Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PERHITUNGAN RALAT

1. Prinsip – Prinsip Dasar


A. Mengukur
Mengukur adalah menentukan suatu besaran fisik dari suatu benda
dengan cara membandingkan benda itu dengan besaran satuan.
Dengan cara bagaimana satuan dibandingkan dengan benda harus
ada aturan yang jelas. Jadi untuk mengukur kita perlu satuan
standard an suatu peraturan, bagaimana cara membandingkan
standar tersebut dengan satuan standar.
Contoh untuk satuan
• Dulu panjang satu meter terdefinisi sebagai panjang
dari meter ali yang ada di paris
• Sekarang panjang satu meter terdefinisi sebagai
1.650.763,73 kali panjang gelombang dari Kr86
• Satu detik adalah 9.192.631.770 periode dari salah
satu ayunan frekuensi tinggi Cs133
Contoh untuk peraturan membandingkan.
• Mengukur panjang dilakukan dengan cara
meletakkan panjang satuan disebelah benda yang mau diukur.
Panjang sama jika ujung awal dan ujung akhir pada posisi yang
sama.
Untuk menyebut suatu besaran yang kecil atau yang besar, maka
satuan bisa diberikan tambahan seperti : Km, cm, mm, mikro-meter,
nm. Suatu besaran fisik selalu terdiri atas satu bilangan dan satu
satuan


B. Hasil pengukuran, Besaran yang sebenarnya dan Ralat
1. Besaran yang sebenarnya
Suatu besaran dari satu benda atau system fisik mempunyai
nilai tertentu. Misalnya satu benda memiliki tinggi tertentu. Nilai dari
besaran itu (dalam contoh tinggi benda) merupakan sifat dari system
fisik atau benda itu. Kita akan sebutkan nilai itu sebagai nilai (tinggi)
yang sebenarnya.
2. Hasil Ukur
Ketika kita mengukur suatu besaran fisik (contoh: tinggi
benda) , maka kita kan mendapatkan suatu nilai untuk besaran fisik
(tinggi benda) sebagai hasil pengukuran. Hasil pengukuran biasanya
disebut secara singkat sebagai hasil ukur. Hasil ukur biasanya tidak
persis sama dengan besaran fisik yang sebenarnya. Dalam setiap
pengukuran terdapat berbagai kesalahan mengenai hasil ukur
sehingga hasil ukur berbeda dengan nilai yang sebenarnya. Besar
dari kesalahan tersebut tergantung berbagai factor, misalnya:
berapa baik alat yang dipakai, berapa teliti orang mengukur, suhu
lingkungan, angina atau getaran yang mengganggu pengukuran dan
lain sebagainya. Perbedaan antara hasil ukur dan besaran yang
sebenarnya disebut sebagai ralat ukur. Untuk mendapatkan hasil
pengukuran terbaik, kita harus berusaha supaya ralat ukur kecil
sehingga hasil ukur pasti dekat dengan besaran yang sebenarnya.
3. Ralat
Ralat adalah perbedaan antara hasil pengukuran dengan
besaran yang sebenarnya. Karena kita tidak tahu nilai besaran yang
sebenarnya, maka kita juga tidak tahu besar ralat ukur dengan pasti.
Untuk mengetahui berapa besar ketikpastian dari hasil ukur, maka
kita harus memperkirakan besar besar ralat ukur. Ketidakpastian
hasil ukur (ralat ukur) menunjukkan berapa besar perbedaan antara
hasil ukur dan nilai yang sebenarnya bisa terjadi. Misalnya terdapat
hasil ukur untuk panjang l sebesar l = 3,452967 m. pertanyaan yang
harus diajukan adalah maksimal berapa jauh nilai yang sebenarnya
dari hasil ukur ini ? seandainya ralat ukur sebesar ∆ l = 0,000001 m,
berarti nilai yang sebenarnya pasti paling banyak sejauh ± 0,000001
m dari hasil ukur. Seandainya ralat ukur sebesar ∆ l = 0,1 m, berarti
nilai yang sebenarnya pasti paling banyak sejauh ± 0,1 m dari hasil
ukur, berart ikita hanya tahu panjang yang sebenarnya dari benda ini
antara ± 3,35 m dan 3,55 m. untuk menilai suatu hasil ukur, sangat
penting ralatnya atau ketidakpastiannya diketahui. Dengan kata lain,
untuk setiap pengukuran selain hasil pengukuran juga ralat dari hasil
ukur harus ditentukan. Menentukan ralat dari hasil ukur disebut
membuat perkiraan ralat.

HASIL UKUR TANPA PERKIRAAN RALAT TIDAK BERGUNA

4. Sumber Ralat
Dalam setiap pengukuran terdapat bermacam-macam
sumber kesalahan yang mengakibatkan hasil pengukuran tidak sama
dengan besaran fisik yang sebenarnya. Semua sumber ralat
dikelompokkan menjadi dua jenis yakni ralat sistematis dan ralat
statistis
a. Ralat sistematis (Systematic error)
Ralat sistematis terjadi pada setiap kali mengukur. Arah (hasil
ukur terlalu besar / terlalu kecil) dan besar dari ralat ukur
sistematis selalu sama. Ralat sistematis adalah suatu kesalahan
yang terdapat dari cara (system) mengukur. Berarti dalam cara
mengukur atau dalam alat sudah ada suatu kesalahan yang
mempengaruhi hasil ukur sehingga setiap kali mengukur terdapat
perbedaan yang sama antara nilai yang sebenarnya dan hasil
ukur.
Beberapa contoh untuk ralat sistematis.
• Posisi nol tidak berada pada posisi nol yang sebenarnya
(pada alat ukur listrik atau pada penggaris)
• Alat ukur tidak di sesuaikan dengan standar alat ukur
yang asli(tidak ditera). Misalnya meteran terlalu panjang
atau terlalu pendek
• Cara mengukur atau alat ukur mempengaruhi besaran
asli yang sebenarnya sehingga berubah ketika diukur.
Hal ini bisa terjadi ketika mengukur voltase dan arus
secara serentak.
Untuk menghindari ralat sistematis, kita harus menera alat
ukur dengan baik dan harus memperhatikan semua pengaruh
yang bisa mengubah hasil pengukuran. Misalnya besaran yang
mau diukur tergantung suhu dan alat ukur akan mengubah suhu
pada benda itu, maka hasil akan mengandung ralat sistematis.
Sebab itu, hal seperti ketergantungan besaran dari suhu, medan
magnet bumu, gesekan atau hal lain harus diperhatikan dengan
baik
b. Ralat Statistis / ralat rambang (random error)
Ralat statistis berasal dari hal yang terjadi secara kebetulan
dan dapat berubah-ubah. Ralat statistis bisa mengakibatkan hasil
ukur menjadi lebih besar atau lebih kecil dari nilai yang
sebenarnya. Kalau pengukuran diulangi, ralat statistis akan
berbeda dan baik besarnya maupun arahnya (besar/kecil) bersifat
statistis, berarti berubah-ubah. Ralat statistis terkadang membuat
hasil pengukuran menjadi lebih kecil. Beberapa contoh untuk ralat
statistis
• Tidak melihat skala alat ukur denga teliti
• Stopwatch dijalankan lebih terlambat atau lebih awal
• Getaran mekani mempengaruhi hasil ukur
Supaya kemungkinan terjadi ralat ukur statistis kecil, maka kita
harus mengukur secara teliti. Untuk mendapatkan informasi
tentang besaran ralat itu, kita bisa mengukur berulang kali. Jika
suatu besaran sudah diukur beberapa kali, maka statistika dapat
dipakai untuk memperkirakan besar dari ralat statistis. Kalau
suatu besaran diukur berulang kali, maka ralat dari nilai rata-rata
dari semua hasil ukur akan lebih kecil daripada ralat dari suatu
hasil sendiri. Dalam pasal berikut kita akan membicarakan cara
untuk memperkirakan ralat statistis.
c.
C.
D.
E.
2. Perkiraan ralat yang Sederhana untuk satu besaran yang diukur.
A. Statistika
1. Sifat-sifat ralat statistis
Kalau suatu besaran diukur berapa kali,maka hasil pengukuran
akan berbeda-beda. Hasil pengukuran biasanya sekitar nilai
sebenarnya.setalah mengukur berulang kali (misalnya 1000 kali), kita
bisa membuat satu grafik seperti gambar 2.1. grafik ini menunjukan,
beberapa sering satu nilai hasil ukur tertentu didapatkan. Jika alat ukur
yang dipakai baik dan kita mengukur secara teliti, kesalahan (ralat) dari
setiap pengukuran akan kecil dan semua nilai hasil ukur akan dekat
dengan nilai yang sebenarnya. Jadi lebar dari grafik akan kecil. Lebar
dari grafik ini bisa dinyatakan dengan deviasi standar σ. Jika alat ukur
kurang baik atau pengukuran dilakukan secara kurang teliti, maka akan
besar. Kalau besar, sebagian besar dari nilai-nilai hasil ukur akan jauh
dari nilai yang sebenarnya. Kalau kecil, semua nilai hasil ukur akan
dekat dengan nilai yang sebenarnnya. Berarti, besar atau tebal
distribusi hasil ukur menunjukan sejauh berapa suatu nilai hasil ukur
dapat dipercaya.
Setelah mengukur berapa kali, maka nilai rata-rata x dan deviasi
standar σx bisa dihitung. Setelah mengetahui besar x dan besar σx dari
pengukuran besaran tertentu, maka kita tahu mengenai setiap
pengukuran sendiri bahwa hasil ukur hampir pasti (dengan
kemungkinan besar) akan terdapat antara x -σx dan x +σx seperti
ditunjukkan dalam gambar 2.2.

Gambar 2.2. Nilai hasil ukur dan interval


Gambar 2.1. Distribusi nilai pengukuran dimana nilai yang sebenarnya
yang biasanya diperoleh dapat dianggap
dengan jumlah pengukuran
besar
Dari penjelasan ini kita dapat mengambil kesimpulan terbalik. Kalau
suatu besaran telah diukursatu kali dan telah didapat nilai t1 sebagai
hasil ukur, dan kalau juga besar deviasi standar dalam mengukur
variable t diketahui sebesar σt, maka kemungkinan besar, nilai tb
yang sebenarnya berada dalam interval antara t1-σt dan t1+σt
seperti terlihat pada gambar 2.2.

2. Perkiraan untuk Ralat dan Nilai yang Sebenarnya


3. Ralat Maksimal
4.
1
PENGGUNAAN TEORI RALAT DALAM PRAKTIKUM FISIKA

A. Pendahuluan
Ralat atau ketidakpastian adalah suatu nilai yang menunjukkan
toleransi nilai terbaik dari suatu
pengukuran besaran fisika.
Contoh:
Panjang sebuah pensil dituliskan dalam bentuk 13,10 ± 0,05 cm artinya
panjang pensil tersebut berada
di antara 13,05 cm dan 13,15 cm, dengan 13,1 cm adalah hasil
pengukuran terbaiknya sedangkan 0,05
cm adalah ralatnya.
Nilai terbaik dan ralat secara berturut-turut juga ditemui dalam fisika
kuantum dalam bentuk
NILAI HARAP (expectation value) dan KETIDAKPASTIAN (uncertainty) dari
sebuah operator.
Sebagaimana diketahui bahwa sebuah operator dalam fisika kuantum
mewakili observabel atau
besaran-besaran fisika, setiap operator memiliki kemungkinan nilai
(yang dikenal dengan swa nilai /
eigen value) yang banyak sekali, namun di antara sekian banyak
kemungkinan tersebut hanya ada satu
nilai yang memiliki kemungkinan terbesar yaitu yang dikenal dengan
NILAI HARAP dalam istilah
fisika kuantum atau NILAI RATA-RATA dalam istilah statistik. Sedangkan
nilai-nilai yang lain
berada dalam KETIDAKPASTIAN atau RALAT dari NILAI HARAP tersebut.
Berdasarkan pada penjelasan di atas maka secara filosofis sangat jelas
bahwa ilmu fisika sangat
mengakui bahwa manusia memiliki banyak kelemahan dalam segala
hal, salah satunya adalah dalam
hal pengukuran. Suatu hasil pengukuran yang selama ini mungkin
sudah sangat diyakini ketelitiannya,
sesungguhnya masih belum teliti dikarenakan adanya keterbatasan
ketelitian dari alat ukur yang
digunakan atau keterbatasan manusia yang mengukur besaran
tersebut, sehingga diperlukan
pencantuman ralat sebagai bentuk toleransi dari hasil pengukuran
tersebut.

B. Penulisan Ralat
Aturan penulisan ralat dari sebuah pengukuran bukanlah
merupakan sebuah masalah yang sukar dan bukan pula merupakan
sebuah doktrin atau perjanjian yang dipaksakan melainkan sebuah
konsekuensi logis dari logika fisika yang dimiliki oleh semua fisikawan.
Berikut ini diberikan beberapa contoh penulisan ralat pada beberapa
kasus tertentu:
1. Praktikan A mengukur suhu sebuah benda menggunakan termometer
yang ketelitiannya 0,1oC. Pada suatu pengukuran, A mendapatkan hasil
pengukurannya adalah 40,225 ± 0,02 oC. Penulisan seperti ini
mengandung banyak kesalahan, sebagai berikut:
 Satuan oC bukan hanya dimiliki oleh ralatnya saja tetapi juga nilai
terbaiknya, sehingga penulisannya harus diawali dengan tanda “(“
dan diakhiri dengan tanda “)” sebelum satuan oC.
 Salah satu fungsi ralat adalah menunjukkan letak angka yang
memiliki ketidakpastian nilai, pada penulisan ralat di atas tampak
bahwa angka yang tidak pasti terletak pada dua angka di
belakang koma, sehingga seharusnya penulisan nilai terbaiknya
hanya sampai dua angka dibelakang koma saja bukan tiga angka
di belakang koma. Untuk membulatkan nilai terbaiknya dari tiga
angka di belakang koma menjadi dua angka di belakang koma
harus mengikuti kesepakatan internasional, kesepakatan
internasional untuk pembulatan angka tersebut adalah sebagai
berikut:
• Untuk angka yang kurang dari lima dibulatkan
ke bawah.
• Untuk angka yang lebih dari lima dibulatkan ke
atas.
• Untuk angka yang sama dengan lima dibulatkan
ke bawah apabila angka di depannya
• adalah bilangan genap dan dibulatkan ke atas
apabila angka di depannya adalah bilangan
• ganjil.
 Skala terkecil yang dimiliki oleh termometer adalah 0,1 oC, maka
skala yang lebih kecil lagi yang dapat ditentukan oleh manusia
adalah setengah dari skala terkecil yang dimiliki oleh 2
termometer tersebut yaitu 0,05 oC. Pencantuman ralat 0,02 oC
tersebut tentunya tidak bias diterima oleh logika fisika yang
benar.
Sehingga penulisan yang benar dari hasil pengukuran tersebut
adalah ( 40,20 ± 0,05 ) oC.
2. Praktikan B menghitung umur sebuah fosil berdasarkan data-data
yang didapatkannya dari sebuah penelitian, umur fosil tersebut adalah (
78000 ±100 ) tahun. Kesalahan dari penulisan hasil perhitungan ini
dapat dijelaskan sebagai berikut. Jika nilai yang terukur / terhitung dari
suatu penelitian ternyata sangat kecil atau sangat besar, maka
seyogyanya penulisannya mengikuti aturan penulisan notasi ilmiah.
Sehingga umur fosil tersebut seharusnya dituliskan menjadi (7,80 ±
0,01)´104 tahun.

C. Memperkirakan Besarnya Ralat Pengukuran


Besarnya ralat dari suatu pengukuran dapat diperkirakan dengan dua
cara:
1. Jika alat ukur yang digunakan memiliki skala yang jelas maka ralat
dari setiap hasil pengukuran yang menggunakan alat ukut tersebut
adalah setengah skala terkecilnya, karena harga setengah skala terkecil
itu merupakan batas maksimum kemampuan manusia dalam membaca
hasil dari suatu pengukuran.
2. Jika alat ukur yang dipakai menggunakan sistem digital sehingga
tidak memiliki skala yang jelas, maka untuk mendapatkan ralat
pengukurannya dilakukan dengan cara mengulang-ulang pengukuran
sebanyak lebih dari atau sama dengan tiga kali pengukuran. Rata-rata
dari pengukuran tersebut merupakan nilai terbaiknya, sedangkan
ralatnya dihitung dengan
()
N
xx
x
N
i

=
-
D=1
2
atau
N
xx
xi-
D = . (1)
D. Perambatan Ralat
Sebuah besaran fisika dapat merupakan sebuah fungsi terhadap
beberapa variabel, fungsi
tersebut dituliskan sebagai ( , ,..., ) 1 2 N f x x x dan setiap variabelnya
dimungkinkan memiliki ralat
sendiri-sendiri. Bagaimanakah ralat fungsi ( , ,..., ) 1 2 N f x x x
tersebut ? Untuk menyederhanakan
pembahasan, terlebih dahulu akan dibahas ralat dari fungsi f (x) dengan
variabelnya x ± Dx .
Pembahasannya dimulai dari dua suku pertama Deret Taylor berikut ini
()
dx
df a
fxfaxa
()
( ) = ( ) + - . (2)
Jika x - a = Dx maka x = a + Dx , sehingga pers.(2) dapat dituliskan
kembali menjadi
x
dx
df a
f a + Dx = f a + D ( )
( ) ( ) , (3)
atau
x
dx
df a
Df = D ( )
, (4)
dengan Df = f (a + Dx) - f (a) disebut ralat f (x) untuk x = a . Tidak
tertutup kemungkinan
0
()<
dx
df a
, jika hal ini terjadi maka akan mengakibatkan Df < 0 , padahal
seharusnya ralat tidak boleh
negatif, untuk mengatasi hal tersebut maka pers.(4) dituliskan kembali
menjadi
x
dx
df a
Df = D ( )
. (5)
Pers.(5) merupakan rumusan mencari ralat dari f (x) , sehingga
berdasarkan pers.(5) tersebut
maka ralat fungsi ( , ,..., ) 1 2 N f x x x di x = a 1 , x = b 2 dan
seterusnya, dapat dirumuskan sebagai
3
N
N
x
x
fabc
x
x
fabc
x
x
fabc
fD

D++¶

D+¶

D = ¶ ( , , ,...)
....
( , , ,...) ( , , ,...)
2
2
1
1
, (6)
atau
22
2
2
2
1
1
( , , ,...)
...
( , , ,...) ( , , ,...)






D

++¶





D

+¶





D

D=¶N
N
x
x
fabc
x
x
fabc
x
x
fabc
f . (7)
Rumusan manakah yang akan digunakan untuk menghitung Df ?
Apakah pers.(6) atau pers.(7) ?
Penggunaan pers.(6) atau pers.(7) bukanlah merupakan merupakan
masalah yang penting, karena hasil
yang diberikan oleh kedua persamaan tersebut tidak terlalu jauh
berbeda.
4
METODE GRAFIK DALAM PRAKTIKUM FISIKA
A. Pendahuluan
Grafik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pengembangan
ilmu pengetahuan dan
teknologi. Setiap fisikawan harus tahu bagaimana menggunakan grafik
secara baik, bijaksana dan
tepat. Berikut ini dijelaskan beberapa kegunaan grafik:
1. Grafik dapat memberikan informasi yang lebih jelas daripada sebuah
tabel data.
2. Grafik dapat digunakan untuk membandingkan hasil penelitian secara
eksperimen dan teoretis.
3. Grafik dapat menunjukkan hubungan empiris antara dua besaran,
walaupun hubungan kedua
besaran tersebut secara teoretis tidak pernah diketahui sebelumnya.
4. Grafik juga dapat digunakan untuk menentukan konstanta yang
menghubungkan beberapa besaran
satu sama lain.
B. Metode Grafik
Pada umumnya, proses pencarian nilai dari suatu besaran fisika, proses
pencarian hubungan
antara besaran fisika yang satu dengan yang lain, atau proses
pencarian konstanta yang
menghubungkan antara besaran fisika yang satu dengan besaran fisika
yang lain, dapat dilakukan
dengan metode grafik. Bentuk grafik yang selalu digunakan dalam
metode ini adalah bentuk linear
yang diperoleh dari sebuah persamaan linear, karena hanya dengan
bentuk linear inilah proses
pencarian tersebut dapat dilakukan secara tepat dengan validitas yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
eksperimen fisika yang menggunakan
metode grafik:
1. Menentukan besaran-besaran yang berperan sebagai variabel bebas
(variabel yang nilainya
divariasi) dan besaran-besaran yang berperan sebagai variabel tak
bebas (variabel yang nilainya
berubah karena adanya variasi dari variabel bebas).
2. Mengubah persamaan fisika yang terkait dengan tema eksperimen ke
dalam bentuk persamaan
linear sedemikian rupa sehingga hubungan antara variabel bebas (x)
dan variabel tak bebasnya (y)
membentuk persamaan linear
y = mx + C , (1)
dengan m adalah gradien grafik dan C adalah titik potong grafik
terhadap sumbu y.
3. Membuat tabel yang diperlukan untuk mengubah nilai variabel-
variabel terkait beserta ralatnya
menjadi variabel-variabel yang siap diplot ke dalam grafik.
4. Membuat gnrafik.
5. Menganalisa nilai besaran atau konstanta yang akan dicari
dari grafik.
Besaran atau konstanta yang akan dicari dari grafik biasanya berasal
dari gradien (m) grafik
atau titik potong grafik terhadap sumbu y (C). Penentuan m dan C dapat
dilakukan secara manual
setelah grafik dibuat. Namun dapat pula ditentukan dengan
menggunakan Regresi Linear, sebagai
berikut:
2
2




-
-
=
ΣΣ
ΣΣΣ
i
i
i
i
i
i
i
i
i
ii
Nxx
Nxyxy
m2
2
2




-
-
=
ΣΣ
ΣΣΣΣ
i
i
i
i
i
ii
i
i
i
i
i
i
Nxx
xyxxy
C (2)
Ralat m dan C dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
()
()
2
2
2
2
2




-
--
´
-
D=
ΣΣ
Σ
i
i
i
i
i
ii
Nxx
y C mx
N
N
m()
()
2
2
22
2
2




-
--
´
-
D=
ΣΣ
ΣΣ
i
i
i
i
i
ii
i
i
Nxx
y C mx
N
x
C (3)
6. Membahas hasil yang didapatkan.
7. Menyimpulkan hasil eksperimen.
5
C. Membuat Grafik
Berikut ini adalah langkah-langkah yang diperlukan dalam membuat
grafik:
1. Tentukan terlebih dahulu bahwa variabel bebasnya akan dipasang
pada sumbu x dan variabel tak
bebasnya akan dipasang pada sumbu y.
2. Ambillah skala yang sederhana untuk menghindarkan kesalahan.
Pilihlah yang termudah, misalnya
1 cm di kertas grafik mewakili 1 atau 10 atau 100 atau 0,1 unit besaran
terkait. Jika pilihan ini
mengakibatkan lukisan grafik menjadi terlalu besar atau terlalu kecil
maka ubahlah skalanya.
3. Sebaiknya pemilihan skala dilakukan sedemikian rupa sehingga
kemiringan garis grafik berada di
antara 30o dan 60o.
4. Letakkan angka-angka pada sumbu-sumbu grafik dengan jarak yang
layak satu sama lain.
Penulisan angka di sumbu-sumbu grafik sebaiknya berupa bilangan 1, 2,
3 dan seterusnya atau 10,
20, 30 dan seterusnya, tapi jangan 10.000, 20.000, 30.000 atau 0,0001;
0,0002; 0,0003 dan
seterusnya.
5. Berilah nama setiap sumbu grafik, beserta satuannya.
6. Jangan memasang titik-titik hasil pengamatan terlalu dekat satu
sama lain. Pilihlah skala
sedemikian rupa sehingga titik-titik memenuhi grafik secara layak.
Untuk keperluan ini,
diperbolehkan memperpendek sumbu x dan y sehingga tampilan
grafiknya menjadi lebih baik.
Namun pemendekan sumbu-sumbu koordinat ini tidak boleh dilakukan
jika eksperimen tersebut
memerlukan titik potong terhadap sumbu x atau sumbu y.
7. Berilah tanda yang jelas untuk setiap titik pengamatan dan gunakan
tanda yang berbeda jika
terdapat beberapa kurva di atas kertas grafik yang sama.
8. Untuk grafik yang bukan garis lurus, tariklah garis grafik secara halus
dan merata yang mewakili
daerah-daerah yang ditempati oleh titik-titik pengamatan, jangan
melukis garis patah-patah yang
menghubungkan tiap dua titik pengamatan yang berurutan.
9. Untuk grafik garis lurus yang diharapkan mempunyai persamaan y =
mx jangan dipaksa ditarik
melalui titik (0,0), tetapi hendaknya ditarik garis lurus yang paling cocok
melalui daerah yang
ditempati oleh titik-titik pengamatan tersebut.
10. Sebaiknya lukislah grafik selama eksperimen berlangsung atau
lukislah grafik sebelum susunan
alat eskperimen dibongkar, tindakan ini dimaksudkan agar dapat
dilakukan pengambilan ulang
untuk data-data yang terlihat agak aneh dalam grafik.
11. Pembuatan grafik juga dapat dilakukan menggunakan Microsoft
Excel. Pembuatan garis lurus pada
grafik dilakukan dengan cara sebagai berikut
11.1. Grafik diblok dengan cara mengkliknya sebanyak satu kali.
11.2. Pilih Chart
11.3. Pilih Add Trendline
11.4. Pilih panel Type
11.5. Pilih Linear
11.6. Isi Set intercept = 0
11.7. Untuk memunculkan persamaan garis lurusnya, pilih Options,
tandai Display Equation on
Chart.
11.8. OK
D. Melukis Ralat Dalam Grafik
D.1. Cara Manual
Ralat pada setiap titik eksperimen (titik pengamatan) biasanya
dilukiskan sebagai dalam
grafik. Panjang garis horisontal dan vertikal pada titik tersebut
menunjukkan besarnya ralat untuk
besaran yang berada di sumbu x dan y. Pada umumnya, ralat untuk
besaran yang berada pada sumbu x
dapat diabaikan, sehingga pernyataan ralat dalam grafik menjadi . Jika
ralat setiap titik ditampilkan
dalam grafik, maka akan tampak dengan jelas, apakah titik-titik
pengamatan menyimpang secara
mencolok (signifikan) dari ramalan teoretis atau tidak.
6
Seringkali ralat-ralat begitu kecil sehingga tidak dapat dilukiskan secara
jelas, dengan demikian
titik-titik pengamatan tersebut dilukis tanpa ralat. Jika ralat-ralat
tersebut ingin diperjelas maka skala
grafik harus diperbesar sedemikian rupa sehingga ralat-ralatnya tampak
dengan jelas.
Untuk grafik yang berbentuk garis lurus, sebelum ditarik garis
terbaiknya, terlebih dahulu
ditarik garis ekstrim maksimum dan minimumnya. Jika semua titik
pengamatan memiliki ralat yang
sama besar maka perpotongan kedua garis ekstrim ini terletak di
tengah-tengah grafik. Sedangkan jika
ralat-ralat titik pengamatannya tidak sama besar maka perpotongan
kedua garis ekstrim tersebut
bergeser ke arah titik-titik yang memiliki ralat terkecil. Selanjutnya garis
terbaik dari grafik ini terletak
di antara kedua garis ekstrim ini.
D.2. Menggunakan Microsoft Excel
Untuk membuat tiang-tiang ralat pada setiap data, dilakukan dengan
cara:
1. Siapkan tabel untuk ralat positif dan ralat negatif untuk data-data y,
contoh
y ± 0.5 y + Dy - Dy
1 1 0.5 0.5
2 2 0.5 0.5
3 3 0.5 0.5
4 4 0.5 0.5
5 diubah menjadi 5 0.5 0.5
6 6 0.5 0.5
7 7 0.5 0.5
8 8 0.5 0.5
9 9 0.5 0.5
10 10 0.5 0.5
2. Grafik diblok dengan cara mengkliknya sebanyak satu kali.
3. Klik dua kali cepat pada salah satu titik data yang ada pada grafik,
hingga muncul panel Format
Data Series, pilih Y Error Bars.
4. Lihat Display, pilih Both.
5. Lihat Error Amount, pilih Custom.
6. Blok kolom + Dy untuk ralat positif dan blok kolom - Dy untuk ralat
negatif.
7. OK
Untuk membuat garis ralat maksimumnya, dilakukan dengan cara:
1. Grafik diblok dengan cara mengkliknya sebanyak satu kali.
2. Pilih Chart
3. Pilih Add Trendline
4. Pilih panel Type
5. Pilih Linear
6. Isi Set intercept = dengan bilangan rasional positif sembarang
7. Untuk memunculkan persamaan garis lurusnya, pilih Options, tandai
Display Equation on Chart.
8. OK
9. Jika garis yang terbentuk terlalu melebar maka nilai Set intercept-
nya dapat diubah dengan cara
mengklik dua kali garis tersebut, lalu mengecilkan Set intercept-nya.
Untuk membuat garis ralat minimumnya, dilakukan dengan cara:
1. Grafik diblok dengan cara mengkliknya sebanyak satu kali.
2. Pilih Chart
3. Pilih Add Trendline
4. Pilih panel Type
5. Pilih Linear
6. Isi Set intercept = dengan bilangan rasional negatif
sembarang
7. Untuk memunculkan persamaan garis lurusnya, pilih Options, tandai
Display Equation on Chart.
8. OK
9. Jika garis yang terbentuk terlalu melebar maka nilai Set intercept-
nya dapat diubah dengan cara
mengklik dua kali garis tersebut, lalu membesarkan Set intercept-nya.
7
B.
C.
D.
E.
3.
4.
5.
6.

Anda mungkin juga menyukai