Anda di halaman 1dari 2

Kelompok 6

NASIB HISTORICAL COST KINI DALAM PENGUKURAN AKUNTANSI

Perubahan iklim ekonomi, kenaikan harga yang tidak akan pernah turun, telah membuat pengukuran
akuntansi menggunakan prinsip historical cost menjadi mulai dipertanyakan. Sudah lama kritikan
pengukuran akuntansi dengan prinsip ini dipertanyakan oleh pelaku pasar modal. Penurunan
kandungan sumber daya alam seiring meningkatnya populasi manusia sebagai makluk utama di muka
bumi ini yang ikut andil dalam penurunan potensi sumber daya alam tersebut, telah membuktikan
bahwa penurunan harga sangat sulit terjadi ataupun harga yang stabil. Penggunaan Historical cost
dalam pengukuran akuntansi lambat laun menjadi tidak relevan lagi. Hasil pengukuran dengan prinsip
ini tidak up to date,.. informasi akuntansi yang dihasilkan akan menjadi tidak ada gunanya. Informasi
akuntansi lambat laun apabila tidak dilakukan perubahan dalam prinsip pengukuran akan ditinggal
pergi oleh pengguna. Kalaulah hal ini terjadi, timbul pertanyaan, untuk apa akuntan?

Dalam standar akuntansi indonesia, konsep pengukuran aset, utang dan ekuitas dicantumkan dalam
Kerangka Dasar Dalam Penyusunan Laporan Keuangan yang dikenal dengan singkatan KDDPLK
yang merupakan bagian dari isi Standar Akuntansi Indonesia (SAK). Dalam pengukuran aset,
menganut konsep multiple measurement. Artinya pengukuran aset tidak hanya satu konsep
pengukuran saja dalam hal ini historical cost, tetapi dapat juga menggunakan current cost, future
value, net realizable value, market value, dan replacement cost. Untuk Aktiva tetap, dalam PSAK 16
yang lama, pengukuran aktiva tetap masih menggunakan historical cost. Tentu saja pengukuran ini
tidak relevan lagi dengan kondisi sekarang. IAI melalui Kompartemen Standar Akuntansi, telah
melakukan revisi PSAK 16 (revisi 2007) tentang aktiva tetap. Revisi terutama terkait dengan dasar
pengukuran aktiva tetap, dapat menggunakan dua alternatif yaitu cost base atau fair value base. Cost
base digunakan dengan mengacu pada harga historis (saat perolehan aset tersebut), sedangkan fair
value base mengacu pada harga sekarang dari aset tetap tersebut. Masing-masing alternatif
pengukuran aset di laporan keuangan memberikan konsekwensi ekonomi yang berbeda bagi
perusahaan, manajemen, investor dan kreditor.

Meskipun memberikan konsekwensi ekonomi yang berbeda bagi stake holder, pemberian dua
alternatif dasar pengukuran aset tetap akan menimbulkan masalah komparatif, relevansi dan
kehandalan pengukuran laporan keuangan, serta memberikan konsekwensi pajak bagi perusahaan.
Penerapan fair value base akan dihadapkan pada kendala objektivitas dan evidensi pengukuran aset
tersebut. Perlu bantuan pihak III yang sangat independen dalam penerapan fair value base, agar
pengukuran-nya tidak subjektif dan kehandalan dapat terjamin. Dengan demikian kita perlu melihat
sejauh mana kesiapan lembaga penilai untuk dapat dihandalkan dalam hal ini. Paling tidak IAI telah
mengikuti perubahan zaman dan tekanan pasar dengan mengadopsi International Financial Reporting
Standards (IFRS) terkait dengan aset tetap.

Anda mungkin juga menyukai