Anda di halaman 1dari 25

INSIDENSI KOLELITIASIS DI

RUMAH SAKIT PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO


PERIODE 1 APRIL 2007- 30 APRIL 2008

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara
barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi
penelitian batu empedu masih terbatas.1

Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000 kolesistektomi
dilakukan setiap tahunnya.2 Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika, yaitu pada 10
sampai 20% penduduk dewasa. Setiap tahun beberapa ratus ribu penderita ini menjalani
pembedahan.3 Dua per tiga dari batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien tidak
mempunyai keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%.
Sementara pasien dengan gejala simtomatik batu empedu mengalami komplikasi 12% dan
50% mengalami nyeri kolik pada episode selanjutnya.2 Risiko penyandang batu empedu
untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu
empedu menimbulkan masalah serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk
mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.1

Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut
dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran
empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder.1

Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai batu
saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di
dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu
saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan
dengan pasien di negara Barat.1

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi akan
lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimtomatik.1,2

Pada sekitar 80% dari kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar dari batu
empedu. Biasanya batu - batu ini juga mengandung kalsium karbonat, fosfat atau bilirubinat,
tetapi jarang batu- batu ini murni dari satu komponen saja.4

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian


sebagai berikut : Bagaimanakah insidensi kolitiasis di Rumah Sakit Prof. DR. Margono
Soekarjo?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui insidensi kolelitiasis di Rumah Sakit Prof. DR. Margono Soekarjo
pada periode 1 April2007-30 April 2008.

D. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi kepada kalangan medis dan
masyarakat tentang penyakit batu empedu yang terjadi di Rumah Sakit Prof. DR.
Margono Purwokerto pada bulan April 2007 – April 2008.

2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai kajian ilmiah dan landasan penelitian
selanjutnya yang lebih valid.

E. Kerangka Penelitian
Usia Keluhan tambahan

Jenis kelamin Batu empedu


Keluhan utama

Obesitas
Genetik
Penyakit lain Pemeriksaan Penunjang
Obat Antihiperlipidemia
Hiperlipidemia

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
Keterangan: Yang diteliti
Tidak diteliti

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi Kolelitiasis

Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus.
Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip
batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.5

B. Etiologi Kolelitiasis

Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin. 2
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting
adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis
empedu dan infeksi kandung empedu.3 Sementara itu, komponen utama dari batu empedu
adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh
karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar
empedu.6

C. Faktor Risiko Kolelitiasis

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain : (6,7,8)
1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
2. Usia lebih dari 40 tahun .
3. Kegemukan (obesitas).
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
7. Hiperlipidemia
8. Diet tinggi lemak dan rendah serat
9. Pengosongan lambung yang memanjang
10. Nutrisi intravena jangka lama
11. Dismotilitas kandung empedu
12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan
kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru orang
Afrika)

D. Anatomi
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak
tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati
masuk ke saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut
bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati
sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus
komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus
koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus
membentuk ampula Vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua
saluran dan ampla dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter Oddi.3

Gambar 1. Batu dalam kandung empedu (5)

Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.


Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati. Empedu
yang dihasilkan hati tidak langsung masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus
Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan disimpan di kandung empedu. Pembuluh
limfe dan pembuluh darah mengabsorbsi air dan garam-garam anorganik dalam kandung
empedu sehingga cairan empedu dalam kandung empedu akan lebih pekat 10 kali lipat
daripada cairan empedu hati. Secara berkala kandung empedu akan mengosongkan isinya ke
dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi.
Rangsang normal kontraksi dan pengosongan kandung empedu adalah masuknya kimus asam
dalam duodenum. Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsangan terkuat untuk
menimbulkan kontraksi. Hormone CCK juga memperantarai kontraksi.3
Dua penyakit saluran empedu yang paling sering frekuensinya adalah pembentukan
batu (kolelitiasis) dan radang kronik penyertanya (kolesistitis). Dua keadaan ini biasa timbul
sendiri-sendiri, atau timbul bersamaan.9

E. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang
supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena
bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam
pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol
terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol
turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang
mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang
mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu
dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau
terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.10
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan
kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan
membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang
lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris
yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. 10
F. Klasifikasi Kolelitiasis

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di


golongkankan atas 3 (tiga) golongan:1,11

1. Batu kolesterol

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung >
50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :
a. Supersaturasi kolesterol
b. Hipomotilitas kandung empedu
c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung
<20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk
akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan
oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit.
Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-
glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas
dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat
yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat
antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu
pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
b. Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan
kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. 1 Batu pigmen hitam adalah tipe
batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis
hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin.
Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam
terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.1,11
3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%
kolesterol.

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
Gambar 2. Klasifikasi batu dalam kandung empedu12

G. Manifestasi Klinis

Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut atau kronik.
Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada abdomen bagian atas, terutama
ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke punggung dan bahu kanan (Murphy sign).
Pasien dapat berkeringat banyak dan berguling ke kanan-kiri saat tidur. Nausea dan muntah
sering terjadi. Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kembali terulang. 3

Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri dan
tanda-tanda fisik kurang nyata. Seringkali terdapat riwayat dispepsia, intoleransi lemak,
nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat
berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat
menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering adalah infeksi kandung empedu
(kolesistitis) dan obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat
bersifat sementara, intermitten dan permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus dinding
kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menimbulkan peritonitis, atau
menyebakan ruptur dinding kandung empedu. 3

H. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis : 3


1. Asimtomatik
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
5. Perikolesistitis
6. Peradangan pankreas (pankreatitis)-angga
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
9. Hidrop kandung empedu
10. Empiema kandung empedu
11. Fistel kolesistoenterik
12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu
empedu muncul lagi) angga
13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan menghasilkan
kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong
dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila
batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila
terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu
dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk
suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya
kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding
(dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun
dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.3
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi
dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap
asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus
koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan
pankretitis.3
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel
kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pad bagian tersempit
saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.3

I. Diagnosa
a. Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan


yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-
tiba.3

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri
berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap
dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.3

b. Pemeriksaan Fisik
i. Batu kandung empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti


kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu,
empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan
dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy
positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena
kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien
berhenti menarik nafas.3

ii. Batu saluran empedu

Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang
teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang
dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah
berat, akan timbul ikterus klinis.3

c. Pemeriksaan Penunjang
i. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat
terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan
bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum
yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase
alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap
setiap kali terjadi serangan akut.3
Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
ii. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung
empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat
dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar
atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran
kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.3

Gambar 3. Foto rongent pada kolelitiasis 13

iii. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)


Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun
ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal
karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu
yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang
oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu
kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa. 1

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
Gambar 4. FotoUSG pada kolelitiasis 14

iv. Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena


relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan
ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan
hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu.3

J. Penatalaksanaan

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang
hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan
berlemak. 3
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah
dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung
empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat
gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan. 3

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
Pilihan penatalaksanaan antara lain : 10
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah
cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan
untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. 10
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang
ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di
Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi
normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung
dan paru.2 Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan
kecil di dinding perut. 10
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai
melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu
duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur
konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan
kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin
dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi. 10

Gambar 5. Kolesistektomi laparaskopi 15


Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah
angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya
memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif
acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya
batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu
tejadi pada 50% pasien.10 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses. 2
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif diantaranya
batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu
baik dan duktus sistik paten. 2
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (Metil-
Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan
per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien
tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang
tinggi (50% dalam 5 tahun). 10
5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad
saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah
benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. 10

Gambar 6. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) 16,17

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
6. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping
tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk
pasien yang sakitnya kritis.10
7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung
dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu
melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka
agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus
halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari
4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi,
sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja
biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang
kandung empedunya telah diangkat.18

Gambar 7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) 19

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang dipakai adalah non eksperimental berupa survei


deskriptif. Rancangan yang digunakan adalah cross sectional retrospektif yaitu penelitian
yang mencari hubunagan variabel bebas atau resiko dan variabel terikat atau akibat
dengan melakukan pengukuran sesaat terhadap kejadian yang telah terjadi di masa
lampau.20

B. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah pasien kolelitiasis di instalasi


rawat inap RSMS pada periode 1 April 2007 – 30 April 2008.

C. Teknik pengambilan sampel


Pengambilan sampel pada penelitian ini dengan cara total sampling yaitu
seluruh pasien kolelitiasis yang dirawat di Rumah Sakit Margono Soekarjo dalam periode
1 April 2007 sampai 30 April 2008.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas adalah usia, jenis kelamin, keluhan utama, keluhan tambahan,
pemeriksaan penunjang.

2. Variabel tergantung adalah kolelitiasis (batu empedu).

E. Definisi Operasional
1. Kolelitiasis adalah batu kandung empedu yaitu gabungan beberapa unsur yang
membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.5
2. Insidensi adalah kasus baru yang terjadi pada suatu populasi di area tertentu dan
pada kurun waktu tertentu.21

F. Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa rekam medik psaien
kolesistitis di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. Margono Soekarjo periode 1 April
2007 sampai dengan 30 April 2008.

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
G. Tata Urutan Kerja
1. Tahap Persiapan
a. Konsultasi dengan pembimbing
b. Studi pustaka
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Mengumpulkan bahan penelitian melalui catatan medis dari keseluruhan
sampel.
3. Tahap Akhir
a. Pengolahan data
b. Pembuatan laporan penelitian

H. Pengolahan Data
Pengolah data dilakukan setelah diperoleh data sekunder dari rekam medik
pasien. Langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut:
1. Menyusun data yang telah lengkap
2. Tabulasi data dengan membuat tabel distribusi untuk laporan variabel
3. Menyajikan dalam bentuk gambar

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan case control retrospektif terhadap pasien kolesistisis yang dirawat
di RSMS Purwokerto periode 1 April 2007 – 1 Mei 2008, didapatkan insidensi pasien wanita
lebih banyak dibanding laki-laki. Diagram 1 menunjukkan jumlah pasien wanita sebanyak
38 dengan pasien laki-laki 21 orang dari total 59 pasien. Jumlah pasien wanita 64,4% dan
jumlah pasien laki-laki 35,6%. Tampak jumlah pasien wanita 1,8 kali lebih besar dibanding
pasien laki-laki.

38
40
35
30
25 21
20 jumlah pasien
15
10
5
0
wanita laki-laki

Diagram 1. Perbandingan Jumlah Pasien Kolesistisis Wanita Dan Laki-Laki

Insidensi wanita lebih tinggi dibanding laki-laki sebagaimana penelitian otopsi


terhadap pasien kolelitiasis di Amerika menunjukkan hasil sedikitnya 20% wanita dan 6%
laki-laki di atas usia 40 tahun mempunyai batu empedu. Penelitian tersebut dilakukan
terhadap sedikitinya 20 juta pasien kolelitiasis dimana sekitar 1 juta kasus baru terjadi setiap
tahunnya.22 Penelitian dari Mittal juga mengatakan sekitar 10-15% dewasa di Amerika
memiliki batu empedu dan pada Negara Amerika Latin, prevalensi batu empedu meningkat
hingga 50% pada wanita.24
Pengaruh hormon pada wanita juga merupakan salah satu faktor predisposisi
meningkatnya jumlah pasien wanita dibanding laki-laki. Estrogen diduga berperan penting
pada wanita dengan kolelitiasis dimana estrogen dapat menstimulasi reseptor lipoprotein
hepar dan meningkatkan pembentukan kolesterol empedu serta meningkatkan diet kolesterol.

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
Sementara itu, estrogen alamiah dan kontrasepsi oral dapat menurunkan sekresi garam
empedu dan menurunkan perubahan kolesterol menjadi kolesterol ester. 22
Kakar dari Amerika mewawancarai 102 wanita berusia 41-74 tahun yang terdiagnosa
kolelitiasis dalam kurun waktu Januari 1979 dan September 1980 dengan control wanita sehat
98 orang. . Hasil penelitian menunjukkan resiko batu empedu pada wanita yang
menggunakan estrogen minimal satu tahun sebelum terdiagnosa batu empedu adalah 1,18
(95% CI: 0.65-2.13). 23
Jing-Sen Shi dalam penelitiannya mengatakan penggunaan kontrasepsi steroid yang
mengandung estrogen dan progesterone mempengaruhi pembentukan batu empedu pada
24
pasien wanita dengan usia 20-44 tahun. Adapun pada wanita usia di atas 55 tahun yang
mengalami menopause dan kekurangan estrogen, tetap dapat terjadi peningkatan resiko
kolesistisis akibat meningkatnya faktor usia. 22
Adapun sebaran umur pasien kolesitisis beraneka ragam mulai dari umur temuda 11
tahun hingga 88 tahun. Diagram 2 menunjukkan insidensi tertinggi kolesistisis terjadi pada
usia 51-60 tahun untuk wanita dan laki-laki. Sementara usia termuda terjadi pada 11-20
tahun. Usia menjadi faktor predisposisi kolelitiasis dimana semakin bertambah usia, semakin
mudah terjadi kolelitiasis. Kasper dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine
mengatakan faktor usia mempengaruhi perjalanan kolelitiasis karena meningkatkan sekresi
kolesterol empedu, menurunkan ukuran kantong asam empedu, dan menurunkan sekresi
garam empedu. Hal tersebut memudahkan terjadinya pengendapan kolesterol dan garam-
garam mineral penyebab batu empedu.

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
14
14

12
11-20th
10 21-30th
8 31-40th
8 41-50th
6 6 6
51-60
6 5
61-70
4 3 3 3 71-80
2 2
2 1
0 0
0
wanita laki-laki
22

Diagram 2. Perbandingan Jumlah Pasien Kolesistisis Wanita Dan Laki-Laki

Penelitian di Amerika menunjukkan, batu empedu kolesterol menyerang 20% dari


26
60% dewasa di Amerika dan Eropa karena genetik dan faktor lingkungan. Hal senada
diungkapkan oleh Beckingham bahwa usia lebih dari 40 tahun merupakan faktor resiko
2
terjadinya batu empedu. Sementara, usia dewasa yang banyak terkena batu empedu
tersebut ditunjukkan pula pada Diagram 2 dimana sebanyak 71% pasien berusia lebih dari 40
tahun yang terdiri dari 15% pasien berusia 41-50 tahun, 34% pasien berusia 51-60 tahun,
19% pasien berusia 61-70 tahun dan sisanya 3% pasien berusia 71-80 tahun.
Sementar itu, pasien dengan usia 11-20 tahun hanya 5% dari jumlah keseluruhan
pasien. Jing-Sen Shi mengatakan batu empedu berhubungan dengan usia, kegagalan
metabolisme lamak dan kerusakan fungsi pengosongan kandung empedu. Penelitian yang
dilakukan Jing-Sen Shi menemukan adanya morbiditas batu empedu sebesar 0,94% pada 522
24
pelajar muda dimana jumlahnya jauh lebih kecil dibanding usia dewasa. Usia
mempengaruhi pembentukan batu empedu karena adanya indeks saturasi kolesterol di saluran
empedu dan kecepatan pengosongan kandung empedu.26
Sementara itu, insidensi kolelitiasis terjadi dengan keluhan utama terbanyak berupa
nyeri perut kanan atas. Diagram 3 menunjukkan 32 pasien (54%) mengeluh nyeri perut

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
kanan atas, 22 pasien (37%) mengeluh nyeri ulu hati dan sisanya (9%) mengeluh perut
melilit, nyeri seluruh permukaan perut, dada berdebar-debar, mual muntah dan nyeri
punggung. Insidensi keluhan utama berupa nyeri perut kanan atas tersebut 1,17 kali lebih
besar disbanding keluhan lainnya.

35 32 nyeri perut kanan


atas
30
nyeri ulu hati

25 perut terasa melilit


22
nyeri seluruh
20 permukaan perut
dada berdebar-
15 debar
mual muntah
10 nyeri punggung

5
1 1 1 1 1
0
Diagram 3. Keluhan Utama Pasien Kolesistisis
Nyeri perut kanan atas yang dirasakan 54% pasien sesuai dengan letak anatomis
kandung empedu yaitu di kuadran kanan atas. Secara anatomi, empedu berada tepat di bawah
lobus hati. Nyeri yang dirasakan adalah nyeri kolik karena kandung empedu merupakan suatu
saluran (kantung). Nyeri dirasakan berkurang jika pasien membungkuk. Adapaun nyeri kolik
pada batu empedu menjalar sampai dengan bahu, pungung, atau dada. 27
Gejala kolelitiasis terjadi akibat adanya inflamasi atau obstruksi yang dapat
bermigrasi ke duktus biliaris. Hal tersebut menimbulkan kolik biliaris yang khas karena
terjadi peningkatan tekanan intraluminal dan distensi rongga perut yang tidak dapat
berkurang dengan kontaraksi biliaris berulang. Nyeri tersebut menetap dan terus menerus
terjadi di tempat yang sama yaitu di kuadran kanan atas atau epigastrium. Nyeri biasanya
menjalar hingga area intraskapular, scapula kanan atau bahu. 27

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
Nyeri kolik berlangsung tiba-tiba dengan intensitas waktu 30 menit hingga 5 jam,
bertambah berat secara bertahap atau berlangsung cepat. Bila nyeri kolik dirasakan terus
menerus selama 5 jam maka perlu curiga terjadinya kolesistitis akut. Mual muntah biasanya
menemani episode nyeri kolik tersebut. 27 Nyeri ini jarang naik turun tetapi terjadi antara 15
menit sampai 24 jam. Bila nyeri berlanjut lebih dari 24 jam maka curiga kolesisititis akut. 2

30

mual muntah
25 perut kembung
demam
sering sendawa
20 perut membesar
kulit berwarna kuning
sakit pinggang
konstipasi
15 pusing
kencing seperti teh
lemas
10 tidak ada data

0
Diagram 4. Keluhan Tambahan Pasien Kolesistisis

Sebagaimana terlihat pada Diagram 4 bahwa sebagaian besar keluhan tambahan pada
kolelitiasis adalah mual dan muntah sebanyak 46%. Mual muntah terjadi karena adanya
2
distensi pada kandung empedu akibat obstruksi atau tekanan batu ke duktus sistikus.
Insidensi mual dan muntah lebih dirasakan 1,4 kali lebih sering dibanding keluhan tambahan
lainnya seperti perut kembung, demam, sering sendawa, perut membesar, kulit berwarna
kuning, sakit pinggang, konstipasi, pusing, kencing seperti teh dan lemas.
Pada kolesistitis akut, peradangan dikuti dengan leukositosis dan demam sedang.
Jaundice atau pasien berwarna kekuningan terjadi apabila pasien dengan batu empedu.
Dimana batu empedu berpindah dari kandung empedu ke duktus biliaris comunis.2

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
Diagram 5 menunjukkan efektivitas penggunaan pemeriksaan penunjang berupa
ultrasonografi (USG) dapat melihat dengan jelas batu pada 54 pasien (92%) sementara
sisanya tidak diketahui datanya.

25
22
batu ukuran 1-10 mm
20 batu ukuran 11-20 mm

batu ukuran 21-30 mm

15 batu multipel
12 tidak ada batu
11
batu dalam batas normal
10
tidak ada data
6
5
5 3
2

Diagram 5. Hasil Pemeriksaan Penunjang (USG) Pasien Kolesistisis

Beckingham mengatakan USG mempunyai sensitivitas 95% dan dapat melihat secara spesifik
batu berdiameter 4 mm. 2 Penelitian Michael terhadap 45.831 laki-laki berusia 40-75 tahun
yang diikuti sejak tahun 1986-1994 secara kohort prospektif melaporkan 828 laki-laki
mengetahui gejala kolesistitis dengan USG atau radiografi. 28 Kasper mengatakan akurasi
identifikasi batu empedu menggunakan USG > 95% dan tidak terbatas pada kondisi jaundice
dan kehamilan serta dapat mendeteksi batu empedu yang kecil sekalipun.22

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan secara case control retrospektif terhadap pasien
kolelitiasis yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Margono Soekarjo Purwokerto
periode 1 April-30 April 2008 dapat disimpulkan bahwa:
1. Insidensi wanita 1,8 kali lebih besar disbanding laki-laki
2. Insidensi penderita batu empedu di atas 40 tahun tersebut 2,5 lebih besar dibanding
pada penderita usia di bawah 40 tahun.
3. Insidensi keluhan utama berupa nyeri perut kanan atas 1,17 kali lebih besar dibanding
keluhan lainnya.
4. Insidensi mual dan muntah lebih dirasakan 1,4 kali lebih sering dibanding keluhan
tambahan
5. Efektivitas penggunaan pemeriksaan penunjang berupa ultrasonografi (USG) 92%..

B. Saran
Penelitian ini sifatnya sangat terbatas. Setelah dilakukan penelitian tentang kolelitiasis
di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Margono Soekarjo Purwokerto insidensi kolelitiasis
lebih mudah terjadi pada wanita, usia di atas 40 tahun, dan didiagnosa pasti dengan melihat
batu melalui pemeriksaan penunjang USG. Untuk itu perlu ditingkatkan penelitian ini dengan
jumlah pasien dan metode yang lebih akurat supaya insidensi batu empedu dari tahun ke
tahun selalu terpantau.

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
DAFTAR PUSTAKA

1. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta :
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.
2. I J Beckingham. 2001. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System
Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari 2001: 322(7278): 91–
94. Avaliable from : http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=1119388[diakses pada tanggal 10 Juni 2008].
3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005. 570-579.
4. Webmaster. 2002. Genetics of gallstone disease. Dalam: JPGM. Available from
http://www.jpgmonline.com/article.asp?issn=0022-
3859;year=2002;volume=48;issue=2;spage=149;epage=52;aulast=Mittal [diakses pada
tanggal 20 Juni 2008].
5. Dorlan WA Newman. Kamus Kedokteran Dorlan. Edisi 29.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.2002. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis. Avaliable from :
http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm.[diakses pada tanggal 22
Januari 2008].
6. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis. Avaliable from :
http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm.[diakses pada tanggal 22
Januari 2008].
7. Clinic Staff. Gallstones. Avaliable from : http://www.6clinic.com/health/digestive-
system/DG99999.htm. [diakses pada tanggal 22 Januari 2008].
8. Cholelithiasis. Avaliable from :
http://www.7.com/HealthManagement/ManagingYourHealth/HealthReference/Diseases/
InDepth/?chunkiid=103348.htm. [diakses pada tanggal 28 Januari 2008].
9. Price, Sylvia Anderston. Patofisiologi Konsep Klinis Preose-Proses Penyakit. Jilid 1.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994. Schwartz S, Shires G, Spencer F.
Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2000. 459-464.
10. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery).
Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464.
11. Webmaster. Cholelithiasis. Avaliable from :
http://www.merck.com/mmpe/sec03/ch030/ch030a.html. [diakses pada tanggal 28
Januari 2008].
12. Webmaster.2008. Available From: http://www.unboundedmedicine.com/index.php?
tag=gallstone_ileus [diakses pada tanggal 10 Juni 2008].
13. Yekeler E, Akyol Y. Cholelithiasis. Dalam : New England Journal of Medicine.
Avaliable from : http://content.nejm.org/cgi/content/full/351/22/2318#F1. [diakses pada
tanggal 22 Januari 2008]
14. Webmaster.2008. Available From: http://www.med-
ed.virginia.edu/courses/rad/edus/index6.html [diakses pada tanggal 10 Juni 2008].
15. Webmaster.2008. Available From:
http://www.thebestlinks.com/Cholecystectomy.html [diakses pada tanggal 10 Juni
2008].
16. Webmaster.2008. Available From: http://uro.med.u-tokai.ac.jp/byoukini/img/eswl.gif
[diakses pada tanggal 10 Juni 2008].
17. Webmaster.2008. Available From:
Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com
http://home.versatel.nl/snelsnel/behandeling1.htm [diakses pada tanggal 10 Juni 2008].
18. Heuman D, Mihas A. Cholelithiasis. Avaliable from :
http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic863.htm. [diakses pada tanggal
22 Januari 2008].
19. Webmaster.2008. Available From:
http://www.mcl.tulane.edu/classware/pathology/medical_pathology/hepatobil_testing/10
imaging.html [diakses pada tanggal 10 Juni 2008].
20. Sudigdo Sastroasmoro, Sofyan Ismael. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian dan Klinis.
Jakarta: CV Sagung Seto. 2002.
21. Webmaster.2008. Available From:
http://en.wikipedia.org/wiki/Incidence_(epidemiology) [diakses pada tanggal 10 Juni
2008].
22. Kasper Dennis, Harrison Tinsley Randolph. 2005. Harrison Principle’s of Internal
Medicine 16th. New Yor: Mc Graw Hills Publishing. 1880-1890
23. Kakar F, Weiss NS, and Strite SA. 1988. Non-Contraceptive Estrogen Use And The
Risk Of Gallstone Disease In Women. Dalam: American Journal of Public Health, Vol.
78, Issue 5 564-566. Available From: http://www.ajph.org/cgi/content/abstract/78/5/564
[diakses pada tanggal 10 Juni 2008]
24. Jing-Sen Shi, Jing-Yun Ma, Li-Hong Zhu, Bo-Rong Pan, Zuo-Ren Wang, and Lian-
Sheng Ma. 2001.Studies on gallstone in China. Dalam: World J Gastroenterol,
2001;7(5):593-596. Available From: http://www.wjgnet.com/1007-9327/7/593.asp
[diakses pada tanggal 10 Juni 2008].
25. Mittal B, Mittal R . 2002. Genetics of gallstone disease. Dalam JPG Online. Vol: 48.
Issue : 2:149-52. Avaliable from :http://www.jpgmonline.com/article.asp?issn=0022-
3859;year=2002;volume=48;issue=2;spage=149;epage=52;aulast=Mittal [diakses pada
tanggal 10 Juni 2008].
26. Guylaine Bouchard, Derek Johnson, Tonya Carver, Beverly Paigen, and Martin C.
Carey. 2002. Cholesterol gallstone formation in overweight mice establishes that
obesity per se is not linked directly to cholelithiasis risk. Dalam: Journal of Lipid
Research, Vol. 43, 1105-1113, July 2002.
27. Sujono Hadi. 1983. Nyeri Epigastrik Penyebab dan Pengelolaannya. Dalam: Cermin
Dunia Kedokteran No. 4, 1983: 29. Available From:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/03_NyeriEpigastrik.pdf/03_NyeriEpigastrik.html
[diakses pada tanggal 10 Juni 2008].
28. Michael F. Leitzmann,Edward L. Giovannucci,Eric B. Rimm, Meir J. Stampfer, Donna
Spiegelman, Alvin L. Wing, and Walter C. Willett. 1998. The Relation of Physical
Activity to Risk for Symptomatic Gallstone Disease in Men. Dalam:Annals Journal
Volume 128 Issue 6 | Pages 417-425.Avaliable from :
http://www.annals.org/cgi/content/abstract/128/6/417 [diakses pada tanggal 10 Juni
2008].

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari
sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda.
www.happywithavis.multiply.com

Anda mungkin juga menyukai