Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

PENGGUNAAN ALAT PERAGA SEDERHANA PADA KONSEP


PEMANTULAN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS
BELAJAR SISWA KELAS X SMAN I TANAH JAWA

Oleh:
Nurmaulita, S.Pd.
Guru Fisika SMA Negeri 1 Tanah Jawa

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 TANAH JAWA


KABUPATEN SIMALUNGUN PROPINSI SUMATERA UTARA
2008

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Masalah siswa dalam belajar fisika di kelas salah satunya adalah kurangnya
memahami hal-hal penting dari materi pelajaran yang disajikan. Hal-hal penting itu dapat
meliputi kesulitan siswa memahami konsep materi pelajaran. Konsep fisika itu dapat berupa
konsep yang nyata ataupun yang abstrak. Konsep-konsep dalam pelajaran fisika, lebih
banyak mempelajari tentang konsep yang abstrak. Konsep fisika yang abstrak itu
menimbulkan kesulitan siswa untuk memahaminya. Kesulitan itu kemudian yang
menyebabkan rendahnya aktivitas siswa mengikuti pembelajaran fisika di kelas. Secara ideal
seharusnya siswa dapat mengupayakan sendiri pemahaman yang mendalam tentang materi
pelajaran dirumahnya sendiri. Contohnya pada saat bercermin setiap harinya siswa dapat
mendalami pemahamannya tentang sifat-sifat bayangan pada cermin datar.
Namun ada berbagai kendala yang akan ditemui ketika siswa belajar di rumah. Karena
siswa secara nyata terkadang tidak mengetahui bahwa sebuah alat atau bahan yang ada di
rumahnya sebenarnya merupakan alat atau bahan yang menggunakan konsep-konsep fisika dan
dapat digunakan sebagai sumber belajar. Upaya siswa memahami materi pelajaran juga dapat
menggunakan sumber belajar di sekitar lingkungan rumahnya. Misalnya, penggunaan lampu
pada kenderaan sepeda motor yang digunakan, penggunaan kristal pada lampu pembias dirumah.
Berdasarkan contoh-contoh tersebut siswa dapat mengetahui penerapan konsep-konsep fisika
yang ada di lingkungannya. Akan tidak mudah bagi siswa sendiri untuk mengetahui begitu
banyaknya sumber belajar yang ada di lingkungannya. Karena itu, penguatan pembelajaran yang
terbaik sebenarnya harus dimulai dari sekolah dan dibimbing oleh guru.
Hasil observasi yang dilakukan peneliti saat melaksanakan pembelajaran di kelas X
SMAN I Tanah Jawa semester ganjil tahun ajaran 2007/2008, siswa bersikap pasif saat
proses belajar mengajar fisika berlangsung, siswa lebih banyak duduk diam ditempat, dan
mendengarkan guru yang aktif menjelaskan materi pelajaran. Saat dilakukan diskusi
kelompok, sebagian siswa bekerja sendiri, dan situasi kelas dalam berdiskusi tidak
menunjukkan aktivitas yang berarti melainkan sebagian siswa hanya menunggu hasil diskusi
kelompok dari siswa yang lebih pintar dan mau belajar. Diskusi kelompok yang dibuat guru,
tidak menarik minat siswa sehingga siswa tidak tertarik melakukan kegiatan belajar
mengajar. Setelah dilakukan wawancara dengan beberapa orang siswa kelas X, ternyata
siswa merasa kurang diaktifkan oleh guru, tidak diberi tanggung jawab dan tugas dalam
belajar, sebagian siswa mengerjakan tugas-tugas fisika di kelas sebelum masuk jam
1
pelajaran fisika. Dengan kurang aktifnya siswa dalam belajar, mengakibatkan hasil belajar
yang dicapai siswapun pada akhir semester rendah, dari 189 siswa hanya 40 % yang tuntas
belajarnya.
Disisi lain, selama ini dalam proses belajar mengajar guru belum banyak menggunakan
alat peraga dan memanfaatkan lingkungan sekolah. Padahal menurut Kurikulum KTSP saat ini,
para siswa dituntut untuk memiliki kompetensi yang dapat diterapkan untuk mempelajari alam
di sekitar lingkungannya guna mendukung tercapainya perkembangan kemampuan berfikir
logis, kritis dan kreatif siswa. Selain itu data yang diperoleh peneliti tahun ajaran 2007/2008
bahwa kondisi guru di SMAN I Tanah Jawa memiliki kualitas pendidikan guru cukup tinggi
yaitu dari 62 orang jumlah guru, yang memiliki kualifikasi Sarjana S1 sebanyak 46 orang guru,
lingkungan sekolah dan buku referensi siswa yang cukup mendukung serta pelaksanaan proses
belajar mengajar yang tepat waktu, sehingga dapat dipahami bahwa aktivitas dan hasil belajar
fisikanya kurang, disebabkan belum merancang model pembelajaran yang baik, agar siswa
mudah memahami konsep fisika yang abstrak menjadi lebih nyata dan mengenali peristiwa-
peristiwa yang berhubungan dengan fisika dalam kehidupan sehari-hari.
Melihat kondisi rendahnya pemahaman siswa tentang konsep-konsep fisika dan hasil
belajar siswa tersebut, upaya yang dilakukan peneliti untuk menjelaskan konsep pemantulan
cahaya pada cermin datar digunakan alat peraga dari potongan kaca nako dan cermin datar
yang dipasangkan sejajar. Alat ini mudah didapat di sekitar lingkungan siswa, baik di
sekolah ataupun di rumah. Untuk mengukur jarak bayangan dan jarak benda kecermin
digunakan kaca nako yang tipis sebagai alat peraga. Sedangkan peristiwa yang sulit
difahami siswa tentang prinsip kerja serat optik secara sederhana dapat dijelaskan
menggunakan dua buah cermin datar yang dipasangkan sejajar kemudian salah satu
ujungnya diberi cahaya laser mainan anak-anak. Dengan menggunakan alat peraga ini,
diharapkan siswa dapat meningkat aktivitas belajarnya serta meningkat pemahamannya
tentang konsep-konsep fisika yang abstrak menjadi lebih nyata.
Untuk melaksanakan pembelajaran fisika yang aktif dan kreatif dapat merancang
pembelajaran menggunakan alat peraga agar dapat merangsang siswa untuk melakukan
sesuatu kegiatan dalam belajar sehingga siswa terlatih cara berfikir dan berbuat dalam
pelajaran fisika. Pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang
memungkinkan siswa untuk bekerja dan belajar sendiri atau berkelompok dengan mengikuti
suatu sistematika yang dapat membantu dalam melaksanakan tugasnya. Tujuan dari
pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan adalah untuk memperbaiki
pembelajaran agar hasil belajar siswa lebih baik dari sebelumnya (Darliana, 2006).

2
Penelitian tindakan kelas yang dilakukan Sumarsono (2004), guru SMAN Mojogedang
Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah menggunakan alat peraga dengan hasil penelitian,
yaitu ” bahwa proses pembelajaran fisika pada konsep gerak melingkar beraturan (GMB)
melalui penggunaan alat peraga berupa model ayunan konis, dapat meningkatkan aktivitas
siswa dan pemunculan keterampilan bekerja sama (kooperatif) siswa di dalam kelompok
belajarnya, serta adanya peningkatan prestasi hasil belajar siswa. Dengan meningkatnya
aktivitas siswa dan keterampilan bekerja sama (kooperatif) siswa di dalam proses
pembelajaran, ternyata berdampak pada meningkatnya prestasi belajar siswa”.
Berdasarkan uraian permasalahan dan hasil penelitian yang relefan, perlu dilakukan
penelitian tindakan kelas dengan menggunakan alat peraga sederhana yang menjelaskan
peristiwa pemantulan cahaya sebagai salah satu upaya mengatasi permasalahan
pembelajaran fisika di kelas X SMAN I Tanah Jawa pada semester genap tahun ajaran
2007/2008. Judul penelitian ini ”Penggunaan Alat Peraga Sederhana pada Konsep
Pemantulan Cahaya Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Kelas X SMAN I
Tanah Jawa”.

B. Ruang Lingkup Masalah


Adapun ruang lingkup masalah adalah ”Penggunaan alat peraga sederhana pada
konsep pemantulan cahaya untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X ”.
Secara rinci rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah penggunaan alat peraga sederhana dapat meningkatkan aktivitas belajar
siswa kelas X SMAN I Tanah Jawa ?
2. Apakah penggunaan alat peraga sederhana dapat meningkatkan pemahaman siswa
belajar fisika pada konsep pemantulan cahaya di kelas X SMAN I Tanah Jawa?
3. Apakah rancangan alat peraga sederhana dari kaca nako tipis dapat digunakan untuk
menjelaskan konsep pemantulan cahaya pada cermin datar?
4. Apakah rancangan alat peraga sederhana dari cermin datar yang dipasang sejajar
dapat digunakan untuk menjelaskan prinsip kerja serat optik secara sederhana?

C. Tujuan
1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa tentang konsep pemantulan cahaya pada
cermin datar .
2. Meningkatkan pemahaman siswa belajar fisika tentang konsep pemantulan cahaya
pada cermin datar.

3
3. Memberikan suatu sistem penyajian materi fisika tentang konsep pemantulan cahaya
pada cermin datar untuk mengukur jarak bayangan sama dengan jarak benda ke
cermin.
4. Memberikan suatu sistem penyajian materi yang menjelaskan secara nyata tentang
prinsip kerja dari serat optik secara sederhana.

D. Manfaat
1. Siswa akan lebih aktif dan senang belajar Fisika menggunakan alat peraga
pemantulan cahaya.
2. Siswa akan meningkat pemahaman konsep belajar fisikanya.
3. Siswa dapat membuktikan konsep dan prinsip didalam fisika tentang pemantulan
cahaya pada cermin datar melalui kegiatan praktikum.
4. Guru memiliki kreativitas dalam merancang alat peraga sederhana untuk
menjelaskan konsep pemantulan cahaya pada cermin datar.

E. Metode
Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan dalam
tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari tahapan penelitian tindakan kelas yaitu : Perencanaan–
Tindakan–Observasi–dan Refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-6
SMAN I Tanah Jawa dengan jumlah siswa 38 orang dan tingkat kemampuan siswa rata-rata
jumlah nilai UN-nya 7,26.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi untuk mengukur langkah-langkah
pembelajaran oleh guru dan mengamati aktivitas siswa. Tes Hasil Belajar dan pengumpulan
lembar kegiatan siswa (LKS) untuk mengukur pemahaman konsep tentang materi
pembelajaran yang telah dikuasai oleh siswa.
Pelaksanaan penelitian dilakukan tiga siklus. Siklus pertama menggunakan metode
diskusi dengan pembelajaran berbasis masalah secara berkelompok yang terdiri 4-5 orang
siswa. Siklus kedua bekerja secara kelompok, namun menggunakan alat peraga sederhana
dari potongan kaca nako yang diberi cahaya dari lampu manches untuk menjelaskan hukum
pemantulan cahaya dan sifat bayangan yang dihasilkan oleh cermin datar. Siklus ketiga
dilakukan menggunakan alat peraga sederhana cermin datar yang dipasang sejajar dan saling
berhadapan untuk menjelaskan secara sederhana prinsip kerja dari serat optik

4
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pendekatan Belajar
Menurut teori belajar kontekstual, belajar terjadi hanya ketika siswa memproses
informasi maupun pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga informasi tersebut
beradaptasi dengan kerangka acuan mereka. Pendekatan ini menganggap bahwa pikiran
manusia secara alamiah mencari makna dalam suatu konteks, yaitu berkaitan dengan
lingkungan seseorang.
Dari pemahaman pendekatan teori belajar diatas, belajar hendaknya memfokuskan
pada banyak aspek dari lingkungan belajar, sekolah, laboratorium, maupun lingkungan
sekitar siswa. Dalam lingkungan demikian, siswa akan menemukan hubungan yang
bermakna antara ide abstrak dan aplikasi praktis dikonteks dunia nyata, dan konsep
diinternalisasi melalui proses penemuan, penguatan, dan pengaitan.
Menurut David Kolb,(dalam Ekohariadi, 2002) Siswa belajar cenderung menerima
informasi secara abstrak (thinking) maupun kongkrit (feeling) dan lalu memproses informasi
secara aktif (doing) maupun reflektif (watching). Namun masih menurut Kolb, kebanyakan
siswa mempunyai kecenderungan belajar dengan cara kongkrit penekanan pada feeling dan
(doing) sedangkan sistem persekolahan cenderung mengajar dengan cara abstrak
(penekanan pada thinking dan watching).
Dalam penelitian ini, peneliti berusaha melakukan pendekatan belajar dengan
membiasakan siswa menerima dan memproses informasi melalui pengalaman dan
eksperimen kongkrit dengan melakukan pembelajaran menggunakan alat peraga sederhana.

B. Penggunaan Alat Peraga dalam Pembelajaran Fisika


Alat peraga adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menjelaskan konsep
pembelajaran dari materi yang bersifat abstrak menjadi nyata sehingga dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa yang menjurus kearah terjadinya proses belajar
mengajar. Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran sangat dianjurkan, karena dengan
memanfaatkan alat peraga yang sesuai dengan materi, pembelajaran fisika akan lebih efektif
dengan langsung memperagakan dan melakukan percobaan. Selain itu dengan menggunakan
alat peraga, pembelajaran fisika yang dikenal siswa sebagai mata pelajaran yang rumit dan
sukar dipelajari, akan menjadi lebih mudah dipahami, menyenangkan bagi siswa dan guru
dapat lebih kreatif dalam menyampaikan materi pelajaran.

5
Menurut Tjandra Heru Awan, 2008 ” Penggunaan alat peraga yang dibuatnya yaitu
Molina (Mesin Listrik Sederhana), Mesiu SS-10N (Mesin Uap Sangat Sederhana dari
SMAN 10) dapat menghemat biaya jutaan rupiah untuk proses pembelajaran.” Selain
penghematan biaya dalam pembelajaran, juga sangat bermanfaat untuk meningkatkan
kreativitas siswa dan meningkatkan pemahaman konsep abstak menjadi lebih nyata.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan peranan alat peraga dalam proses
pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Alat untuk memperjelas bahan pembelajaran pada saat guru menyampaikan pelajaran
2. Alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih lanjut dan
dipecahkan oleh para peserta didik dalam proses belajarnya.
3. Sumber belajar bagi siswa baik secara individu ataupun kelompok.
4. Melalui alat peraga siswa terbantu dalam memahami konsep fisika yang sulit.
Dalam penelitian ini, alat peraga yang digunakan adalah dari potongan kaca nako yang
ada disekitar lingkungan siswa untuk dimanfaatkan sebagai alat peraga untuk membuktikan
jarak bayangan sama dengan jarak benda dari peristiwa pemantulan cahaya pada cermin
datar. Kemudian digunakan dua buah cermin datar yang dipasang sejajar untuk menjelaskan
secara sederhana tentang prinsip kerja serat optik yang banyak dimanfaatkan dalam bidang
komunikasi tetapi siswa tidak secara nyata melihat bagaimana prinsip kerja pada serat optik.

C. Konsep Dasar Pemantulan Cahaya


Pada saat sinar mendatangi permukaan cermin datar, cahaya akan dipantulkan seperti
pada gambar.2.1. Garis yang tegak lurus bidang pantul disebut garis normal. Pengukuran
sudut datang dan sudut pantul dimulai dari garis normal. Sudut datang (i) adalah sudut yang
dibentuk oleh garis normal (1) dan sinar datang (2), sedangkan sudut pantul (r) adalah sudut
yang dibentuk oleh garis normal (1) dan sinar pantul (3).

(2) (1) (3)

i r

bidang

Gambar.2.1. Pematulan cahaya

6
Berdasarkan pengamatan dan pengukuran didapatkan bahwa :
1. Sinar datang, sinar pantul dan garis normal terletak pada bidang yang sama, dan
2. Besar sudut datang (i) sama dengan besar sudut pantul (r).
Dua pernyataan di atas dikenal sebagai Hukum Snellius tentang Pemantulan Cahaya.

C.1. Pemantulan Cahaya pada Cermin Datar


Cermin datar adalah cermin yang bentuk permukaannya datar. Pada gambar.2.2
diperlihatkan bagaimana bayangan sebuah lampu listrik terbentuk pada sebuah cermin datar.
Untuk mempermudah pembahasan, digunakan dua buah sinar yang diperlihatkan.

Gambar 2.2. Pembentukan bayangan pada cermin datar.

Pada gambar di atas, sinar-sinar yang bagi mata berasal dari X sebenarnya merupakan
sinar-sinar yang dipancarkan oleh lampu listrik ke permukaan cermin datar di depannya.
Oleh cermin datar sinar-sinar ini dipantulkan ke mata sehingga terkesan bagi mata seolah-
olah sinar-sinar tersebut datang dari X. Jadi yang dilihat oleh mata adalah bayangan lampu
listrik di X, bukan lampu listrik yang sebenarnya. Bayangan seperti ini disebut bayangan
maya. Dari gambar diatas dapat ditentukan sifat-sifat bayangan yang dihasilkan oleh cermin
datar, yaitu :
1) Bayangan sama besar dengan bendanya
2) Bayangan tegak
3) Jarak bayangan ke cermin sama dengan jarak benda ke cermin
4) Bayangan semu atau maya, artinya tidak dapat ditangkap layar.

C.2.Prinsip Kerja Serat Optik melalui Pemantulan Cahaya


Serat optik adalah saluran transmisi yang terbuat dari kaca atau plastik yang
digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Sumber
cahaya yang digunakan adalah laser karena laser mempunyai spektrum yang sangat sempit.
Kecepatan transmisi serat optik sangat tinggi sehingga sangat bagus digunakan sebagai
saluran komunikasi. Serat optik umumnya digunakan dalam sistem telekomunikasi serta
dalam pencahayaan, sensor, dan optik pencitraan. Serat optik adalah sebuah media yang

7
memanfaatkan pulsa cahaya dalam sebuah ruang kaca berbentuk kabel, dan memanfaatkan
total internal reflection.

Gambar.2.3. Serat Optik

Pada serat optik gelombang cahayalah yang bertugas membawa sinyal informasi.
Pertama-tama microphone merubah sinyal suara menjadi sinyal listrik. Kemudian sinyal
listrik ini dibawa oleh gelombang pembawa cahaya melalui serat optik dari pengirim
(transmitter) menuju alat penerima (receiver) yang terletak pada ujung lainnya dari serat.
Modulasi gelombang cahaya ini dapat dilakukan dengan merubah sinyal listrik termodulasi
menjadi gelombang cahaya pada transmitter dan kemudian merubahnya kembali menjadi
sinyal listrik pada receiver. Pada receiver sinyal listrik dapat dirubah kembali menjadi
gelombang suara.
Dalam kabel multi-mode Pulsa cahaya pada serat optik selain lurus searah panjang
kabel juga berpantulan ke dinding core hingga sampai ke tujuan, sisi receiver. Pada kabel
single-mode pulsa cahaya ditembakkan hanya lurus searah panjang kabel.

Gambar.2.4. Prinsip Kerja Serat Optik

Konsep yang jelas pada serat optik adalah bahwa cahaya yang menjalar melalui
beberapa lintasan pada akhirnya akan sampai pada ujung yang lainnya pada waktu yang
bersamaan pula. Untuk memperjelas prinsip kerja serat optik ini dalam pembelajaran fisika
digunakan alat bantu dua cermin datar yang dipasang sejajar, diberi cahaya yang mengarah
ke ujung cermin agar dipantukan kembali dan akan keluar diujung yang lain. Menurut
peneliti, peristiwa ini dapat menjelaskan prinsip kerja dari serat optik secara sederhana.

8
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan mulai tanggal 7 Januari sampai dengan 30 Februari 2008,


dengan jumlah siswa 38 orang di kelas X-6 dengan kemampuan rata-rata. Siklus pertama
dilakukan pada minggu ke tiga Januari dengan metode diskusi informasi secara
berkelompok menggunakan model pembelajaran berbasis masalah selama 2 jam pelajaran
atau 2 x 45 menit. Siklus kedua dilakukan pada minggu ke empat Januari menggunakan alat
peraga potongan kaca nako selama 2 x 45 menit. Dan siklus ketiga dilakukan 4 jam
pelajaran atau 4 x 45 menit, menggunakan alat peraga cermin datar yang dipasangkan sejajar
saling berhadapan. Hal ini dilakukan bahwa peneliti dan siswa kesulitan dalam
menggunakan waktu yang terbatas untuk menggunakan alat peraga sehingga ditambah
waktu 2 x 45 menit pada siklus ketiga.
Data penelitian yang dikumpulkan adalah : (1). Langkah-langkah Pembelajaran yang
dilakukan guru (2). Pengamatan Aktivitas Siswa (3). Tes Hasil Belajar dan Hasil Lembar
Kegiatan Siswa. Data tersebut dianalisis dan digunakan persentase dalam penilaiannya.
Adapun data hasil yang didapat dari penelitian ini adalah :

A. Data Hasil Percobaan Siswa


Dalam laporan hasil penelitian ini, penulis menyajikan hasil percobaan yang telah
dilakukan siswa, dan diambil dari hasil kelompok secara acak. Berikut laporan hasil
kegiatan percobaan yang dilakukan siswa.
1) Siklus I
Siklus ini, siswa menyelesaikan masalah dengan mendiskusikan dikelompok masing-
masing permasalahan yang diberikan guru. Sehingga data yang diperoleh merupakan
bentuk uraian jawaban siswa. Masalah yang diajukan guru merupakan permasalahan
yang membuat siswa melatih berfikir bukan mencari jawaban dibuku pegangan siswa.
2) Siklus II
Siklus ke dua, mulai menggunakan alat peraga sederhana dari potongan kaca nako, yang
diberi cahaya lampu manches, kemudian siswa mengukur jarak bayangan dan jarak
benda dari alat peraga tersebut.
a. Tujuan Percobaan : Mengukur jarak bayangan dan jarak benda pada cermin
datar.
b. Alat dan Bahan :1. Potongan kaca nako 15 x 20 cm 1 buah

9
2. Jarum pentul 2 buah
3. Mistar 1 buah
4. Plastisin 2 buah
5. Kertas folio (gambar)
6. Sumber cahaya ( dari lampu manches)
c. Rancangan alat seperti gambar berikut :
a. Meletakkan potongan kaca nako pada plastisin sehingga berdiri tegak.
b. Nyalakan sumber cahaya (lampu manches), dan meletakkan jarum pentul 3
cm didepan kaca nako.
c. Kemudian mengamati bayangan yang dihasilkan kaca nako diseberang kaca
dan meletakkan satu lagi jarum pentul.
d. Kaca nako dilepas, dan diukur jarak benda dengan jarak bayangan yang
ditandai dengan jarum pentul. Ulangi dengan jarak benda yang berbeda.

Gambar. 3.1 Rancangan Alat Kaca Nako


d. Data Hasil Pengamatan :
Tabel.3.1. Data Hasil Pengamatan jarak bayangan pada kaca nako
Jarak Benda Jarak bayangan ( titik Q )
(Sumber cahaya ) Tebal kaca = 0,5 cm Tebal kaca = 1cm Tebal kaca = 2 cm
3 cm 3 cm 3,1 cm 3,7 cm
5 cm 5 cm 5,1 cm 5,8 cm
7 cm 7 cm 7,1 cm 7,6 cm
10 cm 10 cm 10,1cm 10,7 cm
e. Kesimpulan :
• Menjelaskan sifat bayangan yang dihasilkan pemantulan pada cermin datar
menggunakan potongan kaca nako tipis (0,5 cm), alat ini dapat membuktikan
jarak bayangan sama dengan jarak benda ke cermin, namun alat ini memiliki
keterbatasan, yaitu ketebalan kaca mempengaruhi jarak benda dengan jarak
bayangan.

10
3) Siklus III
Siklus ke III, menggunakan alat peraga cermin datar yang dipasang sejajar dan saling
berhadapan, kemudian salah satu ujungnya diberi cahaya laser mainan, maka pada
cermin cahaya laser akan dipantulkan secara berulang ulang, dan cahaya laser itu akan
keluar dari ujung yang satu dalam waktu yang relatif singkat.
a. Tujuan Percobaan : Menyelidiki prinsip kerja serat optik pada peristiwa
pemantulan cahaya.
b. Alat dan Bahan :
1. Potongan cermin datar dan dudukan 3 x 15 cm 2 buah
2. Kertas gambar untuk alas cermin
3. Sumber cahaya laser ( lampu mainan laser)
c. Merancang Alat :
a. Meletakkan dua buah cermin datar sejajar saling berhadapan
b. Nyalakan sumber cahaya ( lampu laser ), pada salah satu ujung permukaan
cermin.
c. Kemudian mengamati berkas sinar yang dihasilkan beberapa kali pemantulan
yang terjadi pada alat yang dirancang.
d. Untuk mendapatkan data dapat dilakukan dengan mengambil foto berkas
sinar dihasilkan atau dengan menghitung jumlah pemantulan yang terjadi.
d. Data Hasil Pengamatan

Gambar.3.2. Data hasil pengamatan prinsip kerja serat optik

11
e. Kesimpulan : Dua buah cermin datar yang dipasang sejajar dan saling
berhadapan, dapat menjelaskan prinsip kerja dari serat optik
secara sederhana. Cahaya laser yang dipantulkan beberapa kali
oleh cermin datar, menjelaskan tentang prinsip kerja serat optik.

B. Data Hasil Penelitian


1. Profil Kegiatan Pembelajaran Sebelum Tindakan
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan berangkat dari masalah siswa sulit memahami
konsep materi pelajaran fisika yang abstrak. Kesulitan siswa memahami konsep materi
pelajaran itu mengakibatkan rendahnya aktivitas siswa mengikuti pembelajaran, sehingga
pembelajaran yang diharapkan berdasarkan Kurikulum KTSP sulit untuk diwujudkan. Hal
ini dapat disebabkan oleh model pembelajaran yang dirancang guru masih menggunakan
metode ceramah atau diskusi kelompok yang kurang melibatkan siswa untuk terlibat aktif
dan merangsang siswa untuk mengeluarkan ide-ide serta kemampuan berfikir dalam proses
pembelajaran. Dengan menggunakan metode konvensional yang dilakukan guru selama ini,
yaitu guru aktif mengajar dan siswa sebagai pembelajar yang pasif, sehingga siswa kurang
antusias yang mengakibatkan pembelajaran tidak menyenangkan.
Aktivitas siswa yang diamati sebelum tindakan, sangat rendah. Ada beberapa siswa
yang malas membawa buku catatan fisika ataupun buku pegangan, dalam mengerjakan tugas
pekerjaan rumah yang diberikan guru, hanya beberapa orang saja yang mau mengerjakan di
rumah, yang lainnya selalu menyelesaikannya di sekolah sebelum masuk jam pelajaran, saat
pembelajaran fisika berlangsung siswa tampak diam dan tertib, tetapi setelah ditanya
kembali tentang materi yang baru diajarkan, siswa diam dan tidak tau menjawab, sehingga
disimpulkan bahwa siswa belajar sambil melamun. Semua hal itu diakibatkan karena siswa
tidak diaktifkan oleh guru untuk melakukan pembelajaran dengan baik.
Dengan keadaan siswa yang demikian, hasil pembelajaran siswa diakhir pokok
bahasan sangat rendah, karena siswa tidak memahami materi yang disampaikan oleh guru.
Berdasarkan pelaksanaan pre tes menunjukkan hasil belajar yang rendah sehingga dapat
disimpulkan pemahaman siswa tentang konsep fisika sangat rendah. Dari hasil pre tes pada
tabel 3.2. terlihat bahwa secara keseluruhan siswa belum ada yang menuntaskan hasil
belajarnya sebelum tindakan.Agar tuntas belajarnya siswa harus mendapat nilai 6,2. Berikut
tes hasil belajar sebelum tindakan dilakukan ( pre tes ), tes ini dilakukan sebelum
pembelajaran.

12
Tabel 3.2. Pengelompokkan Hasil Belajar Siswa Sebelum Tindakan
No Nilai Jumlah Siswa Persentase
1 1,0 – 2,0 10 26,32 %
2 2,1 – 3,0 11 28,94 %
3 3,1 – 4,0 9 23,68 %
4 4,1 – 5,0 5 13,16 %
5 5,1 – 6,0 3 7,89 %
Jumlah 38 100 %

2. Data Hasil Siklus I.


a) Data Pengamatan Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Proses pembelajaran pada siklus I menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah
dengan pengenalan Konsep Hukum Pemantulan Cahaya menggunakan metode diskusi-
informasi didalam kelas. Diskusi yang dilakukan siswa membahas permasalahan yang
diberikan oleh guru secara berkelompok. Dalam satu kelompok terdiri dari 4-5 orang yang,
terdiri dari laki-laki dan prempuan, dan dibagi siswa yang pintar dan mau aktif belajar harus
merata di masing-masing kelompok. Menurut siswa tahapan pembelajaran berbasis masalah
pada siklus ini dilakukan guru masih dalam kategori Rendah, yaitu 43,12%, kategori nilai
Sedang 35,98 %, dan kategori nilai Tinggi 20,90 %.
Pada siklus ini, membimbing siswa mempresentasikan kerja kelompok memiliki
frekuensi tinggi, guru lebih berperan aktif menyampaikan materi pelajaran, sedangkan siswa
lebih banyak mendengarkan penjelasan dan arahan dari guru. Hal ini menunjukkan bahwa
aktifitas siswa guru masih mendominasi kelas. Dan ini disebabkan karena guru masih
mengarahkan siswa untuk tau bagaimana cara belajar dan cara bekerja kelompok yang baik.

Gambar.3.3 : Aktivitas siswa saat diskusi kelompok pada siklus I

13
Adapun frekuensi kegiatan guru dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.3. Persentase Langkah-langkah PBI Siklus 1
No Aspek Penilaian Kategori Nilai
Rendah Sedang Tinggi
1 Orientasi siswa kepada Masalah
1.Menyampaikan TPK 14 20 4
2. Memotifasi siswa 13 18 7
2 Mengorganisasi siswa untuk belajar
1. Mengelompokkan siswa belajar 20 10 8
2. Menyajikan masalah ke siswa 16 14 8
3 Membimbing penyelidikan individual dan kelompok
1. Membimbing siswa belajar dan bekerja kelompok 18 11 9
2. Melatih keterampilan kooperatif siswa 16 14 8
4 Memfasilitasi mengembangkan dan menyajikan hasil karya
1.Membimbing siswa mempresentasikan hasil kerja
kelompok 16 12 10
2. Mengevaluasi hasil kerja kelompok 17 13 8
5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
1. Membimbing siswa membuat kesimpulan 16 14 8
2. Memberi tugas rumah/ melakukan Post Tes 19 10 9
Jumlah 163 136 79
Persentase 43.12% 35.98% 20.90%

b) Data Pengamatan Aktivitas Siswa


Pada siklus ini, pembelajaran menggunakan metode diskusi informasi tanpa
menggunakan alat peraga, dalam bekerja kelompok, siswa yang pandai lebih mendominasi
mengerjakan permasalahan yang diberikan guru dibandingkan dengan siswa yang kurang
pandai. Kurang adanya kerjasama dalam penyelesaian masalah, dinamika kelompok bekerja
masih pasif. Aktivitas siswa pada siklus ini, mendengarkan dengan aktif berada dalam
kategori Tinggi.
Secara keseluruhan aktivitas siswa dalam kategori nilai Rendah yaitu sebesar 51,05 %,
perhatikan tabel .3.4 berikut ini:

14
Tabel 3.4. Persentase Aktivitas Siswa Siklus 1
No Aspek Penilaian Pengelompokkan Nilai Aktivitas Jumlah
Siswa siswa
Rendah Sedang Tinggi
1 Bertanya atau menyampaikan pendapat 21 16 1 38
2 Mendengarkan dengan aktif 8 10 20 38
3 Melakukan penyelesaian masalah dalam
diskusi 31 5 2 38
4 Mencatat hasil diskusi 17 11 10 38
5 Mengkomunikasikan hasil kerja kelompok 20 13 5 38
Jumlah 97 55 38 190
Persentase 51.05% 28.95% 20.00%

c) Data Tes Hasil Belajar dan Hasil Lembar Kegiatan Siswa


Dilihat dari data Tes Hasil Belajar Siswa dalam menyelesaikan soal tes kemudian
hasilnya digabungkan dengan Hasil Lembar Kegiatan Siswa, maka didapat 15 orang siswa
atau 39,47 % tidak mencapai ketuntasan belajar artinya 60,53 % tuntas. Dengan rata-rata
Nilai dikelas mencapai 6,32 dengan standar deviasi 1,38.

Tabel 3.5. Pengelompokkan Hasil Belajar Siswa Siklus 1


No Nilai Jumlah Siswa Persentase
1 4,1 – 5,0 8 21,05 %
2 5,1 – 6,0 7 18,42 %
3 6,1 – 7,0 9 23,68 %
4 7,1 – 8,0 11 28,94 %
5 8,1 – 9,0 3 7,89 %
Jumlah 38 100 %

3. Refleksi Siklus I
• Guru mendominasi pembelajaran dikelas, lebih banyak menyajikan informasi.
• Guru kurang memperhatikan keterampilan kooperatif siswa dalam bekerja.
• Dalam mencari penyelesaian masalah yang diberikan guru, siswa kurang
memahaminya dan kurang serius mengerjakannya.

15
• Masalah yang diberikan guru kurang dipahami siswa.
• Dalam bekerja kelompok, hanya siswa yang pintar saja yang mendominasi
kelompok.
• Sebagian siswa malas menganggap bahwa kerja kelompok yang dilakukan
adalah tidak berarti apa-apa, hanya seperti kerja kelompok biasa, yaitu aktivitas
siswa tidak dinilai guru, sehingga mereka hanya duduk menunggu jawaban dari
teman satu kelompoknya apabila nanti ditanya oleh guru atau saat melakukan
presentase.
• Dalam mempresentasikan hasil diskusi, siswa masih terlihat malu-malu
membacakannya didepan kelas atau mendiskusikannya ke kelompok lain.
4. Perbaikan untuk Siklus II
• Siswa lebih diaktifkan dalam pembelajaran dengan melaksanakan praktek
menggunakan alat peraga.
• Siswa dilatih keterampilan bekerjasama dalam kelompok, berbagi tugas dalam
setiap kegiatan dan dibimbing melakukan aktivitas dalam melakukan praktek.
• Guru mengarahkan dan membimbing siswa agar lebih memahami materi
pelajaran tentang pemantulan cahaya pada cermin datar menggunakan alat
peraga sederhana dari potongan kaca nako.
• Guru harus memahami kembali langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan
pada pembelajaran berbasis masalah agar tujuan pembelajaran tercapai. Misalnya
keliling ke masing-masing kelompok untuk mengamati aktivitas siswa dan
pemahaman konsep pelajaran yang didapat siswa.
• Pembagian tugas kelompok secara merata dilakukan guru dan anggota kelompok,
agar semua siswa bekerja secara kooperatif.

5. Data Hasil Siklus II.


a) Data Pengamatan Langkah-langkah Pembelajaran
Proses pembelajaran tetap mengunakan pembelajaran berbasis masalah, akan tetapi
lebih ditekankan pada kegiatan diskusi kelompok. Penggunaan alat peraga mulai dilakukan
siswa dan dibimbing oleh guru dalam menggunakannya. Alat peraga yang digunakan pada
siklus ini adalah untuk menjelaskan bagaimana sifat-sifat bayangan yang dihasilkan oleh
cermin datar menggunakan potongan kaca nako yang tipis.
Dari data yang ada pada tabel. 3.5, dapat dilihat bahwa langkah-langkah pembelajaran
yang dilakukan guru mendominasi kategori Tinggi adalah Mengelompokkan belajar siswa,
16
kemudian Menyajikan Masalah ke siswa. Hal ini terjadi karena dalam melaksanakan proses
belajar siswa masih belum terbiasa bekerja menggunakan alat peraga untuk menyelesaikan
permasalahan, sehingga situasi kelas kurang tertib. Dan siswa belum faham benar
melakukan percobaan mengikuti langkah-langkah percobaan, sehingga guru lebih banyak
melakukan bimbingan untuk bekrja secara kelompok. Bahkan sebagian siswa masih berfikir
bahwa bekerja secara kelompok itu tidak penting, yang penting siswa itu faham untuk
dirinya sendiri bukan untuk teman satu kelompoknya. Sehingga keterampilan kooperatif
siswa tidak tercapai maksimal.
Tabel 3.6. Persentase Langkah-langkah pembelajaran menggunakan alat peraga Siklus 2
No Aspek Penilaian Kategori Nilai
Rendah Sedang Tinggi
1 Orientasi siswa kepada Masalah
1.Menyampaikan TPK 8 16 14
2. Memotifasi siswa 12 15 11
2 Mengorganisasi siswa untuk belajar
1. Mengelompokkan siswa belajar 5 11 22
2. Menyajikan masalah ke siswa 9 13 16
3 Membimbing penyelidikan individual dan kelompok
1. Membimbing siswa belajar dan bekerja kelompok 7 18 13
2. Melatih keterampilan kooperatif siswa 10 14 14
4 Memfasilitasi siswa mengembangkan dan menyajikan
hasil karya siswa
1. Membimbing siswa mempresentasikan hasil kerja 12 14 12
2. Mengevaluasi hasil kerja kelompok 12 14 12
5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah.
1. Membimbing siswa membuat kesimpulan 10 15 13
2. Memberi tugas rumah/ melakukan Post Tes 9 10 19
Jumlah 94 140 146
Persentase 24.34% 37.04% 38.62%

17
Untuk kategori Sedang yang mendominasi adalah Membimbing siswa belajar dan
bekerja secara kelompok. Dari data itu nampak bahwa aktivitas guru mulai mengarah ke
Membimbing kelompok belajar seperti yang diharapkan pada Metode Pembelajaran
Berbasis Masalah. Secara keseluruhan penilaian kategori Rendah menurun, kategori Sedang
dan Tinggi mulai meningkat dibandingkan pada siklus I.
Pada siklus ini kegiatan guru mengelompokkan siswa belajar dan menyajikan masalah
ke siswa memiliki frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan aspek penilaian yang
lain. Hal ini menunjukkan ada peningkatan aktivitas siswa menyelesaikan permasalahan
dikelompoknya dengan menggunakan alat peraga potongan kaca nako, sementara guru
membimbing dan mengarahkan.

Gambar 3.4 : Aktivitas siswa melakukan percobaan dengan alat peraga


kaca nako pada siklus II

Dari gambar diatas terlihat siswa secara antusias melakukan percobaan dan
pengamatan menggunakan alat peraga potongan kaca nako. Sehingga dapat terlihat bahwa
aktivitas siswa mulai meningkat.
b) Data Pengamatan Aktivitas Siswa
Penggunaan alat peraga mulai dilakukan siswa dan dibimbing oleh guru dalam
menggunakannya. Ternyata siswa mulai tertarik dan aktif dalam proses pembelajaran, siswa
berusaha bekerjasama dalam menyelesaikan masalah, dalam pembagian tugas kelompokpun
mulai dilakukan oleh siswa. Dari kondisi kelas yang diamati, siswa senang melakukan
praktek menggunakan alat peraga. Namun demikian, masih ada beberapa siswa yang pasif
dan engan berperan aktif dalam melakukan praktek, hal ini disebabkan siswa belum terbiasa
menggunakan alat peraga dalam pembelajaran, dalam melakukan praktek demonstrasi
suasana kelas masih belum teratur dan hasilnya belum maksimal.

18
Dari data yang ada pada tabel.3.7, dapat dilihat bahwa aktivitas siswa dalam kategori
Sedang dan Tinggi mulai meningkat dibandingkan pada siklus I, sedangkan kategori nilai
Rendah mengalami penurunan.
Tabel 3.7. Persentase Aktivitas Siswa Siklus 2
No Aspek Penilaian Pengelompokkan Nilai Aktivitas Jumlah
Siswa siswa
Rendah Sedang Tinggi
1 Bertanya atau menyampaikan
pendapat 14 16 8 38
2 Mendengarkan dengan aktif 9 15 14 38
3 Melakukan praktek degan alat
peraga 15 11 12 38
4 Mencatat hasil diskusi 10 10 18 38
5 Mengkomunikasikan hasil kerja
kelompok 10 16 12 38
Jumlah 58 68 64 190
Persentase 30.52% 35.79% 33.68%

c) Data Tes Hasil Belajar dan Hasil Lembar Kegiatan Siswa


Rata- rata Tes Hasil Belajar siswa, mulai meningkat dibandingkan pada siklus I. Dan
ketuntasan belajar mencapai 84,21% tuntas, terdapat 6 orang atau 15,79% tidak tuntas
belajarnya dari 38 siswa. Rata-rata nilai secara keseluruhan mencapai 6,86 dengan standar
deviasi 0,79.
Tabel 3.8. Pengelompokkan Hasil Belajar Siswa Siklus 2
No Nilai Jumlah Siswa Persentase
1 4,1 – 5,0 1 2,63 %
2 5,1 – 6,0 5 13,15 %
3 6,1 – 7,0 15 39,47 %
4 7,1 – 8,0 13 34,21 %
5 8,1 – 9,0 4 10,52 %
Jumlah 38 100 %

19
6. Refleksi Siklus II
• Guru dalam membimbing dan memotivasi siswa menggunakan alat peraga masih
kurang, dan berada pada kategori sedang.
• Melatih siswa dalam bekerjasama dan menyelesaikan masalah masih pada
kategori sedang.
• Siswa belum terbiasa menggunakan alat peraga dalam pembelajaran, sehingga
suasana kelas kurang tertib, yang mengakibatkan siswa melakukan pengamatan
kurang maksimal.
• Masih ada kelompok yang pasif karena ego masing-masing, dan pembagian
tugas tidak dilakukan sehingga hasil diskusi tidak dipresentasekan kekelompok
lain, cukup hanya kelompok itu saja yang tahu.
• Waktu yang tersedia dalam melakukan praktek sangat terbatas.
7. Perbaikan untuk siklus III
• Dalam Pembelajaran guru harus lebih banyak memotivasi dan membimbing
siswa menggunakan alat peraga.
• Melatih siswa dalam bekerjasama dan menyelesaikan masalah lebih
ditingkatkan.
• Perlu penambahan waktu dalam melakukan praktek, agar siswa dapat
mempresentasikan hasil diskusi dan pengamatannya pada kelompok lain.
• Bagi kelompok yang kurang aktif, mendapat perhatian guru yang lebih, misalnya
melakukan pendekatan kekelompok itu agar mau bekerja sama dan melakukan
kegiatan bersama-sama.
• Untuk melakukan pengamatan yang maksimal, guru menyarankan kesiswa agar
melakukan kembali dirumah dengan alat peraga potongan kaca nako yang
banyak dijumpai dilingkungan siswa, agar pemahaman konsep tentang sifat-sifat
cahaya yang dihasilkan cermin datar mudah dipahami siswa.

8. Data Hasil Siklus III


a. Data Pengamatan Langkah-langkah Pembelajaran
Pembelajaran masih menggunakan tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah,
menggunakan alat peraga dari cermin datar yang dipasangkan paralel saling berhadapan.
Penggunaan alat peraga yang dilakukan menggunakan waktu yang lebih dari pada siklus
satu dan siklus dua, yaitu 2 x pertemuan atau 4 x 45 menit. Hal ini dilakukan agar siswa
lebih mempunyai waktu banyak untuk melakukan pengamatan dan mempresentasikan hasil
20
diskusinya pada kelompok lain. Dari hasil refleksi disiklus dua yang dilakukan peneliti,
waktu yang digunakan untuk melakukan pengamatan dibutuhkan waktu yang agak panjang,
hal ini sering dikeluhkan siswa karena mereka melakukan percobaan secara terburu-buru.
Apalagi guru mengambil penilaian dari kegiatan siswa dilanjutkan tes diakhir pembelajaran
dan menggunakan waktu 10 menit.
Dari hasil penilaian Kategori nilai Tinggi lebih mendominasi dibandingkan kategori
Rendah dan Sedang. Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran dapat
dilihat pada tabel 3.9 berikut :
Tabel 3.9. Persentase Langkah-langkah pembelajaran menggunakan alat peraga Siklus 3
No Aspek Penilaian Kategori Nilai
Rendah Sedang Tinggi
1 Orientasi siswa kepada Masalah
1.Menyampaikan TPK 6 15 17
2. Memotifasi siswa 9 12 17
2 Mengorganisasi siswa untuk belajar
1. Mengelompokkan siswa belajar 5 11 22
2. Menyajikan masalah ke siswa 9 13 16
3 Membimbing penyelidikan individual dan kelompok
1. Membimbing siswa belajar dan bekerja kelompok 7 18 13
2. Melatih keterampilan kooperatif siswa 7 14 17
4 Memfasilitasi siswa mengembangkan dan menyajikan
hasil karya siswa
1. Membimbing siswa mempresentasikan hasil kerja 8 12 18
2. Mengevaluasi hasil kerja kelompok 10 14 14
5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah.
1. Membimbing siswa membuat kesimpulan 10 15 13
2. Memberi tugas rumah/ melakukan Post Tes 9 10 19
Jumlah 80 134 166
Persentase 21.16% 35.45% 43.92%

21
Pembelajaran masih menggunakan tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah,
penggunaan alat peraga masih dilakukan tetapi waktu yang digunakan pada siklus ini ada 2
x pertemuan atau 4 x 45 menit. Hal ini dilakukan agar siswa lebih mempunyai waktu
banyak untuk melakukan pengamatan dan mempresentasikan hasil diskusinya pada
kelompok lain.
Data yang diperoleh pada tabel 3.8, langkah-langkah guru melakukan pembelajaran
dalam setiap langkah mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa guru sudah
mulai terbiasa dengan kondisi kelas bekerja secara kelompok, dan menyampaikan materi
dengan memanfaatkan alat peraga sederhana itu lebih efektif dari pada metode guru aktif
ceramah didepan, walaupun diawal penggunaan alat peraga kondisi kelas ribut dan tidak
tenang, tetapi cara ini ternyata lebih membuat siswa senang belajar fisika.
b). Data Pengamatan Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa menggunakan alat peraga dalam pembelajaran semakin maksimal
dilakukan siswa. Dalam aspek penilaian, frekuensi melakukan praktek degan alat peraga
lebih tinggi dibandingkan dengan aspek penilaian yang lain. Siswa juga sudah lebih terbiasa
berbicara pada kelompok lain untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Secara umum
aktivitas siswa meningkat, dalam pembelajaran menggunakan alat peraga yaitu kategori
nilai Tinggi lebih mendominasi 46,84 % dibandingkan nilai Rendah dan Sedang.
Tabel 3.10. Persentase Aktivitas Siswa Siklus 3
No Aspek Penilaian Pengelompokkan Nilai Aktivitas Jumlah
Siswa siswa
Rendah Sedang Tinggi
1 Bertanya atau menyampaikan pendapat 8 15 15 38
2 Mendengarkan dengan aktif 7 15 16 38
3 Melakukan praktek degan alat peraga 4 14 20 38
4 Mencatat hasil diskusi 4 10 24 38
5 Mengkomunikasikan hasil kerja kelompok 8 16 14 38
Jumlah 31 70 89 190
Persentase 16.31% 36.84% 46.84%

c). Data Tes Hasil Belajar dan Hasil Lembar Kegiatan Siswa
Dilihat dari data di tabel 4.10, ternyata rata-rata hasil belajar siswa mengalami
peningkatan dari siklus I dan siklus II yaitu rata-rata Tes Hasil Belajar 7,39 dengan Standar

22
deviasi 0,46. Keseluruhan siswa tuntas belajarnya mencapai 100%. Artinya dengan
meningkatnya aktivitas siswa dalam pembelajaran, maka meningkat pula hasil belajar
siswa.
Tabel 3.11. Pengelompokkan Hasil Belajar Siswa Siklus 3
No Nilai Jumlah Siswa Persentase
1 4,1 – 5,0 0 0%
2 5,1 – 6,0 0 0%
3 6,1 – 7,0 6 15,78 %
4 7,1 – 8,0 27 71,05 %
5 8,1 – 9,0 5 13,15 %
Jumlah 38 100 %

C. Analisa Hasil Penelitian


1. Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah dengan alat peraga.
Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis masalah diobservasi
berdasarkan tahapan PBI yang dilakukan guru. Langkah-langkah pembelajaran ini dinilai
oleh siswa yang mengikuti pembelajaran dengan format disediakan oleh guru untuk
mempermudah siswa melakukan penilaian.
Pada siklus I, Langkah-langkah pembelajaran menurut siswa dalam kategori nilai
Rendah mencapai 43,12%, Sedang mencapai 35, 98% dan Tinggi mencapai 20,90%. Hal
ini menunjukkan bahwa aktivitas guru masih mendominasi kelas, dan guru memotivasi
siswa agar mau bekerja secara kooperatif dalam menyelesaikan permasalahan di
kelompoknya. Dan ini disebabkan karena guru masih mengarahkan siswa untuk tau
bagaimana cara belajar dan cara bekerja kelompok yang baik.
Pada Siklus II, Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru menurut siswa
dalam kategori nilai Rendah mencapai 24,34%, Sedang mencapai 37,04% dan Tinggi
mencapai 38,62%. Kategori nilai rendah mengalami penurunan, sedangkan kategori nilai
sedang dan tinggi mulai meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa langkah-langkah yang
dilakukan guru melakukan pembelajaran menggunakan alat peraga mulai baik dilakukan.
Walaupun dalam melaksanakan proses belajar siswa masih belum terbiasa bekerja
menggunakan alat peraga untuk menyelesaikan permasalahan, sehingga situasi kelas kurang
tertib. Dan siswa belum faham benar melakukan percobaan mengikuti langkah-langkah
percobaan, sehingga guru lebih banyak melakukan bimbingan untuk bekerja secara

23
kelompok. Bahkan sebagian siswa masih berfikir bahwa bekerja secara kelompok itu tidak
penting, yang penting siswa itu faham untuk dirinya sendiri bukan untuk teman satu
kelompoknya. Sehingga keterampilan kooperatif siswa tidak tercapai maksimal.
Pada siklus III, Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru menurut siswa
dalam kategori nilai Rendah mencapai 21,16%, Sedang mencapai 35,45% dan Tinggi
mencapai 43,92%. Hal ini menunjukkan bahwa guru sudah mulai terbiasa dengan kondisi
kelas bekerja secara kelompok dan menyampaikan materi dengan memanfaatkan alat peraga
sederhana itu lebih efektif dari pada metode guru aktif ceramah didepan kelas, walaupun
diawal penggunaan alat peraga kondisi kelas ribut dan tidak tenang, tetapi cara ini ternyata
lebih membuat siswa senang belajar fisika sehingga aktivitas siswa akan meningkat.

43.12 43.92
45.00
38.62
40.00 35.98 37.04
35.45
35.00
30.00
24.34
25.00 20.90 21.16
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
Siklus I Silkus II Siklus III

Rendah Sedang Tinggi

Grafik 3.1. Grafik Langkah PBI menggunakan alat peraga


Hasil yang didapat dari observasi ini adalah :
• Terjadi penurunan dalam skala penilaian Rendah dan Sedang sehingga skala penilaian
Tinggi mengalami peningkatan dalam setiap siklusnya.
• Hal ini menunjukkan bahwa kualitas langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan
guru menggunakan alat peraga semakin baik dilakukan oleh guru.

2. Aktivitas Siswa
Pada Siklus I, Aktivitas siswa dalam penilaian Rendah mencapai 51,05%, Sedang
mencapai 28,95% dan Tinggi mencapai 20,00%. Pembelajaran menggunakan metode
diskusi informasi tanpa menggunakan alat peraga, dalam bekerja kelompok, siswa yang
pandai lebih mendominasi mengerjakan permasalahan yang diberikan guru dibandingkan

24
dengan siswa yang kurang pandai. Sehingga aktivitas siswa secara keseluruhan rendah.
Kurang adanya kerjasama dalam penyelesaian masalah, dinamika kelompok masih pasif.
Pada Siklus II, Aktivitas siswa dalam penilaian Rendah mencapai 30,52%, Sedang
mencapai 35,79% dan Tinggi mencapai 33,68%. Penggunaan alat peraga mulai dilakukan
siswa dan dibimbing oleh guru dalam menggunakannya. Ternyata siswa mulai tertarik dan
aktif dalam proses pembelajaran, siswa berusaha bekerjasama dalam menyelesaikan
masalah, dalam pembagian tugas kelompokpun mulai dilakukan oleh siswa. Dari kondisi
kelas yang diamati, siswa senang melakukan praktek menggunakan alat peraga. Namun
demikian, masih ada beberapa siswa yang pasif dan engan berperan aktif dalam melakukan
praktek, hal ini disebabkan siswa belum terbiasa menggunakan alat peraga dalam
pembelajaran, dalam melakukan praktek demonstrasi suasana kelas masih ribut, belum
teratur dan hasilnya belum maksimal.
Pada Siklus III, Aktivitas siswa dalam penilaian Rendah mencapai 16,31%, Sedang
mencapai 36,84% dan Tinggi mencapai 46,84%. Aktivitas siswa menggunakan alat peraga
dalam pembelajaran semakin maksimal dilakukan siswa. Dalam aspek penilaian, frekuensi
melakukan praktek degan alat peraga lebih tinggi dibandingkan dengan aspek penilaian
yang lain. Siswa juga sudah lebih terbiasa berbicara pada kelompok lain untuk
mempresentasikan hasil diskusinya.

60.00
51.05
50.00 46.84

40.00 35.79 36.84


33.68
28.95 30.52
30.00
20.00
20.00 16.31

10.00

0.00
Siklus I Silkus II Siklus III

Rendah Sedang Tinggi

Grafik 3.2. Grafik Skor Aktivitas Siswa

25
Data tentang aktivitas siswa yang diamati guru dengan hasil sebagai berikut :
• Terjadi penurunan dalam skala penilaian Rendah dan Sedang dari siklus I ke Siklus II
dan siklus ke III, sehingga skala penilaian Tinggi mengalami peningkatan. Hal ini
membuktikan bahwa Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru menggunakan
alat peraga sederhana dapat meningkatkan aktivitas siswa mengikuti pembelajaran
Fisika di kelas.

3. Tes Hasil Belajar dan Hasil Lembar Kegiatan Siswa pada setiap siklus.
Tes Hasil Belajar dilakukan sebelum dan sesudah pembelajaran berlangsung, terdiri
dari 10 soal pilihan berganda dengan rentang skor 0 – 10. Sedangkan Hasil Lembar
Kegiatan Siswa penilaiannya dilakukan setelah proses kegiatan pembelajaran melakukan
praktikum menggunakan alat peraga sederhana dengan skor maksimal 15 dan rentangan
nilai 0 – 10. Dari analisa data terlihat bahwa rata-rata tes hasil belajar mengalami
peningkatan secara signifikan setiap siklusnya, artinya dengan meningkatnya aktivitas siswa
dalam pembelajaran, maka meningkat pula hasil belajar siswa.

8.00 7.39
6.86
7.00 6.32

6.00
5.00
4.00
3.00
2.00 1.38
0.79
0.46
1.00
0.00
Siklus I Siklus II Siklus III

Rata-rata Standar Deviasi

Grafik 3.3. Grafik Skor THB dan LKS

Dari hasil analisa didapat kesimpulan sebagai berikut :


• Rata-rata hasil belajar pada siklus I adalah 6,32 dan standar deviasi 1,38. Dari hasil
yang diperoleh terdapat 15 dari 38 siswa berada dibawah Ketuntasan Belajar Minimal.
Dengan ketuntatasan belajar 60,53 % tuntas.

26
• Rata-rata hasil belajar pada siklus II adalah 6,86 dan standar deviasi 0,79. Pada siklus II
mengalami kenaikan siswa yang mengalami ketuntatasan belajar yaitu hanya 6 dari 38
orang siswa yang tidak tuntas belajarnya, sehingga ketuntasan belajar mencapai 84,21%
tuntas.
• Dan pada siklus ke III secara keseluruhan siswa tuntas belajarnya mencapai 100%
dengan rata-rata nilai hasil belajar 7,39 dan standar deviasi 0,46. Jika diamati pada
setiap siklus rata-rata hasil belajar siswa terus meningkat artinya rata-rata nilai siswa
mengalami peningkatan secara signifikan setiap siklusnya. Hal ini menunjukkan bahwa
aktivitas siswa yang meningkat disetiap siklusnya membuat hasil belajar siswa juga
meningkat dan ketuntatasan belajar juga meningkat.
• Sedangkan standar deviasi mengalami penurunan, artinya data yang didapat dari hasil
penelitian tersebar secara merata atau sebaran data semakin kecil

27
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Dari uraian pembahasan, dapat diambil simpulan sebagai berikut :
1. Pada setiap siklus, Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru menurut siswa
dalam kategori nilai rendah mengalami penurunan dan kategori nilai sedang dan tinggi
selalu mengalami kenaikan secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa guru sudah
mulai terbiasa dengan kondisi kelas bekerja secara kelompok dan menyampaikan materi
dengan memanfaatkan alat peraga sederhana itu lebih baik disetiap siklus. Sehingga guru
dapat mengambil manfaat bahwa mengajar fisika menggunakan alat peraga lebih efektif
dari pada metode guru aktif ceramah didepan kelas dengan metode ceramah, walaupun
diawal penggunaan alat peraga kondisi kelas ribut dan tidak tenang, tetapi cara ini
ternyata lebih membuat siswa senang belajar fisika sehingga aktivitas siswa meningkat.
2. Aktivitas siswa siklus I, dalam penilaian Rendah mencapai 51,05%, Sedang mencapai
28,95% dan Tinggi mencapai 20,00%. Disiklus II, Aktivitas siswa dalam penilaian
Rendah mencapai 30,52%, Sedang mencapai 35,79% dan Tinggi mencapai 33,68%.
Dan Siklus III, Aktivitas siswa dalam penilaian Rendah mencapai 16,31%, Sedang
mencapai 36,84% dan Tinggi mencapai 46,84%. Dari analisa tersebut, aktivitas siswa
setiap siklus mengalami peningkatan. Artinya penggunaan alat peraga sederhana dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa tentang pemantulan cahaya pada cermin datar.
3. Dengan meningkatnya tahapan pembelajaran yang dilakukan guru dan meningkatnya
aktivitas belajar siswa, ternyata berdampak pula terhadap hasil belajar siswa dibuktikan
dengan meningkatnya rata-rata hasil belajar fisika dan ketuntatasan belajar disetiap
siklus. Meningkatnya hasil belajar ini menunjukkan bahwa pemahaman siswa tentang
konsep fisika yang abstrak lebih mudah difahami siswa, dan konsep fisika yang abstrak
menjadi lebih nyata dengan menggunakan alat peraga sederhana. Dalam hal ini alat
peraga sederhana yang digunakan adalah potongan kaca nako dan potongan cermin datar
yang dipasangkan paralel dan saling berhadapan. Alat peraga ini banyak didapati di
sekitar lingkungan siswa, dan memanfaatkan alat-alat yang berada disekitar siswa
sebagai sumber belajar dalam pelajaran fisika. Sehingga pembelajaran fisika dapat
memanfaatkan sumber belajar di lingkungan sekitar siswa.

28
4. Penggunaan alat peraga kaca nako pada peristiwa pemantulan cahaya dan alat peraga
cermin datar yang dipasang sejajar, dapat memudahkan siswa memahami konsep–
konsep pemantulan cahaya pada cermin datar yang dijumpai sehari-hari. Sehingga
penggunaan alat peraga membantu siswa memahami konsep pelajaran yang abstrak dan
bagi guru membantu mempermudah untuk menjelaskan cara penyampaian materi
tentang pemantulan cahaya pada cermin datar.
5. Alat peraga potongan kaca nako dapat dipakai untuk (i) menjelaskan tentang hukum
pemantulan cahaya menurut Snellius. Kaca nako apabila diberi cahaya secara tegak
lurus, maka cahaya selain dibiaskan juga sebagian dipantulkan (ii) membuktikan bahwa
jarak benda sama dengan jarak bayangan., cahaya yang mengenai kaca nako tipis selain
dibiaskan juga sebagian dipantulkan. Peristiwa ini bisa menunjukkan sifat bayangan
yang dihasilkan cermin datar bahwa jarak bayangan sama dengan jarak benda. Jika
siswa mengukur bayangan dengan cermin datar tidaklah mudah untuk dilakukan, namun
dengan alat peraga kaca nako yang tipis, dapat dimodelkan sebagai cermin datar, dan
siswa mudah mengamati dan mengukur bahwa jarak bayangan sama dengan jarak
bendanya.
6. Prinsip kerja serat optik dapat dijelaskan dengan peristiwa pemantulan cahaya pada dua
cermin datar yang dipasang sejajar dan saling berhadapan. Serat optik dihasilkan dari
transmisi cahaya dari satu tempat ketempat yang lain dari pengirim (transmitter) menuju
alat penerima (receiver) yang terletak pada ujung lainnya dari serat. Alat peraga cermin
datar yang dipasang sejajar dan saling berhadapan dapat menjelaskan prinsip kerja serat
optik secara sederhana. Cahaya yang digunakan adalah lampu laser mainan yang biasa
digunakan anak-anak bermain, karena lampu laser mempunyai ketajaman cahaya yang
tinggi. Pada kabel serat optik, ada pulsa cahaya yang ditransmisikan secara lurus pada
kabel dan ada juga yang berpantulan kedinding kabel serat optik. Secara sederhana
cermin yang dipasangkan sejajar dan saling berhadapan, dapat dengan sederhana
menunjukkan kepada siswa tentang prinsip kerja serat optik. Pengamatan hasil cara kerja
serat optik dapat dilihat dari foto yang dihasilkan pada bagian pembahasan.
7. Alat peraga yang digunakan untuk menjelaskan konsep pemantulan cahaya baik
potongan kaca nako ataupun cermin datar yang dipasangkan paralel dan saling
berhadapan, dapat meningkatkan aktivitas siswa belajar fisika, dan kesan siswa dengan
pembelajaran ini adalah bahwa fisika adalah mata pelajaran yang menarik,
menyenangkan dan mudah dipelajari .

29
B. Saran
1. Pembelajaran Berbasis Masalah yang diterapkan dalam pembelajaran fisika dengan
menggunakan alat peraga membutuhkan waktu yang panjang, sehingga waktu yang
sangat terbatas mempengaruhi hasil kerja siswa mengamati hasil praktikumnya.
2. Sebelum melakukan pembelajaran menggunakan alat peraga untuk melakukan
praktikum hendaknya guru memberikan permasalahan yang harus diselesaikan siswa
dirumah agar siswa dapat menyelesaikan masalah dengan mudah dan tidak
membutuhkan waktu yang panjang. Dan masalah yang diberikan guru dapat dengan
mudah diselesaikan dengan mengamati hasil penelitian yang dilakukan siswa.
3. Penggunaan alat peraga kaca nako pada pembelajaran fisika ini memiliki
keterbatasan, kaca nako yang digunakan hendaknya digunakan kaca yang tipis,
karena ketebalan kaca akan mempengaruhi jarak bayangan yang dihasilkan. Hasil
pengukuran jarak bayangan dengan jarak benda terdapat perbedaan, hal ini terjadi
karena cahaya yang mengenai kaca nako sebagian dibiaskan dan sebagian lagi di
pantulkan.
4. Bagi sekolah-sekolah yang belum memiliki sarana laboratorium, dan alat-alat
praktikum fisika yang belum lengkap, dapat memanfaatkan alat dan sumber belajar
dari lingkungan sekitar siswa untuk menjelaskan konsep fisika seperti yang
dilakukan penulis. Misalnya untuk menjelaskan prinsip kerja serat optik dapat
digunakan dua buah cermin datar sejajar yang dipasangkan paralel kemudian diberi
sinar laser pada salah satu ujung cermin yang akhirnya akan mengalami pemantulan
beberapa kali.
5. Bagi teman-teman guru, mulailah melakukan inovasi dalam pembelajaran yang
kemudian dituangkan kedalam sebuah karya tulis yang berguna untuk meningkatkan
profesionalisme guru dengan melakukan penelitian tindakan kelas.
6. Bagi penentu kebijakan di puslitjaknov, agar dibuat pelatihan bagi peneliti dan guru-
guru yang sudah membuat laporan penelitian, tetapi belum sempurna menurut
penilaian tertentu untuk menyempurnakan kembali hasil yang sudah dilakukan atas
bimbingan peneliti yang sudah berkompeten.
7. Bagi penyelenggara simposium nasional, perlunya dibuat laporan hasil penelitian
yang baik untuk dibaca khalayak ramai dalam sebuah buku kemudian diperbanyak
dan disumbangkan ke sekolah-sekolah baik dari tingkat propinsi sampai ke daerah-
daerah agar dapat dibaca teman-teman pendidik yang berada di daerah untuk
memotivasi yang lain, agar mau melakukan penelitian dan melakukan inovasi
30
pembelajaran. Karena informasi ini jika sampai ke daerah yang jauh dari media
internet kesulitan mendapatkan informasi yang baru.
8. Bagi penyelenggara simposium nasional, selain menerbitkan buku hasil penelitian,
hendaknya juga menyebarkan hasil kegiatan ini ke daerah-daerah dan sekolah-
sekolah yang dapat dijadikan motivasi bagi teman-teman yang ingin melakukan
penelitian berikutnya.
9. Perlunya memupuk semangat guru untuk terus berkarya menghasilkan pembelajaran
yang aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan dengan memberikan bantuan
beasiswa bagi guru yang mau melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
Hal ini dimaksudkan agar guru yang sudah semangat melakukan inovasi dalam
pembelajaran merasa diperhatikan oleh pemerhati kebijakan. Contoh langsung
adalah guru yang sudah melakukan penelitian dan dipamerkan pada Simposium
2008. Dan pengelolaan bantuan dana pendidikan disarankan seperti yang telah
dilakukan oleh Dirjen Perguruan Tinggi (Dikti) langsung dapat di rasakan oleh guru
yang bersangkutan tanpa menempuh birokrasi yang berbelit-belit.
10. Untuk pemerhati pendidikan ditingkat pusat, perlu adanya dana yang dialokasikan
sebagai proyek yang memfasilitasi pembiayaan penelitian tindakan kelas secara
sederhana tentang inovasi pembelajaran di sekolah-sekolah. Karena kalaupun itu
sudah dilakukan oleh pemerintah tetapi bagi guru yang berada didaerah yang jauh
dari informasi belum pernah menerima bantuan dana untuk melakukan penelitian
disekolah-sekolah walaupun penelitian itu sudah dilakukan oleh guru. Sehingga
bantuan dana bagi guru yang melakukan penelitian, kurang merata dan menyeluruh
dilakukan oleh pemerintah.

31
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2003. Manajemen Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta.


Darliana. 2007. Optik dan Gelombang Elektromagnetik, Bandung : Depdiknas P4TK IPA
Bandung.
Ekohariadi. 2002. Modalitas Majemuk Pada Pembelajaran Kontekstual, Dirjen Pendidikan
Dasar dan Menengah, Depdiknas PPS Universitas Negeri Surabaya.
Gerrad, A. dan Nurhadi. 2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and
Learning / dan Penerapannya dalan KBK, Malang : UMN.
Halliday & Resnick. 1996. Fisika. Jilid 2. (Diterjemahkan Pantur Silaban & Erwin Sucipto).
Edisi ketiga, Jakarta: Erlangga.
Internet, ” http:// id.wikipedia.org/wiki/Serat Optik ”, diakses 21 November 2006.
Putra AW. 2008. Tjandra Heru Awan, Pecipta Alat Peraga Sederhana, Namai Karyanya Molina,
Molibandul dan SS10N. Artikel-artikel popular. Sumber : Internet, diakses 2 Februari
2008.
Sumarsono, J. 2007. Penggunaan Model Ayunan Konis Sebagai Alat Peraga Dalam
Pembelajaran Fisika Pada Konsep Gerak Melingkar Beraturan. ( Laporan Penelitian
Tindakan Kelas). Jawa Tengah : SMAN Mojogedang- Karanganyar.
Sudjana.1992. Metode Statistik, Bandung : Tarsito.

32

Anda mungkin juga menyukai