“Keperawanan” Laki-laki
2010
Hasil Survei Pada Hari Aids Sedunia
Dari adanya hasil survei itu, banyak orang berpendapat bahwa semakin
rendahnya martabat bangsa Indonesia juga disebabkan salah satunya oleh
rendahnya martabat perempuan. Oleh karena mereka tidak mampu menjaga
kesucian mereka yang sangat “diwanti-wanti” oleh orang tua khususnya ibu
mereka. Dari hal itulah dapat ditafsirkan bahwa terdapat tuntutan lebih terhadap
seorang perempuan semenjak ia lahir dibandingkan seorang pria.
Dalam tulisan ini akan diangkat suatu topik sex dan gender dengan
memfokuskan pada keperjakaan seorang laki-laki yang dalam hal tulisan diambil
judul keperawanan laki-laki. Keperjakaan laki-laki hampir tidak pernah
dipermasalahkan sementara disisi lain kaum perempuan terlihat terbebani dengan
kesucian mereka atau status keperawanan yang ia sandang. Bahkan hal ini
semakin menambah daftar panjang ketidaksetaraan gender yang mungkin belum
pernah kita sadari sebelumnya. Serta akan dibahas salah satu penyelesaian
masalah ketidaksetaraan gender ini dengan konsep interaksionisme simbolik,
digunakannya perspektif ini tidak terlepas dari pemaknaan mengenai maskulinitas
dan feminitas seseorang oleh masyarakat.
Dengan konsep seperti itu, akibatnya adalah konsep gender berbeda antara
satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Dari sisi sosiologinya sendiri
makna gender yakni sebuah perangkat yang masyarakat gunakan untuk
mengendalikan para anggotanya. Jelaslah bahwa gender memberi sekaligus
menutup peluang bagi setiap individu untuk mendapatkan kekuasaan,
kepemilikan, bahkan prestise.
Dari contoh kasus seperti itu, jelaslah bahwa faktor budaya dan
pemaknaan mengenai maskulinitas dan feminitas sangat berpengaruh besar dalam
ketidaksetaraan gender. Akibatnya hal ini semakin membatasi akses serta
pergerakan dalam diri perempuan itu sendiri, karena yang tampak adalah
diskriminasi keberadaan kaum perempuan. Disisi lain walaupun muncul kaum-
kaum feminisme, tapi tetap mereka harus hidup dibawah panji laki-laki dan
seolah-olah mereka menerima begitu saja pandangan dan pemaknaan feminitas
dari masyarakat tempat ia tumbuh dan berkembang. Sehingga adanya kaum
feminisme itu sendiri bisa disebut hanya sebuah “sampul” bagi kehidupan mereka
dengan “isi” masih sama seperti hakikat kehidupan mereka sebagai seorang
perempuan dalam masyarakat itu.
Mead menjelaskan bahwa pikiran ada oleh karena suatu proses sosial.
Sementara itu, proses pemaknaan mengenai sesuatu atau simbol pada dasarnya
bukan merupakan hasil dari akal budi itu melainkan dengan adanya situasi sosial.
Sama halnya dengan pemaknaan mengenai feminitas dan maskulinitas dalam
masyarakat kita pada umumnya, dimana seharusnya setiap individu sepatutnya
bertingkah laku feminin dan maskulin dengan akal budinya untuk memposisikan
dirinya di dalam sebuah masyarakat atau diri orang lain sehingga perbuatan yang
mereka lakukan itu memiliki arti serta mereka atau orang lain bisa menafsirkan
pikiran-pikirannya dan tingkah lakunya dengan tepat.
2. Self (Diri)
Mead juga menjelaskan bahwa Self ini sifatnya dinamis melalui proses
sosialisasi, lebih jelasnya bahwa Self ini berkembang dalam 3 tahap yakni:
• Tahap bermain
• Tahap Pertandingan
Konsep lain yang juga cukup penting yakni mengenai “I” dan “Me” yaitu
antara diri sebagai subyek dan diri sebagai obyek. Dalam kasus ketidaksetaraan
yang sedang kita singgung ini antara laki-laki dan perrempuan pada dasarnya
merupakan bentuk obyek dari suatu norma, ekspektasi, generalized other dari
orang lain ataupun masyarakat. Hanya saja di sini perempuan lebih banyak peran
ketika menjadi obyek dari sistem eksternalnya itu, maksudnya perempuan lebih
dikenai tanggung jawab yang lebih besar untuk mengontrol dirinya sehingga
selaras dengan sistem eksternalnya itu.
Sementara jika dilihat dari relasi antara laki-laki dan perempuan dalam hal
ini “I” adalah seorang laki-laki dan “Me” adalah seorang perempuan. Didukung
dengan pola pikir sistem eksternalnya yakni norma, harapan, generalized other
dari masyarakat itu laki-laki memiliki kuasa untuk mengambil inisiatif, sementara
perempuan seringkal hanya menjadi obyek dari inisiatif tersebut.
3. Society (Masyarakat)
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/05/26/110775/Patriarki-
antara-Timur-dan-Barat diakses tanggal 17 Desember 2010