PERHITUNGAN RALAT
4. Sumber Ralat
Dalam setiap pengukuran terdapat bermacam-macam
sumber kesalahan yang mengakibatkan hasil pengukuran tidak sama
dengan besaran fisik yang sebenarnya. Semua sumber ralat
dikelompokkan menjadi dua jenis yakni ralat sistematis dan ralat
statistis
a. Ralat sistematis (Systematic error)
Ralat sistematis terjadi pada setiap kali mengukur. Arah (hasil
ukur terlalu besar / terlalu kecil) dan besar dari ralat ukur
sistematis selalu sama. Ralat sistematis adalah suatu kesalahan
yang terdapat dari cara (system) mengukur. Berarti dalam cara
mengukur atau dalam alat sudah ada suatu kesalahan yang
mempengaruhi hasil ukur sehingga setiap kali mengukur terdapat
perbedaan yang sama antara nilai yang sebenarnya dan hasil
ukur.
Beberapa contoh untuk ralat sistematis.
• Posisi nol tidak berada pada posisi nol yang sebenarnya
(pada alat ukur listrik atau pada penggaris)
• Alat ukur tidak di sesuaikan dengan standar alat ukur
yang asli(tidak ditera). Misalnya meteran terlalu panjang
atau terlalu pendek
• Cara mengukur atau alat ukur mempengaruhi besaran
asli yang sebenarnya sehingga berubah ketika diukur.
Hal ini bisa terjadi ketika mengukur voltase dan arus
secara serentak.
Untuk menghindari ralat sistematis, kita harus menera alat
ukur dengan baik dan harus memperhatikan semua pengaruh
yang bisa mengubah hasil pengukuran. Misalnya besaran yang
mau diukur tergantung suhu dan alat ukur akan mengubah suhu
pada benda itu, maka hasil akan mengandung ralat sistematis.
Sebab itu, hal seperti ketergantungan besaran dari suhu, medan
magnet bumu, gesekan atau hal lain harus diperhatikan dengan
baik
b. Ralat Statistis / ralat rambang (random error)
Ralat statistis berasal dari hal yang terjadi secara kebetulan
dan dapat berubah-ubah. Ralat statistis bisa mengakibatkan hasil
ukur menjadi lebih besar atau lebih kecil dari nilai yang
sebenarnya. Kalau pengukuran diulangi, ralat statistis akan
berbeda dan baik besarnya maupun arahnya (besar/kecil) bersifat
statistis, berarti berubah-ubah. Ralat statistis terkadang membuat
hasil pengukuran menjadi lebih kecil. Beberapa contoh untuk ralat
statistis
• Tidak melihat skala alat ukur denga teliti
• Stopwatch dijalankan lebih terlambat atau lebih awal
• Getaran mekani mempengaruhi hasil ukur
Supaya kemungkinan terjadi ralat ukur statistis kecil, maka kita
harus mengukur secara teliti. Untuk mendapatkan informasi
tentang besaran ralat itu, kita bisa mengukur berulang kali. Jika
suatu besaran sudah diukur beberapa kali, maka statistika dapat
dipakai untuk memperkirakan besar dari ralat statistis. Kalau
suatu besaran diukur berulang kali, maka ralat dari nilai rata-rata
dari semua hasil ukur akan lebih kecil daripada ralat dari suatu
hasil sendiri. Dalam pasal berikut kita akan membicarakan cara
untuk memperkirakan ralat statistis.
c.
C.
D.
E.
2. Perkiraan ralat yang Sederhana untuk satu besaran yang diukur.
A. Statistika
1. Sifat-sifat ralat statistis
Kalau suatu besaran diukur berapa kali,maka hasil pengukuran
akan berbeda-beda. Hasil pengukuran biasanya sekitar nilai
sebenarnya.setalah mengukur berulang kali (misalnya 1000 kali), kita
bisa membuat satu grafik seperti gambar 2.1. grafik ini menunjukan,
beberapa sering satu nilai hasil ukur tertentu didapatkan. Jika alat ukur
yang dipakai baik dan kita mengukur secara teliti, kesalahan (ralat) dari
setiap pengukuran akan kecil dan semua nilai hasil ukur akan dekat
dengan nilai yang sebenarnya. Jadi lebar dari grafik akan kecil. Lebar
dari grafik ini bisa dinyatakan dengan deviasi standar σ. Jika alat ukur
kurang baik atau pengukuran dilakukan secara kurang teliti, maka akan
besar. Kalau besar, sebagian besar dari nilai-nilai hasil ukur akan jauh
dari nilai yang sebenarnya. Kalau kecil, semua nilai hasil ukur akan
dekat dengan nilai yang sebenarnnya. Berarti, besar atau tebal
distribusi hasil ukur menunjukan sejauh berapa suatu nilai hasil ukur
dapat dipercaya.
Setelah mengukur berapa kali, maka nilai rata-rata x dan deviasi
standar σx bisa dihitung. Setelah mengetahui besar x dan besar σx dari
pengukuran besaran tertentu, maka kita tahu mengenai setiap
pengukuran sendiri bahwa hasil ukur hampir pasti (dengan
kemungkinan besar) akan terdapat antara x -σx dan x +σx seperti
ditunjukkan dalam gambar 2.2.
A. Pendahuluan
Ralat atau ketidakpastian adalah suatu nilai yang menunjukkan
toleransi nilai terbaik dari suatu
pengukuran besaran fisika.
Contoh:
Panjang sebuah pensil dituliskan dalam bentuk 13,10 ± 0,05 cm artinya
panjang pensil tersebut berada
di antara 13,05 cm dan 13,15 cm, dengan 13,1 cm adalah hasil
pengukuran terbaiknya sedangkan 0,05
cm adalah ralatnya.
Nilai terbaik dan ralat secara berturut-turut juga ditemui dalam fisika
kuantum dalam bentuk
NILAI HARAP (expectation value) dan KETIDAKPASTIAN (uncertainty) dari
sebuah operator.
Sebagaimana diketahui bahwa sebuah operator dalam fisika kuantum
mewakili observabel atau
besaran-besaran fisika, setiap operator memiliki kemungkinan nilai
(yang dikenal dengan swa nilai /
eigen value) yang banyak sekali, namun di antara sekian banyak
kemungkinan tersebut hanya ada satu
nilai yang memiliki kemungkinan terbesar yaitu yang dikenal dengan
NILAI HARAP dalam istilah
fisika kuantum atau NILAI RATA-RATA dalam istilah statistik. Sedangkan
nilai-nilai yang lain
berada dalam KETIDAKPASTIAN atau RALAT dari NILAI HARAP tersebut.
Berdasarkan pada penjelasan di atas maka secara filosofis sangat jelas
bahwa ilmu fisika sangat
mengakui bahwa manusia memiliki banyak kelemahan dalam segala
hal, salah satunya adalah dalam
hal pengukuran. Suatu hasil pengukuran yang selama ini mungkin
sudah sangat diyakini ketelitiannya,
sesungguhnya masih belum teliti dikarenakan adanya keterbatasan
ketelitian dari alat ukur yang
digunakan atau keterbatasan manusia yang mengukur besaran
tersebut, sehingga diperlukan
pencantuman ralat sebagai bentuk toleransi dari hasil pengukuran
tersebut.
B. Penulisan Ralat
Aturan penulisan ralat dari sebuah pengukuran bukanlah
merupakan sebuah masalah yang sukar dan bukan pula merupakan
sebuah doktrin atau perjanjian yang dipaksakan melainkan sebuah
konsekuensi logis dari logika fisika yang dimiliki oleh semua fisikawan.
Berikut ini diberikan beberapa contoh penulisan ralat pada beberapa
kasus tertentu:
1. Praktikan A mengukur suhu sebuah benda menggunakan termometer
yang ketelitiannya 0,1oC. Pada suatu pengukuran, A mendapatkan hasil
pengukurannya adalah 40,225 ± 0,02 oC. Penulisan seperti ini
mengandung banyak kesalahan, sebagai berikut:
Satuan oC bukan hanya dimiliki oleh ralatnya saja tetapi juga nilai
terbaiknya, sehingga penulisannya harus diawali dengan tanda “(“
dan diakhiri dengan tanda “)” sebelum satuan oC.
Salah satu fungsi ralat adalah menunjukkan letak angka yang
memiliki ketidakpastian nilai, pada penulisan ralat di atas tampak
bahwa angka yang tidak pasti terletak pada dua angka di
belakang koma, sehingga seharusnya penulisan nilai terbaiknya
hanya sampai dua angka dibelakang koma saja bukan tiga angka
di belakang koma. Untuk membulatkan nilai terbaiknya dari tiga
angka di belakang koma menjadi dua angka di belakang koma
harus mengikuti kesepakatan internasional, kesepakatan
internasional untuk pembulatan angka tersebut adalah sebagai
berikut:
• Untuk angka yang kurang dari lima dibulatkan
ke bawah.
• Untuk angka yang lebih dari lima dibulatkan ke
atas.
• Untuk angka yang sama dengan lima dibulatkan
ke bawah apabila angka di depannya
• adalah bilangan genap dan dibulatkan ke atas
apabila angka di depannya adalah bilangan
• ganjil.
Skala terkecil yang dimiliki oleh termometer adalah 0,1 oC, maka
skala yang lebih kecil lagi yang dapat ditentukan oleh manusia
adalah setengah dari skala terkecil yang dimiliki oleh 2
termometer tersebut yaitu 0,05 oC. Pencantuman ralat 0,02 oC
tersebut tentunya tidak bias diterima oleh logika fisika yang
benar.
Sehingga penulisan yang benar dari hasil pengukuran tersebut
adalah ( 40,20 ± 0,05 ) oC.
2. Praktikan B menghitung umur sebuah fosil berdasarkan data-data
yang didapatkannya dari sebuah penelitian, umur fosil tersebut adalah (
78000 ±100 ) tahun. Kesalahan dari penulisan hasil perhitungan ini
dapat dijelaskan sebagai berikut. Jika nilai yang terukur / terhitung dari
suatu penelitian ternyata sangat kecil atau sangat besar, maka
seyogyanya penulisannya mengikuti aturan penulisan notasi ilmiah.
Sehingga umur fosil tersebut seharusnya dituliskan menjadi (7,80 ±
0,01)´104 tahun.