MODUL
INVENTORY
ACCOUNTING
Oleh :
Muh. Nur Khamid, S.E., M.Si
(Kasubbid Program dan TI
Pada Pusdiklat Bea dan Cukai)
MODUL
INVENTORY
ACCOUNTING
Oleh :
Muh. Nur Khamid, S.E., M.Si
(Kasubbid Program dan TI
Pada Pusdiklat Bea dan Cukai)
D e mi ki aka
n tap e n gantar
danpengesahan
inidibuatuntukdiper gunak an
s e ba g a i ma nme
a sti n ya .
{Jakafi.a, Oktober2ggg
EndangTata
N I P 1 9 5 2 0 8 1 71 9 7 5 1 01 0 0 1
Akuntansi Persediaan
DAFTAR ISI
Halaman
A. Pendahuluan ………………………………………………………………… 1
1. Deskripsi Singkat ……………………................................................... 1
2. Prasyarat Kompetensi ………………................................................... 2
3. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) ..................... 3
4. Relevansi Modul ...........……………………………………..………….. 4
B. KEGIATAN BELAJAR …........................................................................ 4
Kegiatan Belajar (KB) 1: Konsep Dasar Akuntansi Persediaan
a. Uraian dan contoh ....................................................................... 5
1. Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan .……………………… 5
2. Pengendalian Internal Persediaan ……………………............ 7
3. Kepemilikan Persediaan………………………......................... 8
4. Penentuan Biaya Persediaan…………………………………... 10
5. Pengaruh Kesalahan Persediaan terhadap Laporan
Keuangan……………………………..………………………….. 13
b. Latihan 1 …………………………………………………………...... 15
c. Rangkuman ………………………………………………………….. 16
d. Tes Formatif 1 ………………………………………………………. 17
e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………..................... 21
b. Latihan 2 …….……………………………………………………..... 28
c. Rangkuman …………………………………………………………. 29
d. Tes Formatif 2 ………………………………………………………. 29
e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………..................... 33
DAFTAR GAMBAR
Untuk dapat memahami modul ini secara benar, maka peserta diklat
diharapkan mempelajari modul ini secara urut mulai dari Kegiatan Belajar 1
sampai dengan Kegiatan Belajar 4.
Cara mempelajari setiap kegiatan belajar adalah mengikuti tahap-tahap
berikut ini:
1. Lihat apa yang menjadi target indikator dari kegiatan belajar tersebut;
2. Pelajari materi yang menjadi isi dari setiap kegiatan belajar (dengan cara
membaca materi minimal 3 kali membaca isi materi kegiatan belajar
tersebut);
3. Lakukan review materi secara umum, dengan cara membaca kembali
ringkasan materi untuk mendapatkan hal-hal penting yang menjadi fokus
perhatian pada kegiatan belajar ini;
4. Kerjakanlah Tes Formatif pada kegiatan belajar yang sedang dipelajari;
5. Lihat kunci jawaban Tes Formatif dari kegiatan belajar tersebut yang terletak
pada bagian akhir modul ini.
6. Cocokkan hasil tes formatif dengan kunci jawaban tersebut, apabila ternyata
hasil Tes Formatif peserta diklat memperoleh nilai minimal 67 (jumlah yang
benar x 100/15), maka kegiatan belajar dapat dilanjutkan pada kegiatan
belajar berikutnya, namun apabila diperoleh angka di bawah 67, maka
peserta diklat diharuskan mempelajari kembali kegiatan belajar tersebut agar
selanjutnya dapat diperoleh angka minimal 67.
7. Kerjakan Tes Sumatif apabila semua Tes Formatif dari seluruh kegiatan
belajar telah dilakukan.
8. Lihat kunci jawaban Tes Sumatif yang terletak pada bagian akhir modul ini
9. Cocokkan hasil tes sumatif dengan kunci jawaban tes sumatif, apabila
ternyata hasil tes sumatif peserta diklat memperoleh nilai minimal 67 (jumlah
yang benar x 100/25), maka peserta diklat dapat dinyatakan lulus dari
kegiatan belajar
PETA KONSEP
Dalam mempelajari modul ini, agar lebih mudah dipahami maka disarankan
kepada peserta diklat untuk mempelajari peta konsep modul. Dengan demikian
pola pikir yang sistematik dalam mempelajari modul dapat terjaga secara
berkesinambungan selama mempelajari modul.
A
PENDAHULUAN
MODUL
AKUNTANSI PERSEDIAAN
1. DESKRIPSI SINGKAT
Anggaplah bahwa Saudara membeli sebuah Home Teater pada bulan Maret.
Anda kemudian berencana menambahkan dua pasang speaker pada Home
Teater tersebut. Namun pada awalnya Anda hanya mampu membeli satu pasang
speaker saja, yang harganya Rp500.000. Pada bulan September Anda membeli
satu pasang speaker lagi yang harganya Rp495.000.
Pada suatu hari, seseorang masuk ke rumah Anda
dan mencuri sepasang speaker. Untungnya peralatan
tersebut diasurasikan, tetapi perusahaan asuransi
ingin mengetahui harga dari speaker yang hilang.
Kedua pasang speaker tersebut identik. Untuk
memenuhi keinginan perusahaan asuransi, Anda harus mengidentifikasi speaker
mana yang dicuri. Apakah speaker yang pertama Anda beli, yang harganya
Rp500.000? Ataukah speaker kedua yang seharga Rp495.000? Asumsi manapun
yang Anda buat menentukan jumlah uang yang akan Anda terima dari
perusahaan asuransi.
Perusahaan juga membuat asumsi yang sama seperti di atas jika persediaan
barang sejenis dibeli dengan harga yang berbeda-beda. Pada akhir periode,
sejumlah barang akan berada dalam persediaan perusahaan dan yang lainnya
telah terjual. Namun, berapa nilai barang-barang yang telah terjual dan berapa
2. PRASYARAT KOMPETENSI
Cukai khusus lulusan Prodip I Kurikulum Tahun 2008. Calon peserta diharapkan
berusia maksimal 40 tahun dan dengan pangkat minimal II c. Secara khusus, agar
mampu menguasai dengan baik mata pelajaran Akuntansi Persediaan maka
diharapkan sudah memperoleh mata pelajaran Dasar-dasar Akuntansi.
Persyaratan-persyaratan tersebut penting karena lingkup tugas yang akan
diemban sebagai auditor Kepabeanan dan Cukai membutuhkan kualifikasi
pegawai yang memadai untuk melakukan pekerjaannya secara profesional.
Dengan kualifikasi tersebut, peserta sudah mempunyai kompetensi dasar untuk
menjadi seorang auditor sehingga diharapkan lebih mudah mencerna dan
memahami modul ini.
Standar kompetensi.
Kompetensi Dasar.
4. RELEVANSI MODUL
B. KEGIATAN BELAJAR
KEGIATAN
BELAJAR
1
KONSEP DASAR AKUNTANSI
PERSEDIAAN
Indikator keberhasilan :
1. Mampu menjelaskan pengertian dan jenis-jenis persediaan.
2. Mampu menjelaskan pengendalian internal persediaan.
3. Mampu mengidentifikasi saat pengakuan persediaan (status kepemilikan).
4. Mampu mengidentifikasi biaya-biaya yang harus dimasukkan dalam
persediaan dan harga pokok barang yang dijual
5. Mempu menjelaskan pengaruh kesalahan persediaan terhadap laporan
keuangan.
tidak akan benar. Ketika persediaan akhir tidak benar, maka harga pokok
penjualan barang dagangan dan laba bersih juga akan tidak benar di dalam
laporan laba rugi perusahaan. Kesimpulannya adalah persediaan merupakan pos
yang signifikan dalam laporan keuangan perusahaan.
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia (PSAK)
Nomor 14, dinyatakan bahwa persediaan digunakan untuk mengindikasikan aset:
a) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa;
b) dalam proses produksi untuk penjualan tersebut; atau
c) dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa.
Berdasarkan beberapa kriteria tersebut, jenis-jenis persediaan dipengaruhi oleh
sifat dan usaha perusahaan yang bersangkutan. Jenis persediaan pada
perusahaan dagang yang usahanya adalah membeli dan menjual kembali barang
dagangan akan berbeda dengan jenis perusahaan manufaktur yang usahanya
mengubah bentuk atau mengkonversi bahan baku menjadi bahan jadi. Pada
umumnya, jenis-jenis persediaan antara lain sebagai berikut:
a) Barang dagangan yaitu barang yang dibeli oleh perusahaan dari pihak lain
dalam kondisi sudah siap untuk dijual tanpa melakukan pemrosesan lebih
lanjut. Misalnya persediaan dealer sepeda motor akan terdiri dari sepeda
motor dan perlengkapannya, persediaan toko bahan bangunan akan terdiri
dari pasir, semen, paku, dan perlengkapan bahan bangunan lainnya.
b) Bahan baku (raw material) adalah barang-barang yang beli oleh perusahaan
dalam keadaan harus diproses/dikonversi lebih lanjut menjadi barang jadi.
Bahan baku merupakan bagian utama dari barang jadi tersebut. Misalnya
untuk memproduksi meubelair maka bahan baku yang dibutuhkan antara lain
adalah kayu.
c) Bahan pembantu (supplies) adalah barang-barang yang beli oleh perusahaan
dalam rangka mendukung proses produksi sampai menjadi barang jadi.
Barang ini biasanya dipakai (dikonsumsi) dalam jangka waktu relatif pendek
dan akan dibebankan sebagai beban administrasi dan umum atau beban
pemasaran. Misalnya bahan penunjang produksi meubelair antara lain adalah
paku, lem, amplas, pernis, atau perlengkapan penunjang lainnya.
d) Barang dalam proses (work in process) adalah bahan yang sudah dimasukkan
dalam suatu proses produksi tetapi belum selesai diolah, sehingga baru
menyerap sebagian biaya bahan (direct material), biaya tenaga kerja (direct
labour) dan biaya overhead pabrik (factory overhead). Misalnya meja atau
kursi yang belum diamplas atau belum dipernis dalam proses pembuatan
meubelair.
e) Barang jadi (finished goods) adalah barang yang telah diselesaikan dari
proses produksi dan siap untuk dijual. Barang ini telah menyerap biaya bahan
(direct material), biaya tenaga kerja (direct labour) dan biaya overhead pabrik
(factory overhead) secara tuntas sehingga siap untuk dijual. Misalnya
penyelesaian akhir dari sebuah meja atau kursi sehingga menjadi meja atau
kursi yang siap untuk dijual.
Berdasarkan jenis-jenis persediaan tersebut, maka perusahaan jasa tidak
memiliki persediaan. Persediaan perusahaan dagang adalah barang dagang,
sedangkan pada perusahaan industri (manufaktur) terdiri dari bahan baku, bahan
pembantu, barang dalam proses, dan barang jadi.
3. Kepemilikan Persediaan
b) Barang Konsinyasi
Perjanjian konsinyasi memperbolehkan suatu perusahaan lain untuk
menyimpan persediaan dalam gudang mereka namun mereka tidak harus
membeli persediaan tersebut. Secara fisik, persediaan berada pada penjual,
tetapi hak kepemilikan persediaan tersebut tetap berada pada pemasok
sampai penjual sudah menjualnya kepada pihak ketiga. Barang-barang
merupakan aktiva. Jika persediaan telah terjual maka persediaan tersebut akan
dilaporkan sebagai beban atau merupakan komponen dari harga pokok
penjualan, sebaliknya jika persediaan tersebut masih merupakan milik
perusahaan (belum terjual) maka akan dilaporkan sebagai aktiva lancar
perusahaan.
Menurut PSAK no 14, jika barang dalam persediaan di jual, maka nilai
tercatat persediaan tersebut harus diakui sebagai beban pada periode diakuinya
pendapatan atas penjualan tersebut. Proses pengakuan nilai tercatat persediaan
yang telah dijual sebagai beban menghasilkan pengaitan (matching) beban
dengan pendapatan.
Oleh karena itu dalam menentukan besarnya laba harus dihitung terlebih
dahulu besarnya harga pokok penjualan. Persediaan yang dibeli atau dibuat
selama suatu periode ditambahkan ke persediaan awal dan jumlah biaya
persediaan ini disebut dengan harga pokok barang tersedia untuk dijual. Pada
akhir periode akuntansi, jumlah biaya yang tersedia untuk dijual dialokasikan
antara persediaan yang masih tersisa (dicatat di neraca sebagai aktiva) dan
persediaan yang dijual selama periode (dilaporkan dalam laba rugi sebagai biaya,
harga pokok penjualan). Berikut ini contoh format laporan laba rugi untuk
perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur:
Gambar 1.1
Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan dagang
Penjualan 160.000.000
Persediaan Awal 10.000.000
+ Pembelian 92.000.000
(-) Return Pembelian 1.000.000
(-) Potongan Pembelian 1.000.000
(=) Pembelian Bersih 90.000.000
(=) Persediaan yang tersedia untuk dijual 100.000.000
(-) Persediaan Akhir 50.000.000
(=) Harga pokok penjualan (Cost of Goods Sold/COGS) 50.000.000
Laba Kotor 110.000.000
(-) Biaya-biaya usaha 10.000.000
(=) Laba bersih sebelum pajak 100.000.000
Pajak …% (misalnya 35%) 35.000.000
Laba bersih sesudah pajak 65.000.000
Gambar 1.2
Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan manufaktur
Penjualan 1.674.500.000
Harga Pokok Produksi:
Bahan Langsung:
Persediaan Awal 82.875.000
+ Pembelian 240.250.000
(-) Return 54.000.000
(=) Bahan yang tersedia untuk digunakan 269.125.000
(-) Persediaan Akhir 108.250.000
(=) Bahan Baku (langsung) yang digunakan 184.570.000
(+) Upah Langsung
(+) Biaya Overhead Pabrik:
Upah Tak Langsung 75.000.000
Pengawasan Pabrik 60.000.000
Biaya Penyusutan (bangunan & peralatan pabrik) 82.500.000
Listrik & Energi 48.000.000
Perlengkapan Pabrik 53.000.000
Biaya Overhead Pabrik Lainnya 25.000.000
(=) Total Biaya Overhead Pabrik 343.500.000
(=) Total Biaya Pabrik 688.945.000
(+) Persediaan barang dalam proses per 1 Januari 200x 54.000.000
= 742.945.000
(-) Persediaan barang dalam proses per 31 Desember 200x 43.750.000
Harga Pokok Produksi (Cost of Good Manufactured/COGM) 699.195.000
(+) Persediaan barang jadi per 1 Januari 200x 88.860.000
Harga Pokok barang tersedia untuk dijual 788.055.000
(-) Persediaan arang jadi per 31 Desember 200x 91.500.000
(=) Harga pokok penjualan (Cost of Goods Sold/COGS) 696.555.000
Laba Kotor 977.945.000
(-) Biaya-biaya usaha 274.950.000
(=) Laba bersih sebelum pajak 702.995.000
Pajak ….% (misal 35%) 246.048.250
Laba bersih sesudah pajak 456.946.750
Gambar 1.3
Perbedaan penentuan harga pokok penjualan
Perusahaan Dagang
Perusahaan Manufaktur
Overhead
Pada perusahaan dagang terlihat bahwa harga pokok penjualan hanya terkait
dengan barang dagang yang diperjual belikan, sedangkan pada perusahaan
manufaktur terbagi ke dalam barang dalam proses dan barang jadi.
Gambar 1.4
Pengaruh Kesalahan Pencatatan Persediaan terhadap Neraca dan Laporan Laba Rugi
b. Latihan 1
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan persediaan menurut PSAK?
2. Uraikan pengendalian internal persediaan yang seringkali dilakukan oleh
perusahaan!
3. Jelaskan perbedaan antara FOB Shipping Point dan FOB Destination dalam
kaitannya dengan status kepemilikan barang!
4. Identifikasikan biaya-biaya yang harus dimasukkan dalam persediaan!
5. Buatlah laporan laba rugi untuk perusahaan manufaktur berdasarkan data
berikut ini.
Persediaan, 1 Januari 2006:
Barang Jadi Rp. 8.860.000,-
Barang dalam proses Rp. 5.400.000,-
Biaya-biaya produksi selain bahan baku:
Upah langsung Rp. 18.457.000,-
Biaya overhead pabrik:
Upah tak langsung Rp. 7.500.000,-
Pengawasan Pabrik Rp. 6.000.000,-
Biaya penyusutan Rp. 8.250.000,-
Listrik & energi Rp. 4.800.000,-
Perlengkapan pabrik Rp. 5.300.000,-
Biaya overhead pabrik lainya Rp. 2.500.000,-
Persediaan, 31 Desember 2006:
Barang Jadi Rp. 9.150.000,-
Barang dalam proses Rp. 4.375.000,-
Biaya-biaya usaha Rp. 27.495.000,-
Penjualan selama tahun 2006 Rp. 167.450.000,-
Pajak Penghasilan Badan adalah 40%.
c. Rangkuman
d. Tes Formatif 1
Bagian 1
Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 1 ini, coba Anda kerjakan tes
formatif berikut ini, dengan cara berikan tanda silang (X) pada jawaban yang
Anda anggap benar.
1. Bahan yang sudah dimasukkan dalam suatu proses produksi tetapi belum
selesai diolah disebut.....
a. Barang jadi
b. Bahan baku
c. Barang dalam proses
d. Bahan pembantu
2. Barang yang masih harus dikembangkan dan akan menjadi bagian utama dari
suatu produk disebut.....
a. Barang jadi
b. Bahan baku
c. Barang dalam proses
d. Bahan pembantu
3. Untuk mendeteksi kekurangan persediaan serta untuk mencegah pencurian,
penghitungan fisik persediaan harus dilakukan secara periodik setidaknya..
a. Sebulan sekali
b. Setahun sekali
c. Dua kali setahun
d. Dua tahun sekali
4. Apabila nilai persediaan dinilai lebih rendah dari seharusnya berakibat...
a. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih rendah
b. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi
perjanjian yang disepakati dalam jual beli. Salah satu perjanjian yang kita
kenal adalah: free on board shipping point. Manakah pernyataan berikut ini
yang sesuai dengan arti perjanjian tersebut?
a. Barang akan diakui setelah sampai digudang pembeli
b. Barang dalam perjalanan tersebut masih diakui menjadi milik penjual
c. Walaupun barang masih dalam perjalanan (belum diterima), barang ini
sudah termasuk dalam elemen laporan keuangan pembeli
d. Semua salah
14. Suatu perusahaan salah mencatat persediaan sebesar Rp115.000.000 dari
yang seharusnya sebesar Rp 111.500.000, sehingga akan berakibat…
a. Persediaan barang ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000
b. Harga pokok penjualan ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000
c. Aktiva lancar ditetapkan lebih rendah sebesar Rp 3.500.000
d. Laba kotor ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000
15. Suatu perusahaan salah mencatat persediaan sebesar Rp111.500.000 dari
yang seharusnya sebesar Rp 115.000.000, sehingga akan berakibat…
a. Aktiva lancar ditetapkan lebih rendah sebesar Rp 3.500.000
b. Ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000
c. Harga pokok penjualan ditetapkan lebih rendah sebesar Rp 3.500.000
d. Laba kotor ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000
Bagian 2
Identifikasikah apakah barang-barang berikut dimasukkan ke dalam persediaan
akhir PT X pada tanggal 31 Desember 2009 atau tidak.
1. Barang yang telah dikirimkan oleh PT X secara FOB shipping point kepada
pelanggan telah diambil oleh perusahaan pengangkut tanggal 26 Desember
2009, tetapi belum sampai di tujuan per 31 Desember 2009.
2. Barang yang telah dikirimkan oleh PT X secara FOB destination point kepada
pelanggan telah diambil oleh perusahaan pengangkut tanggal 26 Desember
2009, tetapi belum sampai di tujuan per 31 Desember 2009.
3. Dalam gudangnya, PT X memiliki barang dagang konsinyasi senilai
Rp30.500.000 dari PT Y.
Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan.
Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk
mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini.
Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang
telah terinci sebagaimana rumus dibawah ini.
TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%
Jumlah keseluruhan Soal
Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda
telah menguasai materi kegiatan belajar 1 ini dengan baik. Untuk
selanjutnya Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.
KEGIATAN
BELAJAR
2
PROSEDUR AKUNTANSI PERSEDIAAN
Indikator keberhasilan :
1. Mampu membedakan karakteristik kedua sistem pencatatan
persediaan
2. Mampu menjelaskan metode penilaian persediaan
barang-barang yang ada pada akhir suatu periode untuk kemudian dikalikan
dengan suatu tingkat harga/biaya.
Sistem periodik umumnya diterapkan pada perusahaan yang memiliki
karakteristik persediaan yang beraneka ragam namun nilainya relatif kecil.
Misalnya adalah kios majalah di sebuah pusat perkantoran dan pertokoan
yang menjual berbagai jenis majalah, koran, alat tulis, aksesoris handphone,
dan gantungan kunci. Jenis persediaan beraneka ragam namun nilainya relatif
kecil sehingga tidaklah efisien jika harus mencatat setiap transaksi yang
nilainya kecil namun frekuensi transaksi tinggi. Meskipun demikian sebenarnya
pada saat ini alasan tersebut dapat diabaikan dengan adanya teknologi
komputer yang memudahkan pencatatan transaksi dengan frekuensi tinggi,
misalnya seperti di toko retail.
Keuntungan penerapan sistem ini adalah sangat sederhana pada saat
pencatatan pembelian dan penjualannya. Sistem ini pada umumya lebih tepat
digunakan untuk barang-barang yang tingkat perputarannya relatif cepat dan
mempunyai unit biaya relatif rendah. Namun demikian sistem ini memiliki
beberapa kelemahan, antara lain:
Kuantitas barang tidak dapat diketahui sewaktu-waktu sehingga harus
melakukan stock opname (pemeriksaan fisik).
Untuk menyusun laporan harus melakukan stock opname terlebih dahulu.
Jika jenis dan jumlah persediaan banyak, maka akan dibutuhkan waktu
dalam melaksanakan stock opname.
Harga pokok penjualan dapat meliputi harga pokok penjualan dari barang-
barang yang benar-benar terjual, barang-barang yang rusak, susut,
menguap, bahkan barang-barang yang hilang (shrinkage).
Kurang ideal untuk perencanaan dan pengawasan persediaan.
b) Sistem Perpetual
Adalah sistem pencatatan persediaan dimana akan dilakukan pembukuan atas
persediaan secara terus menerus yaitu dengan membukukan setiap transaksi
persediaan baik pembelian maupun penjualan. Sistem perpetual ini seringkali
digunakan dalam hal persediaan memiliki nilai yang tinggi untuk mengetahui
posisi persediaan pada suatu waktu sehingga perusahaan dapat mengatur
Sistem Periodik:
Pembelian 30.000.000
Kas/Hutang 30.000.000
Tanggal 17 Maret 2009: dijual 200 unit persediaan dengan harga Rp50.000
secara kredit.
Sistem Perpetual:
Piutang Dagang 10.000.000
Penjualan 10.000.000
Sistem Periodik:
Piutang Dagang 10.000.000
Penjualan 10.000.000
Pada sistem periodik, jurnal berikut ini harus dicatat pada akhir periode
akuntansi.
Persediaan 24.000.000
Pembelian 24.000.000
Saldo persediaan akhir= 1000 unit yang dibeli – 200 unit yang dijual = 800
unit yang tersisa.
Metode Perhitungan First-in, first-out /FIFO Last-in, first-out /LIFO Biaya rata-rata
Biaya Persediaan (masuk pertama, (masuk terakhir,
keluar pertama) keluar pertama)
Jika perusahaan menggunakan metode FIFO, maka persediaan akhir terdiri atas
harga pokok yang berasal dari pembelian terakhir. Jika perusahaan menggunakan
metode LIFO, persediaan akhir terdiri atas biaya atau harga pokok yang berasal
dari pembelian paling awal. Jika yang digunakan metode biaya rata-rata maka
biaya unit dalam persediaan adalah rata-rata dari biaya pembelian. Untuk
keperluan pembukuan perusahaan, pemilihan antara metode FIFO, LIFO dan
Rata-rata tertimbang tergantung pada kebijakan manajemen. Peraturan
b. Latihan 2
Agar Anda dapat lebih memahami materi pada kegiatan belajar 2 ini, coba
kerjakan latihan-latihan berikut ini.
1. Jelaskan secara singkat sistem periodik untuk pencatatan persediaan?
2. Sebutkan beberapa karakteristik sistem perpetual untuk pencatatan
persediaan?
3. Buat jurnal untuk transaksi berikut ini dengan sistem perpetual dan periodik:
pembelian 200 unit persediaan dengan harga Rp 500.000 per unit.
4. Buat jurnal untuk transaksi berikut ini dengan sistem perpetual dan periodik:
penjualan secara kredit 300 unit persediaan dengan harga Rp 1.000.000 per
unit.
5. Jelaskan beberapa asumsi arus biaya persediaan yang sering digunakan oleh
perusahaan!
c. Rangkuman
1. Pencatatan persediaan dapat dilakukan dengan sistem periodik dan
perpetual.
2. Pada sistem periodik, pencatatan dilakukan pada akhir periode sedangkan
pada sistem perpetual, pencatatan dilakukan setiap saat terjadinya transaksi.
3. Penentuan nilai persediaan dapat menggunakan Metode Harga Pokok
Spesifik, Masuk Pertama Keluar Pertama (FIFO), Masuk Terakhir Keluar
Pertama (LIFO), dan Metode Rata-rata (Average).
d. Tes Formatif 2
Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 2 ini, coba Anda kerjakan tes
formatif berikut ini, dengan cara berikan tanda silang (X) pada jawaban yang
Anda anggap benar.
1. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kredit dengan sistem perpetual adalah....
a.
Persediaan 250.000.000
Kas 250.000.000
b. Persediaan 250.000.000
Hutang 250.000.000
c. Pembelian 250.000.000
Kas 250.000.000
d. Pembelian 250.000.000
Hutang 250.000.000
2. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kas dengan sistem periodik adalah....
a. Persediaan 250.000.000
Kas 250.000.000
b. Persediaan 250.000.000
Hutang 250.000.000
c. Pembelian 250.000.000
Kas 250.000.000
d. Pembelian 250.000.000
Hutang 250.000.000
3. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kas dengan sistem perpetual adalah....
a. Kas 250.000.000
Penjualan 250.000.000
Harga Pokok Penjualan xxx
Persediaan xxx
b. Piutang Dagang 250.000.000
Penjualan 250.000.000
Harga Pokok Penjualan xxx
Persediaan xxx
c. Kas 250.000.000
Penjualan 250.000.000
d. Piutang Dagang 250.000.000
Penjualan 250.000.000
4. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kredit dengan sistem periodik adalah....
a. Kas 250.000.000
Penjualan 250.000.000
Harga Pokok Penjualan xxx
Persediaan xxx
b. Piutang Dagang 250.000.000
Penjualan 250.000.000
Harga Pokok Penjualan xxx
Persediaan xxx
c. Kas 250.000.000
Penjualan 250.000.000
d. Piutang Dagang 250.000.000
Penjualan 250.000.000
5. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kas dengan sistem perpetual adalah....
a. Persediaan 250.000.000
Kas 250.000.000
b. Persediaan 250.000.000
Hutang 250.000.000
c. Pembelian 250.000.000
Kas 250.000.000
d. Pembelian 250.000.000
Hutang 250.000.000
6. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kredit dengan sistem periodik adalah....
a. Persediaan 250.000.000
Kas 250.000.000
b. Persediaan 250.000.000
Hutang 250.000.000
c. Pembelian 250.000.000
Kas 250.000.000
d. Pembelian 250.000.000
Hutang 250.000.000
7. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kredit dengan sistem perpetual adalah....
a. Kas 250.000.000
Penjualan 250.000.000
Harga Pokok Penjualan xxx
Persediaan xxx
b. Piutang Dagang 250.000.000
Penjualan 250.000.000
Harga Pokok Penjualan xxx
Persediaan xxx
c. Kas 250.000.000
Penjualan 250.000.000
d. Piutang Dagang 250.000.000
Penjualan 250.000.000
8. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit
secara kas dengan sistem periodik adalah....
a. Kas 250.000.000
Penjualan 250.000.000
Harga Pokok Penjualan xxx
Persediaan xxx
b. Piutang Dagang 250.000.000
Penjualan 250.000.000
Harga Pokok Penjualan xxx
Persediaan xxx
c. Kas 250.000.000
Penjualan 250.000.000
d. Piutang Dagang 250.000.000
Penjualan 250.000.000
9. Apabila suatu persediaan dapat diidentifikasi secara akurat dengan
pembelian pada tanggal tertentu, maka metode penentuan nilai yang
digunakan adalah
a. Metode identifikasi khusus
b. Metode First-in, First-out (FIFO)
c. Metode biaya rata-rata
Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda
telah menguasai materi kegiatan belajar 1 ini dengan baik. Untuk
selanjutnya Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.
KEGIATAN
BELAJAR
3
PENENTUAN NILAI PERSEDIAAN
Indikator keberhasilan :
1. Mampu menentukan nilai persediaan dengan sistem periodik.
2. Mampu menentukan nilai persediaan dengan sistem perpetual.
Pada tanggal tanggal 1 Maret 2009, suatu dealer mobil membeli 3 mobil (AA,
AB, AD) sebagai persediaan perusahaan dengan harga Rp 100 juta, Rp 120
juta, dan Rp 175 juta rupiah secara kas. Kemudian, tanggal 17 Maret 2009
terjual mobil AB seharga Rp 110 juta secara kredit.
Jurnal untuk mencatat pembelian:
Pembelian (Mobil AA) 100.000.000
Pembelian (Mobil AB) 120.000.000
Pembelian (Mobil AD) 175.000.000
Kas 395.000.000
Dengan asumsi tidak ada transaksi lain maka saldo persediaan pada
Neraca akhir periode sejumlah Rp 295.000.000.
Gambar 3.1
Arus biaya First-In, First-Out (FIFO)
2.200.000
13 September 400 unit
@ Rp 11.000 4.400.000 Rp 7.000.000
Persediaan
Barang
1 Desember 100 unit
@ Rp 12.000 1.200.000
Rp 2.200.000
Rp 10.400.000 1.200.000
Rp 3.400.000
Gambar 3.2
Arus biaya Last-In, First-Out (LIFO)
Pembelian Barang yang tersedia untuk dijual Harga Pokok Penjualan
Rp 2.800.000
13 September 400 unit
@ Rp 11.000 4.400.000 Persediaan
Barang
Rp 10.400.000
1.200.000
Rp 3.400.000
Dengan menggunakan data biaya yang sama seperti pada contoh FIFO dan
LIFO, biaya rata-rata dari 1.000 unit dan harga pokok penjualan dari 700 unit
ditentukan sebagai berikut:
Jurnal Transaksi
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
13 Maret Piutang Usaha 21000
Penjualan 21000
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
22 Piutang Usaha 12000
Penjualan 12000
22 Harga Pokok Penjualan 8100
Persediaan 8100
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
28 Piutang Usaha 6000
Penjualan 6000
Berdasarkan mutasi barang pada kartu persediaan dan jurnal transaksi yang telah
dibuat maka jumlah total penjualan dan harga pokok penjualan ditentukan
sebagai berikut:
Penjualan selama bulan Maret terdiri dari:
Penjualan tanggal 13 Maret: Rp 21.000
Penjualan tanggal 22 Maret: Rp12.000
Penjualan tanggal 28 Maret Rp6.000
Jumlah nilai penjualan sebanyak Rp 39.000
Harga pokok penjualan selama bulan Maret terdiri dari:
Harga pokok atas penjualan tanggal 13 Maret: Rp 14.000
Harga pokok atas penjualan tanggal 22 Maret: Rp 8.100
Harga pokok atas penjualan tanggal 28 Maret Rp4.200
Jumlah harga pokok penjualan sebanyak Rp 26.300
paling akhir. Dengan data yang ada, maka kartu persediaan dan jurnal
(pembelian dan penjualan) dapat dilihat berikut ini.
Kartu Persediaan
Nama Perusahaan : PD TATA No. Kode Barang :
Nama Barang : XYZ No. Kode rek :
Lokasi : Metode : LIFO
Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan
2009 Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total Saldo
Per unit Per unit Per unit
Maret 1 10 2000 20000 20000
13 7 2000 14000 3 2000 6000 6000
17 8 2100 16800 3 2000 6000
8 2100 16800 22800
22 4 2100 8400 3 2000 6000
4 2100 8400 14400
28 2 2100 4200 3 2000 6000 6000
30 10 2200 22000 2 2100 4200
3 2000 6000
2 2100 4200
10 2200 22000 36400
Jurnal Transaksi
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
13 Maret Piutang Usaha 21000
Penjualan 21000
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
22 Piutang Usaha 12000
Penjualan 12000
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
Berdasarkan mutasi barang pada kartu persediaan dan jurnal transaksi yang telah
dibuat maka jumlah total penjualan dan harga pokok penjualan ditentukan
sebagai berikut:
Penjualan selama bulan Maret terdiri dari:
Penjualan tanggal 13 Maret: Rp 2.1000
Penjualan tanggal 22 Maret: Rp12.000
Penjualan tanggal 28 Maret Rp6.000
Jumlah nilai penjualan sebanyak Rp 39.000
Harga pokok penjualan selama bulan Maret terdiri dari:
Harga pokok atas penjualan tanggal 13 Maret: Rp 14.000
Harga pokok atas penjualan tanggal 22 Maret: Rp 8.400
Harga pokok atas penjualan tanggal 28 Maret Rp 4.200
Jumlah harga pokok penjualan sebanyak Rp 26.600
Kartu Persediaan
Nama Perusahaan : PD TATA No. Kode Barang :
Nama Barang : XYZ No. Kode rek :
Lokasi : Metode : Average
Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan
2009 Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total Saldo
Per unit Per unit Per unit
Maret 1 10 Rp 2000 Rp Rp
20000 20000
13 7 Rp 2000 Rp 3 2000 6000 6000
14000
17 8 Rp2100 Rp16800 11 2073 22803 22803
22 4 2073 8292 7 2073 14511 14511
28 2 2073 4146 5 2073 10365 10365
30 10 2200 22000 15 2158 32370 32370
Jurnal Transaksi
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
13 Maret Piutang Usaha 21000
Penjualan 21000
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
22 Piutang Usaha 12000
Penjualan 12000
Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:
28 Piutang Usaha 6000
Penjualan 6000
Berdasarkan mutasi barang pada kartu persediaan dan jurnal transaksi yang telah
dibuat maka jumlah total penjualan dan harga pokok penjualan ditentukan
sebagai berikut:
Penjualan selama bulan Maret terdiri dari:
Penjualan tanggal 13 Maret: Rp 21.000
Penjualan tanggal 22 Maret: Rp 12.000
Penjualan tanggal 28 Maret Rp 6.000
Jumlah nilai penjualan sebanyak Rp 39.000
Harga pokok penjualan selama bulan Maret terdiri dari:
Harga pokok atas penjualan tanggal 13 Maret: Rp 14.000
Harga pokok atas penjualan tanggal 22 Maret: Rp 8.292
Harga pokok atas penjualan tanggal 28 Maret Rp 4.146
Jumlah harga pokok penjualan sebanyak Rp 26.438
Beberapa contoh kasus yang sudah dibahas hanya berkaitan dengan perusahaan
dagang. Kasus berikut ini berkaitan dengan mutasi persediaan di perusahaan
manufaktur.
PT. Sukacita adalah sebuah perusahaan yang memproduksi barang “XYZ” untuk
dijual. Berikut ini beberapa transaksi yang berkaitan dengan PT. Sukacita selama
Tahun 2009.
Soal:
a. Data pembelian bahan baku utama sebagai berikut:
Unit Harga per unit
Januari 250 10.000
Maret 400 12.500
April 230 14.000
Mei 200 15.000
Juli 170 16.000
Agustus 410 18.000
Oktober 300 20.000
November 380 21.500
Unit
Februari 320
April 210
Juni 360
Juli 340
Oktober 450
Desember 500
Pertanyaan: tentukan saldo persediaan akhir dan harga pokok bahan baku-nya,
jika PT. Sukacita dalam penilaian persediaannya menggunakan:
a. Metode FIFO, biaya rata-rata, dan LIFO dengan sistem periodik.
b. Metode FIFO, biaya rata-rata, dan LIFO dengan sistem perpetual dengan
membuat kartu persediaan.
Jawaban:
Guna mempermudah menjawab soal tersebut, pertama kali kita urutkan data-
data yang sesuai bulan terjadinya transaksi, berikut ini:
Bulan Transaksi Unit Harga Satuan Jumlah
Berdasarkan rincian tersebut, maka dapat dihitung bahwa jumlah barang yang
tersedia untuk diproduksi sebanyak 2.370 unit. Berdasarkan perhitungan fisik
diperoleh jumlah persediaan akhir sebanyak 190 unit, sehingga jumlah barang
yang diproduksi sebanyak 2.180 unit (2.370 unit – 190 unit).
a. Periodik – FIFO
Dengan sistem ini, rincian harga pokok bahan baku terdiri dari:
Transaksi Unit Harga Satuan Jumlah
Saldo Awal 240 9.000 2.160.000
Pembelian Januari 250 10.000 2.500.000
Pembelian Maret 190 12.500 2.375.000
Pembelian April 230 14.000 3.220.000
Pembelian Mei 200 15.000 3.000.000
Pembelian Juli 170 16.000 2.720.000
Pembelian Agustus 410 18.000 7.380.000
Pembelian Oktober 300 20.000 6.000.000
Pembelian Nopember 190 21.500 4.085.000
Total 2.180 33.440.000
Berdasarkan tersebut, maka harga pokok bahan baku yang digunakan dalam
produksi senilai Rp 33.440.000. Untuk menghitung nilai persediaan akhir,
terlebih dahulu dihitung jumlah barang bahan baku yang siap digunakan
untuk produksi. Berikut perhitungan bahan baku yang siap diproduksi:
Dengan demikian, jumlah nilai persediaan akhir adalah nilai bahan baku yang
siap diproduksi (Rp 37.525.000) dikurangi dengan harga pokok bahan baku yang
diproduksi (Rp 33.440.000) yaitu Rp 4.085.000.
b. Periodik – LIFO
Dengan sistem ini, rincian harga pokok bahan baku terdiri dari:
Transaksi Unit Harga Satuan Jumlah
Pembelian 380 21.500 8.170.000
Nopember
Pembelian Oktober 300 20.000 6.000.000
Pembelian Agustus 410 18.000 7.380.000
Pembelian Juli 170 16.000 2.720.000
Pembelian Mei 200 15.000 3.000.000
Pembelian April 230 14.000 3.220.000
Pembelian Maret 190 12.500 2.375.000
Pembelian Januari 250 10.000 2.500.000
Saldo Awal 240 9.000 2.160.000
Total 2.180 35.815.000
c. Periodik – Average
Untuk menghitung harga pokok bahan baku, terlebih dahulu dihitung biaya per
unit bahan baku. Biaya per unit bahan baku adalah jumlah bahan baku yang siap
digunakan untuk diproduksi (Rp 37.525.000) dibagi dengan jumlah unit yang
tersedia untuk diproduksi (2.370 unit) yaitu Rp 15.833. Dengan biaya per unit
sebesar Rp 15.833 maka harga pokok bahan baku adalah Rp 34.515.940
(Rp15.833 x 2.180 unit).
d. Perpetual – FIFO
Berikut ini, perhitungan harga pokok produksi dan persediaan akhir bahan
baku dengan sistem perpetual dan metode FIFO.
Tanggal Pembelian Harga Pokok Produksi Persediaan Bahan Baku
2009 Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total Saldo
Per unit Per unit Per unit
Saldo 240 9.000 2.160.000 2.160.000
Januari 250 10.000 2.500.000 240 9.000 2.160.000
250 10.000 2.500.000 4.660.000
Pebruari 240 9.000 2.160.000
80 10.000 800.000 170 10.000 1.700.000 1.700.000
Maret 190 12.500 2.375.000 170 10.000 1.700.000
190 12.500 2.375.000 4.075.000
April 170 10.000 1.700.000
40 12.500 500.000
230 14.000 3.220.000 150 12.500 1.875.000
230 14.000 3.220.000 5.095.000
Mei 200 15.000 3.000.000 150 12.500 1.875.000
230 14.000 3.220.000
200 15.000 3.000.000 8.095.000
Juni 150 12.500 1.875.000
210 2.940.000 20 14.000 280.000
200 15.000 3.000.000 3.280.000
Juli 170 16.000 2.720.000
20 14.000 280.000
200 15.000 3.000.000
120 16.000 1.920.000 50 16.000 800.000 800.000
Agustus 410 18.000 7.380.000 50 16.000 800.000
410 18.000 7.380.000 8.180.000
Oktober 300 20.000 6.000.000
50 16.000 800.000
400 18.000 7.200.000 10 18.000 180.000
300 20.000 6.000.000 6.180.000
November 380 21.500 8.170.000 10 18.000 180.000
300 20.000 6.000.000
380 21.500 8.170.000 14.350.000
Desember 10 18.000 180.000
300 20.000 6.000.000
190 21.500 4.085.000 190 21.500 4.085.000
Dari kartu persediaan tersebut, diketahui bahwa nilai persediaan akhir bahan
baku sebanyak Rp 4.085.000. Dengan demikian, jumlah harga pokok produksi
adalah bahan baku yang tersedia untuk diproduksi (Rp 37.525.000) dikurangi nilai
persediaan akhir bahan baku (Rp 4.085.000) yaitu Rp 33.440.000. cara seperti ini
digunakan juga untuk menentukan nilai persediaan akhir bahan baku dan harga
pokok produksi dengan sistem perpetual dan metoe LIFO maupun average.
e. Perpetual – LIFO
Berikut ini, perhitungan harga pokok produksi dan persediaan akhir bahan
baku dengan sistem perpetual dan metode FIFO.
Tanggal Pembelian Harga Pokok Produksi Persediaan Bahan Baku
2009 Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total Saldo
Per unit Per unit Per unit
Saldo 240 9.000 2.160.000 2.160.000
Januari 250 10.000 2.500.000 240 9.000 2.160.000
250 10.000 2.500.000 4.660.000
Pebruari 240 9.000 2.160.000
80 10.000 800.000 170 10.000 1.700.000 1.700.000
Maret 190 12.500 2.375.000 170 10.000 1.700.000
190 12.500 2.375.000 4.075.000
April 170 10.000 1.700.000
40 12.500 500.000
230 14.000 3.220.000 150 12.500 1.875.000
230 14.000 3.220.000 5.095.000
Mei 200 15.000 3.000.000 150 12.500 1.875.000
230 14.000 3.220.000
200 15.000 3.000.000 8.095.000
Juni 150 12.500 1.875.000
210 2.940.000 20 14.000 280.000
200 15.000 3.000.000 3.280.000
Juli 170 16.000 2.720.000
20 14.000 280.000
200 15.000 3.000.000
120 16.000 1.920.000 50 16.000 800.000 800.000
Agustus 410 18.000 7.380.000 50 16.000 800.000
410 18.000 7.380.000 8.180.000
Oktober 300 20.000 6.000.000
50 16.000 800.000
400 18.000 7.200.000 10 18.000 180.000
300 20.000 6.000.000 6.180.000
November 380 21.500 8.170.000 10 18.000 180.000
300 20.000 6.000.000
380 21.500 8.170.000 14.350.000
Desember 10 18.000 180.000
300 20.000 6.000.000
190 21.500 4.085.000 190 21.500 4.085.000
f. Perpetual – Average
Berikut ini, perhitungan harga pokok produksi dan persediaan akhir bahan
baku dengan sistem perpetual dan metode FIFO.
Tanggal Pembelian Harga Pokok Produksi Persediaan Bahan Baku
2009 Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total Saldo
Per unit Per unit Per unit
Saldo 240 9.000 2.160.000 2.160.000
Januari 250 10.000 2.500.000 240 9.000 2.160.000
250 10.000 2.500.000 4.660.000
Pebruari 240 9.000 2.160.000
80 10.000 800.000 170 10.000 1.700.000 1.700.000
Maret 190 12.500 2.375.000 170 10.000 1.700.000
190 12.500 2.375.000 4.075.000
April 170 10.000 1.700.000
40 12.500 500.000
230 14.000 3.220.000 150 12.500 1.875.000
230 14.000 3.220.000 5.095.000
Mei 200 15.000 3.000.000 150 12.500 1.875.000
230 14.000 3.220.000
200 15.000 3.000.000 8.095.000
Juni 150 12.500 1.875.000
210 2.940.000 20 14.000 280.000
200 15.000 3.000.000 3.280.000
Juli 170 16.000 2.720.000
20 14.000 280.000
200 15.000 3.000.000
120 16.000 1.920.000 50 16.000 800.000 800.000
Agustus 410 18.000 7.380.000 50 16.000 800.000
410 18.000 7.380.000 8.180.000
Oktober 300 20.000 6.000.000
50 16.000 800.000
400 18.000 7.200.000 10 18.000 180.000
300 20.000 6.000.000 6.180.000
November 380 21.500 8.170.000 10 18.000 180.000
300 20.000 6.000.000
380 21.500 8.170.000 14.350.000
Desember 10 18.000 180.000
300 20.000 6.000.000
190 21.500 4.085.000 190 21.500 4.085.000
menghasilkan jumlah yang berbeda untuk (1) harga pokok penjualan periode
berjalan, (2) laba kotor (dan laba bersih) periode berjalan, dan (3) persediaan
akhir.
Dengan menggunakan beberapa contoh sebelumnya untuk sistem persediaan
periodik dan dengan mengasumsikan bahwa penjualan bersih adalah Rp
15.000.000 laporan laba rugi sebagian berikut mengindikasikan pengaruh setiap
metode apabila harga naik:
Laporan Laba Rugi Sebagian
FIFO Biaya Rata-rata LIFO
Penjualan Bersih Rp 15.000.000 Rp 15.000.000 Rp 15.000.000
Harga pokok penjualan:
Persediaan awal 1.800.000 1.800.000 1.800.000
Pembelian 8.600.000 8.600.000 8.600.000
Barang tersedia dijual 10.400.000 10.400.000 10.400.000
Dikurangi persediaan akhir 3.400.000 3.120.000 2.800.000
Harga pokok penjualan 7.000.000 7.280.000 7.600.000
Laba kotor 8.000.000 7.720.000 7.400.000
Ringkasan pengaruh ketiga metode - Persediaan Hasil berada - Persediaan
akhir tertinggi diantara hasil akhir terendah
- Harga pokok FIFO dan LIFO - Harga pokok
penjualan penjualan
terendah. tertinggi
- Laba kotor - Laba kotor
tertingi terendah
1) Penilaian pada Mana yang Lebih Rendah antara Harga Pokok atau Harga
Pasar
b. Latihan 3
1. Transaksi persediaan suatu perusahaan dagang bulan Juli Tahun 2010 adalah
sebagai berikut:
Tanggal Transaksi Kuantitas Harga Per Unit
01/07/10 Persediaan awal 400 100.000
12/07/10 Penjualan 200 200.000
18/07/10 Pembelian 200 110.000
25/07/10 Penjualan 350 200.000
29/07/10 Pembelian 150 115.000
30/07/10 Stock opname 200
2. Buat laporan laba rugi untuk akhir bulan Juli 2010 dengan menggunakan
metode FIFO, LIFO, dan Average (perpetual)
c. Rangkuman
1. Pada sistem persediaan periodik, hanya pendapatan yang dicatat setiap kali
penjualan dilakukan. Tidak ada jurnal yang dibuat pada saat penjualan untuk
mencatat harga pokok penjualan. Pada akhir periode akuntansi, perhitungan
fisik dilakukan untuk menentukan biaya atau harga pokok persediaan dan
harga pokok penjualan
2. Dalam sistem perpetual, untuk mengetahui jumlah persediaan yang ada pada
tanggal tertentu tidak perlu menghitung secara fisik terhadap sisa barang
yang ada di gudang. Persediaan barang setiap saat bisa diketahui dari
pembukuan, karena setiap transaksi yang mempengaruhi besarnya
persediaan langsung dicatat ke dalam akuntansi persediaan sebesar harga
pokoknya.
3. Metode Harga Pokok Spesifik adalah metode penilaian persediaan yang
memasukkan biaya sebenarnya dari item persediaan yang terjual ke harga
pokok barang yang dijual.
4. Metode First-in First-out (FIFO)/Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP) adalah
metode penilaia persediaan dimana biaya persediaan yang paling awal yang
ada terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan
5. Metode Last In First Out (LIFO)/Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP) adalah
metode yang didasarkan pada anggapan bahwa biaya persediaan yang paling
akhir yang akan terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan.
6. Metode Rata-rata atau Rata-rata Tertimbang adalah metode rata-rata
tertimbang, biaya rata-rata barang ditentukan dengan cara membagi jumlah
harga barang yang tersedia untuk dijual dengan total kuantitasnya,
d. Tes Formatif 3
Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 3 ini, coba Anda kerjakan tes
formatif berikut ini, dengan cara berikan tanda silang (X) pada jawaban yang
Anda anggap benar.
Data berikut digunakan untuk menjawab soal nomor 1 sampai dengan nomor 6.
Persediaan awal dan pembelian yang dilakukan oleh suatu perusahaan selama
tahun yang berakhir 31 Desember 2009, adalah sebagai berikut:
Unit Harga per Unit
1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000
6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000
13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000
25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500
Jumlah unit yang belum terjual pada perhitungan fisik tanggal 31 Desember 2009
ssejumlah 2.750 unit.
8. Berapa harga pokok penjualan persediaan atas penjualan 550 unit apabila
menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya
FIFO?
a. Rp 22.750
b. Rp 5.500
c. Rp 17.250
d. Rp 56.500
9. Berapa laba kotor penjualan atas penjualan 550 unit apabila menggunakan
sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya FIFO?
a. Rp 79.250
b. Rp 22.750
c. Rp 53.500
d. Rp 56.500
10. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan
sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO?
a. Rp 22.750
b. Rp 22.250
c. Rp 57.000
d. Rp 53.000
11. Berapa harga pokok penjualan persediaan atas penjualan 550 unit apabila
menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya
LIFO?
a. Rp 22.750
b. Rp 22.250
c. Rp 57.000
d. Rp 53.000
12. Berapa laba kotor penjualan atas penjualan 550 unit apabila menggunakan
sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO?
a. Rp 22.750
b. Rp 22.250
c. Rp 57.000
d. Rp 53.000
13. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan
sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata
(average)?
a. Rp 22.500
b. Rp 79.250
c. Rp 53.250
d. Rp 56.750
14. Berapa harga pokok penjualan persediaan atas penjualan 550 unit apabila
menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya
rata-rata (average)?
a. Rp 22.500
b. Rp 79.250
c. Rp 53.250
d. Rp 56.750
15. Berapa laba kotor penjualan atas penjualan 550 unit apabila menggunakan
sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata
(average)?
a. Rp 22.500
b. Rp 79.250
c. Rp 53.250
d. Rp 56.750
Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan.
Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk
mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini.
Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang
telah terinci dibawah rumus.
TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%
Jumlah keseluruhan Soal
Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah
dipelajari mencapai:
Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah
menguasai materi kegiatan belajar 3 ini dengan baik. Untuk selanjutnya Anda
dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.
KEGIATAN
BELAJAR
4
ESTIMASI NILAI PERSEDIAAN
Indikator keberhasilan :
1. Mampu mengestimasi nilai persediaan dengan metode eceran.
2. Mampu mengestimasi nilai persediaan dengan metode laba kotor.
Metode laba kotor (gross profit method) menggunakan estimasi laba kotor yang
direalisasi selama periode dimaksud untuk mengestimasi persediaan pada akhir
periode. Laba kotor biasanya diestimasi dari tingkat aktual dari tahun
sebelumnya, disesuaikan dengan setiap perubahan yang terjadi dalam harga
pokok dan harga jual selama periode berjalan. Dengan menggunakan tingkat
laba kotor, jumlah rupiah penjualan untuk suatu periode dapat dibagi ke dalam
dua komponen: (1) laba kotor dan (2) harga pokok penjualan. Harga pokok
penjualan dapat dikurangkan dari harga pokok barang yang tersedia untuk dijual
guna mendapatkan estimasi harga pokok persediaan.
Sebagai contoh, persediaan per 1 Januari diasumsikan sebesar Rp57.000,
pembelian selama bulan januari Rp180.000, dan penjualan bersih selama bulan
tersebut adalah Rp250.000. Selain itu, laba kotor historis adalah 30% dari
penjualan bersih. Berikut perhitungan estimasi nilai persediaan per 31 Januari.
Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor
Persediaan barang dagang, 1 Januari Rp57.000
Pembelian selama Januari (bersih) 180.000
Barang yang tersedia untuk dijual 237.000
Penjualan selama Januari (bersih) Rp250.000
Dikurangi estimasi laba kotor (30% x Rp250.000) 75.000
Estimasi harga pokok penjualan 175.000
Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari Rp62.000
mengurangi penjualan selama periode berjalan dari harga eceran barang yang
tersedia untuk dijual selama periode bersangkutan. Estimasi biaya persediaan
kemudian dihitung dengan mengalikan persediaan eceran dengan rasio biaya
terhadap harga jual (eceran) barang dagang yang tersedia untuk dijual. Berikut
ilustrasi penentuan persediaan dengan metode eceran.
Harga pokok Harga eceran
Persediaan barang dagang, 1 Januari Rp19.400 Rp36.000
Pembelian bulan Januari (bersih) 42.600 64.000
Barang yang tersedia untuk dijual Rp62.000 Rp100.000
Rasio biaya terhadap harga eceran Rp 62.000
62%
Rp100.000
Penjualan bulan Januari (bersih) Rp70.000
Persediaan barang dagang, 31 Januari, pada eceran Rp30.000
Persediaan barang dagang, 31 Januari, pada estimasi biaya Rp18.600
(Rp30.000 x 62%)
Jika persediaan terdiri atas berbagai kelas barang dagang dengan tingkat
laba kotor yang berbeda-beda, maka persentase harga pokok dan persediaan
harus dipisah-pisahkan untuk setiap kelas persediaan. Salah satu keunggulan
utama dari metode eceran adalah bahwa metode tersebut dapat digunakan
untuk menentukan nilai persediaan untuk digunakan dalam menyusun laporan
bulanan atau triwulanan apabila sistem periodik digunakan.
akhir dari perusahaan didapatkan dengan bekerja mundur dari harga eceran
untuk mendapatkan harga belinya. Gambar 9-12 menggambarkan cara kerja
proses ini
Misalkan perusahaan pengecer menpunyai empat kategori persediaan,
dimana setiap pesediaan memiliki rasio yang berbeda-beda. Bagaimanakah cara
perusahaan tersebut menggunakan metode eceran untuk memperkirakan harga
pokok persediaan akhir yang dimilikinya?. Terapkan metode eceran secara
terpisah pada setipa kategori dari persediaan , kemudian dengan menggunakan
rasio yang spesifik untuk keempat kategori tersebut ,kita dapat mencari nilai
persediaan akhir berdasarkan harga perolehan . Setelah itu jumlahkan Keempat
Jenis persediaan tersebut untuk mendapatkan total biaya persediaan akhir
perusahaan .
Walaupun metode eceran ini hanya merupakan teknik untuk
memperkirakan harga pokok persediaan, tapi banyak perusahaan yang
menggunakan metode ini utnuk menilai biaya persediaan akhir yang akan
tercantum dineraca. Perusahaan–perusahaan tersebut biasanya menghitung
persediaan yang dimilikinya sepanjang tahun, tapi perhitungan tersebut
dilakukan berdasarkan harga eceran
b. Latihan 4
Agar Saudara dapat lebih memahami materi pada kegiatan belajar 4 ini, coba
kerjakan latihan-latihan berikut ini.
1. Sebutkan metode yang sering digunakan untuk mengestimasi nilai
persediaan?
2. Laba kotor yang mana yang biasanya digunakan sebagai dasar estimasi nilai
persediaan?
3. Jelaskan kegunaan metode laba kotor bagi seorang akuntan?
4. Jelaskan secara singkat metode eceran untuk mengestimasi nilai persediaan?
5. Bagaimanakah cara perusahaan menggunakan metode eceran untuk
mengestimasi nilai persediaan akhir, apabila perusahaan mempunyai 4
kategori persediaan, dimana setiap pesediaan memiliki rasio yang berbeda-
beda?
c. Rangkuman
1. Karena pertimbangan praktis dan biaya, tidak semua perusahaan menghitung
persediaan akhirnya pada setiap akhir periode.
2. Metode yang biasa dipergunakan untuk memperkirakan persediaan akhir
adalah metode laba kotor dan metode eceran.
3. Metode laba kotor (gross profit method) menggunakan estimasi laba kotor
yang direalisasi selama periode dimaksud untuk mengestimasi persediaan
pada akhir periode. Laba kotor biasanya diestimasi dari tingkat aktual dari
tahun sebelumnya, disesuaikan dengan setiap perubahan yang terjadi dalam
harga pokok dan harga jual selama periode berjalan.
4. Metode persediaan eceran (retail inventory method) mengestimasi biaya
persediaan berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagang yang
tersedia untuk dijual dengan harga eceran dari barang dagang yang sama.
d. Tes Formatif 4
1. Jika rasio harga pokok terhadap eceran adalah 75% dan persediaan akhir
pada harga eceran adalah Rp1.000.000. Berapa estimasi nilai persediaan akhir
pada biaya/harga pokok?
a. Rp750.000
b. Rp250.000
c. Rp1.000.000
d. Rp1.750.000
2. Berapa estimasi nilai persediaan akhir jika barang dagang yang tersedia untuk
dijual adalah Rp350.000, penjualan Rp500.000, dan persentase laba kotor
40%?
a. Rp300.000
b. Rp200.000
c. Rp50.000
d. Rp150.000
3. Berdasarkan data-data berikut, tentukan rasio biaya terhadap harga eceran
yang akan digunakan untuk mengestimasikan biaya persediaan dengan
metode eceran:
Biaya Eceran
1 Maret Persediaan barang dagang Rp250.000 Rp350.000
1-31 Maret Pembelian (bersih) 1.212.000 1.370.000
1-31 Maret Penjualan (bersih) 1.300.000
a. 71,42%
b. 88,46%
c. 85,00%
d. 76,00%
4. Berdasarkan data-data berikut, estimasikan biaya persediaan barang dagang
per 30 Juni dengan metode eceran:
Biaya Eceran
1 Juni Persediaan barang dagang Rp180.000 Rp200.000
1-30 Juni Pembelian (bersih) 720.000 800.000
1-30 Juni Penjualan (bersih) 895.000
a. Rp900.000
b. Rp1.000.000
c. Rp105.000
d. Rp94.500
c. Rp207.500
d. Rp942.500
7. Berapakah nilai persediaan barang dagang per 31 Maret pada harga eceran?
a. Rp649.400
b. Rp946.400
c. Rp955.000
d. Rp1.095.000
8. Berapa estimasi nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret
dengan harga eceran.
a. Rp649.400
b. Rp946.400
c. Rp955.000
d. Rp1.095.000
Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah
dipelajari mencapai:
Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah
menguasai materi kegiatan belajar 4 ini dengan baik. Untuk selanjutnya Anda
dapat melanjutkan dengan mengerjakan soal-soal tes sumatif.
PENUTUP
TES SUMATIF
1. Meja kursi yang sedang dalam proses produksi tetapi belum selesai
dikerjakan bagi perusahaan pembuat meubelair tersebut termasuk kategori.....
a. Barang jadi
b. Bahan baku
c. Barang dalam proses
d. Bahan pembantu
2. Kayu meranti sebagai bahan utama meja kursi dimasukkan kategori.....
a. Barang jadi
b. Bahan baku
c. Barang dalam proses
d. Bahan pembantu
3. Dengan metode LIFO, maka akan diperoleh...
a. Tingkat laba maksimum
b. Pembayaran pajak minimum
c. Tingkat pajak maksimum
d. Nilai persediaan akhir paling dekat dengan harga pasar
4. Apabila nilai persediaan dinilai lebih tinggi dari seharusnya berakibat...
a. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih rendah
b. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi
c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah
d. Dalam Laporan laba rugi, leba bersih ditetapkan lebih rendah
5. Apabila nilai persediaan dinilai lebih rendah dari seharusnya berakibat...
a. Dalam neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi
b. Dalam neraca, ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi
c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah
b. Penyajian laba kotor tahun tersebut yang lebih tinggi sebesar Rp75.000.
c. Penyajian persediaan barang dagang tahun tersebut yang lebih tinggi
sebesar Rp75.000.
d. Penyajian laba bersih tahun tersebut yang lebih rendah sebesar Rp75.000.
11. Metode perhitungan biaya persediaan yang didasarkan pada asumsi bahwa
biaya harus dibebankan terhadap pendapatan sesuai dengan urutan kejadian
terjadinya adalah:
a. FIFO
b. LIFO
c. Biaya rata-rata
d. Persediaan perpetual
12. Jika persediaan barang dagang dinilai berdasarkan biaya atau harga pokok
dan tingkat harga terus meningkat, metode perhitungan biaya yang akan
memberikan laba bersih paling tinggi adalah:
a. FIFO
b. LIFO
c. Biaya rata-rata
d. Persediaan perpetual
13. Berdasarkan data berikut ini, tentukan harga pokok bahan baku apabila
menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya
FIFO?
Unit Harga per Unit
1 Januari Persediaan Awal 1.750 Rp 11.000
1 Maret Pembelian 2.100 Rp 12.000
17 Maret Pembelian 3.400 Rp 12.000
13 September Pembelian 5.000 Rp 13.500
1 Desember Pembelian 1.000 Rp 13.750
Jumlah bahan baku yang belum digunakan pada perhitungan fisik tanggal 31
Desember 2009 sejumlah 6.500 unit.
a. Rp 166.500.000
b. Rp 79.250.000
c. Rp 87.250.000
d. Rp 87.500.000
14. Berdasarkan data pada soal nomor 10, tentukan nilai bahan baku akhir per
31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan
metode perhitungan biaya FIFO?
a. Rp 166.500.000
b. Rp 79.250.000
c. Rp 87.250.000
d. Rp 87.500.000
15. Berdasarkan data berikut ini, tentukan harga pokok penjualan persediaan
apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan
biaya LIFO?
Unit Harga per Unit
1 Januari Persediaan Awal 175 Rp 20.000
6 Februari Pembelian 300 Rp 21.000
13 Maret Pembelian 350 Rp 21.100
25 Juni Pembelian 500 Rp 21.250
Jumlah unit yang belum terjual pada perhitungan fisik tanggal 31 Desember 2009
ssejumlah 25 unit.
a. Rp 27.275.000
b. Rp 500.000
c. Rp 27.775.000
d. Rp 510.000
16. Berdasarkan data pada soal nomor 12, tentukan nilai persediaan akhir per 31
Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan
metode perhitungan biaya LIFO?
a. Rp 27.275.000
b. Rp 500.000
c. Rp 27.775.000
d. Rp 510.000
17. Berdasarkan data berikut ini, tentukan harga pokok penjualan persediaan
apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan
biaya rata-rata (average)?
Unit Harga per Unit
1 Januari Persediaan 2.000 Rp 1.000
6 Februari Pembelian 3.000 Rp 1.100
a. Rp 5.774.480
b. Rp 5.245.520
c. Rp 11.020.000
d. Rp 11.020.000
18. Berdasarkan data pada soal nomor 14, tentukan nilai persediaan akhir per 31
Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan
metode perhitungan biaya rata-rata (average)?
a. Rp 5.774.480
b. Rp 5.245.520
c. Rp 11.020.000
d. Rp 11.020.000
19. Berdasarkan data berikut ini, tentukan nilai persediaan akhir bahan baku per
31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan
metode perhitungan biaya FIFO?
Unit Harga per Unit
1 Januari Persediaan 400 Rp 1.000
1 Maret Penjualan 200 @ Rp 1.500
17 Maret Pembelian 200 1.100
18 Maret Penjualan 350 @ Rp 1.750
13 September Pembelian 150 1.150
1 Desember Penjualan 125 @ Rp 1.800
Karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, sebanyak 25 unit
persediaan yang dibeli tanggal 17 Maret 2009 langsung dikembalikan ke vendor-
nya dan akan diganti pada awal Tahun 2010.
a. Rp 765.000
b. Rp 57.500
c. Rp 707.500
d. Rp 430.000
20. Berdasarkan data soal nomor 16, tentukan harga pokok penjualan persediaan
apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan
biaya FIFO?
a. Rp 765.000
b. Rp 57.500
c. Rp 707.500
d. Rp 430.000
21. Berdasarkan data soal nomor 16, tentukan laba kotor penjualan apabila
menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya
FIFO?
a. Rp 765.000
b. Rp 57.500
c. Rp 707.500
d. Rp 430.000
22. Berdasarkan data berikut ini, tentukan nilai persediaan akhir per 31
Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan
metode perhitungan biaya LIFO?
Unit Harga per Unit
1 Januari Persediaan Awal 300 Rp 2.000
250 2.105
1 Maret Penjualan 368 @ Rp 2200
17 Maret Pembelian 200 2.110
13 September Penjualan 230 @ Rp 2300
1 Desember Pembelian 150 2.115
a. Rp 1.865.500
b. Rp 621.250
c. Rp 1.244.250
d. Rp 94.350
23. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem
persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO?
a. Rp 1.865.500
b. Rp 621.250
c. Rp 1.244.250
d. Rp 94.350
24. Berapa laba kotor penjualan apabila menggunakan sistem persediaan
perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO?
a. Rp 1.865.500
b. Rp 621.250
c. Rp 1.244.250
d. Rp 94.350
25. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan
sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata
(average)?
Unit Harga per Unit
1 Januari Persediaan 420 Rp 10.000
12 Februari Penjualan 200 @ Rp 11.000
18 Maret Pembelian 280 11.000
25 Juni Penjualan 350 @ Rp 12.000
30 Agustus Pembelian 200 11.500
Karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, sebanyak 50 unit persediaan
yang dijual tanggal 25 Juni 2009 langsung dikembalikan oleh pembeli dan akan
diganti pada awal Tahun 2010.
a. Rp 9.580.000
b. Rp 4.412.000
c. Rp 5.168.000
d. Rp 1.232.000
26. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem
persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)?
a. Rp 9.580.000
b. Rp 4.412.000
c. Rp 5.168.000
d. Rp 1.232.000
27. Berapa laba kotor penjualan apabila menggunakan sistem persediaan
perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)?
a. Rp 9.580.000
b. Rp 4.412.000
c. Rp 5.168.000
d. Rp 1.232.000
28. Berapa estimasi nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret
dengan harga eceran.
Biaya Eceran
a. Rp 8.160.000
b. Rp 9.350.000
c. Rp 41.634.000
d. Rp 43.450.000
29. Estimasikan harga pokok penjualan persediaan pada tanggal 31 Maret
dengan metode laba kotor.
Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp3.000.000
Transaksi selama bulan Maret dan April
Pembelian (bersih) 10.435.000
Penjualan 20.560.000
Retur dan potongan penjualan 1.600.000
Estimasi tingkat laba kotor 35%
a. Rp 13.435.000
b. Rp 18.960.000
c. Rp 12.324.000
d. Rp 1.111.000
30. Estimasikan nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret
dengan metode laba kotor.
a. Rp 13.435.000
b. Rp 18.960.000
c. Rp 12.324.000
d. Rp 1.111.000
***
KUNCI JAWABAN
KEGIATAN BELAJAR 3
1. b {Rp 161.750.000}
Harga pokok penjualan atas 6.250 unit terdiri atas:
Unit Harga per Unit Jumlah
1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000 Rp 50.000.000
6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000 Rp 78.000.000
13 Maret Pembelian 1.250 Rp 27.000 Rp 33.750.000
Jumlah 6.250 Rp 161.750.000
2. c {Rp 74.500.000}
Perhitungan nilai persediaan akhir:
Unit Harga per Unit Jumlah
1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000 Rp 50.000.000
6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000 Rp 78.000.000
13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000 Rp 94.500.000
25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500 Rp 13.750.000
Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Rp 236.250.000
Dikurangi harga pokok penjualan Rp 161.750.000
Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 Rp 74.500.000
3. a {Rp 166.750.000}
Harga pokok penjualan atas 6.250 unit terdiri atas:
Unit Harga per Unit Jumlah
25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500 Rp 13.750.000
13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000 Rp 94.500.000
6 Pebruari Pembelian 2.250 Rp 26.000 Rp 58.500.000
Jumlah 6.250 Rp 166.750.000
4. d {Rp 69.500.000}
Perhitungan nilai persediaan akhir:
Unit Harga per Unit Jumlah
1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000 Rp 50.000.000
6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000 Rp 78.000.000
13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000 Rp 94.500.000
25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500 Rp 13.750.000
Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Rp 236.250.000
Dikurangi harga pokok penjualan Rp 166.750.000
Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 Rp 69.500.000
5. c {Rp 164.062.500}
Biaya rata-rata per unit: Rp 236.250.000 / 9.000 unit = Rp 25.250
Harga pokok penjualan: 6.250 unit x Rp 25.250 = Rp 164.062.500
6. d {Rp 72.187.500}
Perhitungan nilai persediaan akhir:
Jumlah barang yang tersedia untuk dijual = Rp 236.250.000
Dikurangi harga pokok penjualan = Rp 164.062.500
Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 = Rp 72.187.500
7. a {Rp 22.750}
Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan
2009 Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total Saldo
Per Per Per
unit unit unit
Maret 1 400 100 40.000 40.000
Februari 12 200 100 20.000 200 100 20.000 20.000
Maret 18 200 110 22.000 200 100 20.000
200 110 22.000 42.000
Juni 25 200 100 20.000
150 110 16.500 50 110 5.500 5.500
Agustus 30 150 115 17.250 50 110 5.500
150 115 17.250 22.750
8. d {Rp 56.500}
9. c {Rp 53.500}
Perhitungan Laporan Laba Rugi
Penjualan: Rp 110.000 (a)
12/02: 200 x Rp 200 = Rp 40.000
25/06: 350 x Rp 200 = Rp 70.000
Persediaan Awal Rp 40.000 (b)
1/01: 400 x Rp 100 =
Pembelian: Rp 39.250 (c)
18/03: 200 x Rp 110 = Rp 22.000
30/08: 150 x Rp 115 = Rp 17.250
Barang Tersedia untuk Dijual Rp 79.250 (d) = (b) + (c)
Persediaan Akhir Rp 22.750 (e)
Harga Pokok Barang Dijual Rp 56.500 (f) = (d) – (e)
Laba Kotor Penjualan Rp 53.500 (g) = (a) – (f)
KEGIATAN BELAJAR 4
1. a {750.000 = 75% x Rp1.000.000}
2. d {150.000 = (350.000 – (40% x 500.000))}
3. c (85%)
Harga pokok Harga eceran
Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp250.000 Rp350.000
Pembelian bulan Maret (bersih) 1.212.000 1.370.000
Barang yang tersedia untuk dijual Rp1.462.000 Rp1.720.000
5. d (Rp942.500)
6. c (Rp207.500)
Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor
Persediaan barang dagang, 1 Januari Rp200.000
Pembelian selama 1 Januari – 17 Maret (bersih) 950.000
Barang yang tersedia untuk dijual 1.150.000
Penjualan selama 1 Januari – 17 Maret (bersih) Rp1.450.000
Dikurangi estimasi laba kotor (35% x Rp1.450.000) 507.500
Estimasi harga pokok penjualan 942.500
Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari Rp207.500
7. c (Rp955.000)
8. a (Rp649.400)
Harga pokok Harga eceran
Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp260.000 Rp350.000
Pembelian bulan Juni (bersih) 1.134.000 1.700.000
Barang yang tersedia untuk dijual Rp1.394.000 Rp2.050.000
Rasio biaya terhadap harga eceran Rp1.394.000
=68%
Rp2.050.000
Penjualan bulan Maret Rp1.185.000
Retur dan potongan penjualan 90.000
Penjualan bulan Maret (bersih) 1.095.000
Persediaan barang dagang, 31 Maret, pada eceran Rp955.000
Persediaan barang dagang, 31 Maret, pada estimasi biaya Rp649.400
(Rp955.000 x 68%)
9. b (Rp1.296.000)
10. c (Rp439.000)
Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor
Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp300.000
Pembelian selama bulan Maret dan April (bersih) 1.435.000
Barang yang tersedia untuk dijual 1.735.000
Penjualan selama bulan Maret dan April Rp2.560.000
Retur dan potongan penjualan 160.000
Penjualan bulan Maret dan April (bersih) 2.400.000
Dikurangi estimasi laba kotor (46% x Rp2.400.000) 1.104.000
Estimasi harga pokok penjualan 1.296.000
Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari Rp439.000
2009 Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total Saldo
Per Per Per
unit unit unit
1 Januari 400 1.000 400.000 400.000
1 Maret 200 1.000 200.000 200 1.000 200.000 200.000
17 Maret 175 1.100 192.500 200 1.000 200.000
175 1.100 192.500 392.500
18 Maret 200 1.000 200.000
150 1.100 165.000 25 1.100 27.500 27.500
13 September 150 1.150 172.500 25 1.100 27.500
150 1.150 172.500 200.000
1 Desember 25 1.100 27.500
100 1.150 115.000 50 1.150 57.500 57.500
Jumlah persediaan akhir adalah Rp 57.500 (50 unit x Rp 1.150).
23. Rp 1.244.250}
Perhitungan harga pokok penjualan:
Unit Harga per Unit Jumlah
1 Maret Penjualan 250 2.105 526.250
118 2.000 236.000
13 September Penjualan 200 2.110 422.000
30 2.000 60.000
Harga pokok penjualan Rp 707.500
26. Rp 5.168.000}
Perhitungan harga pokok penjualan:
Unit Harga per Unit Jumlah
12 Februari Penjualan 200 10000 2.000.000
30 Juni Penjualan 300 10560 3.168.000
29. c (Rp12.324.000)
30. d (Rp1.111.000)
Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor
Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp 3.000.000
Pembelian selama bulan Maret dan April (bersih) 10.435.000
Barang yang tersedia untuk dijual 13.435.000
Penjualan selama bulan Maret dan April Rp20.560.000
Retur dan potongan penjualan 1.600.000
Penjualan bulan Maret dan April (bersih) 18.960.000
Dikurangi estimasi laba kotor (35% x Rp18.960.000) 6.636.000
Estimasi harga pokok penjualan 12.324.000
Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari Rp 1.111.000
DAFTAR ISTILAH
Aktiva : Sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat
usaha di kemudian hari.
Akun : Suatu media untuk mencatat transaksi-transaksi
keuangan atau sumber daya yang dimiliki perusahaan,
seperti aktiva, hutang, modal, penghasilan, dan beban.
Direct Material : semua material yang digunakan dalam proses produksi
suatu produk. Sebagai contoh jika produknya adalah
baju, maka contoh material di sini adalah (kain, benang,
kancing, dll) bahkan jika produk itu dikemas ke dalam
plastik, maka plastik itu pun bisa dimasukkan sebagai
bahan baku penunjang.
Direct Labour : biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja yang
langsung berhubungan dengan proses produksi barang.
Beberapa biaya tenaga kerja ini diantaranya (gaji,
tunjangan, lembur, asuransi, seragam, konsumsi, dll)
Factory Overhead : biaya-biaya dari tenaga kerja tidak langsung, mesin/alat
kerja/fasilitas kerja, dan semua biaya pabrikasi lainnya
yang biayanya tidak dapat dibebankan langsung ke
dalam produk tertentu.
Harga pasar : Tingkat harga yang ditentukan oleh adanya pemintaan
dan penawaran.
Harga pokok : Sama dengan harga perolehan, yaitu harga beli
ditambah dengan biaya-biaya lain untuk pembelian dan
penjualan.
Jurnal : Buku harian yang digunakan untuk mencatat transaksi-
transaksi keuangan yang terjadi setiap hari.
Penjualan Kredit : Penjualan barang dagangan dengan pembayaran
dilakukan selang beberapa waktu setelah barang
diserahkan.
PSAK : (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan), yaitu standar
yang harus diikuti dalam pencatatan dan pelaporan
akuntansi di Indonesia.
Transaksi : Kejadian atau peristiwa yang menyangkut perusahaan
keuangan yang bersifat finansiil (bernilai uang)
Laporan Laba : Suatu laporan yang menunjukkan kemampuan
Rugi perusahaan dalam menghasilkan profit dalam suatu
periode akuntansi atau satu tahun
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Akuntansi Indonesia, 2002. Standar Akuntansi Keuangan per 1 April 2002,
Jakarta: Penerbit Salemba Empat.