Anda di halaman 1dari 44

Marla Kanthi Rahayu

1D
10 015 148
PGSD
DENGAN BANGGA
MEMPERSEMBAHKAN
PETRUK
Menurut pedalangan, ia adalah anak pendeta raksasa
di pertapaan dan bertempat di dalam laut bernama
Begawan Salantara. Sebelumnya ia bernama Bambang
Pecruk Panyukilan. Ia gemar bersenda gurau, baik
dengan ucapan maupun tingkah laku dan senang
berkelahi. Ia seorang yang pilih tanding/sakti di
tempat kediamannya dan daerah sekitarnya. Oleh
karena itu ia ingin berkelana guna menguji kekuatan
dan kesaktiannya.
Di tengah jalan ia bertemu dengan Bambang Sukodadi dari pertapaan
Bluluktiba yang pergi dari padepokannya di atas bukit, untuk mencoba
kekebalannya. Karena mempunyai maksud yang sama, maka terjadilah
perang tanding. Mereka berkelahi sangat lama, berhantam, bergumul,
tarik-menarik, tendang-menendang, injak-menginjak, hingga tubuhnya
menjadi cacat dan berubah sama sekali dari wujud aslinya yang tampan.
Perkelahian ini kemudian dipisahkan oleh Smarasanta (Semar) dan Bagong
yang mengiringi Batara Ismaya. Mereka diberi fatwa dan nasihat sehingga
akhirnya keduanya menyerahkan diri dan berguru kepada Smara/Semar
dan mengabdi kepada Sanghyang Ismaya. Demikianlah peristiwa tersebut
diceritakan dalam lakon Batara Ismaya Krama.
Karena perubahan wujud tersebut masing-masing kemudian berganti
nama. Bambang Pecruk Panyukilan menjadi Petruk, sedangkan Bambang
Sukodadi menjadi Gareng.
PUNAKAWAN
1. Punakawan adalah karakter yang khas dalam
wayang Indonesia. Mereka melambangkan
orang kebanyakan. Karakternya
mengindikasikan bermacam-macam peran,
seperti penasihat para ksatria, penghibur,
kritisi sosial, badut bahkan sumber kebenaran
dan kebijakan. Dalam wayang Jawa karakter
punakawan terdiri atas Semar, Gareng,
Bagong, dan Petruk. Dalam wayang Bali
karakter punakawan terdiri atas Malen dan
Merdah (abdi dari Pandawa) dan Delem dan
Sangut (abdi dari Kurawa)
2. Semar adalah pengasuh dari
Pendawa. Alkisah, ia juga
bernama Hyang Ismaya. Mekipun
ia berwujud manusia jelek, ia
memiliki kesaktian yang sangat
tinggi bahkan melebihi para dewa.
3. Gareng adalah anak Semar yang berarti
pujaan atau didapatkan dengan memuja.
Nalagareng adalah seorang yang tak pandai
bicara, apa yang dikatakannya kadang- kadang
serba salah. Tetapi ia sangat lucu dan
menggelikan.  Ia pernah menjadi raja di
Paranggumiwang dan bernama Pandubergola.
Ia diangkat sebagi raja atas nama Dewi
Sumbadra. Ia sangat sakti dan hanya bisa
dikalahkan oleh Petruk.
4. Bagong berarti bayangan Semar.
Alkisah ketika diturunkan ke dunia,
Dewa bersabda pada Semar bahwa
bayangannyalah yang akan menjadi
temannya. Seketika itu juga
bayangannya berubah wujud menjadi
Bagong. Bagong itu memiliki sifat
lancang dan suka berlagak bodoh. Ia
juga sangat lucu.
5. Petruk anak Semar yang bermuka
manis dengan senyuman yang menarik
hati, panda berbicara, dan juga sangat
lucu.  Ia suka menyindir ketidakbenaran
dengan lawakan-lawakannya.  Petruk
pernah menjadi raja di negeri Ngrancang
Kencana dan bernama Helgeduelbek.
Dikisahkan ia melarikan ajimat
Kalimasada. Tak ada yang dapat
mengalahkannya selain Gareng.
Adapun sebagian tokoh
pewayangan yang lain seperti:
1.Arjuna
2.Wayang Golek
3.Pandawa
4.Rama
5.Rama dan Sinta
6.Purwa
7.Baratayudha
ARJUNA
WAYANG GOLEK
PANDAWA
RAMA
RAMA DAN SINTA
PURWA
BARATAYUDHA
Jenis-jenis Wayang Kulit
Berdasar Daerah
Wayang Kulit Gagrag Yogyakarta
Wayang Kulit Gagrag Surakarta
Wayang Kulit Gagrag Banyumasan
Wayang Kulit Gagrag Jawa Timuran
Wayang Bali
Wayang Kulit Banjar (Kalimantan Selatan)
Wayang Palembang (Sumatera Selatan)
Wayang Betawi (Jakarta)
Wayang Cirebon (Jawa Barat)
Wayang Madura (sudah punah)
Wayang Siam
BAB 3

WAYANG KULIT
Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia yang terutama
berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata Ma Hyang
artinya menuju kepada yang maha esa, . Wayang kulit dimainkan
oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-
tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang
dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan
oleh para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik
kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di
belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak
(blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari
layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk
dapat memahami cerita wayang(lakon), penonton harus
memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang
bayangannya tampil di layar.
Sesuai dengan namanya, wayang kulit terbuat dari kulit binatang (kerbau,
lembu atau kambing).
Wayang kulit dipakai untuk memperagakan Lakon lakon dari Babad Purwa
yaitu Mahabarata dan Ramayana, oleh karena itu disebut juga Wayang
Purwa.
Sampai sekarang pertunjukan wayang kulit disamping merupakan sarana
hiburan juga merupakan salah satu bagian dari upacara-upacara adat seperti:
bersih desa, ngruwat dan lain-lain.
Untuk mementaskan pertunjukan wayang kulit secara lengkap dibutuhkan
kurang lebih sebanyak 18 orang pendukung.
Satu orang sebagai dalang, 2 orang sebagai waranggana, dan 15 orang
sebagai penabuh gamelan merangkap wiraswara.
Rata-rata pertunjukan dalam satu malam adalah 7 sampai 8 jam, mulai dari
jam 21.00 sampai jam 05.00 pagi.
BAB 4
UNGGAH - UNGGUH
Unggah-ungguh berarti sopan santun. Sedangkan unggah-
ungguh basa  berarti tataran ngoko
krama, ini berkembang mungkin karena keinginan bawahan untuk
menunjukkan sikap hormatnya terhadap atasan. Namun beberapa dekade 
belakangan ini penerapan unggah-
ungguh  dalam bahasa Jawa mulai mengalami kemerosotan dan ter-
marginal-kan. Oleh karena itu, demi pelestarian budaya Jawa, sekolah-
sekolah di Jawa terutama Jawa tengah dan Jawa timur mulai berlomba-
lomba dalam menerapkan
pembelajaran bahasa Jawa yang lebih efektif dan menarik. Dari sini peneliti 
ingin melakukan penelitian tentang penggunaan unggah-
ungguh basa dalam tuturan siswa di
lingkungan sekolah terkait dengan adanya peraturan penggunaan bahasa
 Jawa sebagai
bahasa pengantar pendidikan sekaligus pelestarian dan pembelajaran baha

sa Jawa secara langsung.  
Contoh unggah-ungguh

a.Bahasa Ngoko :Bocah–


bocah kemah ana ing plataran
sekolahane
b.Bahasa Krama :Lare-lare
sami kemah wonten plataran
sekolahane
Contoh Unggah-Ungguh Basa

a. Bapak
(kandha,ngomong,
ngendika) maring aku.
b. Bapak ngendika kaleh
kula.
A.Bahasa ngoko
ana 2 werna,yaiku:
1.Bahasa lugu
2.Bahasa alus
1.Ngoko Lugu
a.omongan bocah karo bocah sing wis kulina
Tuladha:
“Kowe arep mulih ngendi,la?”
b.omongan wong tuwa marang anak:
“La,apa kowe wis turu?”
c.Yen Lagi ngunandika
“Kapan ya aku munggah haji”
2.Ngoko Alus
Kanggone:
a.Ibu marang Bapak
b.Adhi marang mamase utawa
mbakayune
c.Anak marang wong tuwa
Basa Krama
ana werna 2 yaiku:
1.Krama Lugu
Kanggone:
a.kanggo wong tuwa marang bocah sing durung di
tepungi
b.kanggo bocah karo bocah sing durung kulina
2.Krama Alus
Kanggo guneman karo sapa bae kang kudu di ajeni
C.KRAMA INGGIL
Kanggo:
ana ing kalangan bangsawan
Basane meh pada karo krama alus
nanging di tambangi dalem-dalem.
BAB 5

MACAPAT
Macapat adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait
macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap
gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan
berakhir pada bunyi sanjak akhir yang disebut guru lagu. Macapat
dengan nama lain juga bisa ditemukan dalam kebudayaan Bali,
Sasak, Madura, dan Sunda. Selain itu macapat juga pernah
ditemukan di Palembang dan Banjarmasin. Biasanya macapat
diartikan sebagai maca papat-papat (membaca empat-empat), yaitu
maksudnya cara membaca terjalin tiap empat suku kata. Namun ini
bukan satu-satunya arti, penafsiran lainnya ada pula. Macapat
diperkirakan muncul pada akhir Majapahit dan dimulainya pengaruh
Walisanga, namun hal ini hanya bisa dikatakan untuk situasi di
Jawa Tengah. Sebab di Jawa Timur dan Bali macapat telah dikenal
sebelum datangnya Islam.
Puisi tradisional Jawa atau tembang biasanya dibagi menjadi tiga
kategori: tembang cilik, tembang tengahan dan tembang gedhé.
Macapat digolongkan kepada kepada kategori tembang cilik dan
juga tembang tengahan, sementara tembang gedhé berdasarkan
kakawin atau puisi tradisional Jawa Kuna, namun dalam
penggunaannya di masa Mataram Baru, tidak diterapkan
perbedaan antara suku kata panjang ataupun pendek. Di sisi lain
tembang tengahan juga bisa merujuk kepada kidung, puisi
tradisional dalam bahasa Jawa Pertengahan.
Kalau dibandingkan dengan kakawin, aturan-aturan dalam
macapat berbeda dan lebih mudah diterapkan menggunakan
bahasa Jawa karena berbeda dengan kakawin yang didasarkan
pada bahasa Sanskerta, dalam macapat perbedaan antara suku
kata panjang dan pendek diabaikan.
Macam-macam Macapat
1.Dhandhanggula
2.Maskumambang
3.Sinom
4Asmaradana
5.Kinanthi
6. Pangkur
7.Durma
8.Mijil
9.Gambuh
10.Megatruh
11.pocung

Anda mungkin juga menyukai