Anda di halaman 1dari 8

Nama : HILMI ZAKIRI

Kelas : 12 BR 1
KPK Periksa Rekan Refly
Rabu, 29 Desember 2010 01:05
Kasus Suap di MK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) coba bekerja cepat dalam menyelidiki kasus
dugaan korupsi di Mahkamah Konstitusi (MK). Sehari setelah memeriksa mantan Staf
Ahli MK Refly Harun, kemarin (28/12) KPK memeriksa rekannya sesama pengacara,
Maheswara Prabandono.
Maheswara diperiksa selama hampir 11 jam. Dia diperiksa mulai pukul 09.00 WIB
dan selesai sekitar pukul 19.45 WIB. Dia mengaku diperiksa KPK terkait kasus
percobaan penyuapan di MK. ”Jadi, judulnya hari ini itu pemeriksaan untuk percobaan
penyuapan. Yang saya sampaikan tadi penegasan atas apa yang saya lihat, rasakan dan
saksikan,” ujar Maheswara setelah menjalani pemeriksaan kemarin.
Maheswara menuturkan, meski dirinya diperiksa terkait percobaan penyuapan,
penyidik mengajukan pertanyaan terkait kasus dugaan penyuapan Bupati Simalungun
Jopinus Ramli Saragih. Dia menjawab bahwa kasus tersebut bukan percobaan penyuapan,
melainkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh hakim konstitusi.
Alasannya, Jopinus merupakan pemenang pemilukada sebelum perkaranya masuk di
MK. ”Itu kan 180 derajat beda. Pak Jopinus tidak pernah menyuap. Sebelum perkaranya
masuk MK, dia itu pemenang. Jika seorang pemenang itu melakukan penyuapan, ya itu
tidak masuk akal,” terangnya.
Soal kesaksian adanya rencana penyerahan duit suap kepada hakim konstitusi,
Maheswara kembali mengatakan bahwa dia mendengar langsung dari Jopinus. Bahkan,
dia melihat amplop cokelat berisi uang Rp1 miliar dalam mata uang dolar AS.
Maheswara tak memungkiri jika dirinya dan Refly merasa dikorbankan dalam kasus
tersebut. Dia juga menilai langkah MK mengadu ke KPK tidak tepat. ”Itu memang cerita
sesungguhnya yang kami alami. La kok sekarang dilaporkan bukan seperti yang kami
sampaikan. Bukan laporan yang sesuai fakta. Jadi ya tidak tepatlah,” keluhnya.
Maheswara berharap KPK juga memeriksa hakim konstitusi yang dinilai perlu
dimintai keterangan. Jadi, keterangan yang didapat KPK bersifat objektif dan
komprehensif. ”Harapan kita, semua dipanggil dan dimintai keterangan tanpa kecuali.
KPK kan lembaga superbodi, pasti bisa mengungkap kebenaran,” imbuhnya.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. mengungkapkan bahwa Maheswara
hanya diminta keterangan secara umum terkait laporan pengaduan tim investigasi dan
Ketua MK Mahfud M.D. ”KPK meminta keterangan saudara Maheswara berkaitan
dengan laporan pengaduan yang disampaikan kepada KPK oleh tim investigasi maupun
hakim konstitusi yang sekarang sedang dalam tahap penyelidikan,” papar Johan kemarin.
Dia menyebut, keterangan dari Maheswara akan dikaitkan dengan keterangan Refly.
Lalu, keterangan mereka akan dikembangkan. Menurut Johan, meski Refly diperiksa atas
dugaan pemberian sesuatu kepada penyelenggara negara, dugaan pemerasan yang
dilaporkan tim investigasi juga tetap berjalan seiring dengan penyelidikan. ”Ini proses
masih awal. Semua informasi akan digali,” katanya.
Dia tak menutup kemungkinan bahwa KPK akan memanggil hakim konstitusi setelah
minta keterangan dari Refly dan Maheswara. ”Kalau diperlukan, yang lain akan dimintai
keterangan. Sebenarnya objek dan subjeknya sama. Nanti dilihat berdasar keterangan
yang ada,” pungkasnya. (ken/dwi)
Usul Pemilihan secara Terbuka
Senin, 27 Desember 2010 01:01
Hari ini (27/12) rencananya tujuh komisioner Komisi Yudisial (KY) memilih ketua dan
wakil ketua. Sejumlah kalangan mengusulkan agar pemilihan tersebut digelar secara
terbuka.
“Ini menghindari kesepakatan politis yang bisa saja terjadi di internal KY. Sebaiknya
digelar secara terbuka seperti dalam pemilihan Ketua Mahkamah Konstitusi,” kata
Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin
Mochtar dalam diskusi di Jakarta, kemarin (26/12).
Zainal khawatir, jika pemilihan dilakukan tertutup, partai politik akan berupaya
mempengaruhi. Apalagi, posisi KY sebagai pengawas hakim sangat mungkin bisa
menekan para pengadil agar memberi atensi khusus terhadap kasus-kasus tertentu.
Selain itu, pemilihan terbuka diharapkan menjamin integritas, independensi, dan
kepercayaan publik terhadap KY. “Yang jelas, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004
tentang KY tidak melarang pemilihan tersebut digelar secara terbuka,” ujarnya.
Menurut Zainal, kepercayaan publik terhadap KY sempat turun karena
komisionernya Irawady Joenoes menjadi terpidana kasus korupsi tukar guling gedung
KY. ”Ini momen untuk mengembalikan kepercayaan itu,” katanya.
Dia menilai, calon ideal ketua KY tidak memiliki konflik kepentingan. Indikasinya,
calon tersebut tidak dekat dengan politikus atau pengacara. ”Harus berintegritas dan
independen,” tegasnya.
Hal senada diungkapkan advokat Taufik Basari. Menurut dia, pemilihan terbuka
dapat menjawab kecurigaan publik terhadap KY. ”Masyarakat dapat menilai langsung
visi dan misi calon yang cocok dan rasional untuk KY,” ujarnya. (aga/dwi)
Sistem Baru, Dana BOS Rawan Korupsi
Senin, 20 Desember 2010 09:38
Sistem baru penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan transfer
langsung ke rekening Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dinilai rentan
penyelewenangan. Kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) yang
diterapkan mulai 2011 itu berpotensi memperlonggar peluang korupsi. Alasannya,
keputusan yang dicetuskan pekan lalu itu tidak didukung dengan kesiapan sistem
pengawasan yang memadai.
”Karena kebijakan ini terkesan masih mentah sehingga akan memicu perluasan
aktor korupsi dana BOS,” ujar Kepala Divisi Pengembangan Jaringan Daerah, Forum
Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Hadi Prayitno dalam di Hotel
Ambhara, Jakarta, kemarin (19/12).
Selama ini titik rawan korupsi BOS ada di tingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Dengan sistem baru yang minim pengawasan, maka potensi korupsi terbuka lebar hingga
di level kepala sekolah. Padahal jumlah dana BOS yang akan disebar ke daerah cukup
banyak, yakni Rp 16,8 triliun.
Terhitung per 1 Januari 2011, distribusi pembiayaan BOS bakal diubah. Jika
sebelumnya BOS dikucurkan 3 bulan sekali, untuk tahun depan langsung ditransfer ke
daerah melalui dana transfer sebesar Rp16,8 triliun.
Selain itu, jika sebelumnya BOS hanya diberikan bagi siswa SD/MI (madrasah
ibtidaiyah) dan SMP/MTs (madrasah tsanawiyah). Tahun depan cakupan target diperluas.
Kategori tambahan yang berhak mendapat BOS adalah pondok pesantren salafiyah dan
sekolah keagamaan non-Islam kategori wajib belajar 9 tahun.
Dengan aturan baru, setiap siswa SD/MI di perkotaan mendapat bantuan Rp400
ribu per tahun dan Rp397.500 bagi siswa SD/MI di Kabupaten/Kota. Instrumen BOS
tahun 2011 telah dirancang sejak Oktober 2010 melalui Surat Edaran Bersama (SEB)
Mendagri dan Mendiknas tentang BOS.
Menanggapi hal itu, Staf Khusus Mendiknas Sukemi mengatakan, agar tidak
terjadi penyimpangan, di daerah dibentuk manajer BOS yang bertugas melakukan
pengawasan. Pemerintah daerah juga wajib melakukan audit dana BOS, yang sebelumnya
merupakan wewenang pusat. Pemda juga wajib menyediakan dana monitoring dan
evaluasi BOS dari sumber APBD. ”Kemudian, sekolah juga diwajibkan menempelkan
pengumuman terkait penggunaan dana BOS untuk apa saja. Media dan masyarakat luas
pun bisa mengawasi ini secara langsung,” kata Sukemi. (zul)
Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi Segera Mundur
Jumat, 17 Desember 2010 23:19
Merasa Dihakimi Publik

Hakim konstitusi Arsyad Sanusi rupanya tak kuat menghadapi tekanan publik. Kendati
belum menghadapi majelis kehormatan hakim (MKH) dan belum dinyatakan bersalah,
Arsyad menyatakan akan mengundurkan diri sebagai hakim MK.
”Untuk apa bertahan. Masyarakat sudah menilai saya. Saya jalan saja, saya malu. Mau
pergi golf saja, saya malu. Mau pergi ke mall, saya malu. Bayangkan perasaan
kehormatan itu,” tegas di ruang kerjanya di gedung MK, kemarin (17/12).
Mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya itu menegaskan, kalaupun nanti
MKH menyatakan dirinya tidak melanggar kode etik, dia tetap akan mengundurkan diri.
Dia akan berkirim surat ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahwa dirinya
mengundurkan diri kendati tidak bersalah.
Arsyad mengakui jalan menuju MKH masih jauh. Sebelum MKH digelar, MK akan
membentuk sidang panel etik yang akan memutuskan adanya indikasi pelanggaran kode
etik. Jika dinyatakan ada, kasus tersebut baru dibawa ke MKH.
Namun, hakim kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, ini mengaku sudah tak sabar ingin
segera menjalani MKH. Bahkan, kalau perlu, sembilan hakim MK yang sudah purna
tugas dihadirkan lagi untuk memeriksa dia. ”Supaya cepat tuntas semua. Berarti kalau
ditambah mantan hakim MK, majelis kehormatan terdiri dari 17 orang. Periksa saya,
periksa keluarga saya, anak saya,” ujarnya.
Hakim penghobi golf ini menambahkan, sebelumnya dia sudah pernah mengajukan
surat pensiun ke bagian personalia MK jauh sebelum temuan Tim Investigasi mencuat.
Sebab, Arsyad yang kini berusia 66 tahun segera memasuki masa pensiun pada 14 April
nanti. Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang nomor 23/2003 tentang MK menyebutkan,
hakim konstitusi diberhentikan dengan hormat apabila telah berusia 67 tahun. Enam
bulan sebelum pensiun, hakim wajib mengajukan surat pensiun.
Surat tersebut sudah sampai ke Ketua MK Mahfud M.D. Namun, mantan Menteri
Pertahanan itu menganjurkan agar Arsyad tidak pensiun dulu. Sebab, revisi UU MK yang
segera disahkan DPR menyebutkan bahwa hakim konstitusi diberhentikan pada usia 70
tahun.
”Saya bilang tidak pak, saya tidak mau seperti Hendarman Supandji (mantan Jaksa
Agung yang jabatannya dinyatakan ilegal oleh MK, red.). Saya maunya, ketentuan enam
bulan itu saya penuhi,” katanya.
Mahfud juga meminta Arsyad tetap ikut bersidang sebagaimana biasanya. Namun,
sejak kasus ini muncul, Arsyad menolak. ”Saya sudah katakan, malu pak! Saya membaca
(perkara), memeriksa (perkara) itu saya merasa kotor. Orang bilang, kenapa itu dia
memeriksa, kotor itu,” ujarnya.
Saat menyampaikan unek-uneknya kemarin, Arsyad terlihat tegang. Lulusan
Universitas Hasanuddin, Makassar, ini beberapa kali berkata dengan nada tinggi. Dia
juga terlihat gelisah sembari berulang kali menghisap tembakau dalam pipa.
Arsyad juga menegaskan bahwa pertemuan antara anggota keluarganya dengan
mantan calon Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud tidak dalam rangka
”membereskan” perkara Dirwan di MK. Seperti diketahui, Tim Investigasi menyebut
Neshawaty adalah orang yang menghubungkan Dirwan dengan panitera pengganti
bernama Makhfud. Makhfud kemudian disebut Tim menerima duit suap sebesar Rp58
juta dari Dirwan.
Arsyad menampik anggapan itu. Dia balik menuduh tim tidak profesional dengan
tidak menelusuri pengakuan Edo yang meminta uang kepada Dirwan atas nama
Neshawaty. Padahal, Neshawaty menegaskan tak kenal Edo. ”Edo itu harus dikejar terus
mestinya,” katanya.
Edo hadir bersama Dirwan, Arief (calon legislator Partai Demokrat asal Papua),
Khairun (penghafal Al Qur'an), dan Zaimar (ipar tiri Arsyad Sanusi) ke apartemen
Arsyad di Kemayoran. Dirwan mengeluh dizalimi atas putusan MK tentang sengketa
pemilihan daerah.
Pertemuan pertama itu, kata Arsyad, benar-benar tidak direncanakan. Buktinya, saat
menemui mereka, Neshawaty masih mengenakan daster. Kalau memang direncanakan,
Neshawaty pasti akan berpakaian lebih patut. Arsyad memastikan bahwa putrinya tak
pernah meminta uang. Baik dalam pertemuan pertama dan maupun pertemuan kedua di
sebuah restoran di Jalan Majapahit.
Karena itu, dia meminta semua orang yang hadir dalam pertemuan di apartemen
Kemayoran dan restoran di Jalan Majapahit dikonfrontir. ”Biar jelas semuanya, apa benar
putri saya pernah bilang minta uang. Putri saya tak pernah meminta uang,” tegasnya.
Arsyad juga membantah temuan Tim yang menyebutkan bahwa ada aliran dana Rp5
juta dari Neshawaty ke Makhfud. Itu, kata dia, adalah uang pinjaman dari Neshawaty
kepada Makhfud. ”Itu pinjaman bukan diberikan begitu saja,” katanya.
Arsyad benar-benar tidak terima kesaksian Dirwan yang menyudutkan keluarganya.
Karena itu, dia berencana melaporkan Dirwan ke Polres Jakarta Pusat karena
testimoninya kepada Tim telah menyeret putrinya. ”Perkaranya pencemaran, penghinaan,
perbuatan yang tidak menyenangkan kepada keluarga saya. Zaimar itu sudah tahu,
katanya Arif mantan caleg di Papua. Seharusnya Tim Investigasi yang mencari,” katanya.
Di bagian lain, Mahfud mengatakan bahwa mulai kemarin (17/12) panel etik sedang
mempelajari apakah kasus Arsyad diteruskan ke MKH atau tidak. Panel, kata dia, hanya
membahas kasus Arsyad, bukan kasus hakim Akil Mochtar. Sebab, menurut dia, perkara
Akil didasarkan pada klaim sepihak semata.
”Ada orang ngoceh ngasih uang ke Akil dan nggak ada bukti, itu namanya
merendahkan MK. Misalnya saya bilang, saya suap BHM (Bambang Harymurti,
wartawan senior Majalah Tempo, red.) agar pemberitaan MK di Tempo bagus. Saya tidak
pernah bertemu Bambang masa Bambang dibawa ke majelis kehormatan wartawan?
Nanti semua ngoceh, habis hakim MK,” katanya.
Terpisah, Refly Harun sedikit terkejut mendengar kabar hakim konstitusi Arsyad
mengundurkan diri. Menurutnya, langkah yang diambil Arsyad untuk mengundurkan diri
dari jabatannya merupakan tindakan seorang negarawan. ”Ini adalah sikap yang harus
dituru oleh pejabat lainnya,” ucapnya saat ditemui di Jakarta kemarin.
Menurutnya, langkah mengundurkan diri yang diambil Arsyad meski dia belum
terbukti bersalah patut diapresiasi. Apakah itu adalah langkah cuci tangan agar tidak di
sidang dalam Majelis Kehormatan Hakim (MKH)? ”Ah tidak juga,” jawab Refly singkat.
Sebab, meski Arsyad tidak dapat disentuh melalui MKH, namun KPK akan terus
mengusut dugaan tindak pidananya. ”Memang kalau dia mundur dia tidak bisa di MKH-
kan. Tapi yang di KPK kan jalan terus,” ucapnya.
Nah, karena itu Refly berpendapat sebaiknya MK membentuk panel hakim untuk dua
kasus yang berbeda. Yang pertama, dugaan salah satu hakim yang menerima suap dari
kasus pemilukada Bupati Simalungun. Sedangkan yang kedua adalah duagaan suap yang
melibatkan anak hakim konstitusi. ”Seharusnya dua-duanya dibuatkan panel hakim,”
terang Refly.
Dia menyampaikan, pembentukan panel hakim yang mengarahkan pada pembentukan
MKH jangan dianggap sebagai tim yang akan memecat hakim. Namun tugas mereka
adalah untuk mengusutnya dan tentu saja hal itu adalah cara untuk menegakkan
kehormatan institusi MK.
Refly mengatakan, bagaimanapun juga dirinya tetap menghargai upaya yang diambil
Ketua MK Mahfud MD yang telah membentuk panel hakim dan menunjuk tiga hakim
konstitusinya untuk mengusut dugaan pelanggaran kode etik di tubuh MK.(aga/kuh)
Cabai Tembus Rp60 Ribu
Kamis, 30 Desember 2010 01:14
Mendekati tutup tahun 2010, harga cabai di pasaran dan supermarket melonjak drastis.
Bahkan, kenaikan ini merupakan yang tertinggi sepanjang tahun 2010. Meski sudah
beberapa kali melonjak naik, namun beberapa hari terakhir tembus Rp60 ribu per kilo.
"Awalnya dulu hanya Rp30 ribu, kemudian naik menjadi Rp50 ribu. Dan sekarang
naik lagi menjadi Rp60 ribu per kilo," ujar Irwan, salah seorang pedagang Cinde kepada
Sumatera Ekspres, kemarin (29/12). Untuk cabai hijau juga mengalami kenaikan, yakni
dari Rp30 ribu per kilo menjadi Rp40 ribu per kilo.
Bila melihat kenaikan yang terjadi, maka kenaikan harga cabai ini mencapai 100
persen. Imbas dari kenaikan harga cabai tersebut, pihaknya mengaku kerap mendapat
komplain dari konsumen. "Banyak pembeli yang komplain, bukan satu atau dua orang
saja," bebernya.
Bukan hanya komplain yang didapat, namun pemasukan yang ia dapat pun menurun
drastis dengan kenaikan harga cabai tersebut. Ia mengaku, saat harga normal (Rp30 ribu,
red), ia bisa menjual cabai hingga 10-15 kilo setiap harinya. "Tapi, saat harga naik seperti
ini menurun drastis. Untuk menjual 5 kilo saja susah," keluhnya lagi.
Diakuinya, kenaikan harga cabai tersebut disebabkan karena tidak adanya kiriman
cabai dari lampung dan daerah Jawa. Hal tersebut membuat para pedagang membeli
cabai asal Sumsel. "Cabai yang ada ini merupakan asal Sumsel, bukan daerah Jawa atau
Lampung. Karena tidak ada kiriman ini, maka harga cabai naik," kata Irwan lagi.
Ia menambahkan, kenaikan harga cabai mencapai Rp60 ribu per kilo tersebut,
beberapa hari sebelum natal. "Mungkin juga karena ada natal dan tahun baru, sehingga
harga cabai naik dan distribusi ikut terganggu," tambahnya.
Hal senada juga diungkapkan Elidar, pedagang di Pasar Cinde. Ia mengaku sepi
pembeli dengan adanya kenaikan harga cabai tersebut. "Kadang orang beli sampai 5 ons,
sekarang mereka beli hanya 1 ons. Jadi, mereka ikut mengurangi pembelian cabai
mengingat harga cabai yang tambah mahal dan lebih mementingkan keperluan lainnya
dulu," tukasnya.
Sementara pantauan koran ini di Carrefour Palembang Square (PS), juga memasang
tarif yang hampir sama dengan pasar tradisional. Bahkan, kenaikannya lebih besar bila
dibandingkan dengan pasar tradisional. Untuk cabai merah keriting, pihak Carrefour
menjual seharga Rp6.200 per-100 gramnya.
Bila dikalikan 1000 gram atau 1 kilo, maka harga cabai tersebut mencapai Rp62 ribu.
Sedangkan harga cabai hijau keriting, pihak Carrefour menjual per-100 gramnya sebesar
Rp4.250. Bila konsumen membeli 1 kilo, maka sebesar Rp42.500.(mg44)

Anda mungkin juga menyukai