Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ( 5,12)

Fungsi anggota badan (Ekstrernitas) manusia bagian atas yang terdiri atas lengan
dan tangan adalah bagian yang sangat penting bagi kehidpan kita sehari-hari. Kita
mempergunakan anggota badan bagian atas tersebut antara lain untuk
membersihkan diri, mengenakan pakaian, makan, minum, mengendarai
kendaraan, menyelesaikan pekerjaan kita masing-masing serta masih banyak
kegiatan sehari-hari yang mempergunakan anggota badan bagian atas.
Agar lengan daan tangan tersebut dapat berfungsi dengan baik, selain otot-

otot dan persyarafannya harus baik, maka persendian harus dapat berfungsi secara

baik pula. Adanya gangguan pada persendian yang berupa terbatasnya gerakan

dan kekakuan sendi akan dapat mengakibatkan terganggunya fungsi anggota

badan bagian atas tersebut, sehingga mengakibatkan terhalangnya sebagian

kegiatan kita sehari-hari. Salah satu sendi pada anggota badan bagian atas yang

sering mengalami gangguan adalah sendi bahu.

Gangguan sendi bahu sebagian besar didahului oleh adanya rasa nyeri

pada bahu, terutama rasa nyeri yang timbul sewaktu menggerakkan bahu,

sehingga yang bersangkutan takut menggerakkan bahunya. Akibatnya bahunya

menjadi kaku. Mengingat cukup luasnya penyebab nyeri bahu, Penulis

membatasi pokok masalah nyeri bahu pada maskuloskeletal yang disebabkan

proses degenerasi yaitu : tendinitis, bursitis dan kapsulitis adhesiva. Fisioterapi

1
pada kasus nyeri bahu pada pelaksanaannya menggunakan cara antara lain : terapi

panas, terapi dingin dam modalitas lain yang dianggap cocok. Dari sekian banyak

modalitas fisioterapi yang ada, terapi latihan merupakan pilihan yang tepat untuk

mencegah gangguan fungsi sendi. Dengan adanya tugas akhir ini dapat diketahui

proses terapi latihan dalam mencegah dan mengobati gangguan fungsi sendi bahu.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

1. Menambah ilmu, wawasan, pengalaman da ketrampilan

mahasiswa terutama penanganan penderita nyeri bahu.

2. Mendapatkan gambaran klinis mengenai nyeri bahu.

3. Memenuhi persyaratan bagi mahasiswa program studi Diploma III

Fisioterapi Universitas Airlangga untuk menyelesaikan tugas

akhir.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Memberikan tambahan pengetahuan Penulis dalam

penatalaksanaan fisioterapi nyeri bahu.

2. Mengetahui kondisi patologi bahu serta patogenesisnya,

terutama tendinitis, bursitis dan kapsulitis adhesiva.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Nyeri Bahu

Nyeri bahu merupakan keluhan yang sering dijumpai sehari-hari yang

disebabkan oleh nyeri lokal atau nyeri saat menggerakkan lengan, misalnya pada

waktu memakai baju, menyisir rambut, mengambil dompet di saku belakang.

Keluhan di atas sering menimbulkan masalah diagnostik karena dapat melibatkan

berbagai macam jaringan, seperti persendian, bursa, otot, syaraf bahkan organ

yang jauh dari tempat nyeri.

2.2 Anatomi fungsional sendi bahu

Gambar 1.

Komponen gelang bahu ( 6 )

Keterangan :
1. Sendi Glenohumeralis

3
2. Sendi Suprahumeralis
3. Sendi Akromioklavikularis
4. Sendi Sternoklavikularis
5. Sendi Skapulocostalis
6. Sendi Costosternalis
7. Sendi Costovertebralis

Secara ringkas dijelaskan sebagai berikut :


1. Sendi Glenohemeralis ( 6 )

Sendi ini termasuk klasifikasi sendi bola dan mangkuk (ball and soket)

dimana kaput humerus yang berberntuk hampir setengah bola dengan diameter

tiga sentimeter berhubungan dengan fossa glenoidalis dari skapula. Segera akan

tampak bahwa ada ketidaksesuaian antara dua bagian tulang yang mengadakan

persendian ini, dimana ‘bola’ dari caput humeri yang bernilai sudut 1530 masuk ke

dalam ‘mangkuk’ dari fossa glenoidalis yang bernilai sudut 750. Keadaan ini

secara anatomis membuat sendi ini tidak stabil.

Adanya labrium glenoidalis, suatu jaringan fibrokarfilaginous di sepanjang

tepi fossa glenoidalis serta menghadapnya fossa glenoidalis agak ke atas membuat

sendi ini lebih stabil.

Kapsul sendi ini sangat tipis dan di bagian depan diperkuat oleh

ligamentum glenohumeralis superior, medius dari ligamen ini terdapat lubang

yang disebut foramen weitbrecht. Dengan demikian daerah ini merupakan daerah

locus minoris resistensia yang menyebabkan mudahnya terjadi dislokasi kaput

humerus ke anterior.

Terdapat tiga buah busa yang berhubungan dengan kavum sinovium, yaitu

busa subakromialis, subdeltoideus dan subkorakoideus. Fungsinya adalah

4
memudahkan pergerakan otot-otot deltoideus supraspinatus, infraspinatus, teres

minor dan subskapularis.

2. Sendi Suprahumeral ( 3 )

Merupakan sendi palsu yang bersifat melindungi (protective) persendian

antara kaput humerus dan lengkungan lebar ligamen yang menghubungkan

proccesus korakoideus dan akromion. Lengkungan korakoakromialis melindungi

sendi glenohumeralis terhadap trauma dari atas dan mencegah dislokasi ke atas

dari kaput humerus.

Sendi suprahumeral ini dibatasi oleh kavitas glenoidalis dibagian

superiornya, proccesus akromialis dibagian posterior. Sedangkan dibagian

anterior dan medialnya oleh proccesus kcrakoideus dan dia atasnya terdapat

ligamen korakoakromial. Kaput humerus berada di bawah susunan ini.

Di dalam sendi ini didapatkan bursa subakromial, bursa subkorakoid, otot

dan tendon supraspinatus, superior dari kapsul glenohumeral, tendon biseps dan

jaringan ikat. Ketika lengan diabduksikan, tuberositas majus harus melewati di

bawah ligamen korakoakromialis dan tidak mengadakan penekanan pada jaringan

yang ada di bawahnya. Pergerakan ini memerlukan koordinasi kerja otot yang

halus, kelenturan (laxity) jaringan lunak dan gerakan eksorotasi dari humerus

yang benar. Gangguan dari faktor tersebut dapat mengakibatkan pembatasan

gerak, nyeri dan distabilitas.

3. Sendi Akromioklavikularis ( 1,11)

Adalah persendian antara klavikula dan akromion. Sendi ini termasuk


dalam sendi yang tidak beraturan. Sendi ini diperkuat oleh ligamen
akromioklavikular yang berjalan dari bagian atas distal klavikula hingga

5
permukaan atas dari proccesus akromialis dan di belakang oleh aponeurosis dari
otot trapezius dan deltoid. Stabilitas klavikula oleh ligamen korakoklavikular
sebenarnya terdiri dari 2 ligamen, yaitu ligamen conoid dan ligamen trapezoid)
yang mengikat klavikula dengan proccesus korakoid.
Rotasi dari klavikula primer terjadi bila lengan diabduksi lebih dari 90 0

(waktu skapula berotasi ke atas), maka terjadi rotasi klavikula mengitari sumbu

panjangnya. Elevasi pada sudut 300 pertama terjadi pada sendi sternoklavikularis

dan 300 berikutnya terjadi akibat rotasi klavikula pada sumbu panjangnya.

4. Sendi Skapulokostalis ( 3,11 )

Merupakan persendian antara skapula dan dinding thoraks, dimana

diantaranya terdapat otot subskapularis dan serratus anterior yang disebut juga ‘a

bone – muscles – bone articulation’. Otot penggerak utamanya yaitu serratus

anterior dan trapezius.

Pada sendi ini, skapula bergerak menggelincir pada dinding thoraks.

Gerakannya ada dua tipe, yaitu translasi (gerak dari skapula ke atas, ke bawah, ke

depan dan ke belakang) dan gerak rotasi melalui sumbu tegak lurus. Biasanya

gerak skapula adalah gerak kombinasi daripada kedua gerak ini.

Beberapa peneliti mengatakan bahwa antara sendi glenohumeral dan

skapulakostal terdapat perbandingan saat melakukan gerakan abduksi dan fleksi

bahu. Mereka menemukan bahwa dua pertiga dari gerakan tersebut dilakukan

oleh sendi glenohumeral (sekitar 1200) sedangkan sepertiganya oleh sendi

skapulakostalis (sekitar 600). Jadi perbandingannya 2:1, yang merupakan hasil

yang konstan.

6
5. Sendi Sternoklavikular ( 11 )

Adalah persendian synovial antara manubrium sterni dan klavikula bagian

proksimal. Meniskus menempel pada klavikula bagian superior dan pada

kartilago tulang rusuk pertama, membagi sendi sternoklavikular menjadi dua unit

fungsional untuk gerakan menggelincir. Anteroposteroir gliding (protraksi dan

retraksi dari klavikula) terjadi antara sternum dan meniskus, sedangkan

superoinferior gliding (elevasi dan depresi dari klavikula) terjadi antara klavikula

dan meniskus. Penghubung antara sternum dan klavikula di bentuk oleh ligamen

sternoklavikular anterior dan posterior, dan ligamen interklavikular

menghubungkan antara dua klavikula.

6. Sendi Kostosternalis

Merupakan persendian yang menghubungkan tulang iga dengan tulang

sternum. Persendian ini termasuk dalam jenis sendi sinkondrosis.

7. Sendi Kostovertebralis

Merupakan persendian antara tulang iga dengan korpus vertebralis yang

terdiri dari :

a. penghubung kaput kosta dengan kospus vertebra.

b. Yang menghubungkan leher dan tuberkel kosta dengan proccesus transversus.

Gerakan kompleks yang dapat dilakukan oleh bahu selain ditunjang oleh

banyaknya sendi pada bahu ( 7 sendi) juga ditunjang oleh banyaknya otot yang

berperan dalam melakukan gerakan bahu. Kumpulan otot-otot ini dikelompokkan

menjadi dua, yaitu kelompok otot yang menggerakkan dan menstabilkan skapula

(shoulder girdle). Otot-otot tersebut, yaitu :

7
a. Penggerak Sendi Bahu

1. Deltoid

Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :

• Pars clavicularis (anterior)

Origo : Akromial sepertiga klavikula

Gerakan : Prime mover fleksi 900 dan adduksi bahu dan sebagai

pembantu gerakan internal rotasi dan abduksi lebih dari

600 dari bahu.

• Pars acromialis (middle)

Origo : akromion

Gerakan : Prime mover abduksi bahu sampai 900

• Pars spinalis (posterior)

Origo : Spina skapula (ventral bertendon pendek, dorsal bertendo

panjang)

Gerakan : Prime mover ekstensi bahu

Insertio : Tuberositas deltoid (bursa subdeltoid antara otot dan

tuberkulum majus)

Persyarafan : N. Axillaris (C5 – C6)


2. Supraspinatus

Origo : Fosa supraspinatus

Insertio : Tuberkulum majus humerus

Persyarafan : N. Supraskapularis (C5)

Gerakan : Prime mover abduksi bahu hingga 900

8
4. Infraspinatus

Origo : Fosa infraspinatus

Insertio : Middle dari tuberkulum majus humerus

Persyarafan : N.Supraskapularis (C5)

Gerakan : Prime mover rotasi ke lateral dan ekstensi horisontal bahu

dan sebagai pembantu gerakan abduksi horisontal bahu.

4. Subskapularis

Origo : Fosa subskapularis

Insertio : Tuberculum minus humerus

Persyarafan : N. Subskapularis superior dan inferior (C5 – C6)

Gerakan : Prime mover rotasi ke dalam dari humerus

5. Teres minor

Origo : Permukaan belakang lateral skapula

Insertio : Distal dari tuberkulum majus humerus

Persyarafan : N. Axillaris (C5)

Gerakan : Prime mover rotasi kelateral dan ekstensi horisontal bahu

dan sebagai pembantu gerakan abduksi horisontal bahu.

Kelima otot di atas disebut juga sebagai otot intrinsik bahu, sedangkan otot nomor

dua hingga lima disebut sebagai “Rotator Cuff”.

6. Teres Mayor

Origo : Lateral skapula dan angulus inferior

Insertio : Krista tuberkulum minus humerus

9
Persyarafan : N. Subskapularis inferior (C5 – C6)
Gerakan : Prime mover ekstensi bahu

7. Latissimus Dorsi

Origo : Proccesus spinosus dari thorakal 6 hingga lumbal,

belakang sakrum, bagian posterior krista illiaka dan

beberapa tulang iga bagian bawah.

Insertio : Medial sulkus bisipitalis

Persyafaran : N. Thorakodorsalis (C7 – C8)

Gerakan : Prime mover ekstensi dan rotasi kemedial dari bahu.

8. Korakobrakhialis

Origo : Proccesus korakoid skapula

Insertio : Permukaan anteromedial humerus

Persyarafan : N. Muskulokutaneus (C6 – C7)

Gerakan : Prime mover fleksi bahu 900

9. Pektoralis Mayor

Dibagi tiga, yaitu :

• Pars klavikularis

Origo : dua pertiga bagian media klavikula

• Pars manubrialis

Origo : Sternum

• Pars Sternokostalis

Origo : Kartilago kostae 1 – 6

Insertio : Tuberkulum majus humerus

10
Persyarafan : N. Pektoralis medial dan lateral (C5, C6, C7, C8, T1)

Gerakan : Prime mover adduksi horisontal dan rotasi ke medial

bahu.

b. Penggerak Pergelangan Bahu

1. Serratus anterior

Origo : 8 tulang rusuk bagian anterolateralis

Insertio : Permukaan anterior skapula dari sudut atas hingga bawah

Persyarafan : N. Thorakalis longus (C5, C6, C7)

Gerakan : Prime mover adduksi dan rotasi ke atas skapula dan

sebagai pembantu gerakan abduksi bahu 900

2. Rhomboideus mayor

Origo : Proccesus spinosus thorakal 2, 3, 4, dan 5

Insertio : Medial skapula hingga bawah skapula

Persyarafan : N. Skapulodorsalis (C5)

Gerakan : Prime mover adduksi dan rotasi ke bawah skapula dan

sebagai pembantu gerakan elevansi skapula.

3. Rhomboideus minor

Origo : Proccesus spinosus cervikal 7 dan thorakal 1

Insertio : Spina skapula

Persyarafan : N. Skapulodorsalis (C5)

Gerakan : Prime mover adduksi dan rotasi ke bawah skapula dan

sebagai pembantu gerakan elevansi skapula

4. Levator skapula

11
Origo : Proccesus transversus cervikalis 1 – 4

Insertio : Tepi atas skapula

Persyarafan : N. Skapulodorsalis (C3, C4, C5)

Gerakan : Prime mover elevansi skapula

5. Pektoralis minor

Origo : Tulang iga 3, 4, 5

Insertio : Proccesus korakoideus

Persyarafan : N. Pektoralis medialis (C8 – Th1)

Gerakan : Adduksi horisontal bahu

6. Subsklavius

Origo : Permukaan atas tulang rusuk

Insertio : Bagian bawah klavikula

Persyarafan : N. Subklavius (C5 – C6)

Gerakan : Depresi klavikula

7. Trapezius

Dibagi menjadi 3, yaitu :

• Superior

Origo : Sepertiga medial dari tulang occiput

Insertio : Sepertiga lateral dari klavikula bagian posterior

Gerakan : Elevasi skapula

• Middle

Origo : Proccesus spinosus thorakalis atas

Insertio : Tepi medial spina skapula

12
Gerakan : Adduksi skapula

• Inferior

Origo : Proccesus spinosus thorakalis bawah

Insertio : Tepi bawah spina skapula

Persyarafan : N. Accessory (C3 – C4)

Gerakan : Depresi dan adduksi skapula

2.3. Blomekanika sendi bahu ( 1,12 )

A. Gerakan dan luas gerak sendi bahu

Gerakan-gerakan dari bahu dibagi dua, yang didasarkan pada kelompok

otot penggeraknya. Gerakan tersebut antara lain gerakan skapula dan

gerakan dari humerus. Gerakan-gerakan tersebut antara lain :

1) Gerakan skapula

a. Elevasi dan depresi

Elevasi yaitu gerakan skapula ke atas sejajar dengan vertebra,

dapat dilakukan dengan mengangkat bahu ke atas. Sedangkan

depresi adalah kembalinya bahu dari posisi elevasi. Gerakan

vertikal disertai dengan tilting. Total luas geraknya adalah 10 – 12

cm.

b. Abduksi (protraksi) dan Aduksi (retraksi)

Protraksi adalah gerakan kelateral skapula menjauhi vertebra.

Gerakan ini dapat terjadi ketika bahu melakukan gerakan

mendorong ke depan. Retraksi yaitu gerakan skapula ke medial,

dapat dilakukan dengan menarik bahu ke belakang. Total luas

13
geraknya adalah kira-kira 15 cm.

c. Upward rotation dan downward rotation

Upward rotation yaitu gerakan rotasi dari scapula pada bidang

frontal sehingga fossa glenoidalis bergerak ke atas. Sedangkan

downward rotation yaitu gerakan kembali dari upward rotation.

Total luas gerak 600 , displacement sudut bawah skapula 10 – 12

cm dan sudut superolateral 5 – 6 cm.

4. Upward tilt dan reduction of upward tilt.

Upward tilt yaitu gerakan skapula pada aksis frontal horisontal

yang menyebabkan permukaan posterior skapula bergerak ke atas.

Gerakan ini terjadi oleh karena rotasi dari klavikula, sehingga

bagian superior skapula bergerak naik-turun dan bagian

inferiornya bergerak maju-mundur. Hal ini hanya terjadi jika bahu

hiperekstensi. Reduction of upward tilt yaitu gerakan kembali dari

upward tilt.

2) Gerakan humerus

Posisi awal berdiri tegak dengan lengan di samping tubuh.

a. Fleksi dan ekstensi

Feksi adalah gerakan lengan atas dalam bidang sagital ke depan dari

00 ke 1800. Gerak yang berlawanan ke posisi awal (00) disebut gerak

depresi lengan. Gerak ekstensi adalah gerak dari lengan dalam

bidang sagital ke belakang dari 00 ke kira-kira 600. Gerakan fleksi

dibagi menjadi 3 fase. Fase 1, fleksi 00 sampai 500 - 600. Otot yang

14
terlibat yaitu deltoid anterior, korakobrakhialis, pektoralis mayor

serabut klavikular. Gerakan fleksi bahu ini dibatasi oleh tegangan

dari ligamen korakohumeralis dan tahanan yang dilakukan oleh teres

minor, teres major dan infraspinatus. Fase II, Fleksi 600 - 1200.

Pada fase ini diikuti gerakan shoulder girdle, yaitu rotasi 600 dari

skapula, sehingga glenoid cavity menghadap ke atas dan ke depan,

dan aksial pada sendi sternoklavikular dan akromioklavikular, setiap

sendi membantu 300. Gerakan ini melibatkan otot trapezius, serratus

anterior. Fleksi pada sendi skapulothorakis dibatasi oleh tahanan

lattisimus dorsi dan serabut kostosternal dari pektoralis mayor. Fase

III, fleksi 1200 - 1800. Jika hanya satu lengan yang fleksi dari spinal

kolumn. Bila kedua lengan fleksi maksimum akan terjadi gerakan

lordosis dari lumbal melebihi normal.

b. Abduksi dan adduksi

Gerak abduksi adalah gerak dari lengan menjauhi tubuh dalam

bidang frontal dari 00 ke 1800 Gerak adduksi adalah gerak kebalikan

dari abduksi yaitu gerak lengan menuju garis tengah tubuh. Tiga

fase gerakan abduksi, fase I, abduksi 00 – 900 merupakangerakan

start abduksi dari sendi bahu. Otot-otot yang terlibat yaitu deltoid

middle dan supraspinatus. Pada akhir abduksi 900 , shoulder

mengunci sebagai hasil greater tuberosity menyentuh superior

margin dari glenoid.

Fase II, abduksi 900 –1500 , ketika abduksi 900, disertai fleksi

15
sehingga dapat aduksi sampai 1200 shoulder mengunci dan abduksi

hanya dapat maju dengan disertai gerakan shoulder girdle. Gerakan

ini adalah ayunan dari skapula dengan rotasi tanpa mengunci,

sehingga kavitas glenoidalis menghadap agak keatas dengan luas

gerakan 600 Aksial rotasi pada sendi sternoklavikularis dan

akromioklavikularis, setiap sendi membantu gerakan 300. otot- otot

yang terlibat ialah trapezius atas dan bawah dan seratus anterior.

Pada gerakan 1500 , yang dihasilkan oleh rotasi skapula diketahui

dengan adanya tahanan peregangan dari otot-otot abduktor yaitu

latissimus dorsi dan pektoralis mayor. Fase III, abduksi 1500 – 1800

dalam fase ini, abduksi mencapai posisi vertikal dan disertai gerakan

spinal kolumn . Bila gerakan hanya satu tangan disertai pemelesetan

kelateral dari spinal kolumn yang dihasilkan oleh otot spinal

lawannya. Jika kedua lengan abduksi bersama-sama sampai 1800

akan terjadi lumbar lordosis yang dipimpin oleh otot spinal.

c. Fleksi dan Ekstensi lumbar

Gerak fleksi horisontal adalah gerak dari lengan dalam bidang

horisontal mulai 00 – 1350. Gerak ekstensi horisontal ialah gerak

lengan kebelakang dalam bidang horisontal dari 00 – 450.

d. Rotasi

Rotasi dengan lengan disamping tubuh, siku dalam fleksi, bila

lengan bawah digerakkan menjauhi garis tengah tubuh disebut

eksorotasi, bila lengan bawah digerakkan menuju garis tengah

16
tubuh disebut endorotasi. Luas geraknya 900 .

Rotasi dengan lengan dalam abduksi 900 dan telapak tangan

menghadap kebawah, bila lengan diputar kearah kranial disebut

eksorotasi dan bila kearah kaudal disebut endorotasi. Luas geraknya

900 .

B. Pengukuran ROM ( Luas Gerak Sendi ) Bahu

Alatnya disebut Goniometer. Untuk mengukur LGS dibutuhkan 3 ti

tik atau minimal 2 titik. Titik pertama terletak diatas sendi yang akan

diukur, titik kedua terletak pada sendi itu sendiri sedangkan titik ketiga

berada dibawah sendi yang akan diukur.

Dalam pengukuran LGS ini terdapat 2 macam sistem penulisan yaitu :

a. ISOM ( International standart Orthopaedic measurement)

Ketentuan pencatatan :

Sendi : Bidang : Gerakan : Zero starting position- Gerakan

Contoh : Shoulder: Sagital : Ekstensi- 00-fleksi

Sagital : 500 - 00 – 1800

LGS (ROM) = 2300

b. AAOOS (American Academy of Orthopaedic Surgeon)

Ketentuan pencatatan :

Sendi : Zero Starting Position – Gerakan

Contoh : Shoulder : fleksi 00 – 180o

17
2.4 Etiologi nyeri bahu ( 2,5,8 )

Menurut Cailiet, penyebab nyeri anggota gerak atas termasuk bahu

bermacam-macam, antara lain :

I. I. Musculoskeletal
1. Degeneratif

a. Tendinitis, dengan atau tanpa kalsifikasi

b. Robekan ‘Cuff’ sebagian atau total

2. Traumatik

a. Fraktur

b. Dislokasi

c. Separasi akromioklavikular

d. Robekan tendon biseps

3. Keradangan

a. Radang sendi rematoid

b. ‘Gout’

c. Radang sendi infeksius

4. Tumor

a. Tulang

b. Jaringan lunak

II. II. Neurologik


1. Saraf tepi

a. Akar saraf

b. Spiral Foraminal

1. Spondilosys

18
2. Hernia diskus intervertebralis fraktur

3. Hernia diskus intervertebralis dislokasi

c. Tumor ekstramedullaris

2. Pleksus Brakhialis

a. Mekanikal

1. Kompresi berkas neurovaskuler

2. Sindroma skalenus antikus

3. ‘Cervikal rib’

4. Sindroma kalikulo kostal

5. Sindroma pektoralis minor

b. Trauma

1. Cedera tarikan atau tusukan

c. Keradangan

1. Radang pleksus brakhialis

d. Tumor

1. ‘Panevast’

2. ‘Adenitia’

3. Sistem saraf pusat

a. Tumor indramedullar

b. ‘Syringomeylia’

A. III. Vascular
1. Arterial

a. Sumbatan : akut dan kronis

1. Emboli

19
2. ‘Vasospatik’

3. Traumatik

4. Atherosklerotik

b. Aneurisma atau Fistula

2. Vena

a. Plebitis

3. Saluran Limfe

a. Limfedema

B. IV. Nyeri rujukan dari organ dalam


1. Jantung

a. Nyeri angina

b. Infark myokard

2. Kandung Empedu

3. Diafragma

4. ‘Ruptured Viscus’

C. V. Persendian
1. Degeneratif

2. Keradangan

3. Infeksi

4. Metabolik

2.5 Patologi disfungsi sendi ( 9 )

Pada dasarnya suatu restriksi gerak disebabkan oleh :

1. Permukaan sendi yang tidak sesuai

20
Permukaan sendi Glenokumeral, Acromioclavikular dan Sternoclavikular
yang tidak rata atau tidak sesuai dapat menyebabkan gerak sendi bahu tidak
normal. Permukaan sendi terganggu akibat pembentukan osteofit pasca trauma.
2. Ploriferasi sel-sel synovial
Tebalnya membran synovial menyebabkan rongga sendi bertambah sempit
dan kapsul sendi tidak dapat ditegangkan lagi.
3. Kapsul dan Ligamen
Kapsul dan Ligamen dapat mempengaruhi/menyebabkan gerakan sendi
menjadi terbatas karena pemendekan dan pembentukan jaringan parut. Kapsul
dapat memmendek akibat mobilisasi dan letak kapsul serta Ligamen pada posisi
pendek.
4. Otot dan Tendon
Keduanya dapat mempengaruhi jarak gerak sendi. Otot, tendon dan kapsul
mempunyai sifat ‘remodelling’ artinya kapsul dapat merenggang.
Penulis membatasi pokok masalah nyeri bahu pada muskuloskeletal akibat
degenerasi yang terdiri dari :
I. Tendinitis
II. Bursitis
III. Kapsulitis Adhesiva

2.6 Patogenesis sendi bahu


1. Tendinitis ( 4,5,8 )
Posisi manusia dalam keadaan tegak beserta aktivitas manusia sehari-hari
selalu mengaktifkan tendon otot supraspinatus dan tendon otot bahu yang lain.
Bila kita dalam posisi menggantung sehingga pengaruh gravitasi akan
menyebabkan tarikan pada kapsul dan tendon-tendon bahu. Aktivitas manusia
sehari-hari yang memerlukan gerakan fleksi dan abduksi bahu menyebabkan
gesekan pada tendon yang berada diantara kaput humeri dan ligamentum
koracoakromiale. Bahkan pada derajat tertentu, abduksi/elevasi, disamping
gesekan juga akan menyebabkan penekanan pada tendon tersebut.
Nyeri bahu pada pekerja yang aktivitasnya harus mengangkat beban yang

21
berat bukan disebabkan oleh proses degenerasi, melainkan terjadi bila lengan
harus diangkat sebatas atas akromion. Posisi yang demikian itu terjadi bila
berlangsung terus menerus akan menyebabkan terjadinya iskemia pada tendon.

Gambar 3
Sirkulasi darah pada daerah bahu ( 5 )

Keterangan :
A. Rotasi ke ‘Rotator Cuff’
B. Daerah iskemia akibat tarikan

Iskemia ini selanjutnya dapat mengakibatkan terjadinya atropi kelemahan otot


daerah pundak sehingga bahu tersebut kelihatan kempis.
Degenerasi yang progesif pada ‘Rotator Cuff’ biasanya terjadi pada
mereka yang kurang atau tidak mewaspadai adanya rasa nyeri dan gangguan
fungsi pada bahu. Kebanyakan otot ‘Rotator Cuff’ telah mulai tertarik serta
memperlihatkan tanda-tanda penipisan dan fibrotisasi. Penipisan denegerasi ini
terutama terjadi pada daerah ‘Critical Zone’.

22
Gambar 4
Daerah kritis pada tendon otot-otot ‘Rotator Cuff’ ( 5 )

Beberapa tahun kemudian, memungkinkan terjadinya robekan ringan yang akan


bertambah besar. Bila proses degenerasi semakin lanjut akan diikuti oleh adanya
erosi dari tuberkulum humerus. Erosi ini menyebabkan terjadinya penekanan
tendon biseps oleh karena siklus bisipitalis tmenjadi dangkal dan berubah arah
(menjadi lebih miring) dan bahkan tidak jarang seakan-akan menghilang. Bursa
subrakromialis menjadi ikut terjepit di daerah tersebut sehingga dinding bursa
menebal.

Gambar 5
Proses terjadinya degenerasi ( 5 )

23
Bila terjadi ruptur tendon atau kalsifikasi, dinding bursa ini menjadi tegang.
Permukaan bawah akromion oleh adanya gesekan dan tekanan dari humerus akan
mengeras dan menebal. Pertambahan usia harus dipertimbangkan sebagai faktor
yang berperan penting dalam proses tendinitis degenerativa, meskipun faktor-
faktor yang lain juga memegang peranan. Pertambahan usia juga mempengaruhi
luas gerak sendi yang disebabkan oleh perubahan posisi skapula ini sebagai akibat
dari berkembangnya lengkung kiposis thorakal karena degenerasi diskus
intervertebralis.

Kalsifikasi pada Tendinitis


Penimbunan kristal kalsium karbonat pada ‘Rotator Cuff’ sangat sering
terjadi. Garam ini tertimbun dalam tendon, Ligamen, Aponeurosis dan Kapsul
sendi serta dinding pembuluh darah. Penimbunan ini berhubungan dengan
perubahan degenerasi. Umumnya terjadi pada daerah kritis dimana degenerasi ini
dapat menyebabkan ruptur atau nekrosis pada tempat penimbunan kalsium.
Secara sederhana proses terjadinya kalsifikasi pada Tendinitis dapat dilihat dalam
gambar 6.
Gambar 6
Proses terjadinya Calcific Tendnitis ( 5 )

24
Keterangan :
A. Tendon M. Supraspinatus (Cuff) antara Ligamen Coracoacromial dan Kaput numeri
B. Tekanan yang berulang-ilang karena kegiatan sehari-hari serta posisi kerja yang salah.
C. Perubahan degeneratif pada Critical Zone

Penimbunan pertama kali didapatkan didalam tendon kemudian menuju ke


permukaan. Selanjutnya Ruptur ke atas menuju ruang di bawah bursa subdeltoid.
Evakuasi kalsium dari timbunan yang ruptur juga sementara saja dan rasa nyeri ini
kemudian timbul mlagi. Evakuasi kalsium ke ruang bawah bursa akan menekan
ke atas ke arah bursa dengan iritasi dan penekanan, kemudian timbunan ini dapat
ruptur ke dalam bursa itu sendiri. Raptur ini terjadi secara akut dan menimbulkan
nyeri hebat. Di dalam bursa, timbunan ini dapat meluas ke lateral maupun ke
distal (medial), sehingga berbentuk seperti ‘dumbbelt’ dengan pemisahnya adalah
ligamentum korakoakromial. Dalam keadaan ini, baik abduksi maupun adduksi
bahu tidak lagi dapat dilakukan sepenuhnya (akan terganggu). Radang bursa yang
terjadi berulang kali oleh karena adanya tekanan yang terus menerus dapat
menyebabkan penebalan dinding bursa dengan atas bursa sehingga timbul
pericapsulitis adhesiva.

Gambar 7
Evolusi dari kalsifikasi pada Tendinitis dan terjadinya ‘Bursitis’ ( 5 )

25
Keterangan :
1. Posisi normal tendon supraspinatus dan bursa subdeltoid
2. Letak timbunan kalisum pada tendon ‘Cuff’
3. Timbunan kalisum mulai keluar ke ruang di bawah bursa
4. Evakuasi sebagai kalsium, namun sebagian besar masih berada dalam tendon
5. Evakuasi berlanjut, ruptur dalam bursa
6. Perluasan di dalam bursa, berbentuk ‘Dumbbelt’
7. Perlekatan dinding bursa karena penebalan dinding dasar dan atas bursa serta
pengentalan cairan bursa.

Tendinitis pada daerah bahu yang sering terjadi adalah tendinitis supraspinatus
dan tendinitis bisipitalis.

Tendinitis Supraspinatus
Tendon otot supraspinatus sebelum berinsertio pada tuberkulum majus
humerus akan melewati terowongan pada daerah bahu yang yang dibentuk oleh
kaput humerus (dengan bungkus kapsul sendi glenohumerale) sebagai alasnya,
dan akromiale sebagai penutup bagian atasnya. Disini tendon tersebut akan saling
tumpang tindih dengan tendon kaput dari longus biseps. Adanya gesekan dan
penekanan yang berulang-ulang serta dalam jangka waktu yang lama oleh tendon
otot supraspinatus dan berlanjut sebagai tendinitis supraspinatus.
Penderita tendinitis yang biasanya datang dengan keluhan nyeri bahu yang
disertai keterbatasan gerak sendi bahu. Bila ditelusuri daerah rasa nyerinya adalah
keseluruh daerah sendi bahu. Rasa nyeri ini dapat kumat-kumatan, yang timbul
pada waktu mengangkat bahu. Pada malam hari, nyeri ini dirasakan terus
menerus dan bertambah nyeri bila lengan diangkat. Keluhan umum yang biasa
disampaikan adalah kesulitan memakai baju, menyisir rambut, memasang konde

26
atau mengambil bumbu di atas rak. Pemeriksaan fisik pada tendinitis
supraspinatus didapatkan adanya :
• Keterbatasan gerak sendi bahu, terutama abduksi dan eksorotasi
• Nyeri tekan pada daerah tendon otot supraspinatus
• Nyeri pada abduksi bahu antara 600 - 750
• Tes Apley scratch dan mosley-positif (kedua tes ini bukan merupakan tes
khusus bagi tendinitis supraspinatus)
Tendinitis Bisipitalis
Tendon otot biseps dapat mengalami kerusakan secara tersendiri,
meskipun berada bersama-sama tendon otot supraspinatus. Tendinitis ini
biasanya merupakan reaksi terhadap adanya trauma akibat jatuh atau dipukul pada
bahu dengan lengan dalam posisi seperti tersebut diatas secara berulang kali.
Tendinitis bisipitalis memberi rasa nyeri pada bagian depan lengan atas.
Penderitanya biasanya datang dengan keluhan-keluhan kalau mengangkat atau
menjinjing benda berat. Pemeriksaan fisik pada penderita tendinitis bisipitalis
didapatkan adanya :
• Adduksi sendi bahu terbatas
• Nyeri tekan pada tendon otot biseps (pada sulkus bisipitalis/sulkus
intertuberkularis)
• Tes ‘yergason’ positif. Bila pada tes ‘yergason’ disamping timbul nyeri juga
didapati penonjolan disamping medial teberculum minus humeri, berarti
tendon bisep tergeser dan berada di luar sulkus bisipitalis.

II. Bursitis
Meskipun peradangan dari bursa, kelainan ini jarang primer, tetapi
biasanya sekunder terhadap kelainan degenerasi dari ‘rotator cuff’. Bursitis
daerah bahu yang sering adalah bursitis subacromialis dan bursitis subcleltoideus.
Penderita bursitis subakromialis memiliki keluhan yaitu penerita tidak dapat
mengangkat lengan ke samping (abduksi aktif), tetapi sebelumnya sudah merasa
pegal-pegal dibahu. Lokasi nyeri yang dirasakan adalah pada lengan atas. Nyeri

27
ini merupakan nyeri rujukan dari bursitis subacromialis yang khas.
Bursa subdeltoideus merupakan lapisan sebelah dalam dari otot deltoideus
dan akromior serta lapisan bagian luar dari otot ‘rotator cuff’. Bursa ini sedikit
cairan. Gerakan abduksi dan fleksi lengan atas akan menyebabkan dua lapisan
dinding bursa tersebut saling bergesekan. Suatu peradangan pada tendon juga
akan menyebabkan saling bergesekan. Suatu peradangan pada tendon juga akan
menyebabkan peradangan pada bursa. Gejala klinis Bursitis adalah :
• Nyeri pada lengan bagian luar
• Nyeri tajam, tetap, berdenyut dan lain-lain. Pada keadaan akut, penderita
menggendong tangannya dengan gendongan. Gerakan ke semua arahgerak
akan menimbulkan nyeri
• Merupakan kelanjutan dari tendinitis (kadang-kadang) nyeri akut biasanya 12-
72 jam
• Pada gerakan aktif, ditandai adanya pembatasan pada semua bidang
• Kadang-kadang nyeri agak berkurang pada saat elevasi lengan
• Pada gerakan pasif. Pembatasan gerak karena nyeri tidak pada kapsula
pattern. Tidak terasa adanya gerakan tertahan karena rasa nyeri yang hebat
• Gerakan rotasi dengan lengan disisi badan dapat dilakukan, tetapi gerakan
abduksi 600 atau fleksi 900 biasanya tidak dapat dilakukan tertahan karena
timbulnya rasa sakit.
• Dapat dilakukan kontraksi kuat-kuat tanpa nyeri bila dilakukan dengan hati-
hati

III. Kapsulitis Adhesive


Untuk semua gangguan pada sendi bahu yang menimbulkan nyeri dan
keterbatasan luas gerak sendi maka istilah yang digunakan adalah ‘frozen
shoulder’. Kapsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan luas gerak
sendi glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun pasif ini adalah suatu
gambaran teknis yang dapat menyertai tendinitis, intark myokard, diabetes
melitus, fraktur, immobilisasi berkepanjangan atau radikulitis servikalis.

28
Keadaan ini biasanya multilateral, terjadi pada usia diatas 45-60 tahun dan
lebih sering pada perempuan. Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoid. Bila
terjadi pada malam hari, sering sampai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan
disik didapatkan adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengan (abduksi),
sehingga penderita akan melakukan dengan mengangkat bahunya. Hal ini juga
dijumpai adanya atropi otot gelang bahu.
Gejala-gejala klinis antara lain :
• Nyeri pada lengan bagian luar, mungkin menyebar ke daerah segment C 5 dan
C6
• Nyeri dapat tetap atau nyeri gerakan pada LGS tertentu
• Penderita kadang terbangun dari tidur karena timbul nyeri bahu karena
tertindih
• Pada gerakan aktif. Pembatasan LGS pada kapsular pattern
• Sulit atau tidak dapat menyisir rambut atau merogoh saku celana belakang
• Pada gerakan pasif. Pembatasan pada kapsular pattern. External rotasi
tertahan, abduksi setengah tertahan, flexi dan internal rotasi terbatas.

29
BAB III
PENATALAKSANAAN NYERI BAHU

1. Istirahat/terapi dingin
Pada nyeri bahu yang bersifat akut, dimana proses pembengkaan masih
bekerja, diperlukan dimmobilisasi sampai proses pembengkaan berhenti. Selama
bahu tidak digerakkan utnuk menghentikan pembengkaan, diberikan kompres
dingin atau es dan obat anti bengkak dan nyeri.
2. Terapi panas
Diberikan beberapa hari sesudah proses pembengkaan berhenti atau pada
bahu yang nyeri tanpa pembengkaan pada jaringan otot yang spasme. Terapi
panas bertujuan :
a. Memperbaiki sirkulasi darah dan metabolisme setempat
b. Mengurangi rasa nyeri
c. Relaksasi terutama untuk otot yang spasme
Terapi panas yang digunakan adalah :
. Terapi panas superficial : HCP,sinar infra merah
. Terapi panas dalam: SWD, MWD, USD
• Terapi panas superfisial ; sinar infra merah
- macam sinar infra merah
a. luminous ( diberikan pada penderitadengan kondisi akut)
b. non luminous ( diberikan pada penderita dengan kondisi
kronis )
- dosis :
a. jarak lampu dengan punggung bawah antara 50-75 cm
b. pada kondisi akut durasi dan frekuensinya 10-15 menit/1
x 1/hari.
• Terapi panas dalam
a. MWD ( Micro Wave Diathermy )
Terapi modalitas dimana sumber energinya menggunakan

30
gelombang elektromagnetik, dengan panjang gelombang
12,25 cm dan frekuensinya 2.450 mc/detik.
Dosis : jarak emitor dengan kulit pada punggung bawah
antara 10 – 20 cm, intensitas 200 watt, tetapi untuk semua
kasus tergantung toleransi penderita. Durasi dan
frekuensinya 10 – 30 menit/hari ( kondisi akut kurang
dari 10 menit ).
b. SWD ( Short Wave Diathermy )
Terapi modalitas dimana sumber energinya menggunakan
arus listrik dengan frekuensi tinggi yaitu 27,33 MHz dan
panjang gelombang 11 meter.
Dosis : Elektrode yang digunakan dengan kondensor
( pad ). Kondisi akut intensitasnya kurang dari 40 mA
( dibawah sensasi panas ), durasi dan frekuensinya 2,5 –
10 menit/hari. Kondisi kronis intensitasnya antara 40 – 60
mA ( panas comfortable ) durasi dan frekuensinya 20
menit/hari.
c. USD ( Ultra Sound Diathermy )
Terapi modalitas dimana sumber energinya berasal dari
gelombang suara dengan frekuensi tinggi antara 0,8 – 1
MHz dan panjang gelombang 1,5 mm.
Dosis : Kondisi akut intensitasnya 0,25 – 0,5 W/cm2 ,
durasi 2 – 3 menit. Apabila tidak ada perbaikan
intensitasnya dinaikkan 0,8W/cm2 , durasinya 4 – 5 menit.
Kondisi kronis intensitasnya 2W/cm2, durasinya 5-10
menit, apabila tidak ada perbaikan intensitasnya
dinaikkan maksimal 3 W/cm2, durasi 10 – 15 menit, jika
tidak ada perbaikan sampai 6x terapi, maka terapi
dihentikan mungkin ada penyakit lain.

3. Traksi leher

31
Tujuan traksi ialah relaksasi spasme otot, meluruskan lordosis dari leher,
melebarkan foramen intervertebral,melepaskan permukaan fasetsdan ligamen-
ligamen. Traksi yang digunakan adalah traksi leher statik dan intermitten dari
listrik. Beban traksi diberikan mulai dari sepertujuh sampai dengan sepersepuluh
dari berat badan total atau sesuai dengan toleransi penderita. Waktu yang
diberikan 10 – 20 menit. Pada kondisi akut, traksi diberikan 1x/hari/seri (7-10 x).
Apabila nyeri bertambah pemberian beban dikurangi atau traksi ditunda
pemberiannya.
4. Massage sendi bahu
Tujuannya adalah memperbaiki sirkulasi darah dan permukaan
metabolisme setempat, melemaskan otot-otot yang spasme, mengurangi nyeri,
melepaskan perlengketan antar otot dan kapsuler.
5. Manipulasi dan mobilisasi
Manipulasi dan mobilisasi digunakan untuk mengembalikan gerakan sendi
bahu yang terganggu. Manipulasi dikerjakan dengan gerakan atau doroangan
dengan tiba-tiba dalam amplitudo kecil. Mobilisasi dikerjakan dengan gerakan
pasif bergoyang dua atau tiga kali perdetik.
6. Terapi latihan : di rumah sakit (Gymnasium)
latihan LGS dengan menggunakan : over head pulleys shoulderwell,
finger ladder, dan lain-lain. Latihan yang dapat dilakukan di rumah misalnya
latihan codman, latihan tongkat, dan lain-lain.

Program Terapi Latihan pada Penderita Nyeri Bahu


Terapi latihan yang dimaksudkan adalah latihan khas (specific exercises).
Tujuan pokok terapi latihan pada nyeri bahu adalah :
a. Mengurangi sakit dan spasme otot
b. Memelihara fungsi sendi bahu
c. mengilangkan gangguan fungsi sendi bahu yang terjadi atau meningkatkan
fungsi sendi semaksimal mungkin.
Pada saat ini, Penulis akan membicarakan terapi latihan pada nyeri bahu, yaitu :
I. Stadium akut

32
II. Stadium kronis
I. Terapi latihan pada penderita nyeri bahu stadium akut
Dalam stadium ini gejala peradangan stadium akut yang berupa keluhan
nyeri (nyeri khas, nyeri bahu, nyeri terulur dan nyeri kontraksi), spasme otot dan
gangguan fungsi tampak menonjol. Dalam stadium ini, bahu yang sakit perlu
mendapatkan istirahat/mobilisasi karena penggunaan sendi bahu pasa stadium ini
akan menyebabkan memberatnya gejala dan kerusakan sendi. Untuk
mengistirahatkan sendi bahu yang nyeri baisanya dipakai gendongan. Tetapi
tidak menutup kemungkinan untuk mengistirahatkan sendi bahu dengan cara lain,
misalnya pemasangan gips sirkuler dengan pemberian posisi optimum yaitu fleksi
300 - 400, abduksi450 dan internal rotasi 450.
Pemberian istirahat lama pada sendi bahu yang sakit sedapat mungkin
dihindarkan karena pemberian istirahat lama sengan alasan apapun akan
memungkinkan terjadinya gangguan fungsi bahu yang dapat berupa pembatasan
jarak gerak sendi dan atau atropi otot sekitar bahu yang justru akan memperburuk
keadaan. Tujuan terapi latihan pada stadium akut ini adalah :
a. Mengurangi nyeri dan spasme otot
b. Mencegah terjadinya pembatasan jarak gerak sendi dan mencegah atropi otot
Dengan cara memberikan latihan pasif, latihan aktif dengan bantuan (assisted)
dan kontraksi statik/isometrik.

a. Latihan pasif
Sebelum program latihan dimulai perlu diberikan penjelasan kepada
penderita tentang tujuan pelaksanaan latihan agar terjalin kerjasama yang baik
antara penderita dengan fisioterapis.
Arah gerakan ke semua arah gerak sendi bahu dan terutama pada arah
gerak yang terhambat karena nyeri atau faktor lain. Luas gerak sendi disesuaikan
dengan toleransi penderita sampai batas nyeri yang tertahan oleh penderita.
Latihan pasif juga dapat dilakukan dengan latihan anjuran yang sangat populer
(codman pendular exercise). Penderita berdiri didepan meja dan membungkuk ke
depan. Lengan yang sakit tergantung bebas (rileks) pada sendi bahu

33
(glenohumeracle) tanpa adanya kontraksi otot. Badan digerakkan sehingga lengan
terayun bebas ke depan dan ke belakang, ke samping dan rotasi lengan yang sakit
terayun pasif. Pemberat beban harus digantungkan pada pergelangan tangan
seberat 1- 2 kg.
Gerakan pasif harus dikerjakan dengan perlahan-lahan, makin meningkat
dan dipertahankan selama mungkin dalam batas toleransi penderita. Gerakan
dengan kuat kejut dan cepat merupakan kontraindikasi karena dapat merusak
kapsul sendi. Dengan cara tersebut, pengukuran yang berlebihan dapat
dihindarkan dan penambahan luas gerak sendi dapat tercapai sedikit demi sedikit.
b. Latihan dengan bantuan (active assisted)
Latihan ini biasanya lebih menguntungkan daripada latihan pasif karena
adanya kontraksi secara sadar yang berarti penderita ikut mengontrol gerakan
yang terjadi sampai batas toleransinya, sehingga penderita merasa lebih aman dan
memungkinkan timbulnya ketegangan otot karena takut, dapat dihindari serta
gerakan lebih mudah dilakukan. Arah gerakan dan luas gerak sendi serupa
dengan saat latihan pasif.
c. Kontraksi Isometrik
Diberikan pada otot sekitar sendi bahu yang terkena terutama otot-otot
yang bila dikontrkasikan tidak menimbulkan nyeri. Intensitas kontraksi
disesuaikan dengan toleransi penderita. Latihan dapat dikerjakan kira-kira 3 – 4
menit tiap jam dan disesuaikan juga dengan keadaan penderita untuk
memungkinkan latihan dapat dikerjakan dengan baik. Setelah diberikan tindakan
pengobatan dengan obat-obatan atau modalitas fisioterapi yang lain untuk
mengurangi nyeri dan apasme otot. Modalitas yang digunakan pada stadium akut
ini antara lain adalah : terapi USD (Ultra Sound Diatermy)yang mengurangi
spasmeyang diberikan dalam waktu 10 – 30 menit.

II. Terapi Latihan pada Penderita Nyeri Bahu Stadium Kronis ( 8 )


Pada penderita nyeri bahu stadium kronis sering dijumpai adanya
gangguan fungsi sendi bahu yang berupa pembatasan luas gerak sendi dan atropi
otot yang menyolok, disamping keluhan nyeri yang telah banyak berkurang. Hal

34
ini terjadi karena faktor kurang perhatian atau kurangnya keberhasilan dalam
usaha pencegahan. Tujuan terapi latihan pada stadium kronis ini adalah :
A. Meningkatkan luas gerak sendi bahu
Pembatasan luas gerak sendi pada bahu biasanya disebabkan oleh
terjadinya pemendekan dan hilangnya elastisitas jaringan lunak sendi (kapsul
sendi) bahu atau adanya perlengketan antar jariangan akibat adanya reaksi
jaringan fibros.
Pada prinsipnya, untuk meningkatkan luas gerak sendi haruis dilakukan
penguluran struktur yang memendek serta mengembalikan jaringan yang
kehilangan elastisitas dan melepaskan perlengketan antar jaringan yang ada
dengan latihan pasif, latihan aktif atau kombinasi keduanya. Pelaksanaan latihan
sebagai berikut :
1. Latihan pasif
Sebelum menyusun program latihan pasif pada nyeri stadium kronis ini,
perlu diadakan pemeriksaan secara aktif tentang keadaan sendi bahu, yaitu :
a. Sifat nyeri : terus menerus, kadang-kadang, atau hanya saat tertentu
b. Gangguan fungsi yang ada
c. Pemeriksaan luas gerak sendi : secara aktif atau pasif
d. Isometris melawan tahanan
Codman Pendular Exercise pada mulanya adalah latihan ayunan pasif tetapi
bertujuan utnuk menambahkan luas gerak sendi. Latihan dimodifikasi menjadi
‘active pendular exercise’, dengan menambah beban, latihan ini harus benar-benar
diajarkan kepada penderita dan dapat dilakukan dengan benar (lihat gambar)
Gambar 8. Aktive Pendular Glenohumeral Exercise ( 8 )

Gerakan dimulai dari amplitudo yang kecil meningkat sampai terasa latihan pada
struktur yang memendek atau lengket. Gerak ayunan diarahkan ke arah gerak

35
yang mengalami pembatasan gerakan abduksi dan eksternal rotasi.
2. Latihan aktif
Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan luas gerak sendi. Latihan harus
dikerjakan dengan teknik yang benar, berulang-ulang teratur dan
berkesinambungan. Untuk itu perlu penderita diberikan pengertian dan
memahami tujuan dari latihan serta cara melakukannya. Penderita harus
menyadari pentingnya program latihan yang diprogramkan untuknya.

b. Memperkuat otot-otot bahu


Akibat immobilisasi yang lama, otot akan menjadi lebih kecil (atropi) dan
kekuatannya berkurang/menurun. Pada orang sehat, immobilisasi total selama 3
minggu menyebabkan penurunan kekuatan otot sebesar 50 % atau rata-rata tiap
hari 1, 3 – 3, 0 %.
Kekuatan otot dapat diperbaiki dengan latihan yang berulang-ulang
mempergunakan kekuatan maksimum lebih dari 35 %, ketahanan otot dapat
diperbaiki dengan kekuatan maksimum 20 – 40 % dan pengulangan yang relatif
lebih besar. Latihan penguatan lebih ditekankan pada beban yang diberikan,
sedangkan latihan untuk menambah daya tahan lebih ditekankan pada
pengulangan/repetisi. Tahanan yang dipakai dapat berupa pemberat atau secara
manual, sedangkan program latihan di rumah sakit disesuaikan dengan fasilitas
yang ada, seperti stick, finger ladder, over head pulley dan lain-lain, yang
membantu menambah luas gerak sendi bahu.
1. Latihan dengan tongkat
Latihan ini cukup sederhana dan murah. Gerakan yang dianjurkan adalah :
a. Pegang tongkat dengan kedua tangan, menggantung di muka/depan.
b. Dengan siku lurus, gerakan lengan ke atas kepala sejauh limitasi sendi bahu
memungkinkan.
c. Seperti gerakan no.b, tetapi gerakan tangan ke samping kanan dan kiri. Perlu
diingat bahwa gerakan berpusat di sendi bahu.
d. Tongkat dipegang kedua tangan, diletakkan di belakang kepala kemudian
digerakkan naik-turun,

36
e. Tongkat dipegang kedua tangan, diletakkan di belakang punggung bawah
kemudian lakukan gerakan berikut :
- menjauhi tubuh
- digerakkan ke atas dan ke bawah
Gambar 9. Latihan dengan tongkat ( 10 )

2. Latihan dengan Wall Climbing Exercise

a. ShoulderAbduction (gambar 9)

Penderita berdiri dengan bahu sakit disamping shoulder abduction ladder atau

dinding. Gerakan lengan abduksi dibantu oleh gerakan jari II dan III yang

memanjat dinding.

Gambar 10. (A) Betul (B) Salah (C) Shoulder Flexion ( 10 )

b. Shoulder Flexion (gambar 10.C)

37
Penderita menghadap dinding/Wall Climbing Exercise. Gerakan bahu

fleksi dibantu oleh jari II dan jari III yang memanjat dinding.

3. Clinning Bar

Penderita berdiri dengan keduia tangan memegang Clinning Bar (Palng

antara dua bingkai pintu) bar berada di atas dan belakang kepala kemudian kedua

lutut ditekuk, badan turun ke bawah.

Gambar 11. Clinning Bar ( 10 )

4. Overhead Exercise

Dengan katrol ditempatkan di atas kepala, lengan mengalami kelainan

secara pasif dan dielevasi oleh lengan yang sehat atau normal.

Gambar 12. Overhead Exercise ( 2 )

38
5. Passive External Rotasi of Shoulder

Penderita berdiri menghadap sudut dinding, kedua siku ditekuk. Kedua

lengan masing-masing memang dinding (push-up) anterior kapsuldan pektoralis

akanterulur. Permulaan latihan dengan kedua tangan lurus dengan dada kemudian

kedua tangan naik sampai lengan ekstensi penuh di atas kepala.

Gambar 13. Passive External Rotasi of Shoulder ( 10 )

6. Beberapa latihan untuk penderita nyeri bahu

Latihan A : Penderita tidur terlentang dengan siku di sisi tubuh dan tangan
mengarah ke atas. Eksternal rotasi secara aktif oleh pasien dan secara pasif oleh
terapis. Tahanan boleh diberikan jika lingkup gerak memungkinkan. Latihan ini
dapat dilakukan dengan posisi melawan dinding.

39
Latihan B : Sama dengan latihan A dengan peningkatan abduksi lengan

Latihan C : Lengan di belakang kepala, gerakan siku ke belakang, kearah lantai


jika berbaring terlentang ; ke dinding jika berdiri.

1. Gambar 14. Beberapa terapi latihan untuk penderita nyeri bahu ( 8 )

40
BAB IV

KESIMPULAN

1. Jenis nyeri muskuloskleletal yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari


adalah nyeri bahu.
2. Adanya nyeri bahu dapat diikuti dengan gangguan fungsi bahu. Hal ini

merupakan hambatan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, misalnya

bekerja, berolah raga, makan dan minum.

3. Terapi optimal penderita nyeri bahu adalah pencegahan, pengobatan ditujukan

untuk menghilangkan rasa nyeri dan mempercepat kembalinya fungsi bahu.

Pengobatan terdiri dari :

a. Istirahat dan terapi dingin pada stadium akut

b. Pemberian terapi panas

c. Massage

d. Manipulasi dan mobilisasi

e. Terapi latihan

4. Terapi latihan dan modalitas merupakan cara yang efektif untuk mencegah

terjadinya gangguan fungsi sendi bahu. Pada fase akut diperlukan istirahat dan

terapi dingin. Pada fase sub akut dan kronis dapat diberikan terapi panas

( Superfisial : HCP, sinar infra merah ; Dalam : SWD, MWD, USD ) Adapun

terapi latihan yang diberikan misalnya : OHP, finger ladder, shoulder well,

codman pendular exercise, latihan dengan tongkat dan lain-lain.

41
BAB V

PENUTUP

Dengan mengucapkan syukur dan puji penyembahan kehadirat Allah

Bapa di Sorga , Tuhan Yesus Kristus bahwa pembuatan tugas akhir ini telah

selesai. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang

telah mambantu dalam menyusun tugas akhir ini.

Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi pembacanya khususnya untuk para

fisioterapis.

Surabaya, 2002

Penulis

42
DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Wells F. Katharine : Kinesiology scientific basic of human motion, editor :

W.B. Saunders company, Philadelphia, London ,Toronto, tahun 1987,

halaman 71-90.

2. Cailliet, R : Shoulder Pain, 1st, editor,FA. Davis company, Philadelphia,

tahun 1981, halaman 38-53.

3. Reyes, TM and Reyes,Obl : Kinesiology, 1st. Editor, ust printing office,

Manilla, tahun 1978, halaman 50-73.

4. Effendi, Z : Nyeri bahu, seksi rematologi, lab UPF ilmu penyakit dalam

FK UNAIR. RSUD Dr. Sutomo Surabaya, editor TITAFI VII Surabaya,

tahun 1989, halaman 1.

5. Rocman, F : Sindroma Nyeri Bahu Intrinsik, ed TITAFI VII, Surabaya,

tahun 1989, halaman 1-17.

6. Santoso, B : Anatomi Fungsional Sendi Bahu, UPF Rehabilitasi Medik

RSUD Dr. Sutomo Surabaya,ed TITAFI VII, Surabaya, tahun 1989,

halaman 1-11.

7. Soekarno : Data kasus nyeri bahu dengan terapi latihan, UPF Rehabilitasi

Medik RSUD Dr. Sutomo Surabaya, ed TITAFI VII Surabaya, tahun

1989, halaman 1-9.

8. Sujudi : Fisioterapi Pada Nyeri Bahu dengan terapi latihan, UPF

Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Sutomo Surabaya.ed TITAFI VII,

Surabaya, tahun 1989, halaman 1-27.

1
9. Suhardi : Fisioterapi Pada Penderita Nyeri Bahu, UPF Rehabilitasi Medik

RSUD Dr, Sutomo Surabaya , ed TITAFI VII Surabaya, tahun 1989,

halaman 1-13.

10. Sukarno : Program Latihan di rumah Pada Penderita Nyeri Bahu, UPF

Rehabilitasi Medik Dr. Sutomo Surabaya , ed TITAFI VII Surabaya,tahun

1989, halaman 16-20.

11. Nordin, M and Frankel H victor : Basic Biomechanic of the

Muskuloskeletal system. Lea and Febriger Philadelphia, London , tahun

1989 , halaman 225-234.

12. Soekarno, : Psycal Examination of the Shoulder, Surabaya, tahun 1993,

halaman 2-4 dan 11-17.

13. Rasch, J Philip and Buke , K Roger : Kinesiology and Applied Anatomy,

editor lea and febriger Philadelphia, tahun 1982, halaman 147-177.

Anda mungkin juga menyukai