Anda di halaman 1dari 9

PENGASUHAN ALTERNATIF

MENURUT HUKUM INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASI


DI BERBAGAI NEGARA
oleh : hadi utomo

yusuf al farisi

tulisan ini merupakan intisari dari buku implementation handbook for the convention on the rights of the child (
Konvensi hak-hak anak/ KHA ), terutama pasal 20 mengenai children deprived of their family environment serta
pasal terkait lainnya.

KHA pasal 20 menekankan pada anak yang tercabut dari keluarganya baik secara
sementara maupun permanen, misalnya karena kematian, pengabaian atau pengungsian
atau disebabkan oleh keputusan negara dimana mereka harus berpindah untuk
kepentingan terbaik.

Anak-anak seperti di atas membutuhkan perlindungan khusus dan bantuan. Metode


pengasuhan untuk mereka akan tergantung pada tradisi setempat, misalnya hukum
islam tidak mengizinkan adopsi, tetapi mengembangkan sistem kafalah - yang
terpenting adalah harus ada jaminan bahwa hak-hak anak dijamin sesuai dengan
konvensi dan jaminan atas keberlangsungan pengasuhan dengan memperhatikan latar
belakang anak : etnik, agama, budaya dan bahasa (lihat KHA pasal 21,8 dan 30).

Pasal ini pada prinsipnya menekankan bahwa pekerja sosial, departemen sosial, dinas
sosial, pengasuh pada lembaga anak dan para orang tua yang mengadopsi anak
memahami secara menyeluruh permasalahan tentang anak yang tercabut dari
keluarganya, terutama yang berkaitan dengan pengasuhan dan perlindungan sesuai
dengan instrumen internasional; mereka semua membutuhkan pelatihan khusus.

“..... Children who are temporarily or permanently deprived of, or removed in


their best interests from, their family environment .....”

Harus dicatat bahwa ketentuan ini merujuk pada keluarga ( family ), bukan orang tua
( parents ), itu adalah perbedaan yang penting diperhatikan. Ketika kepentingan terbaik
bagi anak, anak harus dipisahkan dari orang tua, hal itu bukanlah keinginan anak, tetapi
keinginan orang tua (lihat KHA pasal 9). Bayi-bayi tidak memiliki kemampuan untuk
memilih para pengasuh mereka. Mereka tergantung pada keluarga mereka, masyarakat
dan negara yang membuat pilihan untuk mereka. Lebih lanjut anak-anak muda yang
dalam posisi “memilih” para orang tua mereka, mereka tidak dapat memaksakan
keinginan pada orang tua mereka.

Pada kasus perceraian (yang menyebabkan keterpisahan anak dengan salah satu atau
kedua orang tua) walaupun negara tidak memiliki tanggung jawab atas terjadinya
perceraian, Komite Hak-hak Anak PBB ( selanjutnya ditulis : Komite ) menyarankan agar
negara melakukan penelitian dan kampanye untuk meningkatkan kesadaran orang tua
tentang dampak negatif terjadinya perceraian serta menyediakan fasilitas konseling bagi
para orang tua, sebagai cara untuk mencegah terjadinya perceraian. Dalam hal itu,
negara harus mencarikan keluarga asuh dari kalangan keluarga itu sendiri (extended
family) seperti yang diamanatkan pada KHA pasal 5.

KHA mendefinisaikan keluarga dalam artian yang luas yang ada di dalam masyarakat
dunia (kinship and community). Preamble of convention (pembukaan konvensi)
mengartikan keluarga sebagai “..... kelompok fundamental dari sebuah masyarakat dan
lingkungan yang alami untuk tumbuh kembang dan memperoleh kesejahteraan bagi
semua anggotanya terutama anak-anak, dan harus memberikan perlindungan dan
bantuan penuh sebagai bagian dari tanggung jawab .....” lebih lanjut dinyatakan “.....
anak harus mendapatkan kesempatan berkembang secara harmonis atas kepribadian
dan harus tumbuh di dalam lingkungan keluarga dalam suasana kegembiran, cinta dan
pengertian.

KHA pasal 5 mengakui keluarga besar tidak hanya merujuk pada para orang tua dan wali
hukum yang memiliki tanggung jawab terhadap anak, tapi juga extended family dan
masyarakat yang diakui menurut hukum adat setempat.

Negara harus pertama-tama mencarikan keluarga pengganti bagi anak dari kalangan
keluarga kedua orang tua itu sendiri, sebelum mencarikan pengasuhan alternatif
lainnya, hal itu sesuai dengan KHA pasal 5.

1986 Declaration on Social and Legal Principles relating to the Protection and Welfare of
Children, with Special Reference to Foster Placement and Adoption Nationally and
Internationally, pasal 4 menyatakan
“..... anak memiliki hak pengasuhan dan hal itu harus dipertimbangkan oleh
negara yaitu ketika pengasuhan oleh orang tua anak tidak memungkinkan
atau tidak layak, maka harus dicarikan pengasuhan dari keluarga orang tua
anak/kerabat dan jika tidak memungkinkan maka dicarikan orang tua angkat
atau adopsi atau panti.....” Berikut adalah urutan pilihan pengasuhan:
1. Saudara dari keluarga orang tua termasuk anak tertua dari keluarga
tersebut
2. Keluarga angkat atau adopsi
3. Panti yang memenuhi syarat melakukan pengasuhan terhadap anak

Pendekatan tersebut sesuai dengan KHA pasal 20 yang menekankan bahwa panti
merupakan pilihan / langkah terakhir (last resort).

(Committee on the Rights of the Child, Report on the fortieth session, September 2005,
CRC/C/153, paras. 665, 667 and 668), menyatakan: ( Dalam kaitannya dengan Children
Without Parental Care )
“..... dalam konteks anak yang terpisah dari orang tua mereka, komite
menghendaki untuk menekankan pada prinsip individualisasi. Setiap anak
adalah unik dan pemisahan dari orang tua serta penempatan pada
pengasuhan diluar keluarga (out of home care) harus selalu dilihat kasus demi
kasus. Tidak ada solusi terbaik untuk semua situasi. Solusi Individualisasi
diartikan lebih kepada solusi yang menyesuaikan dengan situasi aktual anak
termasuk diri anak itu sendiri dan situasi sosial setempat. Hal itu memberi
kesempatan yang lebih baik untuk melakukan assessment terhadap anak
guna pengembangan jangka panjang serta menghormati prinsip kepentingan
terbaik bagi anak, misalnya apa yang secara aktual dibutuhkan oleh anak,
bagaimana menjaga hubungan kedekatan anak dengan keluarga
biologisnya .....”

Komite merekomendasikan kepada negara Uganda dalam kaitannya dengan isu


tersebut, negara harus lebih fokus:
1. terutama yang berkaitan dengan penciptaan program dukungan yang
efektif untuk anak-anak dalam keluarga yang rawan, seperti anak yang terkena
dampak dari keluarga yang terinfeksi HIV/AIDS, keluarga single-parent dan
keluarga yang menderita karena kemiskinan.
2. Dukungan yang efektif untuk extended family terutama pengasuhan anak
dari keluarga yang meninggal karena AIDS dan keluarga dengan orang tua
tunggal.
3. Promosi dan dukungan bagi keluarga dari pengasuhan alternatif bagi anak
yang tercabut dari orang tua.

Pada bagian lain, Komite mendorong Panama untuk “....mengembangkan dan


mengimplementasikan kebijakan yang komprehensif bagi keluarga untuk melindungi
hak-hak anak mereka termasuk didalamnya:
1. langkah-langkah untuk memperkuat kompetensi orang tua dan
menyediakan bantuan materi bagi para orang tua terutama keluarga miskin dan
perempuan sebagai kepala rumah tangga (female-headed household).
2. Langkah-langkah untuk membuat para ayah untuk lebih menyadari
tanggung jawab mereka sebagai orang tua dan menjamin penyediaan bantuan
finansial yang dibutuhkan untuk anak mereka.
3. Langkah-langkah yang diperlukan bagi anak yang tidak mungkin
mendapatkan pengasuhan dari orang tua mereka melalui lingkungan keluarga
alternatif, melalui kinship care maupun foster care.

Komite mengomentari KHA pasal 9 dengan menyatakan bahwa “..... kemiskinan tidak
dapat dijadiakan alasan mencabut anak dari lingkungan keluarga mereka.....”
selanjutnya komite menyatakan “.....secara sosial dan ekonomi keluarga-keluarga yang
tidak beruntung sangat jarang dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan yang
berdampak pada kehidupan mereka serta para pembuat kebijakan kurang memberikan
kesempatan pada orang-orang miskin untuk didengar pendapatnya. Hal tersebut
membawa dampak pada terlepasnya / terpisahnya anak dari orang tua mereka.

“.....Such children shall be “entitled” to special protection and assistance.....”

Kata “entitled” ( “berhak atas” ) menekankan pada kewajiban negara untuk menjamin
perlindungan khusus dan bantuan terhadap anak-anak yang tidak mendapatkan
pengasuhan dari orangtua mereka. Hal itu berkaitan dengan KHA pasal 3.2 yang
menegaskan bahwa “.....negara peserta menjamin anak seperti itu suatu perlindungan
dan pengasuhan yang diperlukan untuk kesejahteraan mereka.....”
Anak-anak yang telah dicabut dari lingkungan keluarganya, sering kali memiliki
kebutuhan
yang lebih besar dari pada apa yang telah ditentukan dalam ketentuan pengasuhan
alternatif. Kehilangan keluarga, bagi anak-anak, akan mengakibatkan
ketidakstabilan dan
gangguan terhadap pengembangan pisik, emosi dan intelektual anak ditempat
baru.
Anak-anak tersebut juga rawan terhadap kekerasan dan exploitasi.

Komite menyatakan : “.....sangat disayangkan bahwa anak-anak yang mendapatkan


kekerasan dari keluarganya juga diperlakukan salah oleh instansi pemerintah yang
menangani kasusnya, misalnya tidak adanya monitoring pihak yang berwenang terhadap
anak ditempat pengasuhan sehingga hak-hak anak sering dilanggar dan rawan untuk
dijadikan pekerja anak.....” hal itu seperti yang terjadi di Burundi.

Pada bagian lain, Komite prihatin dengan membengkaknya sejumlah anak di panti di
Denmark sebagai negara kaya, terutama yang berkaitan dengan :
1. Tidak adanya assessment sebagai langkah penting dalam menentukan
penempatan anak di tempat pengasuhan/panti
2. Membengkaknya jumlah anak di panti
3. Anak yang berumur 0 – 7 tahun mengalami perpindahan tempat pengasuhan
bahkan sampai lebih dari tiga kali
4. Anak-anak dari etnis minoritas banyak yang ditempatkan di panti
5. Rendahnya hubungan sosial/kontak antara anak dengan orang tua mereka

“.... shall in accordance with their national laws ensure alternative care... such
care could include, inter alia, foster placement, kafalah, adoption, or if
necessary, placement in suitable institutions for the care of children”

Berdasarkan pada The Guidelines for periodic reports ( revised 2005 ) meminta tiap
negara untuk menyediakan informasi atas tanggung jawabnya terutama yang berkenaan
dengan anak-anak yang terpisah dari orangtua, data-data sebagai berikut :
1. Jumlah anak tanpa orangtua di data menurut penyebabnya, misalnya : anak korban
konflik, kemiskinan, penelantaran yang diakibatkan oleh diskriminasi
2. Jumlah anak yang terpisah dari orangtua sebagai akibat dari konflik dengan
hukum/putusan pengadilan : dalam situasi penahanan, pemenjaraan dan yang di-
deportasi
3. Jumlah panti atau yang sejenisnya berdasarkan wilayah geografis termasuk jumlah
pengasuh
4. Jumlah dan prosentase anak yang terpisah dari orangtua yang hidup di panti atau
sejenisnya serta keluarga angkat termasuk jangka waktu berada di panti dan
tinjauan secara berkala/monitoring (periodic review )
5. Jumlah dan prosentase anak yang kembali ke keluarga setelah berada di panti atau
yang sejenisnya
6. Jumlah anak adopsi ( formal dan informal ) termasuk adopsi antar negara
Adopsi tidak diakui dalam hukum Islam, Islam hanya mengenal kafalah untuk
pengasuhan alternatif bagi anak.

Catatan :

Kafalah ( menaggung, menjamin ) ditandai dengan :


1. Orangtua angkat mengasuh anak karena niat ibadah, mencari ridho Sang
Pencipta
2. Orangtua angkat bertanggung jawab untuk mengasuh dan melindungi anak
3. Orangtua angkat bertanggung jawab menghubungkan tali silaturrahmi antara
anak angkat dengan orangtua asli atau keluarga sedarah
4. Orangtua angkat boleh memberi harta hibah tapi bukan harta waris. Berdasarkan
pada ajaran Islam, harta hibah yang diberikan kepada anak angkat tidak boleh
melebihi sepertiga dari harta yang dimiliki oleh orangtua angkat.

Komite memberikan rekomendasi kepada negara Marocco agar mengambil langkah-langkah


dalam mengimplementasikan UU baru tentang sistem kafalah dan menjamin bahwa :
1. Penempatan anak berdasarkan pada putusan pengadilan
2. Semua jaminan Sosial diberikan kepada anak-anak (kafalah) sebagaimana hal itu juga
diterima oleh anak-anak lainnya
3. Harus diciptakan suatu mekanisme komplain yang efektif bagi setiap anak (kafalah),
monitoring terhadap pelaksanaan standard pengasuhan kafalah dan tinjauan berkala
(periodec review ) terhadap keluarga pengasuh
4. Anak laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama dibawah UU kafalah

Terhadap Arab Saudi, Komite menghargai negara tersebut yang menerapkan sistem kafalah.
Namun demikian Komite prihatin bahwa dalam penerapannya tidak menjamin pemenuhan hak-hak
sesuai yang ditetapkan dalam konvensi. Oleh karena itu, Komite memberikan rekomendasi agar
Arab Saudi melanjutkan pengembangan legislasi dan implementasi serta langkah-langkah
lainnya : kebijakan dan prosedur untuk menjamin bahwa anak-anak, ketika membutuhkan
pengasuhan alternatif yang layak, selalu mendapatkan pengasuhan dengan lebih mengutamakan
pengasuhan pada lingkungan keluarga terdekat mereka atau extended family atau kafalah –
dengan tetap memperhatikan ketentuan yang tercantum dalam KHA pasal 20 dan 21.

Berkaitan dengan foster care, beberapa pasal dalam 1986 Declaration menyatakan :

1. Orang-orang yang bertanggung jawab untuk foster placement atau prosedur


adopsi harus mempunyai sikap profesional atau telah mengikuti pelatihan

2. Foster placement harus berdasarkan regulasi/hukum

3. Foster family care, though temporary in nature, may continue, if necessary, until
adulthood
but should not preclude either prior return to the child’s own parents or adoption
4. Untuk semua issue foster family care, the prospective foster parents, anak dan
orangtuanya harus dilibatkan secara layak. Instansi yang berwenang
( Depsos/Dinsos ) harus bertanggung jawab melakukan supervisi guna
menjamin kondisi kesejahteraan anak. Hal tersebut termasuk kemungkinan
terjadinya kekerasan dan pengabaian terhadap anak di lembaga pengasuhan.

Anak-anak yang diasuh di lembaga pengasuhan termasuk foster care sangat mungkin
menghadapi situasi rawan, seperti mendapatkan perlakuan kekerasan dan
pengabaian. Komite prihatin terhadap foster care yang tidak dikelola dengan baik,
tidak memenuhi standard pengasuhan serta tidak adanya sistem monitoring dan
rekrutmen yang baik.

Terhadap negara Mali, Komite memberi rekomendasi kepada negara tersebut agar
mengembangkan kebijakan yang jelas tentang foster care dan mengambil langkah-
langkah yang menjamin standardisasi rekrutmen, monitoring dan evaluasi.

Sedangkan terhadap negara Lesotho, Komite merekomendasikan negara tersebut agar


mengembangkan program tambahan guna memperkuat fasilitas alternative care melalui
bantuan khusus untuk para orangtua asuh.
Foster plecements juga sangat mungkin terjadi aspek child abuse yang tersembunyi –
atau anak-anak diperlakukan sebagai domestic workers hingga mendekati kondisi
slavery ( perbudakan ) seperti yang terjadi di negara Burkina Faso dan Haiti dimana
anak-anak dikirim ke keluarga kaya sebagai pembantu rumah tangga. Negara tidak
secara jelas bertanggung jawab terhadap kasus tersebut karena para orangtua yang
melakukan pengiriman anak-anak tersebut kepada keluarga kaya.

Komite mencatat aspek positif informal foster care untuk alasan pendidikan bagi anak-
anak dari pedesaan, tetapi Komite prihatin atas tidak adanya monitoring untuk
mencegah kemungkinan terjadinya perlakuan salah terhadap anak, sebagian dari anak-
anak tersebut diperlakukan sebagai domestic worker. Kepada negara Comoros, Komite
merekomendasikan agar negara tersebut mengambil langkah-langkah yang diperlukan
seperti melakukan supervisi terhadap foster family sehingga dapat mencegah
terjadinya kekerasan terhadap anak.

Oleh karena itu pelatihan bagi para pengasuh dan supervisi terhadap semua tempat
pengasuhan anak wajib diprogramkan dan menjamin bahwa anak-anak dalam
pengasuhan tidak diperlakukan dengan status lebih rendah daripada anak-anak lainnya
dalam keluarga yang bersangkutan, juga untuk menjamin agar anak-anak tidak di-
exploitasi sebagai domestic worker

KHA pasal 25, dalam kaitannya dengan penempatan anak oleh instansi yang berwenang
untuk tujuan pengasuhan, perlindungan atau perawatan fisik, mental dan kesehatan –
tetap harus dilakukan supervisi melalui langkah periodic review terhadap semua
perlakukan terhadap anak selama dalam pengasuhan. Dengan demikian, kewajiban
( obligation ) negara tidak berhenti ketika telah memutuskan anak ditempatkan pada
pengasuhan alternatif atau panti.
Terlalu banyak anak yang telah gagal untuk tumbuh kembang secara wajar dalam sistem
pengasuhan alternatif, menderita karena abuse ( perlakuan salah/kekerasan ), oleh
karena itu langkah monitoring terhadap kondisi setiap anak harus dilakukan secara
kontinyu, agar perlindungan terhadap anak tetap terjamin.

KHA pasal 3(3) mewajibkan kepada tiap negara untuk menjamin bahwa semua lembaga
pengasuhan, fasilitas dan pelayanan yang bertanggung jawab terhadap pengasuhan
anak harus sesuai dengan standard yang telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang
(Depsos), khususnya yang berkaitan dengan perlindungan, kesehatan serta sejumlah
staf/Pekerja Sosial yang memadai termasuk supervisi dari yang berwenang.
Supervisi ditujukan kepada semua lembaga pengasuhan baik yang dikelola oleh
pemerintah, swasta maupun “pengasuhan informal oleh keluarga”

Mengenai pengasuhan alternatif, dalam Concluding Observation terhadap negara


Lithuania, Komite memberikan rekomendasi ( berlaku juga kepada tiap negara di
seluruh dunia ), negara :
1. Menjamin pengasuhan anak dalam lembaga/panti hanya digunakan sebagai
langkah terakhir ( only as a measures of last resort ) ; dilakukan secara
profesional dan demi kepentingan terbaik bagi anak
2. Periodic reviews dilakukan secara sistematis sesuai dengan amanat KHA pasal 25
3. Melakukan reformasi sistem pengasuhan alternatif serta menjamin adanya
supervisor yang qualified dan sumber-sumber yang memadai untuk menjalankan
fungsi dan monitoring secara layak
4. Menjamin bahwa anak hidup dalam kelompok kecil dan diasuh secara individual,
hubungan antara anak dan orangtuanya tidak berakibat negatif selama
anak dalam pengasuhan alternatif, memprioritaskan penyatuan kembali ke
dalam lingkungan keluarga
5. Menyediakan pelayanan untuk anak yang beranjak dewasa sebelum
meninggalkan lembaga serta mendukung mereka untuk reintegrasi sosial
6. Memperkuat dan mendukung sistem foster care, mengembangkan kualitas
standard foster care dan secara signifikan mengurangi jangka waktu anak dalam
lembaga/panti
7. Menyediakan dukungan sosial dan ekonomi secara memadai untuk keluarga
beresiko termasuk melalui penciptaan dukungan jaringan dan menciptakan
lapangan kerja bagi keluarga tersebut
8. Mempertimbangkan penciptaan dana khusus untuk jaminan sosial bagi keluarga
yang menghadapi situasi krisis

Institutional care

Menempatkan anak dalam lembaga pengasuhan/panti adalah merupakan langkah


terkahir, langkah terbaik untuk menempatkan anak yang tercabut dari lingkungan
keluarganya adalah dicarikan pengasuh dari lingkungan kerabat anak itu sendiri (
alternative family ).

Terhadap negara Latvia, Komite meminta agar negara tersebut menjamin bahwa
penempatan anak pada lembaga pengasuhan/panti hanya digunakan sebagai langkah
terakhir dan hanya terjadi ketika semua langkah untuk menempatkan anak pada
lingkungan kerabatnya sendiri mengalami jalan buntu, serta selama anak dalam
lembaga pengasuhan dilakukan review berkala, sesegera mungkin mencari kemungkinan
reunifikasi keluarga.

Beradasarkan hasil riset, Komite menyatakan rendahnya kualitas pengasuhan melalui


lembaga/panti, berakibat negatif terhadap perkembangan psikis, kesehatan dan fisik
anak serta dalam jangka panjang berdampak negatif terhadap anak dalam melakukan
adaptasi terhadap lingkungan sosialnya. Khusus untuk anak-anak dibawah umur 5 tahun,
Komite menyarankan agar mengutamakan pengasuhan oleh kerabat keluarga tersebut (
family based ), perkembangan psikologis akan lebih terjamin, lebih positif.
Berkenaan dengan anak-anak dibawah umur 5 tahun, negara setiap negara didorong
untuk menginvestasikan dan mendukung pengasuhan alternatif yang dapat
menjamin keamanan, keberlangsungan pengasuhan dan afeksi dengan
menyertakan dasar-dasar pengembangan kepercayaan anak dan rasa hormat
terhadap anak, dan hal itu hanya bisa didapat terutama melalui pengasuhan
oleh anggota extended family ( berbasis keluarga )

Selanjutnya mengenai anak-anak tanpa pengasuhan orangtua, Komite menyatakan :


terdapat beberapa kelompok anak yang membutuhkan langkah-langkah dukungan
khusus, seperti anak cacat, anak-anak korban penyalahgunaan narkoba, anak
jalanan, pengungsi anak atau yang sedang mencari suaka politik, anak yang
terinfeksi HIV/AIDS. Anak-anak tersebut sering ditempatkan pada lembaga
pengasuhan/shelter disebabkan oleh status sosial dan kesehatan mereka tanpa
mengevaluasi kondisi anak-anak tersebut berdasarkan pada situasi nyata di lapangan.
Hampir tidak ada evaluasi case by case.
Komite menyarankan kepada setiap negara agar mengambil langkah-langkah ketat yang
dibutuhkan untuk menjamin lembaga pengasuhan/shelter tersebut memenuhi standard
pengasuhan dan memenuhi ketentuan UU Perlindungan Anak yang berlaku di negara
yang bersangkutan.
Tiap negara diingatkan bahwa batasan waktu anak berada di lembaga
pengasuhan/shelter harus diperhatikan, program yang terarah harus dikembangkan
untuk mendukung semua anak yang berada didalamnya, baik anak yang telah terinfeksi
HIV/AIDS maupun korban dibantu untuk re-integrasi sosial secara sukses.

Komite prihatin terhadap negara Nepal disebabkan “..... meningkatnya jumlah anak dan
keluarga beresiko mengalami disintegrasi dan terpisah sebagai akibat dari situasi konflik
bersenjata dan HIV/AIDS. Sebagian anak-anak tersebut masih mempunyai orangtua atau
salah satu orang tua atau kerabat terdekat, tetapi berada di lembaga pengasuhan/panti.
Komite prihatin bahwa lembaga pengasuhan tersebut tidak terdaftar dan tidak
memenuhi standar yang ditetapkan negara serta lemahnya monitoring.....” Komite
merekomendasikan, agar negara menjalankan langkah-langkah yang efektif untuk :
reunifikasi bagi anak-anak yang terpisah dari keluarganya, memperbaiki sistem foster
care termasuk pelatihan bagi staf/Pekerja Sosial, menjamin dilaksanakannya standar
pengasuhan anak sesuai dengan KHA, adanya monitoring, terdaftar dan periodic review
serta menjamin bahwa penempatan anak pada lembaga pengasuhan hanya digunakan
sebagai langkah terakhir ( last resort ) dan untuk waktu yang sesingkat mungkin.

Kekerasan dan Lembaga Pengasuhan


Mengenai hubungan antara kekerasan dan lembaga pengasuhan, Komite
merekomendasikan kepada tiap negara, agar mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut :

1. Lembaga pengasuhan yang lebih kecil merupakan tempat yang lebih baik untuk
pengasuhan anak

2. Lembaga pengasuhan yang lebih kecil dan menjalankan program dukungan untuk
anak dan keluarga mereka membutuhkan biaya yang lebih kecil dan lebih
memungkinkan terpenuhinya hak-hak anak dibandingkan dengan lembaga yang
lebih besar yang kadang-kadang tidak manusiawi

3. Sejumlah kecil staf/Pekerja Sosial yang terlatih lebih mampu menjalankan


program dibanding dengan sejumlah besar staf/Pekerja Sosial yang tidak terlatih

4. Semua upaya harus diciptakan untuk menjamin hubungan yang hangat antara
anak dengan keluarga mereka, dan dapat menghindarkan anak terisolasi dalam
lembaga pengasuhan, termasuk memastikan bahwa pendidikan, rekreasi dan
pelayanan kesehatan dilaksanakan diluar lembaga pengasuhan.

5. Setiap negara harus memperhatikan bahwa rekrutmen staf/Pekerja Sosial yang


telah dipilih dijamin mempunyai kemampuan untuk menghindarkan cara- cara
kekerasan dalam menegakkan disiplin anak asuh serta adanya program
pelatihan bagi staf/Pekerja Sosial secara berkala.

Di seluruh dunia terdapat sekitar 8 juta anak hidup dalam


lembaga pengasuhan. Berbagai sebab anak berada di lembaga
tersebut diantaranya : tidak memiliki orangtua, kecacatan,
terpisah dari keluarga, kekerasan dalam rumah tangga, kondisi
sosial ekonomi termasuk kemiskinan. Kekerasan yang dilakukan
oleh staf lembaga untuk tujuan “penegakkan disiplin” tidak dapat
dibenarkan. Kekerasan tersebut meliputi pemukulan dengan
tangan, kayu dan tali, membenturkan kepala anak ke tembok,
melarang anak mengganti pakaian, menjerat tangan anak ke
kursi, mengunci anak di dalam ruangan es, membiarkan anak tidur
dengan kotorannya sendiri.

Pada lembaga pengasuhan untuk anak penyandang cacat


sangat dimungkinkan terjadinya kekerasan. Dalam banyak kasus
terdapat anak-anak yang dijadikan sasaran penyembuhan dengan
menggunakan ECT ( electroconvulsive ) tanpa menggunakan
musclerelaxants atau anaesthesia. “Kejutan listrik” digunakan
sebagai “aversion treatment” guna mengontrol perilaku anak.
Obat-obatan digunakan guna mengontrol perilaku anak sehingga
anak-anak lebih “patuh” dan tidak mampu untuk
mempertahankan diri sendiri terhadap kekerasan. Pengabaian
juga merupakan ciri-ciri lembaga pengasuhan sebagai akibat dari
buruknya kondisi dan membiarkan anak dalam situasi beresiko.
Banyak lembaga pengasuhan anak penyandang cacat tidak
memiliki akses program pendidikan, rekreasi, rehabilitasi.

Bahkan tidak sedikit anak penyandang cacat yang dibiarkan


terlentang di tempat tidur tanpa kontak sosial yang berarti, hal itu
dapat menyebabkan penderitaan fisik, mental dan psikologis.
Anak-anak dalam lingkungan lembaga pengasuhan rawan
terhadap perlakuan kekerasan dari sesama anak, terutama ketika
kondisi dan staf/Pekerja Sosial lemah dalam melakukan
pendampingan. Staf/Pekerja Sosial kadang-kadang mendorong
atau membiarkan terjadinya sanksi kekerasan yang dilakukan oleh
sesama anak (Report of the independent expert for the United
Nations study on violence against children, General Assembly,
sixty-first session, August 2006, A/61/299, paras. 55 to 59)
Ketika anak ditempatkan di lembaga pengasuhan, negara wajib mengambil langkah-
langkah yang menjamin tersedianya staf/Pekerja Sosial yang terlatih sehingga
anak-anak memperoleh kualitas kehidupan yang baik dan menyenangkan serta
mendapat perlindungan dari segala bentuk kekerasan, hal itu sesuai dengan amanat
KHA,pasal 3(3).
Kepada negara Georgia, Komite merekomendasikan, agar negara tersebut
mengembangkan standard kode etik yang dapat menjamin anak-anak yang tercabut dari
lingkungan keluarganya menerima pengasuhan secara layak dan perlindungan.
Selanjutnya, Komite menyatakan agar negara melakukan upaya yang sungguh-sungguh
dalam menyelenggarakan pelatihan bagi staf/Pekerja Sosial tentang hak-hak
anak berdasarkan pada pemahaman Konvensi Hak-hak Anak dan instrumen
internasional terkait lainnya, menjamin terselenggaranya periodic review atas
kondisi anak, menyediakan mekanisme komplain/keluhan bagi anak yang dapat
diakses oleh anak dengan mudah.
Komite mendorong agar negara tersebut menjamin setiap lembaga pengasuhan
menghormati martabat anak dan menciptakan suasana ramah anak serta menjamin
tersedianya sumber-sumber alokasi anggaran yang memadai.

Semua lembaga baik yang diselenggarakan pemerintah, swasta maupun “pribadi” wajib
mentaati standard pengasuhan anak, dan negara wajib memastikan efektifitas
mekanisme supervisi termasuk yang berkaitan dengan kondisi kesejahteraan anak.
Terhadap negara Guyana, Komite menyambut baik ditegakkannya kunjungan berkala
kepada lembaga pengasuhan milik pemerintah, tetapi Komite prihatin atas lemahnya
pelaksanaan standard minimum di lembaga yang dikelola oleh swasta, termasuk
kurangnya supervisi. Komite merekomendasikan :
1. Memperkuat kunjungan ke semua lembaga dengan disertai sistem laporan yang
lengkap
2. Menyediakan bantuan keuangan untuk lembaga pengasuhan yang dikelola
swasta, kunjungan berkala dan supervisi

KHA pasal 12 menekankan pada : menghargai pendapat anak. Setiap lembaga


pengasuhan anak seharusnya menerapkan salah satu prinsip KHA tersebut. Menghargai
pendapat anak secara alamiah hendaknya ditumbuhkan di dalam keluarga, masing-
masing anggota keluarga terutama orangtua saling berbicara dan mendengarkan satu
sama lain, tetapi hal itu sangat sulit diterapkan ketika anak berada dalam lingkungan
lembaga pengasuhan. Dalam menjalankan tugas, staf/Pekerja Sosial harus menjamin
bahwa mereka selalu mendegarkan pendapat dan pandangan anak sesuai dengan
tingkat kematangan dan kemampuan anak yang selalu berkembang. Berdasarkan
pengamatan Komite terhadap negara Finlandia, Komite merekomendasikan agar
negara menghormati pendapat anak terutama ketika anak diputuskan untuk
ditempatkan di lembaga pengasuhan.

Terhadap negara Polandia, Komite merekomendasikan agar negara menegakkan


prosedur untuk menjamin anak yang ditempatkan di lembaga pengasuhan, anak diberi
kesempatan untuk mengungkapkan pandangannya, hal itu juga berlaku ketika anak
akan dipindahkan ke lembaga pengasuhan lainnya.

Terhadap negara Hongaria, Komite menyatakan bahwa anak-anak hendaknya diajak


diskusi atas persoalan yang berpengaruh terhadap kehidupan mereka, anak-anak
dibantu untuk memelihara hubungan dengan orangtua mereka termasuk rencana
reintegrasi dimasa mendatang, staf/Pekerja Sosial diberi kesempatan untuk mengikuti
pelatihan, perlu meningkatkan kualitas lembaga pengasuhan, program psikososial harus
dijalankan, serta program untuk menyiapkan anak-anak menghadapi masa dewasa.

Terhadap negara Armenia, Komite mendorong agar negara tersebut melaksanakan


rencana menyediakan sebuah tempat sementara/rumah bagi anak-anak berumur sekitar
sepuluh tahun, yang gagal/tidak kerasan berada di lembaga pengasuhan.

Sedangkan kepada negara Kazakhstan, Komite menyarankan agar negara tersebut


menyediakan program lanjutan bagi anak yang meninggalkan lembaga pengasuhan dan
mendukung reintegrasi sosial.

Setiap lembaga pengasuhan juga wajib memperhatikan dan mentaati ketentuan lainnya
dalam Konvensi Hak-hak Anak, diantaranya, pasal 2 : perlindungan terhadap anak
dari segala bentuk diskriminasi ( protection from discrimination ), pasal 13 : kebebasan
berekspresi ( freedom of expression ), pasal 16 : hak privacy ( right to privacy ), pasal
19 : perlindungan dari segala bentuk kekerasan fisik, mental, seksual dan
pengabaian/penelantaran ( protection from violence ).

Hal lain yang wajib dihindari dalam mengelola lembaga pengasuhan anak : memaksa
anak untuk menggunakan pakaian seragam, membocorkan rahasia privacy anak kepada
sekolah dan teman seasrama, menggunakan metode hukuman badan untuk
menegakkan disiplin anak, membatasi kebebasan anak, mengurangi hak makan anak
sebagai sanksi atas pelanggaran yang dilakukan anak, membatasi hak anak untuk
melakukan hubungan sosial dengan keluarganya.

Anda mungkin juga menyukai