Anda di halaman 1dari 3

Kalau Monyet Tidak Kita Tembak, Kita dapat Apa?

P
ertanyaan itu muncul dari warga Kampung Cibago ketika KPA BIOCITA
FORMICA dengan dukungan dari Jurusan Pendidikan Biologi UPI
mengadakan acara Penyuluhan Lingkungan Hidup dan Konservasi Alam di
Kampung Cibago di Areal Wisata Curug Cileat Subang (8/8/2009). Pertanyaan itu
muncul dari salah seorang warga ketika sesi tanya jawab dimulai.
Pada hari sabtu (8/8/2009) diadakan penyuluhan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) Kampung Cibago, Desa Mayang Kabupaten Subang. Perwakilan KPA
BIOCITA FORMICA datang sebanyak 21 orang, yang terdiri dari 10 anggota aktif, 4
anggota senior, 6 perwakilan Himpunan Mahasiswa Biologi Formica (HMBF) dan
seorang pembina sekaligus pemateri yaitu Bapak Drs. Yusuf Hilmi A., M.Sc. Dari warga
Cibago hadir jajaran RW dan RT, Ketua Karang Taruna, dan Tokoh-tokoh Masyarakat
selain tentunya warga kampung sendiri. Penyuluhan dimulai pukul 20.00 WIB.
Saat penyuluhan, Bapak Drs. Yusuf Hilmi A., M.Sc. menekankan kepada warga
mengenai pentingnya hutan sebagai sumber air. Warga juga dituntut ikut aktif berperan
dalam kegiatan pemanfaatan hutan secara berkelanjutan beserta pelestariannya. Beliau
juga menerangkan mengenai Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah sistem pengelolaan sumberdaya
hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara Perum Perhutani dan masyarakat
desa hutan atau para pihak yang berkepentingan dalam upaya mencapai keberlanjutan
fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal dan peningkatan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang bersifat fleksibel, partisipatif dan akomodatif. PHBM
bertujuan untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab Perum Perhutani, masyarakat
desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat
sumberdaya hutan, melalui pengelolaan sumberdaya hutan dengan model kemitraan.
Kampung Cibago merupakan kampung yang berbatasan langsung dengan kawasan wisata
Curug Cileat. Curug Cileat sendiri dikelola oleh Perum Perhutani. Curug atau air terjun
ini memiliki potensi yang bagus untuk dikembangkan sebagai daerah ekowisata. Di sini
selain terdapat 4 air terjun utama yang menjadi objek wisata alam, terdapat juga beraneka
ragam satwa yang keberadaannya sudah jarang ditemukan di alam liar. Bahkan daerah ini
merupakan habitat alami empat jenis satwa endemik Pulau Jawa. Satwa-satwa tersebut
seperti Surili (Presbytis comata), Lutung Jawa (Trachipitecus auratus), Owa Jawa
(Hylobates moloch), dan si Garuda ; Elang Jawa (Spizaetus bartelsi). Selain itu terdapat
babi hutan (Sus sp), Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus), dan masih banyak aneka burung
dan mamalia kecil lainnya. Di kawasan ini juga diperkirakan memiliki banyak jenis reptil
dan amfibi yang belum kami eksplorasi. Kawasan ini juga memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai kawasan etnobotani.
Ketika sesi tanya jawab dimulai, warga tampak antusias untuk bertanya. Ketika muncul
pertanyaan yang menjadi judul artikel ini, kami menjadi mengerti, warga belum
semuanya memiliki kesadaran menjaga lingkungan. Mereka memandang beberapa hewan
sebagai hama yang menyerang lahan pertanian mereka. Termasuk monyet-monyet dan
terutama babi hutan.
Menurut warga, hewan-hewan itu banyak merusak tanaman di ladang dan sawah mereka.
Hal ini menjadi masalah, karena monyet yang dimaksud warga adalah Surili dan Lutung
yang merupakan satwa yang dilindungi undang-undang. Karena itu, kami meminta warga
untuk menanam tanaman penyangga yaitu tanaman yang menjadi makanan hewan-hewan
yang menjadi hama, agar tidak menyerang tanaman mereka. Insya Allah, kami berusaha
untuk membantu menyediakan bibit tanaman penyangga.
Selain itu, ketika diskusi, warga mengeluhkan tingkah pengunjung yang membuang
sampah sembarangan. Untuk mengatasinya kamipun sedang berusaha mengajukan
pengadaan sarana kebersihan di tempat wisata Curug Cileat. Kami juga mengharapkan
warga ikut aktif untuk meminta kepada pengunjung untuk tidak membuang sampah
sembarangan.
Selain tentang pelestarian alam, pertanyaan warga melebar menjadi tentang pendidikan,
mengingat kami berasal dari ’Universitas’nya guru. Kami kini mengetahui salah satu
faktor penghambat kemajuan di Kampung Cibago adalah sarana pendidikan yang kurang
memadai. Bayangkan, SD terdekat berjarak kurang lebih 5 km! Oleh karena itu, kampung
ini sebenarnya menanti kepedulian dari kita sebagai mahasiswa dan pendidik untuk
membagi pengetahuan demi kemajuan mereka.
Selesai penyuluhan, kami mengadakan rapat evaluasi. Besoknya, sebagai perkenalan
kawasan kepada perwakilan HMBF, kami mengadakan Hiking ke Curug Cileat. Dan
ketika kami di sana, kami sempat menemukan Surili, Julang Emas, Elang Jawa, dan
Elang Brontok.
Kini, Insya Allah, kami KPA BIOCITA FORMICA mencanangkan Kampung Cibago
sebagai Desa binaan kami. Kami sangat menanti bantuan dari berbagai pihak untuk
membantu kegiatan Konservasi dan Edukasi kami di Kampung Cibago. Mari tunjukkan
kepedulian kita sebagai Mahasiswa yang menjadi Agent of Change... Salam Lestari..!

Anda mungkin juga menyukai