Anda di halaman 1dari 10
Diagnosis & Tatalaksana TB Anak PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit vang sudah sangat lama dikenal oleh manusia. Pada peninggalan Mesir kuno, ditemukan relief yang menggambarkan orang dengan gibbus. Kuman Mycobacterium tuberculosis penvebab TB telah ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882, lebih dari 100 tahun vang lalu. Walaupun telah dikenal sekian lama dan telah lama ditemukan obat-obat antituberkulosis vang poten hingga saat ini TB masih merupakan masalah_ kesehatan utama di seluruh dunia Sepanjang dasawarsa terakhir abad ke-20 ini, jumlah kasus baru TB meningkat di seluruh dunia, 95% kasus terjadi di negara berkembang. Di Indonesia, TB juga masih merupakan masalah yang menonjol. Bahkan secara global, Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai penvumbang kasus terbanvak di dunia. Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa. Pada TB anak, permasalahan vang dihadapi adalah masalah diagnosis, pengobatan, pencegahan, serta TB pada infeksi HIV Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB. Pada anak, sulit didapatkan spesimen diagnostik yang dapat dipercaya. Sekalipun spesimen dapat diperoleh, pada pemeriksaan mikrobiologik, mikroorganisme penyebab jarang ditemukan pada sediaan langsung dan kultur. Di negara berkembang, dengan fasilitas tes Mantoux dan foto rontgen paru yang masih kurang, diagnosis TB anak menjadi lebih sulit. Karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang diikuti overtreatment. Di lain pihak, ditemukan juga underdiagnosis dan undertreatment. Hal tersebut terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya adalah orang dewasa dengan sputum basil tahan asam positif, sehingga penanggulangan TB ditekankan pada pengobatan TB dewasa. Akibatnya, penanganan TB anak kurang diperhatikan. Diagnosis & Tatalaksana TB Anak Banvaknya jumlah anak vang terinfeksi TB menyvebabkan tingginva biaya pengobatan vang diperlukan. Oleh karena itu pencegahan infeksi TB merupakan salah satu upaya penting yang harus dilakukan. Pencegahan ini dilakukan dengan pengendalian berbagai faktor risiko infeksi TB. Peningkatan insidens infeksi HIV dan AIDS di berbagai negara turut menambah permasalahan TB anak. Saat ini, telah terjadi peningkatan interaksi antara tuberkulosis dan infeksi HIV dan AIDS pada anak. Untuk mengatasi berbagai masalah di atas, diperlukan usaha penvegaran kembali tentang TB anak. Bagi para dokter anak maupun umum vang sering menangani kasus TB anak: pemahaman yang benar tentang TB anak harus dikuasai Pemahaman terhadap TB anak harus didasari oleh pengertian tentang patogenesis infeksi TB primer vang mempunvyai lika-liku yang kompleks. EPIDEMIOLOGI Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit vang kembali muncul dan menjadi masalah (re- disease), terutama di negara maju, salah satunya adalah TB. WHO memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang), telah terinfeksi oleh M. tuberkulosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Ada 3 hal yang mempengaruhi epidemiologi TB setelah tahun 1990, yaitu perubahan strategi pengendalian, infeksi HIV, dan pertumbuhan populasi yang cepat. Diagnosis & Tatalaksana TB Anak Morbiditas dan Mortalitas Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus TB anak per tahun adalah 5% sampai 6% dari total kasus TB. Berdasarkan laporan tahun 1985, dari 1261 kasus TB anak usia <15 tahun, 63% di antaranva berusia <5 tahun. Pada survei nasional di Inggris dan Wales yang berlangsung selama setahun pada tahun 1983, didapatkan bahwa 452 anak usia <15 tahun menderita TB (MRCT-CDU, 1988). Dari Alabama, Amerika, dilaporkan bahwa selama 11 tahun (tahun 1983-1993) didapatkan 171 kasus TB anak usia <15 tahun. Di negara berkembang, tuberkulosis pada anak berusia <15 tahun adalah 15% dari seluruh kasus TB, sedangkan di negara maju, angkanya lebih rendah, yaitu 5-7%. Pada tahun 1989, WHO memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 1,3 juta kasus baru TB anak dan 450.000 anak usia di bawah 15 tahun meninggal dunia karena TB. Kasus baru diperkirakan akan meningkat setiap tahun, dari 7,5 juta kasus (143 kasus per 100.000 penduduk) pada tahun 1990, menjadi 8,8 juta kasus (152 kasus per 100.000 penduduk) pada tahun 1995, menjadi 10,2 juta kasus (163 kasus per 100.000 penduduk) pada tahun 2000, serta akan mencapai 11,9 juta kasus di tahun 2005. Total insidens TB selama 10 tahun, dari 1990-1999, diperkirakan sebanyak 88,2 juta penderita dan 8 juta di antaranya berhubungan dengan infeksi HIV. Pada tahun 2000 terdapat 1,8 juta kematian akibat TB dan 226.000 di antaranya berhubungan dengan HIV. Selama tahun 1985 - 1992, peningkatan TB paling banyak terjadi pada usia 25-44 tahun (54,5%), diikuti oleh usia 0-4 tahun (36,1%), dan 5-12 tahun (38,1%). Pada tahun 2005, diperkirakan kasus TB naik 58% dari tahun 1990, 90% di antaranya terjadi di negara berkembang. Di Amerika Serikat dan Kanada, peningkatan TB pada anak usia 0-4 tahun adalah 19% dan pada usia 5-15 tahun adalah 40%. Di Asia Tenggara, selama 10 tahun, diperkirakan bahwa jumlah kasus baru adalah 35,1 juta, 8% di antaranya (2,8 juta) disertai infeksi HIV. Menurut WHO (1994), Indonesia Diagnosis & Tatalaksana TB Anak menduduki peringkat ketiga dalam jumlah kasus baru TB (0,4 juta kasus baru), setelah India (2,1 juta kasus) dan Cina (1,1 juta kasus). Sebanyak 10% dari seluruh kasus terjadi pada anak berusia di bawah 15 tahun. Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini, diduga disebabkan oleh berbagai hal, vaitu (1) diagnosis yang tidak tepat (2) pengobatan vang tidak adekuat (3) program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat; (4) infeksi endemik human immuimo-deficiency virus (HIV); (5) migrasi penduduk; (6) mengobati sendiri (self treatment); (7) meningkatnya kemiskinan; (8) pelayanan kesehatan yang kurang memadai. Pada tahun 1990, jumlah kematian karena TB di dunia diperkirakan sebesar hampir 3 juta dan hampir 90% kematian tersebut terjadi di negara berkembang, sedangkan pada tahun 2000, jumlah kematian diperkirakan sebesar 3,5 juta. Pada tahun 1997, kematian karena TB mencapai 1,87 juta orang ( ? ), rata-rata case fatality rate (CFR) adalah sebesar 23%, bahkan di beberapa negara dengan kejadian infeksi HIV tinggi, seperti di beberapa negara Afrika, CFR TB mencapai 50%. Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara- negara berkembang karena jumlah anak berusia di bawah 15 tahun adalah 40—50% dari jumlah seluruh populasi (gambar 1). Diagnosis & Tatalaksana TB Anak = Male Female te J a © 200 100 - zz oe = 4 40-44 45-49 50-54 >55 59 1014 15-19 20-24 25-29 30.34 35 Age (years) Gambar 1. Jumlah populasi berdasarkan usia. Menurut perkiraan WHO tahun 1999, jumlah kasus TB baru di Indonesia adalah 583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang per tahun. WHO memperkirakan bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak menyebabkan kematian anak dan, orang dewasa. Kematian akibat TB lebih banyak daripada kematian akibat malaria dan AIDS. Pada wanita, kematian karena TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan, dan nifas. Jumlah seluruh kasus TB anak dari 7 Rumah Sakit Pusat Pendidikan di Indonesia selama 5 tahun (1998-2002) adalah 1086 penderita TB dengan angka kematian yang bervariasi dari 0% - 14,1%. Kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9%) sedangkan untuk bayi kurang dari 12 bulan didapatkan 16,5%. Karena sulitnya menegakkan diagnosis TB pada anak, data TB anak sangat terbatas, termasuk di Indonesia. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, WHO sedang melakukan upaya dengan cara membuat konsensus diagnosis di berbagai negara. 5 Diagnosis & Tatalaksana TB Anak Dengan adanya konsensus ini, diharapkan diagnosis TB anak dapat ditegakkan sehingga kemungkinan “overdiagnosis” atau “underdiagnosis” dapat diperkecil dan angka prevalensi pastinya dapat diketahui. PATOGENESIS TB Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil (<5. m), kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang-biak, akhirnya akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB.3 Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala Diagnosis & Tatalaksana TB Anak penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2—12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, vaitu jumlah vang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. Selama minggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons _positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun vang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun- tahun dalam kelenjar ini. Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional (dapat dilihat pada Gambar 2.) Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya 7 Diagnosis & Tatalaksana TB Anak berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi vang berlanjut. bronkus dapat terganggu Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan_ eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat menvebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, vang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penvebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menvebar ke seluruh tubuh. Adanya penvebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik Penyebaran hematogen vang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penvebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kaman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya_ tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apeks paru disebut sebagai fokus Simon. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan Diagnosis & Tatalaksana TB Anak tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penvakit TB di organ terkait, misalnva meningitis, TB tulang, dan lain-lain. Bentuk penyebaran hematogen vang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menvebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, vang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2—6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnva penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (/1ost) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi- padian/jewawut (sillet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologik merupakan granuloma. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan menyebar ke saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang. Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0,5—3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3— g Diagnosis & Tatalaksana TB Anak 6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung p usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya t akibat reaktivasi kuman di dalam lesi vang tidak menge resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak sering pada remaja dan dewasa muda. Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30) anak vang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 3-1 anak vang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 +. tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5—25 tahun setelah infeksi primer. hun, 10

Anda mungkin juga menyukai