Anda di halaman 1dari 14

No responden :

Tanggal pengambilan data :

Petunjuk : pilih salah satu jawaban yang benar berikut ini dengan menggunakan tanda (X).

I. KARAKTERISTIK RESPONDEN

Umur : ……… Tahun

Pendidikan :

a. Pendidikan dasar
b. Pendidikan menengah
c. Pendidikan tinggi

Pekerjaan :

a. Bekerja
b. Tidak bekerja

Sumber informasi

a. Petugas kesehatan
b. Lingkungan/ keluarga
c. Media masa
II. SOAL PENGETAHUAN
1. Menurut ibu apa yang dimaksud dengan susu formula?

a. Susu yang berasal dari air susu ibu.


b. Air susu ibu yang sudah dip eras dan dimasukan kedalam botol susu.
c. Susu yang berasal dari susu sapi atau susu buatan yang diubah komposisinya.

2. Menurut ibu yang bukan termasuk bahan dari susu formula adalah…
a. Susu sapi
b. Susu kedelai
c. Susu ibu

3. Susu formula seharusnya diberikan pada anak yang berusia…


a. 0-12 bulan
b. 6 bulan ke atas
c. 0-6 bulan

4. Menurut ibu manakah yang termasuk dampak dari susu formula pada bayi 0-6 bulan…
a. Diare dan alergi.
b. Batuk berdahak dan mimisan
c. Menangis dan kedinginan

5. Zat apakah yang tidak terdapat pada susu formula…


a. Protein
b. Vitamin
c. Kolostrum / susu jolong

6. Bagaimanakah cara mensterilkan susu botol bayi…


a. Setelah dicuci bersih, rebus botol selama 10 menit dan dot 4 menit
b. Botol dikocok-kocok lalu bersihkan dalam air mengalir
c. Dicuci dengan sabun dan rendam dengan alcohol.

7. Bayi berumur 0-6 bulan yang diberi susu formula dapat menderita diare, karena….
a. System pernapasan belum berjalan dengan normal
b. System pencernaan belum berjalan dengan normal
c. System saraf bayi belum berjalan dengan normal

8. Bayi yang berusia 0-6 bulan yang di beri susu formula rentan terkena virus yang
mengakibat infeksi pada usus, hal ini dapat menyebabkan…
a. Mencret
b. Mimisan
c. Batuk

9. Kemanakah ibu membawa bayinya apa bila terjadi dampak dari susu formula…
a. Kepala desa
b. Bidan atau dokter
c. Dukun

10. Menurut ibu manakah dampak dari susu formula bagi keluarga….
a. Terjadinya pemborosan
b. Pengeluaran ibu lebih hemat
c. Ibu dapat menyisihkan uangnya

11. Yang bukan termasuk dampak dari susu formula adalah …


a. Mencret
b. Alergi
c. Keram
d. Kurang gizi

12. Menurut ibu air yang digunakan untuk membuat susu formula adalah….
a. Air dingin
b. Air hangat suam-asuam kuku
c. Air mendidih

13. Menurut ibu apakah yang dapat menyebabkan bayi diare….


a. Botol susu yang tidak di cuci bersih dan di sterilkan
b. Bayi yang diberikan asi ekslusif.
c. Botol susu yang di cuci bersih dan di strilkan

14. Menurut ibu apakah yang tidak termasuk susu formula…


a. Susu kedelai kotak
b. ASI yang di simpan dalam lemari es
c. Susu sapi bubuk kaleng

15. Yang tidak termasuk jenis susu formula adalah…


a. Formula lanjutan
b. Formula adaptasi
c. Formula sekarang
16. Berapa lamakah susu formula dapat digunakan setelah diseduh air hangat….
a. 6 jam
b. 2 jam
c. 1 jam

17.

18.

19.
RESIKO PEMBERIAN SUSU FORMULA UNTUK BAYI DAN ANAK-ANAK

1. Meningkatkan resiko asma


• sebuah penelitian di Arizona, Amerika Serikat yang menggunakan sampel 1.246 bayi sehat
menunjukkan hubungan yang kuat antara menyusui dan gangguan pernafasan pada bayi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa anak-anak di bawah umur 6 tahun yang tidak disusui sama sekali,
akan memiliki resiko gangguan pernafasan tiga kali lebih besar dibandingkan dengan anak-anak
yang disusui.
(Wright AL, Holberg CJ, Taussig LM, Martinez FD. Relationship of infant feeding to recurrent
wheezing at age 6 years. Arch Pediatr Adolesc Med 149:758-763, 1995)

• Penelitian pada 2.184 anak yang dilakukan oleh Hospital for Sick Children di Toronto, Kanada
menunjukkan bahwa resiko asma dan gangguan pernapasan mencapai angka 50% lebih tinggi
pada bayi yang diberi susu formula, dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI sampai
dengan usia 9 bulan atau lebih. (Dell S, To T. Breastfeeding and Asthma in Young Children.
Arch PediatrAdolesc Med 155: 1261-1265, 2001)

• Para peneliti di Australia Barat melakukan penelitian terhadap 2602 anak-anak untuk melihat
peningkatan resiko asma dan gangguan pernafasan pada 6 tahun pertama. Anak-anak yang tidak
mendapatkan ASI beresiko 40% lebih tinggi terkena asma dan gangguan pernafasan
dibandingkan dengan anak-anak yang mendapatkan ASI eksklusif sekurangnya 4 bulan. Para
peneliti ini merekomendasikan untuk memberikan ASI eksklusif sekurangnya 4 bulan untuk
mengurangi resiko terkena asma dan gangguan pernafasan. (Oddy WH, Peat JK, de Klerk NH.
Maternal asthma, infant feeding, and the risk for asthma in childhood. J. Allergy Clin Immunol.
110: 65-67, 2002)

• Para ahli melihat pada 29 penelitian terbaru untuk mengevaluasi dampak ‘melindungi’ terhadap
asma dan penyakit pernapasan atopik lainnya yang diberikan oleh ASI. Setelah menggunakan
kriteria penilaian yang ketat, terdapat 15 penelitian yang memenuhi persyaratan untuk dievaluasi,
dan ke-15 penelitian tersebut menunjukkan manfaat/efek melindungi yang diberikan oleh ASI
dari resiko asma. Para ahli menyimpulkan, tidak menyusui atau memberikan ASI pada bayi akan
meningkatkan resiko asma dan penyakit pernafasan atopik. (Oddy WH, Peat JK. Breastfeeding,
Asthma and Atopic Disease: An Epidemiological Review of Literature. J Hum Lact 19: 250-261,
2003)

2. Meningkatkan resiko alergi


• Anak-anak di Finlandia yang mendapatkan ASI lebih lama memiliki resiko lebih rendah untuk
terkena penyakit atopik, eksim, alergi makanan dan gangguan pernafasan karena alergi. Pada
usia 17 tahun, resiko gangguan pernafasan karena alergi pada mereka yang tidak mendapatkan
ASI (atau mendapat ASI dalam jangka waktu pendek) adalah 65%, sementara pada mereka yang
disusui lebih lama hanya 42%. (Saarinen UM, Kajosarri M. Breastfeeding as a prophylactic
against atopic disease: Prospective follow-up study until 17 years old. Lancet 346: 1065-1069,
1995)

• Bayi yang memiliki riwayat asma/gangguan pernafasan karena memiliki riwayat alergi dari
keluarganya, diteliti untuk penyakit dermatitis atopik dalam tahun pertama kehidupannya.
Menyusui eksklusif selama tiga bulan pertama diakui dapat melindungi bayi dari penyakit
dermatitis.
(Kerkhof M, Koopman LP, van Strien RT, et al. Risk factors for atopic dermatitis in infants at
high risk of allergy: The PIAMA study. Clin Exp Allergy 33: 1336-1341, 2003)

• Pengaruh dari konsumsi harian ibu akan vitamin C dan E pada komposisi anti-oksidan di ASI
sebagai zat yang melindungi bayi dari kemungkinan terkena penyakit atopik diteliti. Makanan
yang dikonsumsi oleh ibu yang menderita penyakit atopik dipantau selama 4 hari, kemudian
diambil sampel ASI dari ibu yang memiliki bayi dengan usia 1 bulan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa konsumsi vitamin C sehari-hari pada makanan ibu dapat meningkatkan
kadar vitamin C pada ASI. Semakin tinggi kadar vitamin C pada ASI dapat menurunkan risiko
terkena penyakit atopik pada bayi.
(Hoppu U, Rinne M, Salo-Vaeaenaenen P, Lampi A-M, Piironen V, Isolauri E. Vitamin C in
breast milk may reduce the risk of atopy in the infant. Eur J of Clin Nutr 59: 123-128, 2005)

3. Mengurangi/menghambat perkembangan kognitif


• Untuk menentukan dampak dari memberikan ASI eksklusif dengan perkembangan kognitif
pada bayi prematur atau bayi dengan berat lahir rendah, digunakanlah metode “Bayley scale of
infant development” ketika bayi berumur 13 bulan dan “Wechler Preschool and Primary Scales
of Intelligence” pada anak ketika berumur 5 tahun. Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut
adalah memberikan ASI secara eksklusif (tanpa tambahan vitamin/supplemen apapun) pada bayi
prematur atau bayi dengan berat lahir rendah terbukti memberikan keuntungan yang signifikan
pada perkembangan kognitif dan pertumbuhan fisik yang lebih baik. (Rao MR, Hediger ML,
Levine RJ, Naficy AB, Vik T. Effect of breastfeeding on cognitive development of infants born
small for gestational age. Arch Pediatr Adolesc 156: 651-655, 2002)

• Menyusui terbukti dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang, karena memiliki pengaruh
positif pada pendidikan dan perkembangan kognitif di masa kanak-kanak, tegas sebuah
penelitian di Inggris. Analisis regresi yang dilakukan pada sebuah penelitian menyatakan bahwa
menyusui secara signifikan berkorelasi positif dengan pendidikan dan kecerdasan. (Richards M,
Hardy R, Wadsworth ME. Long-tern effects of breast-feeding in a national cohort: educational
attainment and midlife cognition function. Publ Health Nutr 5: 631-635, 2002)

• 439 anak sekolah di Amerika Serikat yang lahir antara tahun 1991 – 1993 serta memiliki berat
badan lahir rendah (di bawah 1,500 gram) diberikan beberapa jenis tes kognitif. Hasilnya, anak-
anak yang memiliki berat badan lahir rendah dan tidak pernah disusui cenderung memiliki
nilai/hasil tes yang rendah pada tes IQ, kemampuan verbal, kemampuan visual dan motorik
dibandingkan mereka yang disusui/mendapatkan ASI. (Smith MM, Durkin M, Hinton VJ,
Bellinger D, Kuhn L. Influence of breastfeeding on cognitive outcomes at age 6-8 year follow-up
of very low-birth weight infants. Am J Epidemiol 158:1075-1082, 2003)

• Penelitian pada anak-anak yang lahir dari keluarga miskin di Filipina membuktikan bahwa
anak-anak yang mendapatkan ASI sampai umur 12-18 bulan memiliki nilai yang lebih tinggi
pada “nonverbal intelligence test”. Efek seperti ini akan lebih besar dampaknya pada bayi yang
lahir dengan berat badan lahir rendah (1.6 dan 9.8 poin lebih tinggi). Para peneliti
menyimpulkan, bahwa memberikan ASI/menyusui dalam jangka waktu yang lama sangatlah
penting, apalagi setelah mengenalkan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), terutama untuk bayi
berat badan lahir rendah. (Daniels M C, Adair L S. Breast-feeding influences cognitive
development of Filipino children. J Nutr. 135: 2589-2595, 2005)

4. Meningkatkan resiko infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)


• Anak-anak di Brazil yang tidak disusui/mendapatkan ASI beresiko 16,7 kali lebih tinggi
terkena pneumonia dibandingkan anak-anak yang semasa bayinya disusui secara eksklusif.
(Cesar JA, Victora CG, Barros FC, et al. Impact of breastfeeding on admission for pneumonia
during postneonatal period in Brazil: Nested casecontrolled study. BMJ 318: 1316-1320, 1999)

• Untuk menentukan faktor-faktor resiko dalam mendeteksi ISPA pada balita, sebuah rumah
sakit di India membandingkan 201 kasus dengan 311 kunjungan pemeriksaan. Menyusui adalah
salah satu dari sekian faktor yang dapat menurunkan tingkat risiko ISPA pada balita. (Broor S,
Pandey RM, Ghosh M, Maitreyi RS, Lodha R, Singhal T, Kabra SK. Risk factors for severe
acute lower respiratory tract infection in under-five children. Indian Pediatr 38: 1361-1369,
2001)

• Beberapa sumber yang digunakan untuk meneliti hubungan antara menyusui dan resiko ISPA
pada bayi yang lahir cukup bulan. Analisis dari data-data yang diteliti menunjukkan pada negara-
negara berkembang, bayi yang diberikan susu formula mengalami 3 kali lebih sering gangguan
pernafasan yang membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit, dibandingkan dengan bayi
yang diberikan ASI eksklusif selama 4 bulan atau lebih. (Bachrach VRG, Schwarz E, Bachrach
LR. Breastfeeding and the risk of hospitalization for respiratory disease in infancy. Arch Pediatr
Adolesc Med. 157: 237-243, 2003)

5. Meningkatkan resiko oklusi gigi pada anak


• Salah satu keuntungan menyusui adalah membuat gigi anak tumbuh rapih dan teratur.
Penelitian yang dilakukan pada 1.130 balita (usia 3-5 tahun) untuk mengetahui dampak dari tipe
pemberikan makanan dan aktivitas menghisap yang tidak tepat terhadap pertumbuhan gigi yang
kurang baik. Aktivitas menghisap yang kurang baik (menghisap botol) memberikan dampak
yang substansial pada kerusakan gigi/oklusi gigi pada anak. Terjadinya ”posterior cross-bite”
pada gigi anak lebih banyak ditemukan pada anak-anak yang menggunakan botol susu serta
anak-anak yang suka ‘mengempeng’. Persentase terkena cross-bite pada anak ASI yang menyusu
langsung 13% lebih kecil dibandingkan mereka yang menyusu dari botol. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa semakin awal bayi menyusu dari botol dua kali lebih besar besar terkena
risiko maloklusi/kerusakan pada gigi dibandingkan bayi yang menyusu langsung/tidak menyusu
dari botol.
(Viggiano D. et al. Breast feeding, bottle feeding, and non-nutritive sucking; effects on occlusion
in deciduous dentition. Arch Dis Child 89:1121-1123, 2004)

6. Meningkatkan resiko infeksi dari susu formula yang terkontaminasi


• Pada kasus tercemarnya susu formula dengan Enterobacter Sakazakii di Belgia, ditemukan 12
bayi yang menderita Necrotizing Enetrocolitis (NEC) dan 2 bayi yang meninggal setelah
mengkonsumsi susu formula yang tercemar bakteri tersebut.
(Van Acker J, de Smet F, Muyldermans G, Bougatef A. Naessens A, Lauwers S. Outbreak of
necrotizing enterocolitis associated with Enterobactersakazakii in powdered infant formulas. J
Clin Microbiol 39: 293-297, 2001)

• Sebuah kasus di Amerika Serikat menyebutkan bahwa seorang bayi berusia 20 hari meninggal
dunia karena menderita panas, tachyardia¸dan mengalami penurunan fungsi pembuluh darah
setelah diberikan susu formula yang tercemar bakteri E-Sakazakii di NICU.
(Weir E, Powdered infant formula and fatal infection with Enterobacter sakazakii. CMAJ 166,
2002)

7. Meningkatkan resiko kurang gizi/gizi buruk


• Pada tahun 2003 ditemukan bayi yang mengkonsumsi susu formula berbahan dasar kedelai di
Israel harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit akibat encephalopathy. Dua
diantaranya meninggal akibat cardiomyopathy. Analisis dari kasus ini menyebutkan bahwa
tingkat tiamin pada susu formula tidak dapat diidentifikasikan. Pada bayi yang mengkonsumsi
susu formula berbasis kedelai sering ditemukan gejala kekurangan tiamin, yang harus ditangani
oleh terapi tiamin.
(Fattal-Valevski A, Kesler A, Seal B, Nitzan-Kaluski D, Rotstein M, Mestermen R, Tolendano-
Alhadef H, Stolovitch C, Hoffman C. Globus O, Eshel G. Outbreak of Life-Threatening
Thiamine Deficiency in Infants in Israel Caused by a Defective Soy-Based Formula. Pediatrics
115: 223-238, 2005)

8. Meningkatkan resiko kanker pada anak


• Pusat Studi Kanker Anak di Inggris melakukan penelitian terhadap 3.500 kasus kanker anak
dan hubungannya dengan menyusui. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengurangan tingkat
resiko terkena leukemia dan kanker lain apabila seorang anak memperoleh ASI ketika bayi.
(UK Childhood Cancer Investigators. Breastfeeding and Childhood Cancer. Br J Cancer 85:
1685-1694, 2001)

• Studi pada 117 kasus acute lymphotic leukemia yang dilakukan di United Arab Emirates
menunjukkan bahwa menyusui secara eksklusif selama 6 bulan atau lebih akan meminimalkan
resiko terkena kanker leukemia dan lymphoma (getah bening) pada anak.
(Bener A, Denic S, Galadari S. Longer breast-feeding and protection against childhood
leukaemia and lymphomas. Eur J Cancer 37: 234-238, 2001)

• Tidak menyusui adalah salah satu penyebab terbesar kanker pada ibu. Suatu penelitian
mengemukakan tingkat kerusakan genetis yang signifikan pada bayi usia 9-12 bulan yang sama
sekali tidak disusui. Para peneliti menyimpulkan bahwa kerusakan genetis berperan penting
dalam pembentukan kanker pada anak atau setelah anak-anak tsb tumbuh dewasa.
(Dundaroz R, Aydin HA, Ulucan H, Baltac V, Denli M, Gokcay E. Preliminary study on DNA in
non-breastfed infants. Ped Internat 44: 127-130, 2002)

• Sebuah penelitian yang menggunakan bukti-bukti atas dampak menyusui pada risiko terkena
leukemia mempelajari 111 kasus yang 32 diantaranya mengemukakan hal tersebut. Dari 32 kasus
ini dipelajari 10 kasus utama dan ditemukan 4 kasus yang mengemukakan hubungan antara
menyusui dan leukemia. Kesimpulan yang diambil adalah: semakin lama menyusui/memberikan
ASI pada bayi, semakin kecil risiko terkena leukemia. Mereka mencatat, diperlukan dana sebesar
USD 1,4M tiap tahunnya untuk mengobati anak-anak yang terkena leukemia.
(Guise JM et al. Review of case-controlled studies related to breastfeeding and reduced risk of
childhood leukemia. Pediatrics 116: 724-731, 2005)

9. Meningkatkan resiko penyakit kronis


• Penyakit kronis dapat dipicu oleh respon auto-imun tubuh anak ketika mengkonsumsi makanan
yang mengandung protein gluten. Ivarsson dan tim-nya melakukan penelitian terhadap pola
menyusui 627 anak yang terkena penyakit kronis dan 1.254 anak sehat untuk melihat dampak
menyusui pada konsumsi makanan yang mengandung protein gluten serta resiko terkena
penyakit kronis. Secara mengejutkan ditemukan bukti bahwa 40% anak-anak bawah umur dua
tahun (baduta) yang disusui/mendapatkan ASI berisiko lebih kecil terhadap penyakit kronis,
walaupun mengkonsumsi makanan yang mengandung protein gluten. (Ivarsson, A. et al. Breast-
Feeding May Protect Against Celiac Disease Am J Clin Nutr 75:914-921, 2002)

• Rasa terbakar pada saat BAB dan penyakit Crohn adalah penyakit gastrointestinal kronis yang
sering terjadi pada bayi susu formula. Suatu meta-analisis pada 17 kasus yang mendukung
hipotesis bahwa menyusui mengurangi resiko penyakit Crohn dan ulcerative colitis. (Klement E,
Cohen RV, Boxman V, Joseph A, Reif s. Breastfeeding and risk of inflammatory bowel disease:
a systematic review with meta-analysis. Am J Clin Nutr 80: 1342-1352, 2004)

• Untuk memperjelas dampak dari pemberian MPASI yang terlalu dini (contoh: dampak dari
menyusui dibandingkan tidak menyusui; lama menyusui; dampak menyusui dan hubungannya
dengan pemberian makanan yang mengandung protein gluten) pada resiko penyakit kronis, para
peneliti melihat kembali literatur tentang menyusui dan penyakit kronis. Mereka menemukan
bahwa anak-anak yang menderita penyakit kronis hanya mendapatkan ASI/disusui dalam jangka
waktu pendek. Sementara anak-anak yang disusui lebih lama resiko terkena penyakit kronis ini
52% lebih rendah. Para peneliti mendefinisikan 2 mekanisme perlindungan yang diberikan ASI,
yaitu: (1) melanjutkan pemberian ASI/menyusui menghambat penyerapan gluten pada tubuh, (2)
ASI melindungi tubuh dari infeksi intestinal. Infeksi dapat menyebabkan penurunan daya tahan
tubuh bayi sehingga gluten dapat masuk ke dalam lamina propria. Penelitian yang lain
menyebutkan bahwa IgA dapat menurunkan respon antibody terhadap gluten yang dicerna.
(Akobeng A K et al. Effects of breast feeding on risk of coeliac disease: a systematic review and
meta-analysis of observational studies. Arch DisChild 91: 39-43, 2006)

10. Meningkatkan resiko diabetes


• Untuk memastikan hubungan antara konsumsi susu sapi (dan susu formula bayi berbahan dasar
susu sapi) dan respon antibodi bayi pada protein susu sapi, peneliti di Italia mengukur respon
antibodi pada 16 bayi ASI dan 12 bayi usia 4 bulan yang mengkonsumsi susu formula. Bayi susu
formula meningkatkan antibodi beta-casein yang bisa menyebabkan diabetes type 1,
dibandingkan dengan bayi ASI. Para peneliti tersebut menyimpulkan bahwa bayi yang
mendapatkan ASI eksklusif sekurangnya 4 bulan beresiko lebih rendah terhadap diabetes type 1,
karena ASI dapat mencegah pembentukan anti-bodi beta-casein.
(Monetini L, Cavallo MG, Stefanini L, Ferrazzoli F, Bizzarri C, Marietti G, Curro V, Cervoni M,
Pozzilli P, IMDIAB Group. Bovine beta-casein antibodies in breast-and bottle-fed infants: their
relevance in Type 1 diabetes. Hormone Metab Res 34: 455-459, 2002)

• Studi yang dilakukan pada 46 suku Indian Kanada yang menderita diabetes tipe II dicocokkan
dengan 92 jenis control penyakit diabetes. Kemudian dibandingkanlah resiko pre dan post-natal
dari suku Indian yang disusui dan yang tidak disusui. Menariknya, ditemukan suatu fakta baru
bahwa ASI dapat menurunkan resiko terkena penyakit diabetes tipe II.
(Young TK, Martens PJ, Taback SP, Sellers EA, Dean HJ, Cheang M, Flett B. Type 2 diabetes
mellitus in children: prenatal and early infancy risk factors among native Canadians. Arch
Pediatr Adolesc Med 156: 651-655, 2002)

• Penggunaan susu formula, makanan pengganti ASI dan susu sapi yang lebih dini pada bayi,
adalah factor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena diabetes tipe I ketika dewasa.
Sebayak 517 anak Swedia dan 286 anak Lithuania usia 15 tahun yang didiagnosa menderita
penyakit diabetes tipe I dibandingkan dengan pasien non-diabets. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa memberikan ASI secara eksklusif sekurangnya 5 bulan dan dilanjutkan sampai usia 7 atau
9 bulan (dengan MP-ASI) dapat mengurangi resiko terkena diabetes.
(Sadauskaite-Kuehne V, Ludvigsson J, Padaiga Z, Jasinskiene E, Samuel U. Longer
breastfeeding is an independent protective factor against development of type I diabetes mellitus
in childhood. Diabet Metab Res Rev 20: 150-157, 2004)

• Data yang didapatkan dari 868 anak penderita diabetes asal Cekoslovakia dan 1466 kunjungan
dar pasien yang terkena diabetes, mengkonfirmasi bahwa resiko terkena diabetes tipe I dapat
dikurangi dengan memperpanjang lama/periode menyusui. Menyusui bayi selama 12 bulan atau
lebih mengurangi risiko terkena diabetes tipe I secara signifikan.
(Malcove H et al. Absence of breast-feeding is associated with the risk of type 1 diabetes: a case-
control study in a population with rapidly increasing incidence. Eur J Pediatr 165: 114-119,
2005)

11. Meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular


• Untuk mempertegas hubungan antara gizi bagi bayi dengan resiko kesehatan setelah dewasa,
peneliti dari Inggris mengukur tekanan darah pada sampel 216 remaja usia 13 sampai 16 tahun
yang lahir prematur. Mereka yang mengkonsumsi susu formula pada awal kehidupannya
memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang mendapatkan ASI ketika
bayi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pada bayi yang lahir prematur maupun cukup
bulan, ASI dapat mengendalikan tekanan darah pada batas normal sampai mereka tumbuh
dewasa.
(Singhal A, Cole TJ, Lucas A. Early nutrition in preterm infants and later blood pressure: two
cohorts after randomized trials. The Lancet 357: 413-419, 2001)

• Sebuah penelitian di UK mengevaluasi tingkat kolesterol pada 1.500 anak dan remaja usia 13-
16 tahun dan menyimpulkan bahwa ASI mencegah penyakit kardiovaskular karena dapat
mengurangi kadar total kolesterol dan kadar LDL (low-density lipid cholesterol). Hasil penelitian
ini menyebutkan, bayi yang memperoleh ASI terbukti dapat mengendalikan metabolisme
pengolahan lemak di tubuh dengan baik, yang menyebabkan kadar kolesterol yang rendah dan
menghindarkan dari resiko penyakit kardiovaskular.
(Owen GC, Whipcup PH, Odoki JA, Cook DG. Infant feeding and blood cholesterol: a study in
adolescents and systematic review. Pediatrics 110:597-608, 2002)

• Sebuah studi di Inggris yang meneliti 4.763 anak-anak usia 7,5 tahun menyebutkan bahwa
anak-anak berusia 7 tahun dan tidak pernah mendapatkan ASI memiliki kecenderungan tekanan
systolic dan diastolic yang lebih tinggi dibandingkan anak-anak yang mendapatkan ASI semasa
bayinya. Ada pengurangan sebesar 0.2mmHg setiap 3 bulan apabila anak mendapatkan ASI
eksklusif. Para peneliti menyarankan pemberian ASI eksklusif sekurangnya 3 bulan, karena
terbukti dapat mengurangi 1% populasi orang-orang yang menderita penyakit tenakan darah
tinggi, dan mengurangi 1,5% tingkat kematian penduduk karena darah tinggi.
(Martin RM, Ness AR, Gunnelle D, Emmet P, Smith GD. Does breast-feeding in infancy lower
blood pressure in childhood? Circulation 109: 1259-1266, 2004)

12. Meningkatkan resiko obesitas


• Untuk menentukan dampak pemberian makanan bayi pada obesitas masa kanak-kanak, studi
besar di Skotlandia meneliti indeks massa tubuh dari 32.200 anak usia 39-42 bulan. Setelah
eliminasi faktor-faktor yang bias, status sosial ekonomi, berat lahir dan jenis kelamin, prevalensi
obesitas secara signifikan lebih tinggi pada anak-anak diberi susu formula, mengarah pada
kesimpulan bahwa pemberian susu formula terkait dengan peningkatan risiko obesitas.
(Armstrong, J. et al. Breastfeeding and lowering the risk of childhood obesity. Lancet 359:2003-
2004, 2002)

• Dalam rangka untuk menentukan faktor yang terkait dengan pengembangan kelebihan berat
badan dan obesitas, 6.650 anak-anak usia sekolah di Jerman yang berusia antara lima sampai 14
tahun diperiksa. Mengkonsumsi ASI ditemukan sebagai pelindung terhadap obesitas. Efek
perlindungan ini lebih besar pada bayi yang secara eksklusif disusui ASI.
(Frye C, Heinrich J. Trend and predictors of overweight and obesity in East German children. Int
J Obesitas 27: 963-969, 2003)

• Tindak lanjut aktif dari 855 pasang ibu dan bayi di Jerman digunakan untuk menentukan
hubungan antara tidak menyusui dan peningkatan risiko kelebihan berat badan dan obesitas.
Setelah dua tahun tindak lanjut, 8,4 persen dari anak-anak kelebihan berat badan dan 2,8 persen
sangat kelebihan berat badan: 8,9 persen tidak pernah disusui, sementara 62,3 persen disusui
selama paling sedikit enam bulan.
Anak-anak yang mendapatkan ASI eksklusif lebih dari tiga bulan dan kurang dari enam bulan
memiliki 20 persen pengurangan resiko, sementara mereka yang telah ASI eksklusif selama
paling sedikit enam bulan memiliki 60 persen pengurangan resiko untuk menjadi gemuk
dibandingkan kepada mereka yang diberi susu formula.
(Weyerman M et al. Duration of breastfeeding and risk of overweight in childhood: a prospective
birth cohort study from Germany. Int J Obes muka publikasi online 28 Februari 2006)

13. Meningkatkan resiko infeksi saluran pencernaan


• Tujuh ratus tujuh puluh enam bayi dari New Brunswick, Kanada, diteliti untuk mengetahui
hubungan antara pernapasan dan penyakit gastrointestinal dengan menyusui selama enam bulan
pertama kehidupan. Meskipun angka pemberian ASI ekslusif rendah, hasil menunjukkan efek
perlindungan yang signifikan terhadap total penyakit selama enam bulan pertama kehidupan.
Bagi mereka yang disusui ASI , insidensi infeksi gastrointestinal adalah 47 per persen lebih
rendah; tingkat penyakit pernapasan adalah 34 persen lebih rendah daripada mereka yang tidak
disusui.
(Beaudry M, Dufour R, S. Marcoux. Relationship between infant feeding and infections during
the first six months of life. J Pediatr 126: 191-197, 1995)

• Perbandingan antara bayi yang menerima ASI terutama selama 12 bulan pertama kehidupan
dan bayi yang secara eksklusif diberikan susu formula atau disusui ASI selama selama tiga bulan
atau kurang, menemukan bahwa penyakit diare dua kali lebih tinggi untuk bayi yang diberikan
susu formula dibandingkan mereka yang disusui ASI.
(Dewey KG, Heinig MJ, Nommsen-Rivers LA. Differences in morbidity between breast-fed and
formula-fed infants. J Pediatr 126: 696-702, 1995)

• Dukungan menyusui di Belarus secara signifikan mengurangi insiden infeksi gastrointestinal


sampai dengan 40 persen.
(Kramer MS, Chalmers B, Hodnett ED, et al. Promotion of Breastfeeding Intervention Trial
(PROBIT): a randomized trial in the Republic of Belarus. JAMA 285: 413-420, 2001)

14.Meningkatkan resiko kematian


• Dibandingkan dengan pemberian ASI eksklusif, anak-anak yang sebagian disusui ASI memiliki
4,2 kali peningkatan risiko kematian karena untuk penyakit diare. Tidak disusui dikaitkan dengan
14,2 kali peningkatan risiko kematian akibat penyakit diare pada anak-anak di Brazil.
(Victora CG, Smith PG, Patrick J, et al. Infant feeding and deaths due to diarrhea: a case-
controlled study. Amer J Epidemiol 129: 1032-1041, 1989)
• Bayi di Bangladesh yang disusui secara sebagian atau tidak disusui sama sekali, memiliki
resiko kematian 2,4 kali lebih besar akibat infeksi saluran pernafasan akut dibandingkan bayi
yang mendapatkan ASI eksklusif. Pada anak-anak yang mendapatkan campuran lebih banyak
ASI dibandingkan susu formula, resiko kematian karena pernapasan akut infeksi yang sama
dengan anak-anak ASI eksklusif.
(Arifeen S, Black RE, Atbeknab G, Baqui A, Caulfield L, Becker S, Exclusive breastfeeding
reduces acute respiratory infenction and diarrhea deaths among infants in Dhaka slums.
Pediatrics 108: e67, 2001)

• Para peneliti meneliti 1.204 bayi yang meninggal antara 28 hari dan satu tahun dari penyebab
selain dari anomali bawaan atau tumor ganas dan 7.740 anak-anak yang masih hidup di satu
tahun untuk menghitung angka kematian dan apakah bayi tersebut mendapatkan ASI serta efek
durasi-respons.
Anak-anak yang tidak pernah disusui memiliki 21 persen lebih besar resiko kematian dalam
periode pasca-neonatal daripada mereka yang disusui. Semakin lama disusui, semakin rendah
resikonya. Mendukung kegiatan menyusui memiliki potensi untuk mengurangi sekitar 720
kematian pasca-neonatal di Amerika Serikat setiap tahun. Di Kanada ini akan mengurangi sekitar
72 kematian.
(Chen A, Rogan WJ. Breastfeeding and the risk of postneonatal death in the United States.
Pediatrics 113: 435-439, 2004)

• Penelitian penting dari Ghana dirancang untuk mengevaluasi apakah waktu yang tepat untuk
inisiasi menyusui dan praktek menyusui berhubungan dengan resiko kematian bayi. Studi ini
melibatkan 10.947 bayi yang selamat melewati hari kedua dan yang ibunya dikunjungi selama
periode neonatal.
Menyusui dimulai pada hari pertama pada 71 persen bayi dan 98,7 persen dimulai pada hari
ketiga. Menyusui dilakukan secara eksklusif oleh 70 persen selama periode neonatal. Resiko
kematian neonatal empat kali lipat lebih tinggi pada bayi yang diberi susu berbasis cairan atau
makanan padat selain ASI. Terdapat tanda bahwa respon-dosis terhadap resiko peningkatan
kematian bayi dibandingkan dengan inisiasi menyusui yang tertunda dari satu jam pertama
sampai tujuh hari. Inisiasi setelah hari pertama terkait dengan 2,4 kali lipat peningkatan risiko
kematian. Penulis menyimpulkan bahwa 16 persen kematian bayi dapat dicegah jika semua bayi
disusui sejak hari pertama dan 22 persen dapat dicegah bila menyusui dimulai selama satu jam
pertama.
(Edmond KM, Zandoh C, Quigley MA, Amenga-Etego S, Owusu-Agyei S, Kirkwood BR.
Delayed breastfeeding initiation increases risk of neonatal mortality. Pediatrics 117: 380-386,
2006)

15.Meningkatkan resiko otitis media dan infeksi saluran telinga


• Jumlah otitis media akut meningkat secara signifikan dengan menurunnya durasi dan
eksklusivitas menyusui. Bayi Amerika yang diberikan ASI eksklusif selama empat bulan atau
lebih mengalami penurunan 50 persen dibandingkan dengan bayi yang tidak disusui. Penurunan
sebesar 40 persen kejadian dilaporkan berasal dari bayi ASI yang diberikan tambahan
(makanan/susu formula) lain sebelum usia empat bulan.
(Duncan B, Ey J, Holberg CJ, Wright AL, martines M, Taussig LM. Exclusive breastfeeding for
at least 4 months protects againsts otitis media. Pediatrics 91: 867-872, 1993)
• Antara usia enam dan 12 bulan insiden pertama otitis media lebih besar untuk bayi susu
formula daripada untuk bayi ASI eksklusif. Untuk bayi ASI eksklusif insidensi ini meningkat
dari 25 persen menjadi 51 persen dibandingkan kenaikan dari 54 persen menjadi 76 persen untuk
bayi ang hanya diberikan susu formula. Para penulis menyimpulkan bahwa menyusui bahkan
untuk jangka pendek (tiga bulan) akan secara signifikan mengurangi episode dari otitis media
selama masa kanak-kanak.
(Duffy LC, Faden H, Wasielewski R, Wolf J, Krystofik D. Exclusive breastfeeding protects
against bacterial colonization and day care exposure to otitis media. Pediatrics 100: E7, 1997)

16.Meningkatkan resiko efek samping kontaminasi lingkungan


• Sebuah studi Belanda menunjukkan bahwa pada usia enam tahun, perkembangan kognitif
dipengaruhi oleh paparan pra-lahir terhadap poliklorinasi bifenil (PCB) dan dioksin. Efek buruk
paparan pra-lahir pada hasil neurologis juga ditunjukkan dalam kelompok susu formula tetapi
tidak dalam kelompok yang diberikan ASI. Meskipun terjadi paparan PCB mealui ASI, studi ini
menemukan bahwa pada usia 18 bulan, 42 bulan, dan pada usia enam tahun suatu efek yang
menguntungkan dari menyusui ASI terlihat pada kualitas gerakan, dalam hal kelancaran, dan
dalam tes perkembangan kognitif.
Data memberikan bukti bahwa paparan PCB saat pra-lahir telah memberikan efek negatif secara
halus pada neurologis dan perkembangan kognitif anak sampai usia sekolah. Penelitian ini juga
memberikan bukti menyusui ASI melawan perkembangan merugikan dari efek PCB dan dioksin.
(Boersma ER, lanting CI. Environmental exposure to polychlorinated biphenyls (PCBs) and
dioxins. Consequences for longterm neurological and congnitive development of the child. Adv
Exp Med Biol 478:271-287, 2000)

• Penelitian yang lain dilakukan di Belanda untuk menentukan efek paparan pra- lahir terhadap
poliklorinasi bifenil (PCB), mempelajari bayi yang disusui ASI dan bayi yang diberikan susu
formula pada saat mereka berusia sembilan tahun.
Dengan mengukur latency pendengaran P300 (waktu reaksi terhadap rangsangan yang masuk,
yang diketahui dipengaruhi secara negatif oleh PCB) mereka menemukan bahwa mereka yang
diberi susu formula atau yang disusui ASI selama kurang dari enam sampai 16 minggu,
mengalami latency yag loebih besar dan mekanisme melambat di tengah sistem saraf yang
mengevaluasi dan memproses rangsangan. Di sisi lain, proses menyusui mempercepat
mekanisme ini.
(Vreugedenhill HJI, Van Zanten GA, Brocaar MP, Mulder PGH, Weisglas – Kuperus, N.
Prenatal exposure to polychlorinated biphenols and breastfeeding: opposing effects on auditory
P300 latencies in 9-year old Dutch children. Devlop Med & Anak Neurol 46: 398-405, 2004)

Anda mungkin juga menyukai