Anda di halaman 1dari 5

Bagi Anda yang sering berkutat di dunia website, JavaScript tentu sudah tidak asing lagi.

Mungkin Anda termasuk orang yang belum mengerti apa itu JavaScript. Berikut sejarah dan
penjelasan JavaScript.

Sejarah JavaScript
JavaScript pertama kali diperkenalkan oleh Netscape pada tahun 1995. Pada awalnya bahasa
yang sekarang disebut JavaScript ini dulunya dinamai “LiveScript”” yang berfungsi sebagai
bahasa sederhana untuk browser Netscape Navigator 2 yang sangat populer pada saat itu.
Kemudian sejalan dengan sedang giatnya kerjasama antara Netscape dan Sun (pengembang
bahasa pemrograman “Java”) pada masa itu, maka Netscape memberikan nama “JavaScript”
kepada bahasa tersebut pada tanggal 4 desember 1995.

Pada saat yang bersamaan Microsoft sendiri mencoba untuk mengadaptasikan teknologi ini yang
mereka sebut sebagai “Jscript” di browser milik mereka yaitu Internet Explorer 3. JavaScript
sendiri merupakan modifikasi dari bahasa pemrograman C++ dengan pola penulisan yang lebih
sederhana dari bahasa pemrograman C++.

Pengertian JavaScript
JavaScript adalah bahasa pemrograman berbasis prototipe yang berjalan disisi
klien. Jika kita berbicara dalam konteks web, sederhananya, kita dapat
memahami JavaScript sebagai bahasa pemrograman yang berjalan khusus
untuk di browser atau halaman web agar halaman web menjadi lebih hidup.
Kalau dilihat dari suku katanya terdiri dari dua suku kata, yaitu Java dan
Script. Java adalah Bahasa pemrograman berorientasi objek, sedangkan
Script adalah serangkaian instruksi program.

Secara fungsional, JavaScript digunakan untuk menyediakan akses script pada objek yang
dibenamkan ( embedded ). Contoh sederhana dari penggunaan JavaScript adalah membuka
halaman pop up, fungsi validasi pada form sebelum data dikirimkan ke server, merubah image
kursor ketika melewati objek tertentu, dan lain lain.

Yang Harus Diperhatikan Dalam Penulisan JavaScript


Yang harus diperhatikan dalam pengelolaan pemrograman JavaScript, diantaranya JavaScript
adalah “case sensitive”, yang artinya JavaScript membedakan huruf besar dan huruf kecil. Jika
Anda pernah belajar bahasa pemrograman seperti Turbo C atau C++, maka sama seperti bahasa
pemrograman tersebut, dimana huruf T tidak sama dengan huruf t.

Dalam bahasa pemrograman JavaScript juga, sebagai contoh fungsi perintah var tidak boleh
ditulis Var dan juga tidak boleh ditulis VAR (huruf besar semua), yang benar adalah var (huruf
kecil semua). Perintah lain adalah new Date tidak boleh ditulis new date (huruf kecil semua),
dsb.

Kelebihan JavaScript
JavaScript bekerja pada sisi browser. maksudnya begini : untuk menampilkan halaman web, user
menuliskan alamat web di address bar url. setelah itu, browser “mengambil” file html ( dengan
file jJvaScript yang melekat padanya jika memang ada ) ke server yang beralamat di URL yang
diketikan oleh user. Selesai file diambil, file ditampilkan pada browser. Nah, setelah file
JavaScript berada pada browser, barulah script JavaScript tersebut bekerja.

Efek dari Javascript yang bekerja pada sisi browser ini, Javascript dapat merespon perintah user
dengan cepat, dan membuat halaman web menjadi lebih responsif. JavaScript melakukan apa
yang tidak bisa dilakukan oleh HTML, PHP, dan CSS : menangani hal – hal yang membutuhkan
respons cepat terhadap aksi dari user.

Contoh : fungsi validasi pada form. ketika anda mengisi sebuah form yang divalidasi
menggunakan JavaScript, anda mengetikkan data lalu mengetik submit, sebelum data dikirimkan
ke server, data akan “dicek” terlebih dahulu pada browser menggunakan fungsi JavaScript yang
ada pada halaman web. sehingga, jika memang data yang anda isikan tidak valid, daripada
membuang – buang waktu dengan mengirimkan data ke server baru di validasi di server dan lalu
server mengirimkan respons balik mengenai ketidak validan input dataanda, lebih baik cek
validasi data form dilakukan secara lokal di browser menggunakan fungsi JavaScript.

Lebih Cepat dan Lebih Hemat


Implementasi terpopuler saat ini dari pemrograman JavaScript adalah teknik AJAX.
(Asynchronous JavaScript and XMLHTTP ). teknik ini sering digunakan oleh aplikasi berbasis
web seperti Gmail, Google Reader, dan lain lain. Teknik yang membuat pertukaran data antara
server dan browser terjadi di belakang layar sehingga interaksi antara user dan aplikasi web
semakin responsif. Post tersendiri untuk membahas hal ini akan kita siapkan.
Lhok Nga, Aceh Besar, NAD, punya cara untuk menceritakan sejarahnya sendiri. Di balik
keindahan hutan tropis yang kaya dengan kandungan mineral, lebih dari 5 tahun silam, kisah
tentang gerilyawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tersimpan rapi di dalamnya.

Perbukitan terjal di hulu sungai Krueng Raba, lebih tepatnya Pucok Krueng, menjadi saksi bisu
putra-putri Aceh yang “kecewa” mengangkat senjata. Di kawasan yang sama itulah, jejak bekas
konflik masih dapat dilihat hingga kini.

Hulu Sungai Krueng sekaligus bukit nan tinggi yang menjadi sumber mata airnya adalah buku
sejarah terlengkap bagi mereka prajurit Hasan Tiro yang mengangkat senjata di bawah
komandan GAM kawasan Aceh besar bernama Muharram.

“Masih ada bekas-bekas senjata kami dan tempat-tempat penyimpanan perbekalan di atas,” kata
salah satu mantan gerilyawan GAM, Merizal (26), yang kini telah bekerja sebagai pemandu
wisata.

Ia menunjuk sebuah bukit bebatuan tajam dengan ketinggian 700-1.000 m dpl yang di bawahnya
mulai mengalirkan air Krueng Raba.

Bukan mudah, untuk menuju kawasan itu, perlu waktu sekitar 20-25 menit berperahu mesin
menyusuri Sungai Krueng Raba yang bermuara di Laut Lhok Nga.

Lhok Nga sendiri setengah jam dari pusat kota Banda Aceh bila ditempuh dengan kendaraan
roda empat.

Namun, meski harus berpeluh menuju kawasan itu, Aceh selalu menawarkan bayaran yang
setara; kecantikan alam yang tiada duanya.

Lihat, air sungai berwarna hijau pastel memantulkan wajah pegunungan di atasnya. Air sungai
menjadi “ibu” yang menghidupi satwa air di dalamnya mulai dari ikan, kerang, hingga biawak
raksasa.

Markas GAM

“Dulu saya dua tahun hidup di sini hampir tidak pernah turun,” kata kawan sejawat Merizal,
Dede (33).

Pria asli Lhok Nga itu demikian cekatan menerobos hutan dan memanjat bebatuan tajam yang
tak pernah ramah.

Ia menceritakan persahabatannya dengan alam, mulai dari pertemanannya dengan beruang madu
hingga memberi makan harimau.

“Beruang madu akan setia pada kita kalau dia diberi minyak,” kata pria beranak dua itu.
Bukit di atas Krueng Raba bagi pria bernama asli Arde itu adalah rumah, ia sanggup hidup
berbulan-bulan hanya dari belas kasihan hutan itu.

“Kalau saya haus, saya minum air dari batang pohon lontar atau yang lain dan kalau kelelahan
saya makan belimbing. Pernah coba makan buah nipah? Rasanya manis sekali,” katanya.

Dede sesekali memperlihatkan kantong-kantong gua berbatu di sela-sela bukit sembari


menjelaskan peruntukkannya.

Ada sela-sela yang dipergunakan sebagai tempat penyimpanan jerigen air minum berkapasitas 15
liter. “Lebih atas nanti, ada dapur kami,” katanya.

Dede mengaku di tempat yang sama itulah terjadi kontak senjata dengan TNI ataupun polisi.

“Marjuni pernah tertembak,” kata Dede menunjuk kawan sejawatnya. Marjuni memperlihatkan
dua bekas luka tembak tanpa jahitan di lengannya, luka tanda perjuangan panjang yang ia sebut
tak akan pernah dilupakan.

Marjuni mengaku semakin tangguh saat berhasil selamat dari penembakan. Setelahnya ia
diangkat menjadi komandan regu yang membawahi 10 prajurit dan ia menyatakan akan loyal
luar biasa kepada Muharram sebagai kepanjangan tangan Hasan Tiro.

“Kami sangat hormat karena kami dilatih untuk itu. Kami biasa dilatih oleh orang Libya jadi
seluruh sandi-sandi kami berbahasa Libya,” kata Marjuni.

Memang tak ada gubug apalagi rumah permanen yang menunjukkan mereka pernah ada di sana.
Yang mereka sebut markas hanyalah sebuah cerukan goa di atas bukit berelevasi hampir tegak
lurus. Di sanalah mereka menyatu dengan alam.

Sementara di perbukitan level bawah, sedikit jejak TNI masih terlihat. Bekas ransum berbahan
kaleng mulai karatan akibat korosi.

Mencari Keadilan

Di sana ada Merizal, Dede, Marjuni, Juni, dan Ryan yang menjadi sepotong bagian perjuangan
GAM, namun apa yang sebenarnya mereka cari ketika itu?

“Ingin merdeka?Tidak juga, sebab kami hanya ingin diperlakukan adil,” kata Ryan yang
bergabung dengan GAM wilayah Bireun.

Lain cerita Dede, ia bergabung dengan GAM lantaran kecewa selalu gagal dalam penerimaan
anggota TNI.

“Saya sudah berkali-kali daftar tapi gagal terus, mereka menolak saya,” katanya.
Sementara Merizal yang sempat mengalami trauma berkepanjangan ketika suatu hari ayahnya
diseret dari rumah dan dipukuli pria-pria berbadan tegap dengan rambut cepak tepat di depan
matanya.

“Tidak ada pilihan lain bagi saya waktu itu, bayangkan bagaimana sakitnya,” katanya yang
mengaku mulai mencangklong senjata jenis AK saat umurnya baru menjelang 18 tahun.

Bertahun-tahun melanglang hutan, terlibat kontak senjata, kepanasan dan kehujanan, lapar dan
haus, pada akhirnya menemui titik tamatnya. “Tapi toh akhirnya kami menang dengan adanya
perdamaian,” kata Merizal.

Ia berkeras menegaskan, sekarang Aceh sudah sepenuhnya aman. Tak ada yang perlu ditakutkan
lagi dengan GAM, kata dia.

“GAM dengan TNI sudah begini,” kata dia sambil mentautkan kedua jari telunjuknya
menunjukkan keakraban. Ia bercerita tentang betapa banyak proyek-proyek yang telah
diselesaikannya dengan TNI mulai dari pembangunan rumah bantuan hingga infrastruktur jalan
pasca-tsunami.

Mantan-mantan pejuang GAM bahkan kini tak pernah keberatan bekas markasnya dijadikan
obyek wisata gerilya. Dan mereka sendirilah yang akan menawarkan diri sebagai pemandu
wisata.

Merizal mengaku memiliki tanggungan, adiknya masih bersekolah di bangku SMP, oleh karena
itu, ia harus bekerja. Di luar itu, ia memiliki banyak keinginan lain.

“Dulu saya berpikir kapan giliran saya mati, sekarang saya pusing mikir kapan saya punya kereta
(sepeda motor),” demikian salah satu mantan gerilyawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM),
Merizal, 26 tahun, di tengah Aceh yang damai.(*hs/an/z)

Anda mungkin juga menyukai