Anda di halaman 1dari 2

Si Dul Anak Jakarta

(Roman Anak-anak Karya Aman)

Si Dul (yang nama lengkapnya Dul Hamid) seorang anak yang baik. Ia hormat
kepada orang tuanya. Senang bermain dengan teman sebayanya baik laki-laki
maupun perempuan.

Ketika bermain jual-beli rujak dengan uang pecahan genting, Sapii mengganggu
dan merusakkan dagangan (rujak) Asnah. Asnah menangis dibuatnya. Demi
membela Asnah yang tidak bersalah Dul menampik tantangan Sapii. Walaupun Sa-
pii berbadan lebih besar dan dibantu oleh Saari, namun Si Dul tidak kalah dalam
perkelahian itu.

Esoknya ia dilarang ibunya keluar rumah. Dicarinya akal membuat panah-


panahan dan mengadu semut. Datang ke rumahnya Asnah, Patmah dan 2 orang
anak kecil. Mereka bermain sedekah-sedekahan (hajatan) dan Si Dul menjadi haji,
memimpin doa selamatan. Ia kekenyangan karena sebagai haji memimpin doa ia
leluasa menikmati kue dan buah-buahan yang dibawa Asnah dan Patmah untuk
selamatan itu.

Pengalamannya mencarikan makanan kambing Wak Salim, kakeknya,


sekaligus guru mengajinya, membuat ia berkelahi dengan Hamzah yang
berbadan lebih besar, karena Hamzah, Mamat, dan Dadek berbuat curang
kepadanya. Atas keberaniannya itu ia dipuji oleh ayahnya.

Nasib malang menimpa keluarga Si Dul, ayahnya meninggal dunia karena bus
yang dikemudikannya menabrak pohon. Mereka jatuh miskin.

Untuk membantu ibunya (Mpok Amna) mencari nafkah Si Dul yang masih kecil
berjualan nasi ulam (nasi uduk), masuk kampung ke luar kampung.

Karena semangat dan kemauannya menjajakan nasi ulam Si Dul berhasil dan
cukup banyak tabungannya. Uang itu dapat digunakan membeli pakaian dan
petasan untuk Hari Lebaran.

Pada Hari Lebaran Si Dul berpakaian lain dari teman-temannya. Dipakainya


setelan (celana, baju), dasi dan topi pandu yang lebar pinggirnya. Sedang teman-
temannya berpakaian kain sarung, baju dan berkopiah. Karena pakaian Si Dul
yang lain dari teman-temannya, banyak temannya yang merasa aneh, asing, atau
lucu. Bahkan kakeknya sendiri mengejek.

Hari yang dinanti-nanti Si Dul menjadi kenyataan. Si Dul girang dan gembira
karena cita-citanya untuk sekolah tercapai. Ia disekolahkan ayah tirinya bersa-
ma-sama saudara tirinya, Mardjuki.

Masuk sekolah pada waktu itu masih merupakan hal yang asing bagi teman-
teman di lingkungan tetangganya. Tapi Si Dul yang masih kecil telah menyadari
Bahwa kemajuan hanya dapat dicapai melalui pendidikan.

Semua yang didapatkan Si Dul di sekolah diceritakan nya kepada ibunya, terma-
suk kebaikan ibu gurunya. Namanya pun di sekolah tidak lagi Si Dul, melainkan
Abdul Hamid.***

Anda mungkin juga menyukai