Jarang saya melihat dia pakai bedak, apalagi make-up. Seumur-umur, saya
baru melihat bunda pakai make-up pada saat saya sudah beranjak dewasa.
Itu pun pada saat saya diwisuda bersama ribuan wisudawan Universitas di
Ibukota, Nanggroe sekian tahun yang lampau. Dia bilang ingin tampil cantik
pada momen tersebut.
Setelah itu, kami sudah jarang bertemu. Saya memilih untuk menetap di
Jakarta. Dalam setahun, kadang cuma sekali saya pulang ke Kampung
Halaman yang membutuhkan waktu berhari-hari untuk tiba disana. Itu pun
pas libur Lebaran.
Meretas cinta itu tak pernah habis. Itulah ibu. Ketika berjanji untuk
memperkenalkan calon pendamping hidup saya, saya berkesempatan
bertemu dengan ibu lagi di Jakarta.
Beliau memberi sapu tangan kain lusuh kepada saya. Sampai di situ, saya
masih belum mengerti makna yang tersingkap dari pemberian tersebut.
Bunda bilang bahwa sapu tangan itulah yang dia gunakan untuk
mengompres saya saat mengalami kecelakaan motor yang membuat
kaki saya patah pada 31 Desember 1998.
Setelah saya harus berpisah dengan orang tua pada akhir Agustus
1999 untuk kuliah di Surabaya, ternyata sapu tangan tersebut masih
disimpan oleh bunda.