Anda di halaman 1dari 2

Menakar Ragam & Pesona Batik

Jum'at, 6 Agustus 2010 - 09:51 wib

Batik kini tampil lebih modern (Foto: Astra Bonardo/SI)


RAGAM kain tradisional, khususnya batik, merupakan kekayaan Indonesia saat ini semakin
diminati. Berbagai motif dan eksplorasi yang ditawarkan memperlihatkan motif dan pola kain
tradisional mampu mengikuti tren dan fashion di masyarakat modern Indonesia, bahkan dunia.

Selembar kain batik menyimpan banyak kisah dan sejarah yang tersirat. Daerah-daerah penghasil
kain batik memiliki ciri khas masing-masing. Selain itu, karakter tipologi tertentu juga sangat
mempengaruhi motif batik. Sebut saja misalnya batik khas Solo, batik Yogyakarta, batik Tegal,
Pekalongan dan juga batik Semarang. Batik pesisir misalnya, lebih didominasi warna cerah
karena dipengaruhi kehidupan penduduk pesisir yang lebih dinamis.

Lain batik pesisir, lain juga batik Yogyakarta. Batik asli Yogyakarta lebih didominasi motif
geometris besar dengan warna putih terang. Sedikit perbedaannya dengan batik Solo hanya pada
warna. Warna putih batik Solo tidak seterang batik Yogyakarta. Selain itu, batik Solo dilengkapi
dengan warna soga emas yang biasa dipakai di lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta. Kedua
jenis batik ini tidak boleh dipakai oleh umum. Hanya lingkungan kraton saja yang boleh
memakai batik dengan motif semacam ini.

Di Pekalongan, batik sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat setempat dan menjadi
produk unggulan Pekalongan. Karena itulah julukan Kota Batik melekat pada daerah yang juga
dikenal sebagai kota Teh ini. Sementara desain batik lebih dinamis dan dipengaruhi berbagai
unsur. Misalnya saja motif batik Jlamprang, yang diilhami dari India dan Arab. Kemudian batik
Encim dan Klengenan, yang dipengaruhi budaya China. Batik Belanda, Batik Pagi Sore, atau
Batik Hokokai, yang ada pada masa pendudukan Jepang.

Lain lagi dengan batik Lasem mempunyai ciri khas multikultural Jawa Tionghoa yang kental.
Pesonanya tampak pada warnawarni yang cerah serta motifnya yang khas. Motif khas Tionghoa
itu bisa terlihat dalam gambar burung hong, kilin, liong, ikan mas, ayam hutan dan sebagainya.

Ada juga motif bunga seperti seruni, delima, magnolia, peoni atau sakura. Ciri khas motif
Tionghoa lainnya bisa dilihat dalam motif geometris seperti swastika, banji, bulan, awan,
gunung, mata uang atau gulungan surat. Motif Tionghoa ini berpadu dengan motif Jawa yang
umum terdapat dalam batik khas Yogyakarta dan Solo, seperti parang, lereng, kawung, udan liris
dan lain-lain. Perlahan tapi pasti saat ini semakin banyak saja penggemar batik merambah Tanah
Air. Hal ini didukung oleh banyak faktor salah satunya rancangan busana yang semakin modis
dan trendi. Variasi usia pun semakin lebar untuk percaya diri mengenakan kain batik.

Termasuk pemilihan warna batik yang digunakan adalah sangat menarik dan menyolok bukan
lagi warna-warna tua seperti cokelat, hitam atau putih. Alhasil, anak muda pun sudah lebih
percaya diri mengenakan batik beraneka model.

Desainer dan pemilik Etherea Dana Rahardja mengatakan, batik tidak sebatas tradisional dan
hanya digunakan untuk acara resmi. ”Saya mencoba untuk memadukan dan memodernkan batik
dengan desain yang lebih modis,” katanya.

Tapi dengan pola yang simpel dengan sentuhan modern itu, memang sengaja dirancang untuk
memberi kesempatan para ibu-ibu muda maupun wanita karier yang ingin tampil gaya.
”Memang sasaran saya usia 25 tahun ke atas, wanita-wanita yang sudah mapan,” terangnya.

Pun demikian yang ditempuh oleh Rumah Batik Danar Hadi. Pimpinan Rumah Batik Danar Hadi
Semarang Marina Soemarmo SE mengatakan, koleksi terbaru dari Danar Hadi selalu inovatif
supaya semakin digemari pencintanya. Seperti baru- baru ini meluncurkan koleksi terbaru ”Jawa
Dwipa”, ingin menonjolkan motif klasik dengan pendekatan temporer sederhana. memberikan
sebuah cara penampilan dan energi baru untuk pecintanya. Dia mencontohkan, koleksi “Classic
Contemporer” merupakan harmonisasi motif batik klasik tapi dengan sentuhan gaya modern
masa kini

Anda mungkin juga menyukai