Anda di halaman 1dari 98

DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI

POST CLEARANCE AUDIT (PCA)

MODUL
INVENTORY
ACCOUNTING

Oleh :
Muh. Nur Khamid, S.E., M.Si
(Kasubbid Program dan TI
Pada Pusdiklat Bea dan Cukai)

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI
2009
DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI
POST CLEARANCE AUDIT (PCA)

MODUL
INVENTORY
ACCOUNTING

Oleh :
Muh. Nur Khamid, S.E., M.Si
(Kasubbid Program dan TI
Pada Pusdiklat Bea dan Cukai)

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI
2009
KATA PENGANTARDAN PENGESAHAN
KEPALA PUSAT PENDIDIKANDAN PELATIHANBEA DAN CUKAI

Menunjuksurat keputusanKepalaPusat Pendidikandan PelatihanBea


dan Cukai Nomor : KEP-38/PP.5/2009
tanggal31 Agustus2009 hal Perubahan
Pertama KeputusanKepala Pusat Pendidikandan PelatihanBea dan Cukai
Nomor KEP-01slPP.5l2OOg
Tanggal 2 Maret 2009 tentang PembentukanTim
P e n y u s u n a nM o d u l P e n d i d i k a nd a n P e l a t i h a np a d a P u s d i k l a tB e a d a n C u k a i
Tahun Anggaran 2008, maka kepada sdr. M. Nurkhamid ditugasi untuk
menyusunmodulInventoryAccountingpada DiklatTeknisSubstantifSpesialisasi
(DTSS)PostClearanceAudit di PusdiklatBea dan Cukai.

Oleh karena modul InventoryAccounting,DTSS Post ClearanceAudit


sebagaimanaterlampirtelah diseminarkan,maka dengan ini kami nyatakan
bahwa modul yang dimaksudsah dan layak untuk menjadi modul DTSS post
ClearanceAudit.

Terima kasih kami ucapkankepada penyusundan semua pihak yang


telahmembantupenyelesaian
materibahanajartersebut.

D e mi ki aka
n tap e n gantar
danpengesahan
inidibuatuntukdiper gunak an
s e ba g a i ma nme
a sti n ya .

{Jakafi.a, Oktober2ggg

EndangTata
N I P 1 9 5 2 0 8 1 71 9 7 5 1 01 0 0 1
Akuntansi Persediaan

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL …………………………………………... v
PETA KONSEP MODUL …………………………………………………………. vi

A. Pendahuluan ………………………………………………………………… 1
1. Deskripsi Singkat ……………………................................................... 1
2. Prasyarat Kompetensi ………………................................................... 2
3. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) ..................... 3
4. Relevansi Modul ...........……………………………………..………….. 4
B. KEGIATAN BELAJAR …........................................................................ 4
Kegiatan Belajar (KB) 1: Konsep Dasar Akuntansi Persediaan
a. Uraian dan contoh ....................................................................... 5
1. Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan .……………………… 5
2. Pengendalian Internal Persediaan ……………………............ 7
3. Kepemilikan Persediaan………………………......................... 8
4. Penentuan Biaya Persediaan…………………………………... 10
5. Pengaruh Kesalahan Persediaan terhadap Laporan
Keuangan……………………………..………………………….. 13
b. Latihan 1 …………………………………………………………...... 15
c. Rangkuman ………………………………………………………….. 16
d. Tes Formatif 1 ………………………………………………………. 17
e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………..................... 21

Kegiatan Belajar (KB) 2: Prosedur Akuntansi Persediaan


a. Uraian dan contoh ....................................................................... 23
1. Sistem Pencatatan Persediaan .……………………………… 23
2. Asumsi-asumsi Penentuan Nilai Persediaan ………………… 27

DTSS Post Clearance Audit


ii
Akuntansi Persediaan

b. Latihan 2 …….……………………………………………………..... 28
c. Rangkuman …………………………………………………………. 29
d. Tes Formatif 2 ………………………………………………………. 29
e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………..................... 33

Kegiatan Belajar (KB) 3: Penentuan Nilai Persediaan


a. Uraian dan contoh ....................................................................... 34
1. Penentuan Nilai Persediaan dengan Sistem Periodik …........ 34
2. Penentuan Nilai Persediaan dengan Sistem Perpetual ......... 39
3. Perbandingan Metode Penilaian............................................ 51
4. Penilaian Persediaan Selain dari Harga Pokok ..................... 52
b. Latihan 3 …….……………………………………………………..... 54
c. Rangkuman …………………………………………………………. 55
d. Tes Formatif 3 ………………………………………………………. 56
e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………..................... 59

Kegiatan Belajar (KB) 4: Estimasi Nilai Persediaan


a. Uraian dan contoh ....................................................................... 61
1. Metode Laba Kotor ……………………………………..…........ 61
2. Metode Harga Eceran ........................................................... 62
b. Latihan 4 …….……………………………………………………..... 64
c. Rangkuman …………………………………………………………. 65
d. Tes Formatif 4 ………………………………………………………. 65
e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………..................... 68
PENUTUP ………………………………………………………………………….. 70
TES SUMATIF …………………………............................................................ 71
KUNCI JAWABAN ( TES FORMATIF DAN TES SUMATIF ) ………………… 79
DAFTAR ISTILAH ...………………………………………………………………. 89
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………. 90

DTSS Post Clearance Audit


iii
Akuntansi Persediaan

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman


1.1 Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan 58
dagang…................................................................................
1.2 Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan 60
manufaktur………………………………………………………..
1.3 Perbedaan penentuan harga pokok penjualan.........……….. 62

1.4. Pengaruh Kesalahan Pencatatan Persediaan terhadap 63


Neraca dan Laporan Laba Rugi............................…………..
3.1 Arus biaya First-In, First-Out (FIFO) ............................…….. 65
3.2 Arus biaya Last-In, First-Out (LIFO) ............................……... 66

DTSS Post Clearance Audit


iiii
Akuntansi Persediaan

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Untuk dapat memahami modul ini secara benar, maka peserta diklat
diharapkan mempelajari modul ini secara urut mulai dari Kegiatan Belajar 1
sampai dengan Kegiatan Belajar 4.
Cara mempelajari setiap kegiatan belajar adalah mengikuti tahap-tahap
berikut ini:
1. Lihat apa yang menjadi target indikator dari kegiatan belajar tersebut;
2. Pelajari materi yang menjadi isi dari setiap kegiatan belajar (dengan cara
membaca materi minimal 3 kali membaca isi materi kegiatan belajar
tersebut);
3. Lakukan review materi secara umum, dengan cara membaca kembali
ringkasan materi untuk mendapatkan hal-hal penting yang menjadi fokus
perhatian pada kegiatan belajar ini;
4. Kerjakanlah Tes Formatif pada kegiatan belajar yang sedang dipelajari;
5. Lihat kunci jawaban Tes Formatif dari kegiatan belajar tersebut yang terletak
pada bagian akhir modul ini.
6. Cocokkan hasil tes formatif dengan kunci jawaban tersebut, apabila ternyata
hasil Tes Formatif peserta diklat memperoleh nilai minimal 67 (jumlah yang
benar x 100/15), maka kegiatan belajar dapat dilanjutkan pada kegiatan
belajar berikutnya, namun apabila diperoleh angka di bawah 67, maka
peserta diklat diharuskan mempelajari kembali kegiatan belajar tersebut agar
selanjutnya dapat diperoleh angka minimal 67.
7. Kerjakan Tes Sumatif apabila semua Tes Formatif dari seluruh kegiatan
belajar telah dilakukan.
8. Lihat kunci jawaban Tes Sumatif yang terletak pada bagian akhir modul ini
9. Cocokkan hasil tes sumatif dengan kunci jawaban tes sumatif, apabila
ternyata hasil tes sumatif peserta diklat memperoleh nilai minimal 67 (jumlah
yang benar x 100/25), maka peserta diklat dapat dinyatakan lulus dari
kegiatan belajar

DTSS Post Clearance Audit


ivi
Akuntansi Persediaan

PETA KONSEP
Dalam mempelajari modul ini, agar lebih mudah dipahami maka disarankan
kepada peserta diklat untuk mempelajari peta konsep modul. Dengan demikian
pola pikir yang sistematik dalam mempelajari modul dapat terjaga secara
berkesinambungan selama mempelajari modul.

Kegiatan Belajar 1 – Konsep Dasar Akuntansi Persediaan


Materi : Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan;
Pengendalian Internal Persediaan; Kepemilikan Persediaan;
Penentuan Biaya Persediaan; Pengaruh Kesalahan
Persediaan terhadap Laporan Keuangan

Kegiatan Belajar 2 – Prosedur Akuntansi


Materi : Sistem Pencatatan Persediaan; Asumsi-asumsi
Penentuan Nilai Persediaan

Kegiatan Belajar 3 – Penentuan Nilai Persediaan


Materi : Penentuan Nilai Persediaan dengan Sistem Periodik dan Sistem
Perpetual; Perbandingan Metode PenilaianPenilaian Persediaan Selain
dari Harga Pokok

Kegiatan Belajar 4 – Estimasi Nilai Persediaan


Materi : Estimasi Nilai Persediaan dengan Metode Laba Kotor dan Matode
Harga Eceran

DTSS Post Clearance Audit


vi
Akuntansi Persediaan

A
PENDAHULUAN

MODUL
AKUNTANSI PERSEDIAAN
1. DESKRIPSI SINGKAT

Anggaplah bahwa Saudara membeli sebuah Home Teater pada bulan Maret.
Anda kemudian berencana menambahkan dua pasang speaker pada Home
Teater tersebut. Namun pada awalnya Anda hanya mampu membeli satu pasang
speaker saja, yang harganya Rp500.000. Pada bulan September Anda membeli
satu pasang speaker lagi yang harganya Rp495.000.
Pada suatu hari, seseorang masuk ke rumah Anda
dan mencuri sepasang speaker. Untungnya peralatan
tersebut diasurasikan, tetapi perusahaan asuransi
ingin mengetahui harga dari speaker yang hilang.
Kedua pasang speaker tersebut identik. Untuk
memenuhi keinginan perusahaan asuransi, Anda harus mengidentifikasi speaker
mana yang dicuri. Apakah speaker yang pertama Anda beli, yang harganya
Rp500.000? Ataukah speaker kedua yang seharga Rp495.000? Asumsi manapun
yang Anda buat menentukan jumlah uang yang akan Anda terima dari
perusahaan asuransi.
Perusahaan juga membuat asumsi yang sama seperti di atas jika persediaan
barang sejenis dibeli dengan harga yang berbeda-beda. Pada akhir periode,
sejumlah barang akan berada dalam persediaan perusahaan dan yang lainnya
telah terjual. Namun, berapa nilai barang-barang yang telah terjual dan berapa

DTSS Post Clearance Audit 1


Akuntansi Persediaan

nilai barang-barang yang masih dalam persediaan? Nilai persediaan barang


tergantung pada asumsi yang digunakan perusahaan. Apakah perusahaan
menggunakan metode FIFO (first in first out), atau LIFO (last in first out), ataukah
rata-rata (average)? Asumsi perusahaan bisa melibatkan jumlah rupiah yang
tinggi dan dengan demikian dapat memiliki dampak signifikan atas laporan
keuangan perusahaan.
Seorang auditor harus mampu memahami dengan baik contoh kasus
tersebut. Pentingnya pemahaman seorang auditor tersebut, merupakan alasan
modul Akuntansi Persediaan ini disusun. Modul ini penting untuk diajarkan pada
Diklat Teknis Substantif Spesialisasi Post Clearance Audit (DTSS PCA) agar para
pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang bertugas sebagai auditor
dapat melaksanakan audit Kepabeanan dan Cukai secara profesional.
Secara umum, modul Akuntansi Persediaan ini disusun dalam empat
kegiatan belajar. Materi yang akan disajikan pada kegiatan belajar pertama
berkaitan dengan konsep dasar persediaan, baik pada perusahaan dagang
maupun perusahaan industri (manufaktur). Selanjutnya, pada kegiatan belajar
kedua akan dijelaskan tentang prosedur akuntansi persediaan, yang meliputi
sistem pencatatan persediaan dan asumsi-asumsi yang mendasari penggunaan
beberapa metode penentuan nilai persediaan. Pada kegiatan belajar ketiga, akan
diuraikan tentang contoh-contoh sekaligus latihan dalam penentuan nilai
persediaan yang meliputi metode periodik dan metode perpetual. Terakhir, pada
kegiatan belajar keempat akan diuraikan tentang penentuan estimasi nilai
persediaan dengan metode laba kotor dan metode harga eceran.

2. PRASYARAT KOMPETENSI

DTSS PCA dimaksudkan untuk memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan, dan


sikap kepada pegawai DJBC baik laki-laki maupun perempuan dalam
melaksanakan audit Kepabeanan dan Cukai. Pegawai DJBC yang dapat mengikuti
diklat ini adalah pelaksana pemeriksa lulusan Diklat Teknis Substantif Dasar
Kepabeanan dan Cukai, atau lulusan Prodip III Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai,
atau lulusan Prodip I tapi sudah mengikuti Diklat Teknis Substantif Spesialisasi
Kepabeanan dann Cukai I/II Kurikulum 2006/2007 atau DTSD Kepabeanan dan

DTSS Post Clearance Audit 2


Akuntansi Persediaan

Cukai khusus lulusan Prodip I Kurikulum Tahun 2008. Calon peserta diharapkan
berusia maksimal 40 tahun dan dengan pangkat minimal II c. Secara khusus, agar
mampu menguasai dengan baik mata pelajaran Akuntansi Persediaan maka
diharapkan sudah memperoleh mata pelajaran Dasar-dasar Akuntansi.
Persyaratan-persyaratan tersebut penting karena lingkup tugas yang akan
diemban sebagai auditor Kepabeanan dan Cukai membutuhkan kualifikasi
pegawai yang memadai untuk melakukan pekerjaannya secara profesional.
Dengan kualifikasi tersebut, peserta sudah mempunyai kompetensi dasar untuk
menjadi seorang auditor sehingga diharapkan lebih mudah mencerna dan
memahami modul ini.

3. STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR

Standar kompetensi.

Standar Kompetensi merupakan kecakapan untuk hidup dan belajar


sepanjang hayat yang diperoleh melalui pengalaman belajar. Dengan pengertian
tersebut, maka standar kompetensi untuk para pembaca setelah mempelajari
modul ini adalah diharapkan mampu menggunakan pengetahuan dan
ketrampilan yang terkait dalam Akuntansi Persediaan untuk menunjang kegiatan
audit Kepabeanan dan Cukai.

Kompetensi Dasar.

Kompetensi dasar adalah tujuan yang ingin dicapai setelah mempelajari


modul yang merupakan penjabaran dari standar kompetensi. Kompetensi dasar
yang diharapkan setelah membaca modul ini peserta mampu :
1. Menjelaskan konsep dasar persediaan.
2. Menjelaskan prosedur akuntansi persediaan.
3. Menentukan nilai persediaan dengan metode periodik dan metode perpetual.
4. Mengestimasi nilai persediaan dengan metode laba kotor dan metode harga
eceran.

DTSS Post Clearance Audit 3


Akuntansi Persediaan

4. RELEVANSI MODUL

Tugas seorang auditor di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah


melaksanakan audit Kepabeanan dan Cukai. Proses audit tersebut dapat
dilakukan dengan baik manakala para pegawai yang bertugas mempunyai bekal
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang baik dalam melaksanakan audit
kepabeanan dan Cukai. Seorang auditor di bidang Kepabeanan dan Cukai harus
mampu menelusuri sekaligus menghitung nilai persediaan pada suatu
perusahaan.
Untuk dapat melaksanakan audit secara baik, pegawai yang bertugas
sebagai auditor perlu dibekali dengan pemahaman konsep akuntansi persediaan
yang meliputi antara lain pengertian persediaan, prosedur akuntansi persediaan,
metode penghitungan persediaan, dan cara mengestimasi nilai persediaan.
Berdasarkan uraian singkat tersebut terlihat keterkaitan yang erat antara
modul Akuntansi Persediaan dengan ruang lingkup kerja auditor. Manfaat modul
ini bagi peserta diklat adalah memberikan gambaran yang lengkap tentang
pengelolaan persediaan dalam perusahaan sehingga dapat mendukung
terciptanya seorang auditor Kepabeanan dan Cukai yang profesional.

DTSS Post Clearance Audit 4


Akuntansi Persediaan

B. KEGIATAN BELAJAR

KEGIATAN
BELAJAR

1
KONSEP DASAR AKUNTANSI
PERSEDIAAN

Indikator keberhasilan :
1. Mampu menjelaskan pengertian dan jenis-jenis persediaan.
2. Mampu menjelaskan pengendalian internal persediaan.
3. Mampu mengidentifikasi saat pengakuan persediaan (status kepemilikan).
4. Mampu mengidentifikasi biaya-biaya yang harus dimasukkan dalam
persediaan dan harga pokok barang yang dijual
5. Mempu menjelaskan pengaruh kesalahan persediaan terhadap laporan
keuangan.

a. Uraian dan Contoh


1. Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan.
Pada umumnya, persediaan merupakan aktiva lancar terbesar dari suatu
perusahaan sehingga diperlukan pengukuran yang tepat
untuk menjamin keakuratan laporan keuangan. Apabila
nilai persediaan akhir tidak benar, maka hasilnya adalah
saldo-saldo dari neraca seperti persediaan barang
dagangan, total aktiva, dan ekuitas pemilik modal juga

DTSS Post Clearance Audit 5


Akuntansi Persediaan

tidak akan benar. Ketika persediaan akhir tidak benar, maka harga pokok
penjualan barang dagangan dan laba bersih juga akan tidak benar di dalam
laporan laba rugi perusahaan. Kesimpulannya adalah persediaan merupakan pos
yang signifikan dalam laporan keuangan perusahaan.
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia (PSAK)
Nomor 14, dinyatakan bahwa persediaan digunakan untuk mengindikasikan aset:
a) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa;
b) dalam proses produksi untuk penjualan tersebut; atau
c) dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa.
Berdasarkan beberapa kriteria tersebut, jenis-jenis persediaan dipengaruhi oleh
sifat dan usaha perusahaan yang bersangkutan. Jenis persediaan pada
perusahaan dagang yang usahanya adalah membeli dan menjual kembali barang
dagangan akan berbeda dengan jenis perusahaan manufaktur yang usahanya
mengubah bentuk atau mengkonversi bahan baku menjadi bahan jadi. Pada
umumnya, jenis-jenis persediaan antara lain sebagai berikut:
a) Barang dagangan yaitu barang yang dibeli oleh perusahaan dari pihak lain
dalam kondisi sudah siap untuk dijual tanpa melakukan pemrosesan lebih
lanjut. Misalnya persediaan dealer sepeda motor akan terdiri dari sepeda
motor dan perlengkapannya, persediaan toko bahan bangunan akan terdiri
dari pasir, semen, paku, dan perlengkapan bahan bangunan lainnya.
b) Bahan baku (raw material) adalah barang-barang yang beli oleh perusahaan
dalam keadaan harus diproses/dikonversi lebih lanjut menjadi barang jadi.
Bahan baku merupakan bagian utama dari barang jadi tersebut. Misalnya
untuk memproduksi meubelair maka bahan baku yang dibutuhkan antara lain
adalah kayu.
c) Bahan pembantu (supplies) adalah barang-barang yang beli oleh perusahaan
dalam rangka mendukung proses produksi sampai menjadi barang jadi.
Barang ini biasanya dipakai (dikonsumsi) dalam jangka waktu relatif pendek
dan akan dibebankan sebagai beban administrasi dan umum atau beban
pemasaran. Misalnya bahan penunjang produksi meubelair antara lain adalah
paku, lem, amplas, pernis, atau perlengkapan penunjang lainnya.

DTSS Post Clearance Audit 6


Akuntansi Persediaan

d) Barang dalam proses (work in process) adalah bahan yang sudah dimasukkan
dalam suatu proses produksi tetapi belum selesai diolah, sehingga baru
menyerap sebagian biaya bahan (direct material), biaya tenaga kerja (direct
labour) dan biaya overhead pabrik (factory overhead). Misalnya meja atau
kursi yang belum diamplas atau belum dipernis dalam proses pembuatan
meubelair.
e) Barang jadi (finished goods) adalah barang yang telah diselesaikan dari
proses produksi dan siap untuk dijual. Barang ini telah menyerap biaya bahan
(direct material), biaya tenaga kerja (direct labour) dan biaya overhead pabrik
(factory overhead) secara tuntas sehingga siap untuk dijual. Misalnya
penyelesaian akhir dari sebuah meja atau kursi sehingga menjadi meja atau
kursi yang siap untuk dijual.
Berdasarkan jenis-jenis persediaan tersebut, maka perusahaan jasa tidak
memiliki persediaan. Persediaan perusahaan dagang adalah barang dagang,
sedangkan pada perusahaan industri (manufaktur) terdiri dari bahan baku, bahan
pembantu, barang dalam proses, dan barang jadi.

2. Pengendalian Internal Persediaan.

Pengendaian internal atas persediaan merupakan hal yang penting bagi


perusahaan untuk melindungi persediaan dari kerusakan,
pencurian dari karyawan maupun dari pelanggan. Tujuan
utama pengendalian internal adalah untuk mengamankan
persediaan dan melaporkan secara tepat persediaan dalam
laporan keuangan. Beberapa prosedur pengendalian
internal yang seharusnya diterapkan oleh perusahaan atas
persediaan antara lain adalah:
a) Persediaan harus dihitung secara fisik. Perhitungan fisik persediaan dilakukan
paling tidak satu tahun sekali, apapun sistem pencatatan persediaan yang
digunakan.
b) Membuat prosedur pembelian, penerimaan, dan pengiriman yang seefektif
mungkin.

DTSS Post Clearance Audit 7


Akuntansi Persediaan

c) Menyimpan persediaan dengan baik, untuk menghindarkan persediaan dari


pencurian, kerusakan atau penyusutan nilai persediaan.
d) Membatasi akses persediaan pada orang yang tidak mempunyai akses pada
pencatatan persediaan.
e) Menggunakan sistem perpetual untuk persediaan yang mempunyai nilai
tinggi.
f) Membeli persediaan dalam jumlah ekonomis.
g) Menyimpan persediaan dalam jumlah yang memadai sehingga menghindari
terjadi kekurangan persediaan yang menyebabkan hilangnya penjualan namun
juga tidak menyimpan persediaan terlalu banyak sehingga menimbun dana
pada persediaan dan biaya penyimpanan.
Sebagaimana telah disebutkan, penghitungan fisik persediaan harus
dilakukan secara periodik setidaknya setiap tahun untuk mendeteksi kekurangan
persediaan serta untuk mencegah pencurian. Hal ini perlu karena sistem
akuntansi yang baik pun masih mungkin terjadi kesalahan, misalnya karena
ketidaksengajaan terjadi kesalahan pencatatan. Dengan penghitungan fisik
persediaan maka kesalahan tersebut dapat dikoreksi sebelum dimasukkan dalam
laporan keuangan. Jika terjadi kesalahan pencatatan maka akan dibuat
penyesuaian sehingga pada akhirnya saldo persediaan menurut pencatatan akan
sama dengan perhitungan fisik.
Pemisahan antara pegawai yang menangani persediaan dengan pegawai
yang menangani catatan akuntansi juga merupakan hal yang penting, karena
petugas yang mempunyai akses pada persediaan dan juga akuntansinya akan
dapat mencuri barang dari gudang dan mengubah catatan akuntansinya untuk
menutupi kecurangannya. Dengan adanya sistem persediaan yang
terkomputerisasi maka tingkat kesalahan dapat dikurangi sehingga jumlah
persediaan tidak kekurangan dan tidak pula terlalu banyak.

3. Kepemilikan Persediaan

Barang apa saja yang dapat dimasukkan dalam persediaan perusahaan?


Suatu barang dikatakan sebagai persediaan jika barang tersebut benar-benar
dimiliki oleh perusahaan tanpa memandang lokasi persediaan tersebut. Semua

DTSS Post Clearance Audit 8


Akuntansi Persediaan

persediaan yang dimiliki oleh perusahaan pada tanggal perhitungan harus


dimasukkan ke dalam laporan. Oleh karena itu, agar dapat disusun laporan
keuangan secara wajar, maka harus ditentukan terlebih dahulu apakah suatu
persediaan sudah secara sah menjadi hak milik perusahaan atau tidak. Beberapa
kondisi yang harus mendapat perhatian, antara lain:

a) Barang dalam perjalanan (Goods in transit)


Masalah yang sering timbul apabila barang masih dalam perjalanan adalah
apakah barang tersebut sudah menjadi hak milik pembeli atau masih
menjadi hak milik penjual. Untuk mengatasi hal ini,
perlu diperhatikan syarat penyerahan barang yang
sudah disepakati antara pembeli dan penjual, apakah
Free On Board (FOB) Destination (Tempat Tujuan)
atau FOB Shipping Point (Titik Pengiriman).
FOB Destination Point, artinya biaya angkut barang dari gudang penjual
sampai gudang pembeli ditanggung oleh pihak penjual. Ini berarti, hak
kepemilikan beralih pada saat barang sudah diterima oleh pembeli,
sehingga barang-barang dalam perjalanan masih merupakan hak milik
penjual. Pada akhir tahun buku, pihak penjual harus memasukkan dalam
persediaannya karena barang belum sampai tujuan (pembeli).
FOB Shipping Point, artinya biaya angkut barang dari gudang penjual
sampai gudang pembeli ditanggung oleh pihak pembeli. Ini berarti, hak
kepemilikan beralih pada titik pengiriman, sehingga pembeli adalah pemilik
dari barang-barang yang masih dalam perjalanan. Pada akhir tahun buku,
pihak pembeli harus memasukkan dalam persediaannya walaupun pembeli
belum menerima barangnya.

b) Barang Konsinyasi
Perjanjian konsinyasi memperbolehkan suatu perusahaan lain untuk
menyimpan persediaan dalam gudang mereka namun mereka tidak harus
membeli persediaan tersebut. Secara fisik, persediaan berada pada penjual,
tetapi hak kepemilikan persediaan tersebut tetap berada pada pemasok
sampai penjual sudah menjualnya kepada pihak ketiga. Barang-barang

DTSS Post Clearance Audit 9


Akuntansi Persediaan

konsinyasi masih tetap dilaporkan sebagai bagian dari persediaan


pemiliknya (pemasok) sampai barang tersebut dijual kepada pihak ketiga.
Barang-barang ini dilaporkan sebesar harga perolehannya (cost) di tambah
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memindahkan barang tersebut dari
gudang pemilik ke gudang perusahaan yang menjualkannya.

4. Penentuan Biaya Persediaan


Sebagaimana telah dijelaskan di awal, persediaan yang dimiliki oleh suatu
perusahaan akan tergantung dari jenis usahanya. Misalnya barang dagangan
untuk perusahaan dagang dan bahan baku atau barang dalam proses untuk
perusahaan industri. Begitupula dengan harga perolehan persediaan atau biaya
persediaan, tergantung juga dengan jenis perusahaannya.
Berdasarkan PSAK nomor 14, biaya persediaan harus meliputi semua
biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan
berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present
location and condition). Biaya pembelian persediaan meliputi harga pembelian,
bea masuk dan pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh
perusahaan kepada kantor pajak), biaya pengangkutan, biaya penanganan, dan
biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan
persediaan. Diskon dagang (trade discount), rabat dan pos lain yang serupa di
kurangkan dalam menentukan biaya pembelian.
Dalam hal persediaan adalah bahan baku atau barang yang diperoleh
untuk dijual kembali maka biaya persediaan termasuk didalamnya adalah harga
pembelian, biaya angkut, biaya asuransi, pajak, dan biaya penyimpanan. Dalam
hal persediaan adalah barang dalam proses maka biaya terdiri dari sebagian
bahan baku, tenaga kerja dan overhead pabrik yang dialokasikan untuk
memproduksi barang bersangkutan. Sedangkan, apabila persediaan adalah
barang jadi maka biaya terdiri dari bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead
yang digunakan dalam proses produksi barang tersebut.
Tujuan pokok akuntansi persediaan adalah menetapkan secara layak hasil
usaha selama satu periode dengan mengaitkan pendapatan terhadap biaya untuk
memperoleh dan mempertahankan penghasilan tersebut. Dalam akuntansi
persediaan harus ditentukan apakah suatu persediaan merupakan beban atau

DTSS Post Clearance Audit 10


Akuntansi Persediaan

merupakan aktiva. Jika persediaan telah terjual maka persediaan tersebut akan
dilaporkan sebagai beban atau merupakan komponen dari harga pokok
penjualan, sebaliknya jika persediaan tersebut masih merupakan milik
perusahaan (belum terjual) maka akan dilaporkan sebagai aktiva lancar
perusahaan.
Menurut PSAK no 14, jika barang dalam persediaan di jual, maka nilai
tercatat persediaan tersebut harus diakui sebagai beban pada periode diakuinya
pendapatan atas penjualan tersebut. Proses pengakuan nilai tercatat persediaan
yang telah dijual sebagai beban menghasilkan pengaitan (matching) beban
dengan pendapatan.
Oleh karena itu dalam menentukan besarnya laba harus dihitung terlebih
dahulu besarnya harga pokok penjualan. Persediaan yang dibeli atau dibuat
selama suatu periode ditambahkan ke persediaan awal dan jumlah biaya
persediaan ini disebut dengan harga pokok barang tersedia untuk dijual. Pada
akhir periode akuntansi, jumlah biaya yang tersedia untuk dijual dialokasikan
antara persediaan yang masih tersisa (dicatat di neraca sebagai aktiva) dan
persediaan yang dijual selama periode (dilaporkan dalam laba rugi sebagai biaya,
harga pokok penjualan). Berikut ini contoh format laporan laba rugi untuk
perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur:
Gambar 1.1
Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan dagang

Penjualan 160.000.000
Persediaan Awal 10.000.000
+ Pembelian 92.000.000
(-) Return Pembelian 1.000.000
(-) Potongan Pembelian 1.000.000
(=) Pembelian Bersih 90.000.000
(=) Persediaan yang tersedia untuk dijual 100.000.000
(-) Persediaan Akhir 50.000.000
(=) Harga pokok penjualan (Cost of Goods Sold/COGS) 50.000.000
Laba Kotor 110.000.000
(-) Biaya-biaya usaha 10.000.000
(=) Laba bersih sebelum pajak 100.000.000
Pajak …% (misalnya 35%) 35.000.000
Laba bersih sesudah pajak 65.000.000

DTSS Post Clearance Audit 11


Akuntansi Persediaan

Gambar 1.2
Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan manufaktur
Penjualan 1.674.500.000
Harga Pokok Produksi:
Bahan Langsung:
Persediaan Awal 82.875.000
+ Pembelian 240.250.000
(-) Return 54.000.000
(=) Bahan yang tersedia untuk digunakan 269.125.000
(-) Persediaan Akhir 108.250.000
(=) Bahan Baku (langsung) yang digunakan 184.570.000
(+) Upah Langsung
(+) Biaya Overhead Pabrik:
Upah Tak Langsung 75.000.000
Pengawasan Pabrik 60.000.000
Biaya Penyusutan (bangunan & peralatan pabrik) 82.500.000
Listrik & Energi 48.000.000
Perlengkapan Pabrik 53.000.000
Biaya Overhead Pabrik Lainnya 25.000.000
(=) Total Biaya Overhead Pabrik 343.500.000
(=) Total Biaya Pabrik 688.945.000
(+) Persediaan barang dalam proses per 1 Januari 200x 54.000.000
= 742.945.000
(-) Persediaan barang dalam proses per 31 Desember 200x 43.750.000
Harga Pokok Produksi (Cost of Good Manufactured/COGM) 699.195.000
(+) Persediaan barang jadi per 1 Januari 200x 88.860.000
Harga Pokok barang tersedia untuk dijual 788.055.000
(-) Persediaan arang jadi per 31 Desember 200x 91.500.000
(=) Harga pokok penjualan (Cost of Goods Sold/COGS) 696.555.000
Laba Kotor 977.945.000
(-) Biaya-biaya usaha 274.950.000
(=) Laba bersih sebelum pajak 702.995.000
Pajak ….% (misal 35%) 246.048.250
Laba bersih sesudah pajak 456.946.750

Untuk memberikan deskripsi secara jelas perbedaan sekaligus keterkaitan


mengenai biaya persediaan antara perusahaan dagang dan manufaktur Saudara
dapat melihat gambar berikut ini.

DTSS Post Clearance Audit 12


Akuntansi Persediaan

Gambar 1.3
Perbedaan penentuan harga pokok penjualan

Perusahaan Dagang

Persediaan Barang Dagang

Harga pokok Harga pokok


pembelian penjualan

Perusahaan Manufaktur

Bahan Baku Harga pokok


penjualan
Biaya bahan Bahan yang
aktual digunakan

Tenaga Kerja Barang dalam proses


Barang Jadi

Biaya tenaga Tenaga kerja Harga


kerja aktual yang digunakan pokok
produksi

Overhead

Biaya overhead Overhead yang


aktual dibebankan

Pada perusahaan dagang terlihat bahwa harga pokok penjualan hanya terkait
dengan barang dagang yang diperjual belikan, sedangkan pada perusahaan
manufaktur terbagi ke dalam barang dalam proses dan barang jadi.

5. Pengaruh Kesalahan Persediaan terhadap Laporan Keuangan

Setiap kesalahan dalam perhitungan persediaan akan mempengaruhi neraca dan


laporan laba rugi perusahaan. Sebagai contoh, kesalahan dalam perhitungan fisik
persediaan akan mengakibatkan kekeliruan penyajian saldo persediaan akhir,
aktiva lancar, dan total aktiva pada neraca. Hal ini disebabkan karena perhitungan
fisik persediaan merupakan dasar bagi pembuatan jurnal penyesuaian untuk

DTSS Post Clearance Audit 13


Akuntansi Persediaan

mencatat penciutan persediaan. Selain itu, kesalahan dalam perhitungan fisik


persediaan akan menimbulkan kekeliruan penyajian harga pokok penjualan, laba
kotor, dan laba bersih pada laporan rugi laba. Selanjutnya, karena laba bersih
ditambahkan (dimasukkan) ke modal pemilik pada akhir periode, maka ekuitas
pemilik juga akan salah. Kesalahan pada modal pemilik ini akan setara dengan
kesalahan persediaan akhir, aktiva lancar, dan total aktiva.
Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa dalam perhitungan fisik persediaan
pada tanggal 31 Desember 2009, suatu perusahaan salah mencatat persediaan
fisik sebesar Rp120.000.000,00 bukan Rp125.000.000,00. Akibatnya persediaan
barang dagang, aktiva lancar, dan total aktiva yang dilaporkan dalam neraca per
31 Desember 2009 dinyatakan terlalu rendah sebesar Rp5.000.000,00
(Rp125.000.000 – Rp120.000.000). Saudara dapat melihat secara jelas pengaruh
kesalahan pencatatan persediaan tersebut terhadap laporan keuangan
perusahaan pada gambar beirikut ini:

Gambar 1.4
Pengaruh Kesalahan Pencatatan Persediaan terhadap Neraca dan Laporan Laba Rugi

Jumlah Kesalahan Saji


Neraca
Persediaan barang dagang ditetapkan lebih rendah Rp(5.000.000)
Aktiva lancar ditetapkan lebih rendah Rp(5.000.000)
Total aktiva ditetapkan lebih rendah Rp(5.000.000)
Ekuitas pemilik ditetapkan lebih rendah Rp(5.000.000)

Laporan laba rugi


Harga pokok penjualan ditetapkan lebih tinggi Rp5.000.000
Laba kotor ditetapkan lebih rendah Rp(5.000.000)
Laba bersih ditetapkan lebih rendah Rp(5.000.000)

Lalu, bagaimana apabila perusahaan salah mencatat persediaan


Rp135.000.000,00 sehingga persediaan ditetapkan lebih tinggi sebesar
Rp5.000.000,00 (Rp125.000.000 – Rp120.000.000). Dalam hal ini, maka pengaruh
kesalahan pencatatan persediaan terhadap neraca dan laporan laba rugi
merupakan kebalikan dari yang ditunjukkan sebelumnya.
Efek kesalahan di dalam menentukan kuantitas persediaan.

DTSS Post Clearance Audit 14


Akuntansi Persediaan

Dimasukan barang sebesar Tidak dimasukan barang


25.000 yang seharusnya tidak sebesar 25.000 yang
merupakan persediaan akhir seharusnya merupakan
Laporan Jumlah yang tahun persediaan akhir tahun
Keuangan seharusnya Untuk barang Untuk barang Untuk barang Untuk barang
(contoh) yang salah yang benar yang salah yang benar
dicatat tidak dicatat dicatat tidak dicatat
sebagai sebagai sebagai sebagai
pembelian pembelian pembelian pembelian
Laporan
Laba Rugi
Penjualan 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000
Persediaan 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000
Awal
Pembelian 300.000 325.000 300.000 275.000 300.000
Tersedia 375.000 400.000 375.000 350.000 375.000
untuk di jual
Persediaan 125.000 150.000 150.000 100.000 100.000
akhir
Harga 250.000 250.000 225.000 250.000 275.000
barang
dijual
Laba kotor 250.000 250.000 275.000 250.000 225.000
penjualan
Neraca
Aktiva
Persediaan 125.000 150.000 150.000 100.000 100.000
Jumlah 125.000 150.000 150.000 100.000 100.000
Kewajiban &
Ekuitas
Hutang 300.000 325.000 300.000 275.000 300.000
Dagang
Laba 250.000 250.000 275.000 250.000 225.000
Ditahan
Jumlah 550.000 575.000 575.000 525.000 525.000

b. Latihan 1
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan persediaan menurut PSAK?
2. Uraikan pengendalian internal persediaan yang seringkali dilakukan oleh
perusahaan!

DTSS Post Clearance Audit 15


Akuntansi Persediaan

3. Jelaskan perbedaan antara FOB Shipping Point dan FOB Destination dalam
kaitannya dengan status kepemilikan barang!
4. Identifikasikan biaya-biaya yang harus dimasukkan dalam persediaan!
5. Buatlah laporan laba rugi untuk perusahaan manufaktur berdasarkan data
berikut ini.
Persediaan, 1 Januari 2006:
Barang Jadi Rp. 8.860.000,-
Barang dalam proses Rp. 5.400.000,-
Biaya-biaya produksi selain bahan baku:
Upah langsung Rp. 18.457.000,-
Biaya overhead pabrik:
Upah tak langsung Rp. 7.500.000,-
Pengawasan Pabrik Rp. 6.000.000,-
Biaya penyusutan Rp. 8.250.000,-
Listrik & energi Rp. 4.800.000,-
Perlengkapan pabrik Rp. 5.300.000,-
Biaya overhead pabrik lainya Rp. 2.500.000,-
Persediaan, 31 Desember 2006:
Barang Jadi Rp. 9.150.000,-
Barang dalam proses Rp. 4.375.000,-
Biaya-biaya usaha Rp. 27.495.000,-
Penjualan selama tahun 2006 Rp. 167.450.000,-
Pajak Penghasilan Badan adalah 40%.

c. Rangkuman

1. Persediaan merupakan aset perusahaan yang tersedia untuk dijual dalam


kegiatan usaha biasa, masih dalam proses produksi untuk penjualan tersebut,
serta dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa.
2. Jenis-jenis persediaan tergantung dengan jenis perusahaannya, yang meliputi
barang dagangan, bahan baku, bahan pembantu, barang dalam proses, dan
barang jadi.
3. Untuk mengamankan persediaan dan melaporkan secara tepat persediaan
dalam laporan keuangan maka perlu dilakukan pengendalian internal atas
persediaan.
4. Dalam menentukan status kepemilikan harus memperhatikan syarat
pengiriman barang, apakah FOB Shipping Point ataukah FOB Destination.

DTSS Post Clearance Audit 16


Akuntansi Persediaan

5. Dalam menentukan laba/rugi perusahaan, terlebih dahulu ditentukan harga


pokok penjualan yang terdiri atas persediaan awal ditambah pembelian
dikurangi retur dan potongan pembelian, kemudian dikurangi dengan
persediaan akhir. Proses perhitungan ini akan dipengaruhi oleh metode
pencatatan dan penilaian persediaan.

d. Tes Formatif 1

Bagian 1
Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 1 ini, coba Anda kerjakan tes
formatif berikut ini, dengan cara berikan tanda silang (X) pada jawaban yang
Anda anggap benar.
1. Bahan yang sudah dimasukkan dalam suatu proses produksi tetapi belum
selesai diolah disebut.....
a. Barang jadi
b. Bahan baku
c. Barang dalam proses
d. Bahan pembantu
2. Barang yang masih harus dikembangkan dan akan menjadi bagian utama dari
suatu produk disebut.....
a. Barang jadi
b. Bahan baku
c. Barang dalam proses
d. Bahan pembantu
3. Untuk mendeteksi kekurangan persediaan serta untuk mencegah pencurian,
penghitungan fisik persediaan harus dilakukan secara periodik setidaknya..
a. Sebulan sekali
b. Setahun sekali
c. Dua kali setahun
d. Dua tahun sekali
4. Apabila nilai persediaan dinilai lebih rendah dari seharusnya berakibat...
a. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih rendah
b. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi

DTSS Post Clearance Audit 17


Akuntansi Persediaan

c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih tinggi


d. Dalam Laporan laba rugi, laba bersih ditetapkan lebih tinggi
5. Apabila nilai persediaan dinilai lebih tinggi dari seharusnya berakibat...
a. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih rendah
b. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi
c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah
d. Dalam Laporan laba rugi, leba bersih ditetapkan lebih rendah
6. Apabila nilai persediaan dinilai lebih rendah dari seharusnya berakibat...
a. Dalam neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi
b. Dalam neraca, ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi
c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah
d. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih tinggi
7. Apabila nilai persediaan dinilai lebih tinggi dari seharusnya berakibat...
a. Dalam neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi
b. Dalam neraca, ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi
c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah
d. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih tinggi
8. Faktor yang menentukan kepemilikan persediaan bagi suatu perusahaan
adalah …
a. Kepemilikan fisik persediaan yang bersangkutan
b. Status Hukum
c. Keputusan manajemen
d. Status pembayaran (kas atau kredit)
9. Seandainya barang dikirimkan dengan syarat FOB destination (tempat tujuan),
maka…
a. Penjual mempunyai hak kepemilikan sampai barang dikirimkan.
b. Pembeli mempunyai hak kepemilikan barang ketika pihak jasa pengirim
menerima barang dari penjual.
c. Perusahaan transportasi memiliki hak kepemilikan barang ketika barang
dalam proses pengiriman.
d. Tidak ada satupun pihak yang memiliki hak kepemilikan sampai barang
dikirimkan.

DTSS Post Clearance Audit 18


Akuntansi Persediaan

10. Pada penghitungan fisik persediaan tanggal 31 Januari 2009, suatu


perusahaan memiliki persediaan sejumlah Rp 490.000.000 pada akhir tahun.
Sebagai tambahan, pada akhir tahun perusahaan memiliki barang dagangan
dalam perjalanan sejumlah Rp 24.000.000 yang dengan syarat FOB
destination. Termasuk dalam perhitungan fisik adalah barang konsinyasi
sejumlah Rp 18.000.000 dari perusahaan lokal. Berapa seharusnya persediaan
yang dilaporkan perusahaan dalam neraca pada tanggal 31 Januari 2009?
a. Rp 490.000.000
b. Rp 514.000.000
c. Rp 496.000.000
d. Rp 472.000.000
11. Pada penghitungan fisik persediaan tanggal 31 Januari 2009, suatu
perusahaan memiliki persediaan sejumlah Rp 490.000.00 pada akhir tahun.
Sebagai tambahan, pada akhir tahun perusahaan memiliki barang dagangan
dalam perjalanan sejumlah Rp 24.000.000 yang dengan syarat FOB shipping
point dan barang konsinyasi di perusahaan lokal sejumlah Rp 18.000.000
Berapa seharusnya persediaan yang dilaporkan perusahaan dalam neraca
pada tanggal 31 Januari 2009?
a. Rp 532.000.000
b. Rp 484.000.000
c. Rp 448.000.000
d. Rp 496.000.000
12. Barang dalam perjalanan suatu perusahaan pada tanggal 31 Desember
termasuk penjualan yang dibuat dengan syarat (1) FOB destination dan (2)
FOB shipping point serta pembelian dengan syarat (3) FOB destination dan
(4) FOB shipping point. Barang mana yang seharusnya dimasukkan dalam
akun persediaan perusahaan tersebut pada tanggal December 31?
a. (2) dan (3)
b. (1) dan (4)
c. (1) dan (3)
d. (2) dan (4)
13. Dalam aktivitas jual beli suatu komoditas, sering terjadi apa yang disebut
dengan Goods in transit. Masalah kepemilikannya sangat tergantung dari

DTSS Post Clearance Audit 19


Akuntansi Persediaan

perjanjian yang disepakati dalam jual beli. Salah satu perjanjian yang kita
kenal adalah: free on board shipping point. Manakah pernyataan berikut ini
yang sesuai dengan arti perjanjian tersebut?
a. Barang akan diakui setelah sampai digudang pembeli
b. Barang dalam perjalanan tersebut masih diakui menjadi milik penjual
c. Walaupun barang masih dalam perjalanan (belum diterima), barang ini
sudah termasuk dalam elemen laporan keuangan pembeli
d. Semua salah
14. Suatu perusahaan salah mencatat persediaan sebesar Rp115.000.000 dari
yang seharusnya sebesar Rp 111.500.000, sehingga akan berakibat…
a. Persediaan barang ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000
b. Harga pokok penjualan ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000
c. Aktiva lancar ditetapkan lebih rendah sebesar Rp 3.500.000
d. Laba kotor ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000
15. Suatu perusahaan salah mencatat persediaan sebesar Rp111.500.000 dari
yang seharusnya sebesar Rp 115.000.000, sehingga akan berakibat…
a. Aktiva lancar ditetapkan lebih rendah sebesar Rp 3.500.000
b. Ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000
c. Harga pokok penjualan ditetapkan lebih rendah sebesar Rp 3.500.000
d. Laba kotor ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000

Bagian 2
Identifikasikah apakah barang-barang berikut dimasukkan ke dalam persediaan
akhir PT X pada tanggal 31 Desember 2009 atau tidak.
1. Barang yang telah dikirimkan oleh PT X secara FOB shipping point kepada
pelanggan telah diambil oleh perusahaan pengangkut tanggal 26 Desember
2009, tetapi belum sampai di tujuan per 31 Desember 2009.
2. Barang yang telah dikirimkan oleh PT X secara FOB destination point kepada
pelanggan telah diambil oleh perusahaan pengangkut tanggal 26 Desember
2009, tetapi belum sampai di tujuan per 31 Desember 2009.
3. Dalam gudangnya, PT X memiliki barang dagang konsinyasi senilai
Rp30.500.000 dari PT Y.

DTSS Post Clearance Audit 20


Akuntansi Persediaan

4. PT X telah memisahkan barang dagang senilai Rp 6.750.000 yang telah dibeli


oleh salah seorang pelanggannya dan akan dikirimkan pada tanggal 3 Januari
2010.
5. Barang dagang yang telah dikirimkan PT X secara FOB shipping point pada
tanggal 31 Desember 2009, telah diambil oleh perusahaan pengangkut pada
pukul 23.52 WIB.
6. PT X telah mengirim barang dagang senilai Rp78.000.000 kepada para
pengecer atas dasar konsinyasi.
7. PT X memiliki barang dagang di tangan senilai Rp18.750.000 yang telah
terjual pada awal tahun, tetapi kemudian dikembalikan oleh pelanggan untuk
diperbaiki (masih dalam masa garansi).
8. Tanggal 31 Desember 2009, PT X menerima barang dagang senilai
Rp17.050.000 yang telah dikembalikan oleh para pelanggan karena salah
barang. Barang pengganti akan dikirimkan tengah malam tanggal 3 Januari
2006.
9. Tanggal 21 Desember 2009, PT X membeli barang dagang senilai
Rp21.000.000 atas dasar FOB Jakarta. Barang tersebut telah dikirimkan oleh
pemasok tanggal 28 Desember 2009, tetapi belum diterima hingga tanggal
31 Desember 2009.
10. Tanggal 27 Desember 2009, PT X membeli barang senilai Rp15.750.000 dari
pemasok di Singapura. Barang tersebut telah dikirimkan dengan ketentuan
FOB Singapura tanggal 30 Desember 2009, tetapi belum diterima hingga
tanggal 31 Desember 2009.

e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan.
Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk
mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini.
Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang
telah terinci sebagaimana rumus dibawah ini.
TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%
Jumlah keseluruhan Soal

DTSS Post Clearance Audit 21


Akuntansi Persediaan

Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang


sudah dipelajari mencapai:

91 % s.d 100 % : Sangat Baik


81 % s.d. 90,00 % : Baik
71 % s.d. 80,99 % : Cukup
61 % s.d. 70,99 % : Kurang
0% s.d. 60 % : Sangat Kurang

Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda
telah menguasai materi kegiatan belajar 1 ini dengan baik. Untuk
selanjutnya Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.

DTSS Post Clearance Audit 22


Akuntansi Persediaan

KEGIATAN
BELAJAR

2
PROSEDUR AKUNTANSI PERSEDIAAN

Indikator keberhasilan :
1. Mampu membedakan karakteristik kedua sistem pencatatan
persediaan
2. Mampu menjelaskan metode penilaian persediaan

a. Uraian dan Contoh

1. Sistem Pencatatan Persediaan


Prosedur akuntansi untuk pembelian dan penggunaan persediaan pada
perusahaan dagang maupun perusahaan manufaktur
tergantung dengan sistem pencatatan persediaan yang
digunakan pada perusahaan bersangkutan. Sistem pencatatan
yang digunakan untuk menetapkan nilai persediaan akhir dan
menetapkan biaya persediaan selama satu periode adalah
sistem periodik (physical) dan sistem perpetual.

a) Sistem Periodik (physical)


Adalah sistem pencatatan persediaan dimana pada setiap akhir periode
dilakukan perhitungan secara fisik untuk menentukan jumlah persediaan akhir
perusahaan. Perhitungan tersebut meliputi pengukuran dan penimbangan

DTSS Post Clearance Audit 23


Akuntansi Persediaan

barang-barang yang ada pada akhir suatu periode untuk kemudian dikalikan
dengan suatu tingkat harga/biaya.
Sistem periodik umumnya diterapkan pada perusahaan yang memiliki
karakteristik persediaan yang beraneka ragam namun nilainya relatif kecil.
Misalnya adalah kios majalah di sebuah pusat perkantoran dan pertokoan
yang menjual berbagai jenis majalah, koran, alat tulis, aksesoris handphone,
dan gantungan kunci. Jenis persediaan beraneka ragam namun nilainya relatif
kecil sehingga tidaklah efisien jika harus mencatat setiap transaksi yang
nilainya kecil namun frekuensi transaksi tinggi. Meskipun demikian sebenarnya
pada saat ini alasan tersebut dapat diabaikan dengan adanya teknologi
komputer yang memudahkan pencatatan transaksi dengan frekuensi tinggi,
misalnya seperti di toko retail.
Keuntungan penerapan sistem ini adalah sangat sederhana pada saat
pencatatan pembelian dan penjualannya. Sistem ini pada umumya lebih tepat
digunakan untuk barang-barang yang tingkat perputarannya relatif cepat dan
mempunyai unit biaya relatif rendah. Namun demikian sistem ini memiliki
beberapa kelemahan, antara lain:
 Kuantitas barang tidak dapat diketahui sewaktu-waktu sehingga harus
melakukan stock opname (pemeriksaan fisik).
 Untuk menyusun laporan harus melakukan stock opname terlebih dahulu.
 Jika jenis dan jumlah persediaan banyak, maka akan dibutuhkan waktu
dalam melaksanakan stock opname.
 Harga pokok penjualan dapat meliputi harga pokok penjualan dari barang-
barang yang benar-benar terjual, barang-barang yang rusak, susut,
menguap, bahkan barang-barang yang hilang (shrinkage).
 Kurang ideal untuk perencanaan dan pengawasan persediaan.

b) Sistem Perpetual
Adalah sistem pencatatan persediaan dimana akan dilakukan pembukuan atas
persediaan secara terus menerus yaitu dengan membukukan setiap transaksi
persediaan baik pembelian maupun penjualan. Sistem perpetual ini seringkali
digunakan dalam hal persediaan memiliki nilai yang tinggi untuk mengetahui
posisi persediaan pada suatu waktu sehingga perusahaan dapat mengatur

DTSS Post Clearance Audit 24


Akuntansi Persediaan

pemesanan kembali persediaan pada saat mencapai jumlah tertentu. Misalnya


persediaan alat rumah tangga elektronik (mesin cuci, kulkas, microwave).
Secara umum, sistem perpetual memiliki karakteristik:
 Mencatat setiap mutasi persediaan.
 Akun persediaan menunjukkan nilai persediaan setiap saat.
 Memberikan tingkat pengendalian yang akurat.
 Setiap transaksi penjualan barang, harga pokok barang yang di jual
dihitung dan dicatat pada debet akun “Harga Pokok Penjualan”.
 Pada umumnya digunakan oleh perusahaan yang memiliki nilai persediaan
yang tinggi.

Perbedaan penggunaan kedua metode adalah pada akun yang digunakan


untuk mencatat pembelian persediaan. Pada sistem pencatatan periodik,
pembelian persediaan dicatat dengan mendebit akun pembelian sehingga pada
akhir periode akan dilakukan penyesuaian untuk mencatat harga pokok barang
yang dijual dan melaporkan nilai persediaan pada akhir periode. Apabila
perusahaan menggunakan sistem perpertual maka tidak diperlukan jurnal
penyesuaian karena pembelian dan penjualan langsung dicatat ke akun
persediaan sehingga harga pokok persediaan yang dijual maupun nilai
persediaan akhir sudah tercermin dalam buku besar.
Perbedaan pencatatan akuntansi antara sistem periodik dengan sistem
perpetual akan lebih terlihat jelas pada contoh transaksi dan jurnalnya berikut ini.

 Tanggal 1 Maret 2009: dilakukan pembelian 1000 unit persediaan dengan


harga Rp30.000 per unit.
Sistem Perpetual:`
Persediaan 30.000.000
Kas/Hutang 30.000.000

Sistem Periodik:
Pembelian 30.000.000
Kas/Hutang 30.000.000

DTSS Post Clearance Audit 25


Akuntansi Persediaan

Pada sistem periodik, semua pembelian selama periode akuntansi dicatat


pada akun ‘Pembelian’.

 Tanggal 17 Maret 2009: dijual 200 unit persediaan dengan harga Rp50.000
secara kredit.
Sistem Perpetual:
Piutang Dagang 10.000.000
Penjualan 10.000.000

Harga Pokok Penjualan 6.000.000


Persediaan 6.000.000

Pada sistem perpetual, perubahan dalam akun persediaan dicatat sesudah


setiap transaksi.

Sistem Periodik:
Piutang Dagang 10.000.000
Penjualan 10.000.000

Pada sistem periodik, jurnal berikut ini harus dicatat pada akhir periode
akuntansi.
Persediaan 24.000.000
Pembelian 24.000.000

Saldo persediaan akhir= 1000 unit yang dibeli – 200 unit yang dijual = 800
unit yang tersisa.

Nilai persediaan akhir= 800 unit x Rp 30.000 per unit = Rp 24.000.000


Harga Pokok Penjualan 6.000.000
Pembelian 6.000.000

Harga Pokok Penjualan:


= Total Pembelian – Saldo Akhir Persediaan
= (1000 unit x Rp30.000 per unit) – (800 unit x Rp30.000 per unit)
= 30.000.000 – 24.000.000 = 6.000.000

DTSS Post Clearance Audit 26


Akuntansi Persediaan

Persediaan akhir dan harga pokok penjualan


Persediaan akhir:
 Saldo awal persediaan + pembelian selama periode – harga pokok penjualan
= 0 + 30.000.000 – 6.000.000 = 24.000.000
Harga pokok penjualan:
= saldo awal + pembelian selama periode – persediaan akhir
= 0 + 30.000.000 – 24.000.000 = 6.000.000

2. Asumsi-asumsi penentuan nilai persediaan

Masalah akuntansi yang penting muncul jika unit-unit barang sejenis


dibeli dengan harga yang berbeda-beda dalam suatu periode. Dalam kasus
semacam ini, pada saat barang dijual, perusahaan perlu menentukan biaya per
unit agar jurnal akuntansi yang tepat dapat dibuat.
Ada tiga asumsi arus biaya persediaan yang digunakan dalam bisnis.
Masing-masing asumsi ini dihubungkan dengan satu metode perhitungan biaya
persediaan, seperti yang ditunjukkan berikut ini:
Asumsi arus biaya Arus biaya searah Arus biaya Arus biaya adalah
dengan urutan berlawanan arah rata-rata dari biaya
terjadinya biaya. dengan urutan yang telah terjadi.
terjadinya biaya.

Metode Perhitungan First-in, first-out /FIFO Last-in, first-out /LIFO Biaya rata-rata
Biaya Persediaan (masuk pertama, (masuk terakhir,
keluar pertama) keluar pertama)

Jika perusahaan menggunakan metode FIFO, maka persediaan akhir terdiri atas
harga pokok yang berasal dari pembelian terakhir. Jika perusahaan menggunakan
metode LIFO, persediaan akhir terdiri atas biaya atau harga pokok yang berasal
dari pembelian paling awal. Jika yang digunakan metode biaya rata-rata maka
biaya unit dalam persediaan adalah rata-rata dari biaya pembelian. Untuk
keperluan pembukuan perusahaan, pemilihan antara metode FIFO, LIFO dan
Rata-rata tertimbang tergantung pada kebijakan manajemen. Peraturan

DTSS Post Clearance Audit 27


Akuntansi Persediaan

perpajakan di Indonesia hanya membolehkan metode FIFO atau rata-rata


tertimbang.
Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa 3 unit barang x yang identik dibeli
selama bulan Maret, dengan harga sebagai berikut:
Tanggal Barang X Unit Biaya
10 Maret Pembelian 1 Rp9.000.000
18 Pembelian 1 13.000.000
24 Pembelian 1 14.000.000
Total 3 36.000.000
Biaya rata-rata per unit 12.000.000

Asumsikan bahwa satu unit dijual pada tangal 30 Maret seharga


Rp20.000.000 Jika unit ini dapat diidentifikasi dengan pembelian pada tanggal
tertentu, maka metode identifikasi khusus (spesific idetification method) dapat
digunakan untuk menentukan biaya dari unit yang dijual. Sebagai contoh, jika
unit yang dijual adalah adalah unit yang dibeli pada tanggal 18 Mei, maka biaya
yang dibebankan ke unit tersebut adalah Rp 13.000.000 dan laba kotornya adalah
Rp7.000.000 (Rp20.000.000-13.000.000).
Metode identifikasi khusus tidaklah praktis kecuali masing-masing unit
dapat diidentifikasi secara akurat. Dealer sepeda motor misalnya, mungkin dapat
menggunakan metode ini, karena setiap sepeda motor mempunyai nomor seri
yang unik. Akan tetapi, untuk banyak perusahaan unit-unit yang identik tidak
dapat diidentifikasi secara terpisah, sehingga arus biaya harus ditentukan dengan
menggunakan asumsi. Maksudnya, unit mana yang telah terjual dan unit mana
yang masih dalam persediaan harus diasumsikan.

b. Latihan 2

Agar Anda dapat lebih memahami materi pada kegiatan belajar 2 ini, coba
kerjakan latihan-latihan berikut ini.
1. Jelaskan secara singkat sistem periodik untuk pencatatan persediaan?
2. Sebutkan beberapa karakteristik sistem perpetual untuk pencatatan
persediaan?

DTSS Post Clearance Audit 28


Akuntansi Persediaan

3. Buat jurnal untuk transaksi berikut ini dengan sistem perpetual dan periodik:
pembelian 200 unit persediaan dengan harga Rp 500.000 per unit.
4. Buat jurnal untuk transaksi berikut ini dengan sistem perpetual dan periodik:
penjualan secara kredit 300 unit persediaan dengan harga Rp 1.000.000 per
unit.
5. Jelaskan beberapa asumsi arus biaya persediaan yang sering digunakan oleh
perusahaan!

c. Rangkuman
1. Pencatatan persediaan dapat dilakukan dengan sistem periodik dan
perpetual.
2. Pada sistem periodik, pencatatan dilakukan pada akhir periode sedangkan
pada sistem perpetual, pencatatan dilakukan setiap saat terjadinya transaksi.
3. Penentuan nilai persediaan dapat menggunakan Metode Harga Pokok
Spesifik, Masuk Pertama Keluar Pertama (FIFO), Masuk Terakhir Keluar
Pertama (LIFO), dan Metode Rata-rata (Average).

d. Tes Formatif 2
Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 2 ini, coba Anda kerjakan tes
formatif berikut ini, dengan cara berikan tanda silang (X) pada jawaban yang
Anda anggap benar.
1. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kredit dengan sistem perpetual adalah....
a.
Persediaan 250.000.000
Kas 250.000.000
b. Persediaan 250.000.000
Hutang 250.000.000
c. Pembelian 250.000.000
Kas 250.000.000
d. Pembelian 250.000.000
Hutang 250.000.000
2. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kas dengan sistem periodik adalah....
a. Persediaan 250.000.000
Kas 250.000.000
b. Persediaan 250.000.000
Hutang 250.000.000

DTSS Post Clearance Audit 29


Akuntansi Persediaan

c. Pembelian 250.000.000
Kas 250.000.000
d. Pembelian 250.000.000
Hutang 250.000.000
3. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kas dengan sistem perpetual adalah....
a. Kas 250.000.000
Penjualan 250.000.000
Harga Pokok Penjualan xxx
Persediaan xxx
b. Piutang Dagang 250.000.000
Penjualan 250.000.000
Harga Pokok Penjualan xxx
Persediaan xxx
c. Kas 250.000.000
Penjualan 250.000.000
d. Piutang Dagang 250.000.000
Penjualan 250.000.000
4. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kredit dengan sistem periodik adalah....
a. Kas 250.000.000
Penjualan 250.000.000
Harga Pokok Penjualan xxx
Persediaan xxx
b. Piutang Dagang 250.000.000
Penjualan 250.000.000
Harga Pokok Penjualan xxx
Persediaan xxx
c. Kas 250.000.000
Penjualan 250.000.000
d. Piutang Dagang 250.000.000
Penjualan 250.000.000
5. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kas dengan sistem perpetual adalah....
a. Persediaan 250.000.000
Kas 250.000.000
b. Persediaan 250.000.000
Hutang 250.000.000
c. Pembelian 250.000.000
Kas 250.000.000
d. Pembelian 250.000.000
Hutang 250.000.000

DTSS Post Clearance Audit 30


Akuntansi Persediaan

6. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kredit dengan sistem periodik adalah....
a. Persediaan 250.000.000
Kas 250.000.000
b. Persediaan 250.000.000
Hutang 250.000.000
c. Pembelian 250.000.000
Kas 250.000.000
d. Pembelian 250.000.000
Hutang 250.000.000
7. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kredit dengan sistem perpetual adalah....
a. Kas 250.000.000
Penjualan 250.000.000
Harga Pokok Penjualan xxx
Persediaan xxx
b. Piutang Dagang 250.000.000
Penjualan 250.000.000
Harga Pokok Penjualan xxx
Persediaan xxx
c. Kas 250.000.000
Penjualan 250.000.000
d. Piutang Dagang 250.000.000
Penjualan 250.000.000
8. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kas dengan sistem periodik adalah....
a. Kas 250.000.000
Penjualan 250.000.000
Harga Pokok Penjualan xxx
Persediaan xxx
b. Piutang Dagang 250.000.000
Penjualan 250.000.000
Harga Pokok Penjualan xxx
Persediaan xxx
c. Kas 250.000.000
Penjualan 250.000.000
d. Piutang Dagang 250.000.000
Penjualan 250.000.000
9. Apabila suatu persediaan dapat diidentifikasi secara akurat dengan
pembelian pada tanggal tertentu, maka metode penentuan nilai yang
digunakan adalah
a. Metode identifikasi khusus
b. Metode First-in, First-out (FIFO)
c. Metode biaya rata-rata

DTSS Post Clearance Audit 31


Akuntansi Persediaan

d. Metode Last-in, First-out (LIFO)


10. Persediaan akhir terdiri atas harga pokok yang berasal dari pembelian
terakhir....
a. Metode identifikasi khusus
b. Metode First-in, First-out (FIFO)
c. Metode biaya rata-rata
d. Metode Last-in, First-out (LIFO)
11. Persediaan akhir terdiri atas harga pokok yang berasal dari pembelian yang
paling awal....
a. Metode identifikasi khusus
b. Metode First-in, First-out (FIFO)
c. Metode biaya rata-rata
d. Metode Last-in, First-out (LIFO)

12. Arus biaya searah dengan urutan terjadinya biaya...


a. Metode identifikasi khusus
b. Metode First-in, First-out (FIFO)
c. Metode biaya rata-rata
d. Metode Last-in, First-out (LIFO)
13. Arus biaya berlawanan arah dengan urutan terjadinya biaya...
a. Metode identifikasi khusus
b. Metode First-in, First-out (FIFO)
c. Metode biaya rata-rata
d. Metode Last-in, First-out (LIFO)
14. Diantara cost flow assumption berikut, manakah yang menghasilkan nilai
persediaan yang mendekati harga pasar:
a. Metode First-in, First-out (FIFO)
b. Metode Last-in, First-out (LIFO)
c. Metode biaya rata-rata
d. Semua benar
15. Diantara cost flow assumption berikut, manakah yang menghasilkan penilaian
laba yang terlalu besar:
a. Metode First-in, First-out (FIFO)

DTSS Post Clearance Audit 32


Akuntansi Persediaan

b. Metode Last-in, First-out (LIFO)


c. Metode biaya rata-rata
d. Semua benar

e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah
disediakan. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus
untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada
kegiatan belajar ini. Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan
kualifikasi hasil belajar yang telah terinci dibawah rumus.

TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%


Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang


sudah dipelajari mencapai:

91 % s.d 100 % : Sangat Baik


81 % s.d. 90,00 % : Baik
71 % s.d. 80,99 % : Cukup
61 % s.d. 70,99 % : Kurang
0% s.d. 60 % : Sangat Kurang

Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda
telah menguasai materi kegiatan belajar 1 ini dengan baik. Untuk
selanjutnya Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.

DTSS Post Clearance Audit 33


Akuntansi Persediaan

KEGIATAN
BELAJAR

3
PENENTUAN NILAI PERSEDIAAN

Indikator keberhasilan :
1. Mampu menentukan nilai persediaan dengan sistem periodik.
2. Mampu menentukan nilai persediaan dengan sistem perpetual.

a. Uraian dan Contoh

1. Penentuan Nilai Persediaan dengan Sistem Periodik


Jika perusahaan menggunakan sistem persediaan periodik, maka hanya
pendapatan yang dicatat setiap kali penjualan dilakukan.
Tidak ada jurnal yang dibuat pada saat penjualan untuk
mencatat harga pokok penjualan. Pada akhir periode
akuntansi, perhitungan fisik dilakukan untuk menentukan
biaya atau harga pokok persediaan dan harga pokok
penjualan. Pada sistem periodik, metode penentuan nilai
persediaan yang digunakan antara lain metode harga pokok spesifik, metode
FIFO, metode LIFO, dan metode rata-rata.
a) Metode Harga Pokok Spesifik
Adalah metode penilaian persediaan yang memasukkan biaya sebenarnya
dari item persediaan yang terjual ke harga pokok barang yang dijual. Metode
ini digunakan untuk persediaan yang dapat diidentifikasikan secara individu
dan dapat ditentukan asal pembeliannya serta harga pokoknya sesuai dengan

DTSS Post Clearance Audit 34


Akuntansi Persediaan

harga beli yang sesungguhnya. Seringkali digunakan oleh perusahaan yang


menjual barang dengan harga relatif mahal dan tingkat perputaran relatif
kecil, seperti mobil, perhiasan, benda seni, atau rumah. Berikut ini ilustrasi
penentuan biaya persediaan dengan metode harga pokok spesifik.

Pada tanggal tanggal 1 Maret 2009, suatu dealer mobil membeli 3 mobil (AA,
AB, AD) sebagai persediaan perusahaan dengan harga Rp 100 juta, Rp 120
juta, dan Rp 175 juta rupiah secara kas. Kemudian, tanggal 17 Maret 2009
terjual mobil AB seharga Rp 110 juta secara kredit.
 Jurnal untuk mencatat pembelian:
Pembelian (Mobil AA) 100.000.000
Pembelian (Mobil AB) 120.000.000
Pembelian (Mobil AD) 175.000.000
Kas 395.000.000

 Jurnal untuk mencatat penjualan mobil AB:


Piutang Dagang (Mobil AB) 110.000.000
Sales 110.000.000

 Penentuan persediaan akhir:


Persediaan akhir terdiri dari mobil yang belum terjual yaitu mobil AA dan
Mobil AD yang nilai belinya adalah:
Rp. 120.000.000 + Rp. 175.000.000 = Rp. 295.000.000

 Dengan asumsi tidak ada transaksi lain maka saldo persediaan pada
Neraca akhir periode sejumlah Rp 295.000.000.

b) Metode First-in First-out (FIFO)/Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP)


Di dalam metode ini biaya persediaan yang paling awal yang ada terlebih
dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan. Dengan demikian barang
yang ada dalam persediaan berasal dari pembelian-pembelian sebelumnya
yang dianggap telah dijual atau dikeluarkan. Berikut ini ilustrasi pemakaian
metode FIFO dalam sistem persediaan periodik.

DTSS Post Clearance Audit 35


Akuntansi Persediaan

Unit Harga per unit Total


1 Maret Persediaan 200 Rp 9.000 Rp 1.800.000
17 Maret Pembelian 300 10.000 3.000.000
13 September Pembelian 400 11.000 4.400.000
1 Desember Pembelian 100 12.000 1.200.000
Tersedia untuk dijual selama tahun berjalan 1.000 Rp 10.400.000

Perhitungan fisik pada tanggal 31 Desember memperlihatkan bahwa 300 unit


belum terjual. Dengan menggunakan metode FIFO, harga pokok penjualan
dari 700 unit yang telah terjual ditentukan sebagai berikut:

Unit Harga per unit Total


Nilai persediaan 1 Maret 200 Rp 9.000 Rp 1.800.000
Nilai pembelian persediaan 17 Maret 300 10.000 3.000.000
Nilai pembelian persediaan 13 September 200 11.000 2.200.000
Harga pokok penjualan: 700 Rp 7.000.000

Dengan mengurangi harga pokok penjualan sebesar Rp7.000.000 dari


Rp10.400.000 barang yang tersedia untuk dijual menghasilkan nilai
persediaan sebesar Rp 3.400.000 per 31 Desember. Persediaan sebesar Rp
3.400.000 terdiri atas harga pokok paling akhir untuk barang dimaksud.
Gambar berikut ini memperlihatkan hubungan harga pokok penjualan selama
tahun berjalan dan persediaan per 31 Desember.

DTSS Post Clearance Audit 36


Akuntansi Persediaan

Gambar 3.1
Arus biaya First-In, First-Out (FIFO)

Pembelian Barang yang tersedia untuk dijual Harga Pokok Penjualan

200 unit @ Rp 9.000


1 Maret 200 unit @ Rp
Rp 1.800.000
9.000 Rp 1.800.000

300 unit @ Rp 10.000


17 Maret 300 unit @ 3.000.000
Rp 10.000 3.000.000

2.200.000
13 September 400 unit
@ Rp 11.000 4.400.000 Rp 7.000.000
Persediaan
Barang
1 Desember 100 unit
@ Rp 12.000 1.200.000
Rp 2.200.000

Rp 10.400.000 1.200.000

Rp 3.400.000

c) Metode Last In First Out (LIFO)/Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP)


Metode yang didasarkan pada anggapan bahwa biaya persediaan yang paling
akhir yang akan terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan.
Jadi metode LIFO adalah kebalikan dari metode FIFO. Berdasarkan data yang
terdapat dalam contoh FIFO, harga pokok penjualan atas 700 unit persediaan
ditentukan sebagai berikut:
Unit Harga per unit Total
Nilai pembelian persediaan 1 Desember 100 Rp 12.000 Rp 1.200.000
Nilai pembelian persediaan 13 September 400 11.000 4.400.000
Nilai pembelian persediaan 17 Maret 200 10.000 2.000.000
Harga pokok penjualan: 700 Rp 7.600.000

Dengan mengurangi harga pokok penjualan sebesar Rp7.600.000 dari Rp


10.400.000 barang dagang yang tersedia untuk dijual maka didapatkan
Rp2.800.000 sebagai nilai persediaan 31 Desember. Persediaan sebesar
Rp2.800.000 terdiri atas harga pokok paling awal untuk barang ini. Gambar 2

DTSS Post Clearance Audit 37


Akuntansi Persediaan

memperlihatkan hubungan antara harga pokok penjualan selama tahun


berjalan dan persediaan per 31 Desember.

Gambar 3.2
Arus biaya Last-In, First-Out (LIFO)
Pembelian Barang yang tersedia untuk dijual Harga Pokok Penjualan

200 unit @ Rp 9.000


1 Maret 200 unit @ Rp
9.000 Rp 1.800.000 Rp 1.800.000

100 unit @ Rp 10.000


17 Maret 300 unit @ 1.000.000
Rp 10.000 3.000.000

Rp 2.800.000
13 September 400 unit
@ Rp 11.000 4.400.000 Persediaan
Barang

1 Desember 100 unit Rp 2.000.000


@ Rp 12.000 1.200.000
4.400.000

Rp 10.400.000

1.200.000

Rp 3.400.000

d) Metode Rata-rata atau Rata-rata Tertimbang


Dalam metode rata-rata tertimbang, biaya rata-rata barang ditentukan
dengan cara membagi jumlah harga barang yang tersedia untuk dijual
dengan total kuantitasnya, atau dengan rumus:

( Persediaan Awal + Pembelian)


Biaya Rata-rata per unit =
Total Unit

Dengan menggunakan data biaya yang sama seperti pada contoh FIFO dan
LIFO, biaya rata-rata dari 1.000 unit dan harga pokok penjualan dari 700 unit
ditentukan sebagai berikut:

Biaya rata-rata per unit: Rp10.400.000/1.000 unit = Rp 10.400


Harga pokok penjualan: 700 unit x Rp 10.400 = Rp 7.280.000

DTSS Post Clearance Audit 38


Akuntansi Persediaan

Dengan mengurangi harga pokok penjualan sebesar Rp 7.280.000 dari


Rp10.400.000 barang dagang yang tersedia untuk dijual, maka akan diperoleh
nilai persediaan per 31 Desember sebesar Rp 3.120.000.

2. Penentuan Nilai Persediaan Sistem Perpetual


Dalam sistem perpetual, untuk mengetahui jumlah persediaan yang ada
pada tanggal tertentu tidak perlu menghitung secara fisik terhadap sisa barang
yang ada di gudang. Persediaan barang setiap saat bisa diketahui dari
pembukuan, karena setiap transaksi yang mempengaruhi besarnya persediaan
langsung dicatat ke dalam akuntansi persediaan sebesar harga pokoknya.
Untuk mempermudah perhitungan biaya secara perpetual maka
digunakan kartu-kartu persediaan untuk setiap nama persediaan yang dimiliki
perusahaan. Dengan kartu ini maka dapat diketahui nilai dan kuantitas setiap
jenis persediaan yang dimiliki perusahaan.
Dalam sistem persediaan perpetual, semua kenaikan dan penurunan
persediaan dicatat dengan cara yang sama seperti mencatat kenaikan dan
penurunan kas. Akun persediaan barang dagang pada awal periode akuntansi
mengindikasikan jumlah stock pada tanggal tersebut. Pembelian dicatat dengan
mendebit Persediaan dan mengkredit Kas atau Hutang Usaha. Pada tanggal
penjualan, harga pokok barang yang terjual dicatat dengan mendebit Harga
Pokok Penjualan dan mengkredit Persediaan. Metode penilaian persediaan yang
umumnya digunakan adalah metode FIFO, LIFO, dan biaya rata-rata. Untuk
mengilustrasikan masing-masing metode tersebut, digunakan data persediaan
berikut ini.
Nama Barang: XYZ Unit Harga per unit
1 Maret Persediaan 10 Rp 2000
13 Penjualan 7
17 Pembelian 8 2100
22 Penjualan 4
28 Penjualan 2
30 Pembelian 10 2200

a) Metode First-In, First-Out (FIFO)


Sebagian besar perusahaan mengeluarkan persediaan sesuai dengan urutan
pembeliannya. Hal ini terutama untuk barang-barang yang tidak tahan lama

DTSS Post Clearance Audit 39


Akuntansi Persediaan

dan produk-produk yang modelnya cepat berubah. Sebagai contoh, toko


bahan pangan menyusun produk-produk susu dalam rak-rak berdasarkan
tanggal kadaluawarsanya. Jadi, metode FIFO dapat dikatakan konsisten
dengan arus fisik atau pergerakan persediaan. Metode FIFO akan memberikan
hasil yang sama dengan yang diperoleh melalui pengidentifikasian biaya
khusus setiap barang yang dijual dan yang ada dalam persediaan.
Berdasarkan data persediaan, maka kartu persediaan dan jurnal (pembelian
dan penjualan) dapat dilihat berikut ini.
Kartu Persediaan
Nama Perusahaan : PD TATA No. Kode Barang :
Nama Barang : XYZ No. Kode rek :
Lokasi : Metode : FIFO
Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan
2009 Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total Saldo
Per unit Per unit Per unit
Maret 1 10 Rp2000 Rp20000 Rp20000
13 7 Rp 2000 Rp 3 2000 6000 6000
14000
17 8 Rp2100 Rp16800 3 2000 6000
8 2100 16800 22800
22 3 2000 6000
1 2100 2100 7 2100 14700 14700
28 2 2100 4200 5 2100 10500 10500
30 10 2200 22000 5 2100 10500
10 2200 22000 32500

Jurnal Transaksi
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
13 Maret Piutang Usaha 21000
Penjualan 21000

13 Harga Pokok Penjualan 14000


Persediaan 14000

Mencatat pembelian secara kredit:


17 Persediaan 16800
Hutang Usaha 16800

DTSS Post Clearance Audit 40


Akuntansi Persediaan

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
22 Piutang Usaha 12000
Penjualan 12000
22 Harga Pokok Penjualan 8100
Persediaan 8100

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
28 Piutang Usaha 6000
Penjualan 6000

28 Harga Pokok Penjualan 4200


Persediaan 4200

Mencatat pembelian secara kredit:


30 Persediaan 22000
Hutang Usaha 22000

Berdasarkan mutasi barang pada kartu persediaan dan jurnal transaksi yang telah
dibuat maka jumlah total penjualan dan harga pokok penjualan ditentukan
sebagai berikut:
Penjualan selama bulan Maret terdiri dari:
 Penjualan tanggal 13 Maret: Rp 21.000
 Penjualan tanggal 22 Maret: Rp12.000
 Penjualan tanggal 28 Maret Rp6.000
Jumlah nilai penjualan sebanyak Rp 39.000
Harga pokok penjualan selama bulan Maret terdiri dari:
 Harga pokok atas penjualan tanggal 13 Maret: Rp 14.000
 Harga pokok atas penjualan tanggal 22 Maret: Rp 8.100
 Harga pokok atas penjualan tanggal 28 Maret Rp4.200
Jumlah harga pokok penjualan sebanyak Rp 26.300

b) Metode Last-in, First-out (LIFO)


Jika sebuah perusahaan menggunakan metode LIFO dalam sistem persediaan
perpetual, maka biaya dari unit yang dijual merupakan biaya pembelian

DTSS Post Clearance Audit 41


Akuntansi Persediaan

paling akhir. Dengan data yang ada, maka kartu persediaan dan jurnal
(pembelian dan penjualan) dapat dilihat berikut ini.
Kartu Persediaan
Nama Perusahaan : PD TATA No. Kode Barang :
Nama Barang : XYZ No. Kode rek :
Lokasi : Metode : LIFO
Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan
2009 Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total Saldo
Per unit Per unit Per unit
Maret 1 10 2000 20000 20000
13 7 2000 14000 3 2000 6000 6000
17 8 2100 16800 3 2000 6000
8 2100 16800 22800
22 4 2100 8400 3 2000 6000
4 2100 8400 14400
28 2 2100 4200 3 2000 6000 6000
30 10 2200 22000 2 2100 4200
3 2000 6000
2 2100 4200
10 2200 22000 36400

Jurnal Transaksi
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
13 Maret Piutang Usaha 21000
Penjualan 21000

13 Harga Pokok Penjualan 14000


Persediaan 14000

Mencatat pembelian secara kredit:


17 Persediaan 16800
Hutang Usaha 16800

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
22 Piutang Usaha 12000
Penjualan 12000

22 Harga Pokok Penjualan 8400


Persediaan 8400

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:

DTSS Post Clearance Audit 42


Akuntansi Persediaan

28 Piutang Usaha 6000


Penjualan 6000

28 Harga Pokok Penjualan 4200


Persediaan 4200

Mencatat pembelian secara kredit:


30 Persediaan 22000
Hutang Usaha 22000

Berdasarkan mutasi barang pada kartu persediaan dan jurnal transaksi yang telah
dibuat maka jumlah total penjualan dan harga pokok penjualan ditentukan
sebagai berikut:
Penjualan selama bulan Maret terdiri dari:
 Penjualan tanggal 13 Maret: Rp 2.1000
 Penjualan tanggal 22 Maret: Rp12.000
 Penjualan tanggal 28 Maret Rp6.000
Jumlah nilai penjualan sebanyak Rp 39.000
Harga pokok penjualan selama bulan Maret terdiri dari:
 Harga pokok atas penjualan tanggal 13 Maret: Rp 14.000
 Harga pokok atas penjualan tanggal 22 Maret: Rp 8.400
 Harga pokok atas penjualan tanggal 28 Maret Rp 4.200
Jumlah harga pokok penjualan sebanyak Rp 26.600

c) Metode Biaya Rata-rata


Apabila metode biaya rata-rata digunakan dalam sistem persediaan
perpetual, biaya rata-rata per unit untuk masing-masing persediaan dihitung
setiap kali pembelian dilakukan. Biaya per unit kemudian digunakan untuk
menentukan harga pokok setiap penjualan sampai pembelian berikutnya
dilakukan dan rata-rata baru dihitung. Teknik penghitungan rata-rata ini
dinamakan dengan rata-rata bergerak (moving average).

DTSS Post Clearance Audit 43


Akuntansi Persediaan

Kartu Persediaan
Nama Perusahaan : PD TATA No. Kode Barang :
Nama Barang : XYZ No. Kode rek :
Lokasi : Metode : Average
Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan
2009 Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total Saldo
Per unit Per unit Per unit
Maret 1 10 Rp 2000 Rp Rp
20000 20000
13 7 Rp 2000 Rp 3 2000 6000 6000
14000
17 8 Rp2100 Rp16800 11 2073 22803 22803
22 4 2073 8292 7 2073 14511 14511
28 2 2073 4146 5 2073 10365 10365
30 10 2200 22000 15 2158 32370 32370

Jurnal Transaksi
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
13 Maret Piutang Usaha 21000
Penjualan 21000

13 Harga Pokok Penjualan 14000


Persediaan 14000

Mencatat pembelian secara kredit:


17 Persediaan 16800
Hutang Usaha 16800

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
22 Piutang Usaha 12000
Penjualan 12000

22 Harga Pokok Penjualan 8292


Persediaan 8292

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
28 Piutang Usaha 6000
Penjualan 6000

28 Harga Pokok Penjualan 4146


Persediaan 4146

DTSS Post Clearance Audit 44


Akuntansi Persediaan

Mencatat pembelian secara kredit:


30 Persediaan 22000
Hutang Usaha 22000

Berdasarkan mutasi barang pada kartu persediaan dan jurnal transaksi yang telah
dibuat maka jumlah total penjualan dan harga pokok penjualan ditentukan
sebagai berikut:
Penjualan selama bulan Maret terdiri dari:
 Penjualan tanggal 13 Maret: Rp 21.000
 Penjualan tanggal 22 Maret: Rp 12.000
 Penjualan tanggal 28 Maret Rp 6.000
Jumlah nilai penjualan sebanyak Rp 39.000
Harga pokok penjualan selama bulan Maret terdiri dari:
 Harga pokok atas penjualan tanggal 13 Maret: Rp 14.000
 Harga pokok atas penjualan tanggal 22 Maret: Rp 8.292
 Harga pokok atas penjualan tanggal 28 Maret Rp 4.146
Jumlah harga pokok penjualan sebanyak Rp 26.438

Beberapa contoh kasus yang sudah dibahas hanya berkaitan dengan perusahaan
dagang. Kasus berikut ini berkaitan dengan mutasi persediaan di perusahaan
manufaktur.

PT. Sukacita adalah sebuah perusahaan yang memproduksi barang “XYZ” untuk
dijual. Berikut ini beberapa transaksi yang berkaitan dengan PT. Sukacita selama
Tahun 2009.
Soal:
a. Data pembelian bahan baku utama sebagai berikut:
Unit Harga per unit
Januari 250 10.000
Maret 400 12.500
April 230 14.000
Mei 200 15.000
Juli 170 16.000
Agustus 410 18.000
Oktober 300 20.000
November 380 21.500

DTSS Post Clearance Audit 45


Akuntansi Persediaan

b. Data pengeluaran bahan baku ke bagian produksi untuk diproses adalah


sebagai berikut:

Unit
Februari 320
April 210
Juni 360
Juli 340
Oktober 450
Desember 500

c. Data tambahan yang terjadi selama Tahun 2009, sebagai berikut:


 Pada akhir bulan Desember sebanyak 350 unit dengan harga Rp. 22.000,-
per unit-nya, masih dalam perjalanan, pembelian dilakukan dengan syarat
FOB Destination Point.
 Pembelian bahan baku pada bulan Maret, ada sebagian yang tidak sesuai
pesanan sehingga pada awal bulan berikutnya dikembalikan sebanyak
210 unit.
 Di akhir periode dilakukan stock opname dan hasilnya adalah sebanyak
190 unit bahan baku yang masih tersisa di gudang.
 Diketahui pula Laporan Rugi Laba Tahun 2008, Saldo Persediaan akhir per
tanggal 31 Desember 2008 adalah sebanyak 240 unit dengan total nilai
sebesar Rp. 2.160.000.

Pertanyaan: tentukan saldo persediaan akhir dan harga pokok bahan baku-nya,
jika PT. Sukacita dalam penilaian persediaannya menggunakan:
a. Metode FIFO, biaya rata-rata, dan LIFO dengan sistem periodik.
b. Metode FIFO, biaya rata-rata, dan LIFO dengan sistem perpetual dengan
membuat kartu persediaan.

Jawaban:
Guna mempermudah menjawab soal tersebut, pertama kali kita urutkan data-
data yang sesuai bulan terjadinya transaksi, berikut ini:
Bulan Transaksi Unit Harga Satuan Jumlah

DTSS Post Clearance Audit 46


Akuntansi Persediaan

Saldo Awal 240 Rp 9.000 Rp 2.160.000


Januari Pembelian 250 10.000 Rp 2.500.000
Pebruari Produksi 320
Maret Pembelian 400 12.500 5.000.000
Retur 210 12.500 2.625.000
April Produksi 210
Pembelian 230 14.000 3.220.000
Mei Pembelian 200 15.000 3.000.000
Juni Produksi 360
Juli Pembelian 170 16.000 2.720.000
Produksi 340
Agustus Pembelian 410 18.000 7.380.000
Oktober Pembelian 300 20.000 6.000.000
Produksi 450
Nopember Pembelian 380 21.500 8.170.000
Desember Produksi 500

Berdasarkan rincian tersebut, maka dapat dihitung bahwa jumlah barang yang
tersedia untuk diproduksi sebanyak 2.370 unit. Berdasarkan perhitungan fisik
diperoleh jumlah persediaan akhir sebanyak 190 unit, sehingga jumlah barang
yang diproduksi sebanyak 2.180 unit (2.370 unit – 190 unit).
a. Periodik – FIFO
Dengan sistem ini, rincian harga pokok bahan baku terdiri dari:
Transaksi Unit Harga Satuan Jumlah
Saldo Awal 240 9.000 2.160.000
Pembelian Januari 250 10.000 2.500.000
Pembelian Maret 190 12.500 2.375.000
Pembelian April 230 14.000 3.220.000
Pembelian Mei 200 15.000 3.000.000
Pembelian Juli 170 16.000 2.720.000
Pembelian Agustus 410 18.000 7.380.000
Pembelian Oktober 300 20.000 6.000.000
Pembelian Nopember 190 21.500 4.085.000
Total 2.180 33.440.000

Berdasarkan tersebut, maka harga pokok bahan baku yang digunakan dalam
produksi senilai Rp 33.440.000. Untuk menghitung nilai persediaan akhir,
terlebih dahulu dihitung jumlah barang bahan baku yang siap digunakan
untuk produksi. Berikut perhitungan bahan baku yang siap diproduksi:

DTSS Post Clearance Audit 47


Akuntansi Persediaan

Transaksi Unit Harga Satuan Jumlah


Saldo Awal 240 9.000 2.160.000
Pembelian Januari 250 10.000 2.500.000
Pembelian Maret 400 12.500 5.000.000
Retur Maret (190) 12.500 (2.625.000)
Pembelian April 230 14.000 3.220.000
Pembelian Mei 200 15.000 3.000.000
Pembelian Juli 170 16.000 2.720.000
Pembelian Agustus 410 18.000 7.380.000
Pembelian Oktober 300 20.000 6.000.000
Pembelian Nopember 380 21.500 4.085.000
Total 2.370 37.525.000

Dengan demikian, jumlah nilai persediaan akhir adalah nilai bahan baku yang
siap diproduksi (Rp 37.525.000) dikurangi dengan harga pokok bahan baku yang
diproduksi (Rp 33.440.000) yaitu Rp 4.085.000.

b. Periodik – LIFO
Dengan sistem ini, rincian harga pokok bahan baku terdiri dari:
Transaksi Unit Harga Satuan Jumlah
Pembelian 380 21.500 8.170.000
Nopember
Pembelian Oktober 300 20.000 6.000.000
Pembelian Agustus 410 18.000 7.380.000
Pembelian Juli 170 16.000 2.720.000
Pembelian Mei 200 15.000 3.000.000
Pembelian April 230 14.000 3.220.000
Pembelian Maret 190 12.500 2.375.000
Pembelian Januari 250 10.000 2.500.000
Saldo Awal 240 9.000 2.160.000
Total 2.180 35.815.000

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka harga pokok bahan baku yang


digunakan dalam produksi senilai Rp 35.815.000. Dengan menggunakan
perhitungan bahan baku yang siap digunakan untuk produksi sebelumnya, maka
jumlah persediaan akhir adalah nilai bahan baku yang siap diproduksi (Rp
37.525.000) dikurangi dengan harga pokok bahan baku yang diproduksi (Rp
35.815.000) yaitu Rp 1.710.000.

DTSS Post Clearance Audit 48


Akuntansi Persediaan

c. Periodik – Average
Untuk menghitung harga pokok bahan baku, terlebih dahulu dihitung biaya per
unit bahan baku. Biaya per unit bahan baku adalah jumlah bahan baku yang siap
digunakan untuk diproduksi (Rp 37.525.000) dibagi dengan jumlah unit yang
tersedia untuk diproduksi (2.370 unit) yaitu Rp 15.833. Dengan biaya per unit
sebesar Rp 15.833 maka harga pokok bahan baku adalah Rp 34.515.940
(Rp15.833 x 2.180 unit).

d. Perpetual – FIFO
Berikut ini, perhitungan harga pokok produksi dan persediaan akhir bahan
baku dengan sistem perpetual dan metode FIFO.
Tanggal Pembelian Harga Pokok Produksi Persediaan Bahan Baku
2009 Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total Saldo
Per unit Per unit Per unit
Saldo 240 9.000 2.160.000 2.160.000
Januari 250 10.000 2.500.000 240 9.000 2.160.000
250 10.000 2.500.000 4.660.000
Pebruari 240 9.000 2.160.000
80 10.000 800.000 170 10.000 1.700.000 1.700.000
Maret 190 12.500 2.375.000 170 10.000 1.700.000
190 12.500 2.375.000 4.075.000
April 170 10.000 1.700.000
40 12.500 500.000
230 14.000 3.220.000 150 12.500 1.875.000
230 14.000 3.220.000 5.095.000
Mei 200 15.000 3.000.000 150 12.500 1.875.000
230 14.000 3.220.000
200 15.000 3.000.000 8.095.000
Juni 150 12.500 1.875.000
210 2.940.000 20 14.000 280.000
200 15.000 3.000.000 3.280.000
Juli 170 16.000 2.720.000
20 14.000 280.000
200 15.000 3.000.000
120 16.000 1.920.000 50 16.000 800.000 800.000
Agustus 410 18.000 7.380.000 50 16.000 800.000
410 18.000 7.380.000 8.180.000
Oktober 300 20.000 6.000.000
50 16.000 800.000
400 18.000 7.200.000 10 18.000 180.000
300 20.000 6.000.000 6.180.000
November 380 21.500 8.170.000 10 18.000 180.000
300 20.000 6.000.000
380 21.500 8.170.000 14.350.000
Desember 10 18.000 180.000
300 20.000 6.000.000
190 21.500 4.085.000 190 21.500 4.085.000

DTSS Post Clearance Audit 49


Akuntansi Persediaan

Dari kartu persediaan tersebut, diketahui bahwa nilai persediaan akhir bahan
baku sebanyak Rp 4.085.000. Dengan demikian, jumlah harga pokok produksi
adalah bahan baku yang tersedia untuk diproduksi (Rp 37.525.000) dikurangi nilai
persediaan akhir bahan baku (Rp 4.085.000) yaitu Rp 33.440.000. cara seperti ini
digunakan juga untuk menentukan nilai persediaan akhir bahan baku dan harga
pokok produksi dengan sistem perpetual dan metoe LIFO maupun average.

e. Perpetual – LIFO
Berikut ini, perhitungan harga pokok produksi dan persediaan akhir bahan
baku dengan sistem perpetual dan metode FIFO.
Tanggal Pembelian Harga Pokok Produksi Persediaan Bahan Baku
2009 Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total Saldo
Per unit Per unit Per unit
Saldo 240 9.000 2.160.000 2.160.000
Januari 250 10.000 2.500.000 240 9.000 2.160.000
250 10.000 2.500.000 4.660.000
Pebruari 240 9.000 2.160.000
80 10.000 800.000 170 10.000 1.700.000 1.700.000
Maret 190 12.500 2.375.000 170 10.000 1.700.000
190 12.500 2.375.000 4.075.000
April 170 10.000 1.700.000
40 12.500 500.000
230 14.000 3.220.000 150 12.500 1.875.000
230 14.000 3.220.000 5.095.000
Mei 200 15.000 3.000.000 150 12.500 1.875.000
230 14.000 3.220.000
200 15.000 3.000.000 8.095.000
Juni 150 12.500 1.875.000
210 2.940.000 20 14.000 280.000
200 15.000 3.000.000 3.280.000
Juli 170 16.000 2.720.000
20 14.000 280.000
200 15.000 3.000.000
120 16.000 1.920.000 50 16.000 800.000 800.000
Agustus 410 18.000 7.380.000 50 16.000 800.000
410 18.000 7.380.000 8.180.000
Oktober 300 20.000 6.000.000
50 16.000 800.000
400 18.000 7.200.000 10 18.000 180.000
300 20.000 6.000.000 6.180.000
November 380 21.500 8.170.000 10 18.000 180.000
300 20.000 6.000.000
380 21.500 8.170.000 14.350.000
Desember 10 18.000 180.000
300 20.000 6.000.000
190 21.500 4.085.000 190 21.500 4.085.000

DTSS Post Clearance Audit 50


Akuntansi Persediaan

f. Perpetual – Average
Berikut ini, perhitungan harga pokok produksi dan persediaan akhir bahan
baku dengan sistem perpetual dan metode FIFO.
Tanggal Pembelian Harga Pokok Produksi Persediaan Bahan Baku
2009 Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total Saldo
Per unit Per unit Per unit
Saldo 240 9.000 2.160.000 2.160.000
Januari 250 10.000 2.500.000 240 9.000 2.160.000
250 10.000 2.500.000 4.660.000
Pebruari 240 9.000 2.160.000
80 10.000 800.000 170 10.000 1.700.000 1.700.000
Maret 190 12.500 2.375.000 170 10.000 1.700.000
190 12.500 2.375.000 4.075.000
April 170 10.000 1.700.000
40 12.500 500.000
230 14.000 3.220.000 150 12.500 1.875.000
230 14.000 3.220.000 5.095.000
Mei 200 15.000 3.000.000 150 12.500 1.875.000
230 14.000 3.220.000
200 15.000 3.000.000 8.095.000
Juni 150 12.500 1.875.000
210 2.940.000 20 14.000 280.000
200 15.000 3.000.000 3.280.000
Juli 170 16.000 2.720.000
20 14.000 280.000
200 15.000 3.000.000
120 16.000 1.920.000 50 16.000 800.000 800.000
Agustus 410 18.000 7.380.000 50 16.000 800.000
410 18.000 7.380.000 8.180.000
Oktober 300 20.000 6.000.000
50 16.000 800.000
400 18.000 7.200.000 10 18.000 180.000
300 20.000 6.000.000 6.180.000
November 380 21.500 8.170.000 10 18.000 180.000
300 20.000 6.000.000
380 21.500 8.170.000 14.350.000
Desember 10 18.000 180.000
300 20.000 6.000.000
190 21.500 4.085.000 190 21.500 4.085.000

3. Perbandingan Metode Penilaian

Seperti telah diilustrasikan, ketiga metode perhitungan biaya persediaan masing-


masing memiliki asumsi arus biaya yang berbeda. Apabila biaya per unit
cenderung stabil dari waktu ke waktu, ketiga metode akan memberikan hasil
yang sama. Namun, karena harga selalu berubah, ketiga metode tersebut akan

DTSS Post Clearance Audit 51


Akuntansi Persediaan

menghasilkan jumlah yang berbeda untuk (1) harga pokok penjualan periode
berjalan, (2) laba kotor (dan laba bersih) periode berjalan, dan (3) persediaan
akhir.
Dengan menggunakan beberapa contoh sebelumnya untuk sistem persediaan
periodik dan dengan mengasumsikan bahwa penjualan bersih adalah Rp
15.000.000 laporan laba rugi sebagian berikut mengindikasikan pengaruh setiap
metode apabila harga naik:
Laporan Laba Rugi Sebagian
FIFO Biaya Rata-rata LIFO
Penjualan Bersih Rp 15.000.000 Rp 15.000.000 Rp 15.000.000
Harga pokok penjualan:
Persediaan awal 1.800.000 1.800.000 1.800.000
Pembelian 8.600.000 8.600.000 8.600.000
Barang tersedia dijual 10.400.000 10.400.000 10.400.000
Dikurangi persediaan akhir 3.400.000 3.120.000 2.800.000
Harga pokok penjualan 7.000.000 7.280.000 7.600.000
Laba kotor 8.000.000 7.720.000 7.400.000
Ringkasan pengaruh ketiga metode - Persediaan Hasil berada - Persediaan
akhir tertinggi diantara hasil akhir terendah
- Harga pokok FIFO dan LIFO - Harga pokok
penjualan penjualan
terendah. tertinggi
- Laba kotor - Laba kotor
tertingi terendah

4. Penilaian Persediaan Selain dari Harga Pokok


Seperti telah di bahas sebelumnya, biaya merupakan dasar utama untuk
penilaian persediaan. Namun, dalam sejumlah kasus, persediaan bisa dinilai
selain dari biaya. Dua situasi semacam itu muncul apabila (1) biaya penggantian
barang-barang persediaan lebih rendah daripada biaya yang tercatat dan (2)
persediaan tidak dapat dijual pada harga jual normal karena cacat, using,
perubahan gaya, atau penyebab lainnya.

1) Penilaian pada Mana yang Lebih Rendah antara Harga Pokok atau Harga
Pasar

DTSS Post Clearance Audit 52


Akuntansi Persediaan

Jika biaya penggantian suatu persediaan lebih rendah daripara biaya


pembeliannya maka metode mana yang lebih rendah antara harga pokok atau
harga pasar (lower-of-cost-or-market-LCM method) digunakan untuk menilai
persediaan. Harga pasar, yang digunakan dalam LCM, adalah biaya untuk
mengganti barang dagang pada tanggal persediaan. Nilai pasar ini didasarkan
pada jumlah yang biasanya dibeli dari sumber pemasok yang biasa. Dalam bisnis
yang sering dilanda inflasi, harga pasar jarang turun. Namun, dalam bisnis yang
teknologinya berubah cepat (misalnya, televise dan komputer), penurunan harga
sering terjadi. Keunggulan utama dari metode LCM adalah bahwa laba kotor (dan
laba bersih) akan berkurang dalam periode terjadinya penurunan nilai pasar.
Dalam menerapkan metode LCM, biaya dan biaya penggantian dapat
ditentukan dengan salah satu dari tiga cara berikut. Biaya dan biaya penggantian
(replacement cost) dapat ditentukan untuk (1) setiap jenis barang dalam
persediaan, (2) kelas atau kategori utama persediaan, dan (3) persediaan secara
keseluruhan. Dalam praktik, yang ditentukan biasanya adalah biaya dan biaya
penggantian setiap jenis barang.
Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa terdapat 400 unit barang yang identik
dalam persediaan, yang dibeli dengan harga Rp 1.050 untuk menggantinya, maka
harga sebesar Rp 1.050 akan dikalikan dengan 400 untuk menentukan nilai
persediaan. Pada sisi lain, jika barang tersebut dapat diganti dengan harga Rp
950 per unit, biaya penggantian sebesar Rp 950 akan digunakan untuk tujuan
penilaian.
Tampilan berikut mengilustrasikan metode untuk penyusunan data
persediaan dan penerapan metode LCM ke setiap barang persediaan. Jumlah
penurunan nilai pasar Rp 45.000 (Rp 1.552.000 – Rp 1.507.000), bisa dilaporkan
sebagai pos terpisah dalam laporan laba rugi atau dimasukkan dalam harga
pokok penjualan. Yang pasti, laba bersih akan berkurang sebesar penurunan
harga pasar.
Penentuan Nilai Persediaan dengan Metode LCM
Komoditas Jumlah Biaya Harga Total
Persediaan per Unit Pasar per Biaya Pasar Lebih Rendah
Unit Biaya atau
Pasar (LCM)
A 400 Rp Rp 950 Rp 410.000 380.000 380.000
1.025

DTSS Post Clearance Audit 53


Akuntansi Persediaan

B 120 2.250 2.410 270.000 289.200 270.000


C 600 800 775 480.000 465.000 465.000
D 280 1.400 1.475 392.000 413.000 392.000
Total Rp 1.552.000 Rp 1.547.200 Rp 1.507.000

2) Penilaian pada Nilai Realisasi Bersih


Seperti yang mungkin telah Anda perkirakan, barang dagang yang telah
using, rusak, cacat, atau yang hanya bisa dijual dengan harga di bawah harga
pokok harus diturunkan nilainya. Barang dagang semacam itu harus dinilai
dengan nilai realisasi bersih. Nilai realisasi bersih (net realizable) adalah estimasi
harga jual dikurangi biaya pelepasan langsung, seperti komisi penjualan. Sebagai
contoh, asumsikan bahwa barang dagang yang telah rusak, dengan harga pokok
Rp 100.000.000, hanya dapat dijual dengan harga Rp 80.000.000, dan beban
penjualan langsung diestimasi sebesar Rp 15.000.000. Persediaan ini harus dinilai
sebesar Rp 65.000.000 (Rp 80.000.000 – Rp 15.000.000), yang merupakan nilai
realisasi bersihnya.

b. Latihan 3

1. Transaksi persediaan suatu perusahaan dagang bulan Juli Tahun 2010 adalah
sebagai berikut:
Tanggal Transaksi Kuantitas Harga Per Unit
01/07/10 Persediaan awal 400 100.000
12/07/10 Penjualan 200 200.000
18/07/10 Pembelian 200 110.000
25/07/10 Penjualan 350 200.000
29/07/10 Pembelian 150 115.000
30/07/10 Stock opname 200

Tentukan nilai persediaan akhir, dengan menggunakan:


a. Metode FIFO, Average, dan LIFO dengan sistem periodik
b. Metode FIFO, Average, dan LIFO dengan sistem perpetual (buat kartu
persediaan)

DTSS Post Clearance Audit 54


Akuntansi Persediaan

2. Buat laporan laba rugi untuk akhir bulan Juli 2010 dengan menggunakan
metode FIFO, LIFO, dan Average (perpetual)

3. Metode apa yanag akan Saudara pilih, jika tujuan perusahaan:


a) Memaksimalkan pajak penghasilan
b) Melaporan laba serendah mungkin
c) Melaporkan nilai persediaan akhir yang paling mendekati harga pasar

c. Rangkuman
1. Pada sistem persediaan periodik, hanya pendapatan yang dicatat setiap kali
penjualan dilakukan. Tidak ada jurnal yang dibuat pada saat penjualan untuk
mencatat harga pokok penjualan. Pada akhir periode akuntansi, perhitungan
fisik dilakukan untuk menentukan biaya atau harga pokok persediaan dan
harga pokok penjualan
2. Dalam sistem perpetual, untuk mengetahui jumlah persediaan yang ada pada
tanggal tertentu tidak perlu menghitung secara fisik terhadap sisa barang
yang ada di gudang. Persediaan barang setiap saat bisa diketahui dari
pembukuan, karena setiap transaksi yang mempengaruhi besarnya
persediaan langsung dicatat ke dalam akuntansi persediaan sebesar harga
pokoknya.
3. Metode Harga Pokok Spesifik adalah metode penilaian persediaan yang
memasukkan biaya sebenarnya dari item persediaan yang terjual ke harga
pokok barang yang dijual.
4. Metode First-in First-out (FIFO)/Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP) adalah
metode penilaia persediaan dimana biaya persediaan yang paling awal yang
ada terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan
5. Metode Last In First Out (LIFO)/Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP) adalah
metode yang didasarkan pada anggapan bahwa biaya persediaan yang paling
akhir yang akan terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan.
6. Metode Rata-rata atau Rata-rata Tertimbang adalah metode rata-rata
tertimbang, biaya rata-rata barang ditentukan dengan cara membagi jumlah
harga barang yang tersedia untuk dijual dengan total kuantitasnya,

DTSS Post Clearance Audit 55


Akuntansi Persediaan

d. Tes Formatif 3
Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 3 ini, coba Anda kerjakan tes
formatif berikut ini, dengan cara berikan tanda silang (X) pada jawaban yang
Anda anggap benar.

Data berikut digunakan untuk menjawab soal nomor 1 sampai dengan nomor 6.
Persediaan awal dan pembelian yang dilakukan oleh suatu perusahaan selama
tahun yang berakhir 31 Desember 2009, adalah sebagai berikut:
Unit Harga per Unit
1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000
6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000
13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000
25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500
Jumlah unit yang belum terjual pada perhitungan fisik tanggal 31 Desember 2009
ssejumlah 2.750 unit.

1. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem


persediaan periodik dan metode perhitungan biaya FIFO?
a. Rp 166.750.000
b. Rp 161.750.000
c. Rp 74.500.000
d. Rp 69.500.000
2. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan
sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya FIFO?
a. Rp 166.750.000
b. Rp 161.750.000
c. Rp 74.500.000
d. Rp 69.500.000
3. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem
persediaan periodik dan metode perhitungan biaya LIFO?
a. Rp 166.750.000
b. Rp 161.750.000
c. Rp 74.500.000
d. Rp 69.500.000

DTSS Post Clearance Audit 56


Akuntansi Persediaan

4. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan


sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya LIFO?
a. Rp 166.750.000
b. Rp 161.750.000
c. Rp 74.500.000
d. Rp 69.500.000
5. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem
persediaan periodik dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)?
a. Rp 166.750.000
b. Rp 161.750.000
c. Rp 164.062.500
d. Rp 72.187.500
6. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan
sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)?
a. Rp 166.750.000
b. Rp 161.750.000
c. Rp 164.062.500
d. Rp 72.187.500
Data berikut digunakan untuk menjawab soal nomor 7 sampai dengan nomor 15.
Persediaan awal dan pembelian yang dilakukan oleh suatu perusahaan selama
tahun yang berakhir 31 Desember 2009, adalah sebagai berikut:
Unit Harga per Unit
1 Januari Persediaan 400 Rp 100
12 Februari Penjualan 200 @ Rp 200
18 Maret Pembelian 200 110
25 Juni Penjualan 350 @ Rp 200
30 Agustus Pembelian 150 115

7. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan


sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya FIFO?
a. Rp 22.750
b. Rp 5.500
c. Rp 17.250
d. Rp 56.500

DTSS Post Clearance Audit 57


Akuntansi Persediaan

8. Berapa harga pokok penjualan persediaan atas penjualan 550 unit apabila
menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya
FIFO?
a. Rp 22.750
b. Rp 5.500
c. Rp 17.250
d. Rp 56.500
9. Berapa laba kotor penjualan atas penjualan 550 unit apabila menggunakan
sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya FIFO?
a. Rp 79.250
b. Rp 22.750
c. Rp 53.500
d. Rp 56.500
10. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan
sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO?
a. Rp 22.750
b. Rp 22.250
c. Rp 57.000
d. Rp 53.000
11. Berapa harga pokok penjualan persediaan atas penjualan 550 unit apabila
menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya
LIFO?
a. Rp 22.750
b. Rp 22.250
c. Rp 57.000
d. Rp 53.000
12. Berapa laba kotor penjualan atas penjualan 550 unit apabila menggunakan
sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO?
a. Rp 22.750
b. Rp 22.250
c. Rp 57.000
d. Rp 53.000

DTSS Post Clearance Audit 58


Akuntansi Persediaan

13. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan
sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata
(average)?
a. Rp 22.500
b. Rp 79.250
c. Rp 53.250
d. Rp 56.750
14. Berapa harga pokok penjualan persediaan atas penjualan 550 unit apabila
menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya
rata-rata (average)?
a. Rp 22.500
b. Rp 79.250
c. Rp 53.250
d. Rp 56.750
15. Berapa laba kotor penjualan atas penjualan 550 unit apabila menggunakan
sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata
(average)?
a. Rp 22.500
b. Rp 79.250
c. Rp 53.250
d. Rp 56.750

e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan.
Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk
mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini.
Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang
telah terinci dibawah rumus.
TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%
Jumlah keseluruhan Soal

DTSS Post Clearance Audit 59


Akuntansi Persediaan

Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah
dipelajari mencapai:

91 % s.d 100 % : Sangat Baik


81 % s.d. 90,00 % : Baik
71 % s.d. 80,99 % : Cukup
61 % s.d. 70,99 % : Kurang
0% s.d. 60 % : Sangat Kurang

Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah
menguasai materi kegiatan belajar 3 ini dengan baik. Untuk selanjutnya Anda
dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.

DTSS Post Clearance Audit 60


Akuntansi Persediaan

KEGIATAN
BELAJAR

4
ESTIMASI NILAI PERSEDIAAN

Indikator keberhasilan :
1. Mampu mengestimasi nilai persediaan dengan metode eceran.
2. Mampu mengestimasi nilai persediaan dengan metode laba kotor.

a. Uraian dan Contoh


Karena pertimbangan praktis dan biaya, tidak semua perusahaan menghitung
persediaan akhirnya pada setiap akhir periode. Walaupun demikian perusahaan
tersebut tetap memerlukan laporan keuangan yang dibuat per periode. Karena
itu sering perusahaan harus memperkirakan nilai dari
persediaan yang dimilikinya. Banjir atau kebakaran dapat
menghancurkan persediaan barang, dan untuk
mendapatkan ganti rugi dari perusahaan asuransi,
perusahaan tersebut harus dapat memperkirakan nilai
persediaan tanpa harus menghitung persediaan akhir yang dimilikinya. Metode
yang biasa dipergunakan untuk memperkirakan persediaan akhir adalah metode
laba kotor dan metode eceran. Kedua metode ini sering dipakai dalam praktik.

1. Metode Laba Kotor

Metode laba kotor (gross profit method) menggunakan estimasi laba kotor yang
direalisasi selama periode dimaksud untuk mengestimasi persediaan pada akhir

DTSS Post Clearance Audit 61


Akuntansi Persediaan

periode. Laba kotor biasanya diestimasi dari tingkat aktual dari tahun
sebelumnya, disesuaikan dengan setiap perubahan yang terjadi dalam harga
pokok dan harga jual selama periode berjalan. Dengan menggunakan tingkat
laba kotor, jumlah rupiah penjualan untuk suatu periode dapat dibagi ke dalam
dua komponen: (1) laba kotor dan (2) harga pokok penjualan. Harga pokok
penjualan dapat dikurangkan dari harga pokok barang yang tersedia untuk dijual
guna mendapatkan estimasi harga pokok persediaan.
Sebagai contoh, persediaan per 1 Januari diasumsikan sebesar Rp57.000,
pembelian selama bulan januari Rp180.000, dan penjualan bersih selama bulan
tersebut adalah Rp250.000. Selain itu, laba kotor historis adalah 30% dari
penjualan bersih. Berikut perhitungan estimasi nilai persediaan per 31 Januari.
Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor
Persediaan barang dagang, 1 Januari Rp57.000
Pembelian selama Januari (bersih) 180.000
Barang yang tersedia untuk dijual 237.000
Penjualan selama Januari (bersih) Rp250.000
Dikurangi estimasi laba kotor (30% x Rp250.000) 75.000
Estimasi harga pokok penjualan 175.000
Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari Rp62.000

Metode laba kotor sangat berguna dalam mengestimasi persediaan


laporan keuangan bulanan atau triwulanan dalam sistem persediaan periodik.
Metode ini juga sangat berguna dalam mengestimasi harga pokok barang
dagang yang rusak akibat kebakaran atau bencana lainnya. Akuntan, manager,
dan juga auditor dapat menggunakan metode laba kotor ini untuk memeriksa
tingkat kewajaran dari persediaan yang kita hitung secara fisik. Metode ini dapat
menolong untuk menemukan kesalahan– kesalahan saat pada perhitungan fisik

2. Metode Harga Eceran

Metode persediaan eceran (retail inventory method) mengestimasi biaya


persediaan berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagang yang
tersedia untuk dijual dengan harga eceran dari barang dagang yang sama. Untuk
menggunakan metode ini, harga eceran dari semua barang dagang harus
ditetapkan dan ditotalkan. Berikutnya, persediaan eceran ditentukan dengan

DTSS Post Clearance Audit 62


Akuntansi Persediaan

mengurangi penjualan selama periode berjalan dari harga eceran barang yang
tersedia untuk dijual selama periode bersangkutan. Estimasi biaya persediaan
kemudian dihitung dengan mengalikan persediaan eceran dengan rasio biaya
terhadap harga jual (eceran) barang dagang yang tersedia untuk dijual. Berikut
ilustrasi penentuan persediaan dengan metode eceran.
Harga pokok Harga eceran
Persediaan barang dagang, 1 Januari Rp19.400 Rp36.000
Pembelian bulan Januari (bersih) 42.600 64.000
Barang yang tersedia untuk dijual Rp62.000 Rp100.000
Rasio biaya terhadap harga eceran Rp 62.000
 62%
Rp100.000
Penjualan bulan Januari (bersih) Rp70.000
Persediaan barang dagang, 31 Januari, pada eceran Rp30.000
Persediaan barang dagang, 31 Januari, pada estimasi biaya Rp18.600
(Rp30.000 x 62%)

Jika persediaan terdiri atas berbagai kelas barang dagang dengan tingkat
laba kotor yang berbeda-beda, maka persentase harga pokok dan persediaan
harus dipisah-pisahkan untuk setiap kelas persediaan. Salah satu keunggulan
utama dari metode eceran adalah bahwa metode tersebut dapat digunakan
untuk menentukan nilai persediaan untuk digunakan dalam menyusun laporan
bulanan atau triwulanan apabila sistem periodik digunakan.

Pengecer seperti toko kecil sampai departement store biasanya


menggunakan metode eceran untuk memperkirakan biaya persediaan akhirnya.
Seperti metode marjin kotor, metode eceran ini juga didasarkan pada persamaan
harga pokok penjualan. Namun, metode eceran mengharuskan perusahaan
untuk mencatat pembelian persediaan dengan dua harga, yang pertama pada
harga pembeliaan, seperti yang dicatat pada jurnal- jurnal dan buku pembelian,
sedangkan kedua dicatat pada harga eceran seperti yang tercatat pada price tag.
Hal ini tidak terlalu merepotkan perusahaan, karena biasanya perusahaan eceran
menentukan harga eceran dengan menambahkan mark up tertentu pada harga
belinya. Misalkan suatu departement store membeli sabuk pria seharga Rp 6.000
kemudian menambahka mark up sebesar Rp 4.000, sehingga harga jual eceran
dari sabuk tersebut adlah Rp 10.000. dalam metode eceran ini, nilai persediaan

DTSS Post Clearance Audit 63


Akuntansi Persediaan

akhir dari perusahaan didapatkan dengan bekerja mundur dari harga eceran
untuk mendapatkan harga belinya. Gambar 9-12 menggambarkan cara kerja
proses ini
Misalkan perusahaan pengecer menpunyai empat kategori persediaan,
dimana setiap pesediaan memiliki rasio yang berbeda-beda. Bagaimanakah cara
perusahaan tersebut menggunakan metode eceran untuk memperkirakan harga
pokok persediaan akhir yang dimilikinya?. Terapkan metode eceran secara
terpisah pada setipa kategori dari persediaan , kemudian dengan menggunakan
rasio yang spesifik untuk keempat kategori tersebut ,kita dapat mencari nilai
persediaan akhir berdasarkan harga perolehan . Setelah itu jumlahkan Keempat
Jenis persediaan tersebut untuk mendapatkan total biaya persediaan akhir
perusahaan .
Walaupun metode eceran ini hanya merupakan teknik untuk
memperkirakan harga pokok persediaan, tapi banyak perusahaan yang
menggunakan metode ini utnuk menilai biaya persediaan akhir yang akan
tercantum dineraca. Perusahaan–perusahaan tersebut biasanya menghitung
persediaan yang dimilikinya sepanjang tahun, tapi perhitungan tersebut
dilakukan berdasarkan harga eceran

b. Latihan 4
Agar Saudara dapat lebih memahami materi pada kegiatan belajar 4 ini, coba
kerjakan latihan-latihan berikut ini.
1. Sebutkan metode yang sering digunakan untuk mengestimasi nilai
persediaan?
2. Laba kotor yang mana yang biasanya digunakan sebagai dasar estimasi nilai
persediaan?
3. Jelaskan kegunaan metode laba kotor bagi seorang akuntan?
4. Jelaskan secara singkat metode eceran untuk mengestimasi nilai persediaan?
5. Bagaimanakah cara perusahaan menggunakan metode eceran untuk
mengestimasi nilai persediaan akhir, apabila perusahaan mempunyai 4
kategori persediaan, dimana setiap pesediaan memiliki rasio yang berbeda-
beda?

DTSS Post Clearance Audit 64


Akuntansi Persediaan

c. Rangkuman
1. Karena pertimbangan praktis dan biaya, tidak semua perusahaan menghitung
persediaan akhirnya pada setiap akhir periode.
2. Metode yang biasa dipergunakan untuk memperkirakan persediaan akhir
adalah metode laba kotor dan metode eceran.
3. Metode laba kotor (gross profit method) menggunakan estimasi laba kotor
yang direalisasi selama periode dimaksud untuk mengestimasi persediaan
pada akhir periode. Laba kotor biasanya diestimasi dari tingkat aktual dari
tahun sebelumnya, disesuaikan dengan setiap perubahan yang terjadi dalam
harga pokok dan harga jual selama periode berjalan.
4. Metode persediaan eceran (retail inventory method) mengestimasi biaya
persediaan berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagang yang
tersedia untuk dijual dengan harga eceran dari barang dagang yang sama.

d. Tes Formatif 4
1. Jika rasio harga pokok terhadap eceran adalah 75% dan persediaan akhir
pada harga eceran adalah Rp1.000.000. Berapa estimasi nilai persediaan akhir
pada biaya/harga pokok?
a. Rp750.000
b. Rp250.000
c. Rp1.000.000
d. Rp1.750.000
2. Berapa estimasi nilai persediaan akhir jika barang dagang yang tersedia untuk
dijual adalah Rp350.000, penjualan Rp500.000, dan persentase laba kotor
40%?
a. Rp300.000
b. Rp200.000
c. Rp50.000
d. Rp150.000
3. Berdasarkan data-data berikut, tentukan rasio biaya terhadap harga eceran
yang akan digunakan untuk mengestimasikan biaya persediaan dengan
metode eceran:

DTSS Post Clearance Audit 65


Akuntansi Persediaan

Biaya Eceran
1 Maret Persediaan barang dagang Rp250.000 Rp350.000
1-31 Maret Pembelian (bersih) 1.212.000 1.370.000
1-31 Maret Penjualan (bersih) 1.300.000

a. 71,42%
b. 88,46%
c. 85,00%
d. 76,00%
4. Berdasarkan data-data berikut, estimasikan biaya persediaan barang dagang
per 30 Juni dengan metode eceran:
Biaya Eceran
1 Juni Persediaan barang dagang Rp180.000 Rp200.000
1-30 Juni Pembelian (bersih) 720.000 800.000
1-30 Juni Penjualan (bersih) 895.000
a. Rp900.000
b. Rp1.000.000
c. Rp105.000
d. Rp94.500

Soal nomor 5 dan 6 menggunakan data berikut ini.


Persediaan barang dagang telah musnah akibat kebakaran pada tanggal 17
Maret. Data-data berikut diperoleh dari catatan akuntansi:
1 Januari Persediaan barang dagang Rp200.000
1 Januari – 17 Maret Pembelian (bersih) 950.000
Penjualan (bersih) 1.450.000
Estimasi tingkat laba kotor 35%

5. Estimasikan harga pokok penjualan persediaan yang telah musnah itu.


a. Rp507.500
b. Rp1.150.000
c. Rp207.500
d. Rp942.500
6. Estimasikan nilai persediaan barang dagang yang telah musnah itu.
a. Rp507.500
b. Rp1.150.000

DTSS Post Clearance Audit 66


Akuntansi Persediaan

c. Rp207.500
d. Rp942.500

Gunakan data berikut untuk menjawab soal nomor 7 dan 8.


Data berikut berkenaan dengan persediaan, transaksi pembelian dan penjualan
pada suatu perusahaan.
Biaya Eceran
1 Maret Persediaan barang dagang Rp260.000 Rp350.000
Transaksi selama bulan Maret:
Pembelian (bersih) 1.134.000 1.700.000
Penjualan 1.850.000
Retur dan potongan penjualan 90.000

7. Berapakah nilai persediaan barang dagang per 31 Maret pada harga eceran?
a. Rp649.400
b. Rp946.400
c. Rp955.000
d. Rp1.095.000
8. Berapa estimasi nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret
dengan harga eceran.
a. Rp649.400
b. Rp946.400
c. Rp955.000
d. Rp1.095.000

Gunakan data berikut untuk menjawab soal nomor 9 dan 10.


Data berikut berkenaan dengan persediaan, transaksi pembelian dan penjualan
pada suatu perusahaan.
Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp300.000
Transaksi selama bulan Maret dan April
Pembelian (bersih) 1.435.000
Penjualan 2.560.000
Retur dan potongan penjualan 160.000
Estimasi tingkat laba kotor 46%

DTSS Post Clearance Audit 67


Akuntansi Persediaan

9. Estimasikan harga pokok penjualan persediaan pada tanggal 31 Maret


dengan metode laba kotor.
a. Rp1.104.000
b. Rp1.296.000
c. Rp439.000
d. Rp1.735.000
10. Estimasikan nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret dengan
metode laba kotor.
a. Rp1.104.000
b. Rp1.296.000
c. Rp439.000
d. Rp1.735.000

e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan.
Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk
mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini.
Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang
telah terinci dibawah rumus.

TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%


Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah
dipelajari mencapai:

91 % s.d 100 % : Sangat Baik


81 % s.d. 90,00 % : Baik
71 % s.d. 80,99 % : Cukup
61 % s.d. 70,99 % : Kurang
0% s.d. 60 % : Sangat Kurang

DTSS Post Clearance Audit 68


Akuntansi Persediaan

Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah
menguasai materi kegiatan belajar 4 ini dengan baik. Untuk selanjutnya Anda
dapat melanjutkan dengan mengerjakan soal-soal tes sumatif.

DTSS Post Clearance Audit 69


Akuntansi Persediaan

PENUTUP

Auditor yang profesional sangat dibutuhkan oleh Direktorat Jenderal Bea


dan Cukai dalam rangka tugas audit Kepabeanan dan Cukai. Dengan membaca
modul Akuntansi Persediaan ini diharapkan pembaca mendapatkan pengetahuan
dan ketrampilan yang utuh tentang konsep Akuntansi Persediaan. Pengetahuan
dan ketrampilan yang utuh tentang konsep Akuntansi Persediaan sangat
membantu dalam pelaksanaan tugas audit pada Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.

DTSS Post Clearance Audit 70


Akuntansi Persediaan

TES SUMATIF

Setelah Anda mempelajari keseluruhan modul Akuntansi Persediaan ini serta


mengerjakan beberapa latihan dan tes formatif, maka kerjakan tes sumatif berikut
ini untuk menguji hasil belajar Anda secara komprehensif. Berikan tanda silang
(X) pada jawaban yang Anda anggap benar.

1. Meja kursi yang sedang dalam proses produksi tetapi belum selesai
dikerjakan bagi perusahaan pembuat meubelair tersebut termasuk kategori.....
a. Barang jadi
b. Bahan baku
c. Barang dalam proses
d. Bahan pembantu
2. Kayu meranti sebagai bahan utama meja kursi dimasukkan kategori.....
a. Barang jadi
b. Bahan baku
c. Barang dalam proses
d. Bahan pembantu
3. Dengan metode LIFO, maka akan diperoleh...
a. Tingkat laba maksimum
b. Pembayaran pajak minimum
c. Tingkat pajak maksimum
d. Nilai persediaan akhir paling dekat dengan harga pasar
4. Apabila nilai persediaan dinilai lebih tinggi dari seharusnya berakibat...
a. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih rendah
b. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi
c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah
d. Dalam Laporan laba rugi, leba bersih ditetapkan lebih rendah
5. Apabila nilai persediaan dinilai lebih rendah dari seharusnya berakibat...
a. Dalam neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi
b. Dalam neraca, ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi
c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah

DTSS Post Clearance Audit 71


Akuntansi Persediaan

d. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih tinggi


6. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.500 unit dengan harga Rp1000 per unit
secara kredit dengan sistem periodik adalah....
a. Persediaan 1.500.000
Kas 1.500.000
b. Persediaan 1.500.000
Hutang 1.500.000
c. Pembelian 1.500.000
Kas 1.500.000
d. Pembelian 1.500.000
Hutang 1.500.000
7. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.750 unit dengan harga Rp200 per unit
secara kredit dengan sistem perpetual adalah....
a. Kas 350.000
Penjualan 350.000
Harga Pokok Penjualan xxx
Persediaan Xxx
b. Piutang Dagang 350.000
Penjualan 350.000
Harga Pokok Penjualan xxx
Persediaan xxx
c. Kas 350.000
Penjualan 350.000
d. Piutang Dagang 350.000
Penjualan 350.000
8. Persediaan akhir terdiri atas harga pokok yang berasal dari pembelian
terakhir....
a. Metode identifikasi khusus
b. Metode First-in, First-out (FIFO)
c. Metode biaya rata-rata
d. Metode Last-in, First-out (LIFO)
9. Arus biaya berlawanan arah dengan urutan terjadinya biaya...
a. Metode identifikasi khusus
b. Metode First-in, First-out (FIFO)
c. Metode biaya rata-rata
d. Metode Last-in, First-out (LIFO)
10. Jika penyusutan persediaan pada akhir tahun disajikan terlalu tinggi sebesar
Rp75.000, kesalahan tersebut akan menyebabkan:
a. Penyajian harga pokok penjualan tahun tersebut yang lebih rendah
sebesar Rp75.000.

DTSS Post Clearance Audit 72


Akuntansi Persediaan

b. Penyajian laba kotor tahun tersebut yang lebih tinggi sebesar Rp75.000.
c. Penyajian persediaan barang dagang tahun tersebut yang lebih tinggi
sebesar Rp75.000.
d. Penyajian laba bersih tahun tersebut yang lebih rendah sebesar Rp75.000.

11. Metode perhitungan biaya persediaan yang didasarkan pada asumsi bahwa
biaya harus dibebankan terhadap pendapatan sesuai dengan urutan kejadian
terjadinya adalah:
a. FIFO
b. LIFO
c. Biaya rata-rata
d. Persediaan perpetual
12. Jika persediaan barang dagang dinilai berdasarkan biaya atau harga pokok
dan tingkat harga terus meningkat, metode perhitungan biaya yang akan
memberikan laba bersih paling tinggi adalah:
a. FIFO
b. LIFO
c. Biaya rata-rata
d. Persediaan perpetual
13. Berdasarkan data berikut ini, tentukan harga pokok bahan baku apabila
menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya
FIFO?
Unit Harga per Unit
1 Januari Persediaan Awal 1.750 Rp 11.000
1 Maret Pembelian 2.100 Rp 12.000
17 Maret Pembelian 3.400 Rp 12.000
13 September Pembelian 5.000 Rp 13.500
1 Desember Pembelian 1.000 Rp 13.750
Jumlah bahan baku yang belum digunakan pada perhitungan fisik tanggal 31
Desember 2009 sejumlah 6.500 unit.

a. Rp 166.500.000
b. Rp 79.250.000
c. Rp 87.250.000
d. Rp 87.500.000

DTSS Post Clearance Audit 73


Akuntansi Persediaan

14. Berdasarkan data pada soal nomor 10, tentukan nilai bahan baku akhir per
31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan
metode perhitungan biaya FIFO?
a. Rp 166.500.000
b. Rp 79.250.000
c. Rp 87.250.000
d. Rp 87.500.000
15. Berdasarkan data berikut ini, tentukan harga pokok penjualan persediaan
apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan
biaya LIFO?
Unit Harga per Unit
1 Januari Persediaan Awal 175 Rp 20.000
6 Februari Pembelian 300 Rp 21.000
13 Maret Pembelian 350 Rp 21.100
25 Juni Pembelian 500 Rp 21.250
Jumlah unit yang belum terjual pada perhitungan fisik tanggal 31 Desember 2009
ssejumlah 25 unit.

a. Rp 27.275.000
b. Rp 500.000
c. Rp 27.775.000
d. Rp 510.000
16. Berdasarkan data pada soal nomor 12, tentukan nilai persediaan akhir per 31
Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan
metode perhitungan biaya LIFO?
a. Rp 27.275.000
b. Rp 500.000
c. Rp 27.775.000
d. Rp 510.000
17. Berdasarkan data berikut ini, tentukan harga pokok penjualan persediaan
apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan
biaya rata-rata (average)?
Unit Harga per Unit
1 Januari Persediaan 2.000 Rp 1.000
6 Februari Pembelian 3.000 Rp 1.100

DTSS Post Clearance Audit 74


Akuntansi Persediaan

13 Maret Pembelian 3.500 Rp 1.120


25 Juni Pembelian 1.500 Rp 1.200
Jumlah unit yang belum terjual pada perhitungan fisik tanggal 31 Desember 2009
sejumlah 4.760 unit.

a. Rp 5.774.480
b. Rp 5.245.520
c. Rp 11.020.000
d. Rp 11.020.000
18. Berdasarkan data pada soal nomor 14, tentukan nilai persediaan akhir per 31
Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan
metode perhitungan biaya rata-rata (average)?
a. Rp 5.774.480
b. Rp 5.245.520
c. Rp 11.020.000
d. Rp 11.020.000
19. Berdasarkan data berikut ini, tentukan nilai persediaan akhir bahan baku per
31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan
metode perhitungan biaya FIFO?
Unit Harga per Unit
1 Januari Persediaan 400 Rp 1.000
1 Maret Penjualan 200 @ Rp 1.500
17 Maret Pembelian 200 1.100
18 Maret Penjualan 350 @ Rp 1.750
13 September Pembelian 150 1.150
1 Desember Penjualan 125 @ Rp 1.800
 Karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, sebanyak 25 unit
persediaan yang dibeli tanggal 17 Maret 2009 langsung dikembalikan ke vendor-
nya dan akan diganti pada awal Tahun 2010.

a. Rp 765.000
b. Rp 57.500
c. Rp 707.500
d. Rp 430.000
20. Berdasarkan data soal nomor 16, tentukan harga pokok penjualan persediaan
apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan
biaya FIFO?

DTSS Post Clearance Audit 75


Akuntansi Persediaan

a. Rp 765.000
b. Rp 57.500
c. Rp 707.500
d. Rp 430.000
21. Berdasarkan data soal nomor 16, tentukan laba kotor penjualan apabila
menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya
FIFO?
a. Rp 765.000
b. Rp 57.500
c. Rp 707.500
d. Rp 430.000
22. Berdasarkan data berikut ini, tentukan nilai persediaan akhir per 31
Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan
metode perhitungan biaya LIFO?
Unit Harga per Unit
1 Januari Persediaan Awal 300 Rp 2.000
250 2.105
1 Maret Penjualan 368 @ Rp 2200
17 Maret Pembelian 200 2.110
13 September Penjualan 230 @ Rp 2300
1 Desember Pembelian 150 2.115

a. Rp 1.865.500
b. Rp 621.250
c. Rp 1.244.250
d. Rp 94.350
23. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem
persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO?
a. Rp 1.865.500
b. Rp 621.250
c. Rp 1.244.250
d. Rp 94.350
24. Berapa laba kotor penjualan apabila menggunakan sistem persediaan
perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO?
a. Rp 1.865.500

DTSS Post Clearance Audit 76


Akuntansi Persediaan

b. Rp 621.250
c. Rp 1.244.250
d. Rp 94.350
25. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan
sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata
(average)?
Unit Harga per Unit
1 Januari Persediaan 420 Rp 10.000
12 Februari Penjualan 200 @ Rp 11.000
18 Maret Pembelian 280 11.000
25 Juni Penjualan 350 @ Rp 12.000
30 Agustus Pembelian 200 11.500
 Karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, sebanyak 50 unit persediaan
yang dijual tanggal 25 Juni 2009 langsung dikembalikan oleh pembeli dan akan
diganti pada awal Tahun 2010.

a. Rp 9.580.000
b. Rp 4.412.000
c. Rp 5.168.000
d. Rp 1.232.000
26. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem
persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)?
a. Rp 9.580.000
b. Rp 4.412.000
c. Rp 5.168.000
d. Rp 1.232.000
27. Berapa laba kotor penjualan apabila menggunakan sistem persediaan
perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)?
a. Rp 9.580.000
b. Rp 4.412.000
c. Rp 5.168.000
d. Rp 1.232.000
28. Berapa estimasi nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret
dengan harga eceran.
Biaya Eceran

DTSS Post Clearance Audit 77


Akuntansi Persediaan

1 Maret Persediaan barang dagang Rp 30.500.000 Rp 31.750.000


Transaksi selama bulan Maret:
Pembelian (bersih) 11.134.000 11.700.000
Penjualan 35.850.000
Retur dan potongan penjualan 900.000

a. Rp 8.160.000
b. Rp 9.350.000
c. Rp 41.634.000
d. Rp 43.450.000
29. Estimasikan harga pokok penjualan persediaan pada tanggal 31 Maret
dengan metode laba kotor.
Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp3.000.000
Transaksi selama bulan Maret dan April
Pembelian (bersih) 10.435.000
Penjualan 20.560.000
Retur dan potongan penjualan 1.600.000
Estimasi tingkat laba kotor 35%

a. Rp 13.435.000
b. Rp 18.960.000
c. Rp 12.324.000
d. Rp 1.111.000
30. Estimasikan nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret
dengan metode laba kotor.
a. Rp 13.435.000
b. Rp 18.960.000
c. Rp 12.324.000
d. Rp 1.111.000

***

DTSS Post Clearance Audit 78


Akuntansi Persediaan

KUNCI JAWABAN

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF


KEGIATAN BELAJAR 1 KEGIATAN BELAJAR 2
Bagian 1 Bagian 2
1. c 11. a 1. tidak 1. b
2. b 12. b 2. tidak 2. c
3. b 13. c 3. tidak 3. a
4. a 14. a 4. tidak 4. c
5. b 15. a 5. masuk 5. a
6. c 6. tidak 6. d
7. d 7. masuk 7. b
8. b 8. tidak 8. c
9. b 9. masuk 9. a
10. d 10. b
11. d
12. b
13. d
14. a
15. a

KEGIATAN BELAJAR 3
1. b {Rp 161.750.000}
Harga pokok penjualan atas 6.250 unit terdiri atas:
Unit Harga per Unit Jumlah
1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000 Rp 50.000.000
6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000 Rp 78.000.000
13 Maret Pembelian 1.250 Rp 27.000 Rp 33.750.000
Jumlah 6.250 Rp 161.750.000

2. c {Rp 74.500.000}
Perhitungan nilai persediaan akhir:
Unit Harga per Unit Jumlah
1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000 Rp 50.000.000
6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000 Rp 78.000.000
13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000 Rp 94.500.000
25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500 Rp 13.750.000
Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Rp 236.250.000
Dikurangi harga pokok penjualan Rp 161.750.000
Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 Rp 74.500.000

DTSS Post Clearance Audit 79


Akuntansi Persediaan

3. a {Rp 166.750.000}
Harga pokok penjualan atas 6.250 unit terdiri atas:
Unit Harga per Unit Jumlah
25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500 Rp 13.750.000
13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000 Rp 94.500.000
6 Pebruari Pembelian 2.250 Rp 26.000 Rp 58.500.000
Jumlah 6.250 Rp 166.750.000

4. d {Rp 69.500.000}
Perhitungan nilai persediaan akhir:
Unit Harga per Unit Jumlah
1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000 Rp 50.000.000
6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000 Rp 78.000.000
13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000 Rp 94.500.000
25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500 Rp 13.750.000
Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Rp 236.250.000
Dikurangi harga pokok penjualan Rp 166.750.000
Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 Rp 69.500.000

5. c {Rp 164.062.500}
Biaya rata-rata per unit: Rp 236.250.000 / 9.000 unit = Rp 25.250
Harga pokok penjualan: 6.250 unit x Rp 25.250 = Rp 164.062.500
6. d {Rp 72.187.500}
Perhitungan nilai persediaan akhir:
 Jumlah barang yang tersedia untuk dijual = Rp 236.250.000
 Dikurangi harga pokok penjualan = Rp 164.062.500
 Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 = Rp 72.187.500
7. a {Rp 22.750}
Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan
2009 Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total Saldo
Per Per Per
unit unit unit
Maret 1 400 100 40.000 40.000
Februari 12 200 100 20.000 200 100 20.000 20.000
Maret 18 200 110 22.000 200 100 20.000
200 110 22.000 42.000
Juni 25 200 100 20.000
150 110 16.500 50 110 5.500 5.500
Agustus 30 150 115 17.250 50 110 5.500
150 115 17.250 22.750

DTSS Post Clearance Audit 80


Akuntansi Persediaan

8. d {Rp 56.500}
9. c {Rp 53.500}
Perhitungan Laporan Laba Rugi
Penjualan: Rp 110.000 (a)
 12/02: 200 x Rp 200 = Rp 40.000
 25/06: 350 x Rp 200 = Rp 70.000
Persediaan Awal Rp 40.000 (b)
 1/01: 400 x Rp 100 =
Pembelian: Rp 39.250 (c)
 18/03: 200 x Rp 110 = Rp 22.000
 30/08: 150 x Rp 115 = Rp 17.250
Barang Tersedia untuk Dijual Rp 79.250 (d) = (b) + (c)
Persediaan Akhir Rp 22.750 (e)
Harga Pokok Barang Dijual Rp 56.500 (f) = (d) – (e)
Laba Kotor Penjualan Rp 53.500 (g) = (a) – (f)

10. b {Rp 22.250}


Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan
2009 Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total Saldo
Per Per Per unit
unit unit
Maret 1 400 100 40.000 40.000
Februari 12 200 100 20.000 200 100 20.000 20.000
Maret 18 200 110 22.000 200 100 20.000
200 110 22.000 42.000
Juni 25 200 110 22.000
150 100 15.000 50 100 5.000 5.000
Agustus 30 150 115 17.250 50 100 5.000
150 115 17.250 22.250

11. c {Rp 57.000}


12. d {Rp 53.000}
Perhitungan Laporan Laba Rugi
Penjualan: Rp 110.000 (a)
 12/02: 200 x Rp 200 = Rp 40.000
 25/06: 350 x Rp 200 = Rp 70.000
Persediaan Awal Rp 40.000 (b)
 1/01: 400 x Rp 100 =
Pembelian: Rp 39.250 (c)
 18/03: 200 x Rp 110 = Rp 22.000
 30/08: 150 x Rp 115 = Rp 17.250

DTSS Post Clearance Audit 81


Akuntansi Persediaan

Barang Tersedia untuk Dijual Rp 79.250 (d) = (b) + (c)


Persediaan Akhir Rp 22.250 (e)
Harga Pokok Barang Dijual Rp 57.000 (f) = (d) – (e)
Laba Kotor Penjualan Rp 53.000 (g) = (a) – (f)

13. a {Rp 22.500}


Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan
2009 Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total Saldo
Per Per Per
unit unit unit
Maret 1 400 100 40.000 40.000
Februari 12 200 100 20.000 200 100 20.000 20.000
Maret 18 200 110 22.000 400 105 42.000 42.000
Juni 25 350 105 36.750 50 105 5.250 5.250
Agustus 30 150 115 17.250 200 112.5 22.500 22.500

14. d {Rp 56.750}


15. c {Rp 53.250}
Perhitungan Laporan Laba Rugi
Penjualan: Rp 110.000 (a)
 12/02: 200 x Rp 200 = Rp 40.000
 25/06: 350 x Rp 200 = Rp 70.000
Persediaan Awal Rp 40.000 (b)
 1/01: 400 x Rp 100 =
Pembelian: Rp 39.250 (c)
 18/03: 200 x Rp 110 = Rp 22.000
 30/08: 150 x Rp 115 = Rp 17.250
Barang Tersedia untuk Dijual Rp 79.250 (d) = (b) + (c)
Persediaan Akhir Rp 22.500 (e)
Harga Pokok Barang Dijual Rp 56.750 (f) = (d) – (e)
Laba Kotor Penjualan Rp 53.250 (g) = (a) – (f)

KEGIATAN BELAJAR 4
1. a {750.000 = 75% x Rp1.000.000}
2. d {150.000 = (350.000 – (40% x 500.000))}
3. c (85%)
Harga pokok Harga eceran
Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp250.000 Rp350.000
Pembelian bulan Maret (bersih) 1.212.000 1.370.000
Barang yang tersedia untuk dijual Rp1.462.000 Rp1.720.000

DTSS Post Clearance Audit 82


Akuntansi Persediaan

Rasio biaya terhadap harga eceran Rp1.462.000


=85%
Rp1.720.000
4. d (Rp 94.500)
Harga pokok Harga eceran
Persediaan barang dagang, 1 Juni Rp180.000 Rp200.000
Pembelian bulan Juni (bersih) 720.000 800.000
Barang yang tersedia untuk dijual Rp900.000 Rp1.000.000
Rasio biaya terhadap harga eceran Rp900.000
=90%
Rp1.000.000
Penjualan bulan Juni (bersih) Rp895.000
Persediaan barang dagang, 30 Juni, pada eceran Rp105.000
Persediaan barang dagang, 30 Juni, pada estimasi biaya Rp94.500
(Rp105.000 x 90%)

5. d (Rp942.500)
6. c (Rp207.500)
Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor
Persediaan barang dagang, 1 Januari Rp200.000
Pembelian selama 1 Januari – 17 Maret (bersih) 950.000
Barang yang tersedia untuk dijual 1.150.000
Penjualan selama 1 Januari – 17 Maret (bersih) Rp1.450.000
Dikurangi estimasi laba kotor (35% x Rp1.450.000) 507.500
Estimasi harga pokok penjualan 942.500
Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari Rp207.500

7. c (Rp955.000)
8. a (Rp649.400)
Harga pokok Harga eceran
Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp260.000 Rp350.000
Pembelian bulan Juni (bersih) 1.134.000 1.700.000
Barang yang tersedia untuk dijual Rp1.394.000 Rp2.050.000
Rasio biaya terhadap harga eceran Rp1.394.000
=68%
Rp2.050.000
Penjualan bulan Maret Rp1.185.000
Retur dan potongan penjualan 90.000
Penjualan bulan Maret (bersih) 1.095.000
Persediaan barang dagang, 31 Maret, pada eceran Rp955.000
Persediaan barang dagang, 31 Maret, pada estimasi biaya Rp649.400
(Rp955.000 x 68%)

9. b (Rp1.296.000)

DTSS Post Clearance Audit 83


Akuntansi Persediaan

10. c (Rp439.000)
Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor
Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp300.000
Pembelian selama bulan Maret dan April (bersih) 1.435.000
Barang yang tersedia untuk dijual 1.735.000
Penjualan selama bulan Maret dan April Rp2.560.000
Retur dan potongan penjualan 160.000
Penjualan bulan Maret dan April (bersih) 2.400.000
Dikurangi estimasi laba kotor (46% x Rp2.400.000) 1.104.000
Estimasi harga pokok penjualan 1.296.000
Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari Rp439.000

KUNCI JAWABAN TES SUMATIF


1. c
2. b
3. b
4. b
5. c
6. d
7. b
8. b
9. d
10. d
11. a
12. a
13. b {Rp 79.250.000}
Perhitungan harga pokok bahan baku:
Unit Harga per Unit Jumlah
1 Januari Persediaan 1.750 Rp 11.000 Rp 19.250.000
1 Maret Pembelian 2.100 Rp 12.000 Rp 25.200.000
17 Maret Pembelian 2.900 Rp 12.000 Rp 34.800.000
Harga pokok penjualan Rp 79.250.000

14. c {Rp 87.250.000}


Perhitungan nilai persediaan akhir, sebagai berikut:
Unit Harga per Unit Jumlah
1 Januari Persediaan Awal 1.750 Rp 11.000 Rp 19.250.000
1 Maret Pembelian 2.100 Rp 12.000 Rp 25.200.000
17 Maret Pembelian 3.400 Rp 12.000 Rp 40.800.000
13 September Pembelian 5.000 Rp 13.500 Rp 67.500.000

DTSS Post Clearance Audit 84


Akuntansi Persediaan

1 Desember Pembelian 1.000 Rp 13.750 Rp 13.750.000


Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Rp 166.500.000
Dikurangi harga pokok penjualan Rp 79.250.000
Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 Rp 87.250.000

15. a {Rp 27.275.000}


Perhitungan harga pokok bahan baku:
Unit Harga per Unit Jumlah
25 Juni Pembelian 500 Rp 21.250 Rp 10.625.000
13 Maret Pembelian 350 Rp 21.100 7.350.000
6 Februari Pembelian 300 Rp 21.000 6.300.000
1 Januari Persediaan Awal 150 Rp 20.000 3.000.000
Harga pokok penjualan Rp 27.275.000

16. b {Rp 500.000}


Perhitungan nilai persediaan akhir:

Unit Harga per Unit Jumlah


1 Januari Persediaan Awal 175 Rp 20.000 Rp 3.500.000
6 Februari Pembelian 300 Rp 21.000 6.300.000
13 Maret Pembelian 350 Rp 21.100 7.350.000
25 Juni Pembelian 500 Rp 21.250 10.625.000
Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Rp 27.775.000
Dikurangi harga pokok penjualan Rp 27.275.000
Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 Rp 500.000

17. a {Rp 5.774.480}


Unit Harga per Unit Jumlah
1 Januari Persediaan 2.000 Rp 1.000 Rp 2.000.000
6 Februari Pembelian 3.000 Rp 1.100 3.300.000
13 Maret Pembelian 3.500 Rp 1.120 3.920.000
25 Juni Pembelian 1.500 Rp 1.200 1.800.000
Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Rp 11.020.000
Jumlah barang yang tersedia untuk dijual 10.000 unit

Biaya rata-rata per unit: Rp 11.020.000 / 10.000 unit = Rp 1.102


Harga pokok penjualan: 5.240 unit yang terjual x Rp 1.102 = Rp 5.774.480

18. b {Rp 5.245.520}


Perhitungan nilai persediaan akhir:
 Jumlah barang yang tersedia untuk dijual = Rp 11.020.000
 Dikurangi harga pokok penjualan = Rp 5.774.480
 Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 = Rp 5.245.520

19. b {Rp 57.500}


Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan

DTSS Post Clearance Audit 85


Akuntansi Persediaan

2009 Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total Saldo
Per Per Per
unit unit unit
1 Januari 400 1.000 400.000 400.000
1 Maret 200 1.000 200.000 200 1.000 200.000 200.000
17 Maret 175 1.100 192.500 200 1.000 200.000
175 1.100 192.500 392.500
18 Maret 200 1.000 200.000
150 1.100 165.000 25 1.100 27.500 27.500
13 September 150 1.150 172.500 25 1.100 27.500
150 1.150 172.500 200.000
1 Desember 25 1.100 27.500
100 1.150 115.000 50 1.150 57.500 57.500
Jumlah persediaan akhir adalah Rp 57.500 (50 unit x Rp 1.150).

20. {Rp 707.500}


Perhitungan harga pokok penjualan:
Unit Harga per Unit Jumlah
1 Maret Penjualan 200 Rp 1.000 Rp 200.000
18 Maret Penjualan 200 Rp 1.000 200.000
150 Rp 1.100 165.000
13 September Penjualan 25 Rp 1.100 27.000
100 Rp 1.150 115.000
Harga pokok penjualan Rp 707.500

21. {Rp 430.000}


Perhitungan Laporan Laba Rugi
Penjualan: Rp 1.137.500 (a)
 1/03: 200 x Rp 1.500 = Rp 300.000
 18/03: 350 x Rp 1.750 = Rp 612.500
 1/12: 125 x Rp 1.800 = Rp 225.000
Persediaan Awal Rp 400.000 (b)
 1/01: 400 x Rp 1.000 =
Pembelian: Rp 365.000 (c)
 17/03: 175 x Rp 1.100 = Rp 192.500
 13/09: 150 x Rp 1.150 = Rp 172.500
Barang Tersedia untuk Dijual Rp 765.000 (d) = (b) + (c)
Persediaan Akhir Rp 57.500 (e)
Harga Pokok Barang Dijual Rp 707.500 (f) = (d) – (e)
Laba Kotor Penjualan Rp 430.000 (g) = (a) – (f)

22. b {Rp 621.250}


Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan
2009 Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total Saldo
Per Per Per
unit unit unit
Januari 1 300 2000 600000

DTSS Post Clearance Audit 86


Akuntansi Persediaan

250 2105 526250 1126250


Maret 1 250 2105 526250
118 2000 236000 182 2000 364000 364000
Maret 17 200 2110 422000 182 2000 364000
200 2110 422000 786000
September 13 200 2110 422000
30 2000 60000 152 2000 304000 304000
Desember 1 150 2115 317250 152 2000 304000
150 2115 317250 621250

23. Rp 1.244.250}
Perhitungan harga pokok penjualan:
Unit Harga per Unit Jumlah
1 Maret Penjualan 250 2.105 526.250
118 2.000 236.000
13 September Penjualan 200 2.110 422.000
30 2.000 60.000
Harga pokok penjualan Rp 707.500

24. d {Rp 94.350}


Perhitungan Laporan Laba Rugi
Penjualan: Rp 1.338.600 (a)
 1/03: 368 x Rp 2.200 = Rp 809.600
 13/09: 230 x Rp 2.300 = Rp 529.000
Persediaan Awal Rp 1.126.250 (b)
 1/01: 300 x Rp 2000 = 600.000
250 x Rp 2.105 = 526.250
Pembelian: Rp 739.250 (c)
 17/03: 200 x Rp 2110 = Rp 422.000
 1/12: 150 x Rp 2115 = Rp 317.250
Barang Tersedia untuk Dijual Rp1.865.500 (d) = (b) + (c)
Persediaan Akhir Rp 621.250 (e)
Harga Pokok Barang Dijual Rp 1.244.250 (f) = (d) – (e)
Laba Kotor Penjualan Rp 94.350 (g) = (a) – (f)

25. a {Rp 4.412.000}


Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan
2009 Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total Saldo
Per unit Per unit Per
unit
Januari 1 420 10000 4200000 4200000
Februari 12 200 10000 2000000 220 10000 2200000 2200000
Maret 18 280 11000 3080000 500 10560 5280000 5280000
Juni 25 300 10560 3168000 200 10560 2112000 2112000
Agustus 30 200 11500 2300000 400 11030 4412000 4412000

26. Rp 5.168.000}
Perhitungan harga pokok penjualan:
Unit Harga per Unit Jumlah
12 Februari Penjualan 200 10000 2.000.000
30 Juni Penjualan 300 10560 3.168.000

DTSS Post Clearance Audit 87


Akuntansi Persediaan

Harga pokok penjualan Rp 5.168.000

27. c {Rp 1.232.000}


Perhitungan Laporan Laba Rugi
Penjualan: Rp 6.400.000 (a)
 12/02: 200 x Rp 11.000 = Rp 2.200.000
 25/06: 350 x Rp 12.000 = Rp 4.200.000
Persediaan Awal Rp 4.200.000 (b)
 1/01: 420 x Rp 10.000 =
Pembelian: Rp 5.380.000 (c)
 18/03: 280 x Rp 11000 = Rp 3.080.000
 30/08: 200 x Rp 11500 = Rp 2.300.000
Barang Tersedia untuk Dijual Rp 9.580.000 (d) = (b) + (c)
Persediaan Akhir Rp 4.412.000 (e)
Harga Pokok Barang Dijual Rp 5.168.000 (f) = (d) – (e)
Laba Kotor Penjualan Rp 1.232.000 (g) = (a) – (f)

28. d (Rp 8.160.000)


Harga pokok Harga eceran
Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp30.500.000 Rp31.750.000
Pembelian bulan Juni (bersih) 11.134.000 11.700.000
Barang yang tersedia untuk dijual Rp41.634.000 Rp43.450.000
Rasio biaya terhadap harga eceran Rp41.634.000
=96%
Rp43.450.000
Penjualan bulan Maret Rp35.850.000
Retur dan potongan penjualan 900.000
Penjualan bulan Maret (bersih) 34.950.000
Persediaan barang dagang, 31 Maret, pada eceran Rp 8.500.000
Persediaan barang dagang, 31 Maret, pada estimasi biaya Rp8.160.000
(Rp8.500.000 x 96%)

29. c (Rp12.324.000)
30. d (Rp1.111.000)
Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor
Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp 3.000.000
Pembelian selama bulan Maret dan April (bersih) 10.435.000
Barang yang tersedia untuk dijual 13.435.000
Penjualan selama bulan Maret dan April Rp20.560.000
Retur dan potongan penjualan 1.600.000
Penjualan bulan Maret dan April (bersih) 18.960.000
Dikurangi estimasi laba kotor (35% x Rp18.960.000) 6.636.000
Estimasi harga pokok penjualan 12.324.000
Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari Rp 1.111.000

DTSS Post Clearance Audit 88


Akuntansi Persediaan

DAFTAR ISTILAH
Aktiva : Sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat
usaha di kemudian hari.
Akun : Suatu media untuk mencatat transaksi-transaksi
keuangan atau sumber daya yang dimiliki perusahaan,
seperti aktiva, hutang, modal, penghasilan, dan beban.
Direct Material : semua material yang digunakan dalam proses produksi
suatu produk. Sebagai contoh jika produknya adalah
baju, maka contoh material di sini adalah (kain, benang,
kancing, dll) bahkan jika produk itu dikemas ke dalam
plastik, maka plastik itu pun bisa dimasukkan sebagai
bahan baku penunjang.
Direct Labour : biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja yang
langsung berhubungan dengan proses produksi barang.
Beberapa biaya tenaga kerja ini diantaranya (gaji,
tunjangan, lembur, asuransi, seragam, konsumsi, dll)
Factory Overhead : biaya-biaya dari tenaga kerja tidak langsung, mesin/alat
kerja/fasilitas kerja, dan semua biaya pabrikasi lainnya
yang biayanya tidak dapat dibebankan langsung ke
dalam produk tertentu.
Harga pasar : Tingkat harga yang ditentukan oleh adanya pemintaan
dan penawaran.
Harga pokok : Sama dengan harga perolehan, yaitu harga beli
ditambah dengan biaya-biaya lain untuk pembelian dan
penjualan.
Jurnal : Buku harian yang digunakan untuk mencatat transaksi-
transaksi keuangan yang terjadi setiap hari.
Penjualan Kredit : Penjualan barang dagangan dengan pembayaran
dilakukan selang beberapa waktu setelah barang
diserahkan.
PSAK : (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan), yaitu standar
yang harus diikuti dalam pencatatan dan pelaporan
akuntansi di Indonesia.
Transaksi : Kejadian atau peristiwa yang menyangkut perusahaan
keuangan yang bersifat finansiil (bernilai uang)
Laporan Laba : Suatu laporan yang menunjukkan kemampuan
Rugi perusahaan dalam menghasilkan profit dalam suatu
periode akuntansi atau satu tahun

DTSS Post Clearance Audit 89


Akuntansi Persediaan

DAFTAR PUSTAKA

Dian Anita Nuswantara, 2003. Mengerjakan Prosedur Akuntansi Persediaan.


Bagian Proyek Pengembangan Kurikulum Direktorat Pendidikan
Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Haryono Jusup, 2003. Dasar-dasar akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: STIE YKPN


Yogyakarta.

Horngren, Charles T., Walter T Harrison, Michael A. Robinson, dan Thomas H.


Secokusumo, 1988. Akuntansi di Indonesia. Salemba Empat.

Ikatan Akuntansi Indonesia, 2002. Standar Akuntansi Keuangan per 1 April 2002,
Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Smith, J.M. dan Skousen, K.F., 1977. Intermediate Accounting, Comprehensive


volume, Sixth Edition, Cincinnati, Ohio: South-Western Publishing Co.

DTSS Post Clearance Audit 90

Anda mungkin juga menyukai