah serta kedalaman lapisan
gambut/peat dibeberapa titik. Kemudian kita lakukan reklamasi/penimbunan pasir diseluruh area
yang akan kita bangun, reklamasi ini dilakukan perlapisan setiap 1 meter. Pada lapisan satu meter
pertama kita pasang DRAIN PIPE dengan jarak setiap 50 cm. Drain pipe ini terbuat dari material
khusus yg kedap air dan flexible. Tujuan dari pemasangan drain pipe ini adalah untuk memberikan
jalan air untuk bisa keluar dari lapisan gambut keatas permukaan pasir melalui drain pipe yang kita
pasang. Air tersebut dapat keluar setelah terbebani oleh timbunan pasir yang kita timbun diatas
lapisan gambut.

Proses ini akan memakan waktu cukup lama tergantung dari tebalnya lapisan gambut yang dan
reklamasi pasir yang dilakukan. Soil investigation akan dilakukan kembali utk mengetahui apakah
parameter tanah pada area yang sudah reklamasi tsb sudah cukup memadai atau sesuai dengan
specification. Jika sudah, maka kontruksi tiang pancang bisa dilakukan seperti dilahan biasa.

Demikian pencerahan dari saya, jika ingin lebih detail silakan japri saja.

Bpramayudha - mcdermott

Pak Suparman,
Kebetulan yang diceritakan pak Umar Ismail tsb, saya terlibat langsung juga dalam mendesain
pondasinya untuk beberapa tempat di open area, diesel engine foundation dan rig foundation kira2
th. 96 - 97 an. Benar yang dikatakan pak Ismail bahwa kita mengandalkan pondasi kayu dolken
yang disebar diarea yang kira2 akan dibebani dengan beban yang cukup berat dari tempat yang
lainnya. Dalam mendisain pada waktu itu kita mengandalkan skin friction dari kayu2 dolken tsb.
Karena skin frictionnya relatif kecil maka akibatnya jarak-jarak kayu-kayu dolken tsb juga relative
cukup rapat sehingga kita betul-betul juga mempertimbangkan efesiensi dan defleksinya. Untuk
tempat-tempat yang tidak bisa dihindari kita campur dengan pondasi dari tubular pipe kalo nggak
salah 12 inch sampai pile refusal. Dan khusus untuk pondasi rig kita mampu menahan beban 75
ton selfweight + kira2 150 ton pada saat operation. Sedangkan untuk tempat-tempat yang tidak
menggunakan piling sama sekali, sedapat mungkin kita coba ratakan beban diatasnya melalui
kayu-kayu kordorai sehingga masih mampu ditahan oleh bearing tanah dengan safety factor 1.25
dengan pertimbangan beban-beban tsb tidak permanen
Semoga bermanfaat

Tata.Peryoga - kpc
Rekan2 milis yang terhormat,
Masalah utama di areal peat (gambut) yang utama adalah sifatnya yang sangat compressible
dimana lapisannya akan memiliki potensi settlement (penurunan) yang sangat besar ketika
dibebani di atasnya. Semakin tebal lapisan gambutnya, semakin besar settlement yang dapat
terjadi. Gambut di Indonesia (contoh Kalimantan Tengah) merupakan salah satu daerah yang
memiliki lapisan gambut yang besar di dunia (s.d 15-20m). Nah, metode2 aplikatif yang dapat
diterapkan berkaitan dengan konstruksi suatu struktur di atasnya akan sangat bergantung pada
beberapa aspek, misalnya tebal gambut, strength lapisan tanah di bawah gambut, sifat konstruksi
di atasnya, dan tentu saja properties dari peat itu sendiri. JIka lapisan gambutnya cukup tipis, 0-
2m, cara yang paling gampang adalah dengan membuang atau mengupas lapisan gambut
tersebut dan menggantinya dengan material yang lebih baik. Jika kedalamannya tidak terlalu
dalam (3-4m), konstruksi dengan menggunakan cerucuk kayu (dolken atau curdoray) dapat pula
menjadi pilihan. Sedangkan jika lapisan gambutnya sangat dalam/tebal, maka konstruksi dengan
tiang pancang maupun dengan menggunakan material alternatif yang ringgan seperti EPS
(Expanded Polyesthyrine) dapat menjadi pilihan. Namun tentu kita harus pula memperhitungkan
segi biayanya pula.

Settlement pada gambut dapat pula di percepat dengan melakukan preloading ataupun dengan
menggunakan system vertical drain (PVD, sand drain, etc.). Metode2 aplikatif sebagaimana yang
diceritakan oleh teman2 milis yang lain tentu saja dapat dipilih jika masalahnya sesuai dan telah
melakukan analisis mendalam berdasarkan soil investigation yang baik serta dengan
menggunakan pendekatan yang tepat. Saat ini telah banyak software yang dikembangkan untuk
dapat memperhitungkan besarnya dan lamanya settelemnt yang akan terjadi berdasarkan
karakteristik lapisan gambut setempat. Jika ada yang berminat dapat menghubungi Pusat Litbang
Prasarana Transportasi di Ujung Berung Bandung pada nomor 022-7811883 pada Balai
Geoteknik, mereka sepengetahuan saya pernah menerbitkan Manual untuk penyelidikan tanah
pada tanah gambut.

Demikian informasinya semoga cukup membantu.

Errolt - technip

Rekan2 milis yang terhormat, saya mau menambahkan sedikit,

Untuk areal yang luas, biasanya dengan cara memperbaiki areal tersebut dengan cara
dikupas/digali kemudian galian tersebut diisi dengan lapisan tanah/pasir yang lebih baik, yang
mana kemudian tanah yang telah diganti tersebut dipampatkan dengan diberi beban diatasnya
berupa tumpukan pasir/tanah selama jangka waktu tertentu. Untuk mempercepat pemampatan
lapisan tanah, ada beberapa cara yang dilakukan yaitu ada yang menggunakan tiang pasir
(vertical sand drain, contohnya pada proyek EXOR I di Balongan) yang dipasang pada setiap jarak
tertentu dan ada juga yang menggunakan semacam bahan sintetis yang dipasang vertical juga
yang jaraknya tergantung kebutuhan (biasanya sekitar 1m) yang dikenal dengan nama vertical
wick drain. Penggunaan vertical wick drain ada juga yang ditambah dengan bantuan pompa
vakum untuk mempercepat proses pemampatan tanah. Semua hal ini dilakukan untuk
mengeluarkan air dan udara yang mengisi pori-pori pada lapisan tanah. Proses pemampatan
tanah ini ada juga yang menggunakan system yang disebut dynamic consolidation yaitu dengan
cara menjatuhkan beban yang berat kelapisan tanah yang akan dipampatkan (system ini
contohnya dipakai pada proyek Kansai airport di Jepang dan Nice airport di Perancis yang mana
arealnya berupa areal reklamasi).

Untuk areal yang tidak luas seperti pondasi untuk gedung, pondasi untuk equipment, ada yang
langsung membangun pondasinya (contohnya pondasi cakar ayam), yang mana setelah
pondasinya terpasang baru kemudian diberi beban diatasnya berupa tumpukan pasir/tanah supaya
terjadi pemampatan sampai yang diinginkan baru kemudian dibangun fasilitas yang ingin dipasang
diatasnya seperti gedung dll. Ada juga yang memakai tiang pancang baik berupa tiang beton
maupun berupa pipa baja, kemudian diatas tiang pancang tersebut dipasang pile cap dst. Cara
yang murah adalah dengan memakai dolken atau bamboo berukuran diameter sekitar 8 cm dan
panjang antara 4 ? 6 meter yang dipancang dengan jarak tergantung kebutuhan (biasanya sekitar
30-40cm).

Drachma - mcdermott

Mau menambahkan aja.

Pengalaman waktu di Kurau / Selat Panjang (waktu itu kita sama2 di sana ya pak Suparman),
untuk lokasi dengan kondisi tanah gambut yang jelek sekali (berair / rawa2) atau dilokasi dengan
beban yang berat seperti di lokasi drilling rig, pemasangan cerucuk dari kayu dolken dengan jarak
tertentu lalu diatasnya dipasang lapisan korduroi akan sangat membantu untuk meningkatkan daya
dukung.

Dengan cerucuk ini, penurunan dari lapisan korduroi akibat beban akan dihindari.

Memang untuk system korduroi diatas gambut ini penurunan secara analitis susah untuk dilakukan
(mungkin ada yang tahu?). Tapi yang jelas daya dukung yang timbul dari korduroi ini adalah akibat
ikatan antar kayu itu sendiri ditambah sedikit dukungan dari tanah gambut itu. Seperti kita tahu
gambut itu terdiri dari akar2 gambut dengan prosentase tanahnya sedikit sekali.

Aimam - mcdermott

Selamat siang rekan2 migas,


Saya juga pengen ikutan nimbrung untuk masalah weak and compressible soil (contoh tanah
gambut) ini terutama ditinjau dari sisi 'soil improvement'. Seperti yg sudah dijelaskan Bapak2
sebelumnya (yg sudah memiliki jam terbang lama), dan posting terakhir Pak Ismail perihal
kedalaman lapisan gambutnya, beberapa metoda yg umum digunakan antara lain :
1. Removal/Replacement or Removal/Recompaction. Ini cocok terutama kalo lapisan gambutnya
dangkal.
2. Surcharge Fills, dengan tujuan utamanya adalah mempercepat konsolidasi tanah tersebut.
Proses ini juga dikenal dgn istilah preloading atau
precompression. Waktu yg diperlukan untuk proses konsolidasi ini tergantung pada : tekanan pori
air dan koefisien permeabilitas. Biasanya dikombinasi dgn memasang vertical drain agar waktu
konsolidasinya bisa dipercepat lagi.
3. Vibo-Compaction and Vibro-Replacement. Pertama kali dikembangkan oleh insinyur2 di Jerman
(1930-an).
4. Dynamic consolidation, dikembangkan oleh perancis. Caranya menjatuhkan 5-40 tons berat
(pounders) dari ketinggian 6-30 meter diatas muka tanah. Impact dari energi tersebut cukup
ampuh untuk memadatkan tanahnya. Dilakukan dibeberapa area sesuai luas total lahan.
5. Menggunakan geosintetik.
Lebih detailnya, mungkin bisa di baca dibuku2 pondasi seperti 'Foundation Design, Principles and
Practices' karangan Donald P. Coduto.

Suparman - ptsofresid

Rekan2 semua,
Sorry saya baru nimbrung lagi nih. Yang menarik disini adalah, cukup banyak lokasi MIGAS di
Indonesia yang fasilitasnya di tepi pantai dan berada di tanah gambut dengan ketebalan gambut
yang bisa dikategorikan cukup dalam (7 M lebih) dan lapisan dibawah gambut ini biasanya jenis
tanah yang sangat lunak dan compressible juga, dan baru ketemu marine soft clay nya pada
kedalaman kurang lebih minus 24 M dari
muka tanah. Sementara itu kasus kegagalan fundasi di lokasi ini cukup sering terdengar antara
lain:
Bollar lari dari posisinya bisa sampai diatas 3 M bahkan lebih, jalan2 tenggelam setelah 6 bulan
atau satu tahun digunakan, semakin diurug semakin tenggelam, pipeline untuk sewerage yang
membutuhkan slope kearah tertentu tapi karena penurunan tanah peat yang tidak merata
menyebabkan arah aliran sewerage jadi terbalik bahkan untuk mencegah akibat berbaliknya aliran
sewerage spt ini ada proyek yang terpaksa melakukan pemancangan untuk sebuah toilet, baru2 ini
ada satu jetty cukup besar di daerah peat juga failure.

Anternatif solusi yang pernah dipakai oleh para praktisipun cukup beragam, namun untuk peat
yang dalam, cara soil improvement dengan menggantikan jenis tanah akan makan waktu yang
lama dan biaya yang sangat besar dan dapat merusak lingkungan dan mempengaruhi keseluruhan
stabilitas "pulau peat" yang bentuknya seperti anyaman akar2 pohon bakau, sementara di daerah
seperti tanah ataupun pasir harus di import jadi mahal dan dari schedule maupun biaya proyek
umumnya jadi tidak memungkinkan.

Langkah yang pernah kami lakukan di 3 pulau sekitar kep. Riau untuk suatu fasilitas Migas adalah
kami mencoba hampir seluruh jenis fundasi friction pile (kayu, beton, baja), konsep mikro pile,
konsep floating foundation (corduroy - fundasi telapak), konsep consolidation by using water
channeling (kami bikin parit di kiri-kanan jalan agar badan jalan padat), konsep membrane
foundation (geotextile)dan tak tanggung-tanggung kami lakukan juga semuanya secara hitungan
teoritis maupun full scale testing di lapangan. Dan hasilnya, tidak ada satupun jenis fundasi
tersebut yang aman dari akibat penurunan tanah (penurunannya tergolong tinggi dari 10 Cm
sampai 60 Cm). Jadi kalau ada proyek di lokasi seperti ini yang harus di antisipasi adalah siap
melakukan adjustment sebagai akibat dari penurunan ataupun perbedaan
penurunan yang tinggi. Fundasi yang paling optimum dari semua jenis yang pernah saya pakai
diproyek tersebut (EPC hampir 4 tahun) ada dua macam:

Untuk laydown area/ jalan, fundasi ringan ---- pakai kordoroy atau pakai geotextile dengan
perhitungan akan ada penurunan, untuk mengurangi penurunan buat spreading area seluas
mungkin (jangan sekali-kali memotong peat karena daya ikatan bagian peat tadi jadi lepas).

Untuk fundasi equipment atau hal yang kritis ---- pakai friction pile yang paling ekonomis pakai
tiang beton.

Perhitungan teoritis semuanya dapat anda peroleh sesuai jenis fundasi tersebut : untuk friction pile
paling dekat pakai Tomlinson (free head)

Demikian sedikit obrolan dari saya, mohon maaf bila ada yang salah dan kurangnya yah.............
ditambahin aja.

Kajuputra.Elpianto - Halliburton

Rekan-rekan Migas yang terhormat,

Saya ingin berbagi pendapat mengenai topic yang menarik ini. Masalah geotechnical memang
berbeda dengan problem structural yang dapat diprediksi dengan lebih akurat karena material
structural (steel, concrete, or wood) lebih dikenal sifat materialnya. Berbeda dengan geotechnical,
dimana kita harus berhubungan dengan alam yang tidak menentu.

Saya pernah membaca (majalah Konstruksi) dan juga menerapkan (di pelabuhan Tanjong Priok
Jakarta) suatu system Pondasi untuk tanah lunak yang kembali menggunakan metoda Raft
Foundation (Pondasi Rakit)...yaitu Pondasi Sarang Laba-Laba.

Pondasi sarang laba2 ini pada dasarnya bertujuan untuk memperkaku system Pondasi itu sendiri
dalam berinteraksi dengan tanah pendukungnya. Semakin fleksibel suatu Pondasi (Pondasi
Dangkal), maka semakin tidak merata stress tanah yang timbul, sehingga terjadi konsentrasi
tegangan di daerah beban terpusat. Sebaliknya semakin kaku Pondasi tersebut, maka akan
semakin terdistribusi merata tegangan tanah yang terjadi yang dengan sendirinya effective contact
area Pondasi tersebut akan semakin besar dan tegangannya akan semakin kecil....

Pondasi sarang laba2 ini memiliki kedalaman kira2 1 s/d 1.5 meter, dan terdiri dari pelat2 rib
vertical yang berbentuk segitiga satu sama lainnya. Di antara ruang2 segitiga tersebut akan diisi
material tanah pasir yang dipadatkan (bisa sirtu). Selanjutnya di atas pelat2 tersebut akan di cor
pelat beton kira2 tebal 150 s/d 200 mm. Konstruksinya cukup sederhana dan cepat dilaksanakan
serta ekonomis.

Bila memungkinkan, akan saya cari artikel tentang Pondasi ini (dari majalah konstruksi) dan saya
kirimkan ke milis Migas sebagai referensi.

Semoga uraian saya ini dapat diterima dan mohon koreksinya bila ada kesalahan....

Anda mungkin juga menyukai