Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DALAM PENDIDIKAN
MAKALAH
Disusun oleh :
Ade Zaenul M
NIM : 080027
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2008
IMPLIKASI FILSAFAT PERENNIALSIME
DALAM PENDIDIKAN
A. Pengantar
Kedudukan filsafat dalam pendidikan adalah suatu hal yang sangat asasi
sekaligus strategis. Asasi, karena filsafat merupakan suatu dasar atau landasan
dalam pembentukan ide atau asumsi-asumsi dasar dalam menentukan, persepsi
dasar, prinsip dan tujuan asasi pendidikan. Stategis, karena dengan filsafat
tersebut akan sangat ditentukan terhadap arah, warna sekaligus corak dari
pendidikan yang akan dilaksanakan. Tanpa asas atau landasan filsafat, pendidikan
akan rapuh, goyah dan tidak jelas arah dan tujuannya.
Selain yang bersifat prinsif filsafat pendidikan pun akan mempengaruhi
kepada hal-hal yang sifatnya praktis atau teknis, seperti yang berhubungan
dengan implementasi kurikulum, penentuan materi, kegiatan pembelajaran dan
lain-lain. Semua itu sangat tergantung kepada jenis atau esensi filsafat yang
mendasarinya.
Ada banyak corak dan ragam filsafat yang dapat mendasari pendidikan
dengan berbagai ide, gagasan dan kritiknya. Salah satu filsafat tersebut di
antaranya adalah filsafat perenial atau perenialisme. Filsafat ini, walaupun secara
umum pada awalnya tidak berkaitan dengan kontesk pendidikan secara khusus,
namun kemudian pada tahap perkembangan selanjutnya, perenialisme banyak
dan senantiasa dihubungkan dengan pendidikan baik secara umum, maupun
secara khusus.
Makalah ini, secara umum akan membahas tentang implikasi perenialsme
terhadap pendidikan. Dalam penyajian awal penulis mengemukakan pengertian,
konsep dasar dan pandangan umum perenialsme, dan selanjutnya adalah
pendangan tentang pendidikan yang menyoroti tentang tujuan dan prinsip
pendidikan, kurikulum dan konsep belajar.
Sayyed Husen Nasr, mengartikan filsafat perenial sebagai tradisi filsafat yang
primordial, dan Owen C. Thomas memandang filsafat perenial sebagai sinonim
3. Thomas Aquinas
Tomas Aquinas mencoba mempertemukan suatu pertentangan yang
muncul pada waktu itu, yaitu antara ajaran Kristen dengan ajaran filsafat
Aristoteles. Menurutnya di antara keduanya sebenarnya tidak terdapat perbedaan,
keduanya bisa berjalan secara beriringan dalam lapangannya masing-masing.
Pandangannya tentang realitas, ia mengamukakan bahwa segala sesuatu
yang ada, adanya itu karena diciptakan oleh Tuhan, dan tergantung kepada-Nya.
Ia memeprtahankan bahwa Tuhan bebas menciptakan dunia. Ia tidak setuju
tentang teori emanasi dalam penciptaan alam sebagaimana dikemuakan oleh
Neopaltonisme. Tomas Aquinas menekankan dua hal dalam pemikiran tentang
realitas, yaitu : a) dunia tidak diadakan semacam bahan dasar, dan b) penciptaan
tidak terbatas pada satu saja. (Bertens, 1979)
Dalam masalah pengetahuan, Aquinas mengemukakan bahwa
pengetahuan itu diperoleh sebagai persentuhan antara dunia luar dan / oleh akal
budi, yang kemudian menjadi pengetahuan. Sumber pengetahuan selain
bersumber dari akal budi, juga berasal dari wahyu Tuhan. Di sinilah dia
menggabungkan pemikiran filsafat idealisme dan realisme dengan diktrin-doktrin
Gereja), sehingga filsafat Aqinas disebut filsafat tomisme.
Dalam konteks pendidikan, dia menyatakan bahwa pendidikan adalah
suatu usaha dalam menuntun kemampua-kemampuan yang masih tidur menjadi
aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu. Seorang guru
2. Pandangan Epistemologis
Perenealisme berpendapat bahwa segala sesuatu yang dapat diketahui dan
merupakan kenyataan adalah apa yang terlindung pada kepercayaan. Kebenaran
adalah sesuatu yang menunjukkan kesesuaian antara pikiran dengan benda-benda.
Benda-benda di sini adalah hal-hal yang keberadaannya bersendikan prinsip-
prinsip keabadian. Ini berarti bahwa perhatian mengenai kebenaran adalah
perhatian mengenai esensi dari sesuatu. Kepercayaan terhadap kebenaran itu akan
terlindung apabila segala sesuatu itu merupakan hal yang snagat penting karena ia
merupakan pengolahan akal pikran yang konsekuen.
Dalam pandangan perenialisme, filsafat yang tertinggi adalah ilmu
metafísika. Sebab sains sebagai ilmu pengetahuan menggunakan metode induktif
yang bersifat analisis empiris kebenarannya terbatas, relatif atau kebenarannya
probability. Tetai, filsafat dengan metode deduktif bersifat analogical analysis,
kebenaran yang dihasilkannya bersifat self evidence, universal, hakiki, dan
berjalan dengan hukum-hukum berpikir sendiri yang berpanggkal pada hukum
pertama, bahwa kesimpulannya bersifat mutlak asasi. (Muhammad Noor Syam,
1986: 315)
3. Pandangan Aksiologis
Perenialisme memandang masalah nilai berdasarkan azas-azas
supernatural, yakni menerima universal yang abadi. Dengan azas seperti itu, tidak
hanya ontologi dan epistemologi yang didasarkan atas prinsip teologi dan
supernatural, melainkan juga aksiologi. Khususnya dalam tingkah laku manusia,
maka manusia sebagai subyek telah memiliki potensi-potensi kebaikan sesuai
2. Kurikulum
Kurikulum menurut kaum perenialis harus menekankan pertumbuhan
intelektual siswa pada seni dan sians. Untuk menjadi “terpelajar secara kultural”,
para siswa harus berhadapan dengan bidang-bidang ini (seni dan sains) yang
merupakan karya terbaik dan paling signifikan yang diciptakan oleh manusia.
Berkenaan dengan bidang kurikulum, hanya satu pertanyaan yang bisa diajukan :
Apakah siswa memperoleh muatan yang merepresentasikan usaha-usaha yang
paling tinggi di bidang itu ? Jadi seorang guru Bahasa Inggris SMU dapat
mengharuskan para siswanya untuk membaca Moby Dick-nya Melville, atau
mempelajarai karya dramanya Shakespeare, bukannya sebuah novel terlaris saat
ini. Sama halnya juga dengan para siswa IPA akan mempelajari tentang tiga
hukum termodinamika bukannya membangun suatu model penerbangan ulang
alik anagkasa. (Uyoh Sadulloh, 2007 : 155)
Hal tersebut senada dengan apa yang diungkapkan oleh Jean
Marrapodi (2003) sebagai berikut :
E. Kesimpulan
Perenialisme merupakan filsafat yang sudah sangat tua usianya yang
menekankan pada nilai-nilai keabadian dan megarah pada tujuan kesempurnaan
hidup. Nilai-nilai filsafat perenial bersifat abadi dan universal dapat diterapkan
dalam berbagai konteks kehidupan, sosial, politik, budaya, dan juga pendidikan.
Dalam konteks pendidikan, filsafat perenial atau perenialisme sangat
diperlukan untuk menjaga dan sebagai konservasi terhadap nilai-nilai luhur
manusia dalam kehidupan. Dalam kondisi moral masyarakat secara umum yang
dekaden, dan penuh dengan kondisi chaos (secara moral), nilai-nilai filsafat
perenial bisa dijadikan sebagai salah satu alternatif bahan pertimbangan dalam
perumusan prinsip-prinsip dasar proses pendidikan. Dalam kehidupan ini
diperlukan suatu kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh, sebagai basis
nilai kehidupan manuisa. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan
kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia dari kondisi yang carut
marut secara moral dan budaya tersebut ke arah terbentuknya dan
terlestarikannya kebudayaan ideal.
Sebagai sebuah ide atau gagasan filsafat tentunya perenialisme tidaklah
sempurna dan tetap terdapat kekurangan, apa lagi dikaitkan dengan konteks
kehidupan yang sangat kompleks dan sangat luas ini. Namun, sebagai sebuah ide
dan gagasan, tentunya ikhtiar sekecil apapun dalam menuju kebaikan dan
kesejatian adalah suatu kemuliaan. Wallahu a’lam bi al-shawwab.