Malam ini begitu gerah, namun kopi tetap bergairah
kuletakkan teko diatas kompor, klek, apinya mulai berkobar sambil menunggu, kusempatkan baca buku. seperti itulah kisahku. mendidih, kuangkat lalu kutuang dalam cangkir terseduhlah sebuah kopi terakhir Sluuurrrpp, begitu bunyinya ketika cangkir beradu dengan bibir cairan pekat mengalir menuju tenggorokan setelah sebelumnya memberi rasa manis pada lidah. tegukan pertama begitu berasa. kulanjutkan untuk segera mengeksekusi sisanya. karena ini kopi terakhir, maka biarkan sejenak ku berpikir tentang apapun yang mereka sebut takdir ya, takdir yang merenggut waktu hingga ia tiada mampu untuk mengejarnya. terbayang sejenak wujud takdir ternyata hanya gumpalan pekat seperti kopi terakhir ia tersenyum padaku, kubalas ia dengan mengangkat cangkir hanya waktu yang sama sekali tidak bergeming, malah mencibir "kapan kau menjemputku, kawan?", tanyaku pada takdir "setelah waktu benar-benar utuh tiada bersudut", jawabnya "kapankah itu?", ku berpaling pada waktu "segera setelah kau selesai dengan kopi terkahir"