SALOMO HUTAHEAN
DYAH RATNA BUDIANI
I. PENDAHULUAN
A.Bahan Penelitian
Sebagai hewan percobaan digunakan mencit betina umur 10 minggu dengan
berat badan 25-30 gram, galur swiss. Untuk medium kultur organ digunakan
Dulbecco's Modified' Eagle's Medium (DMEM) yang diperkaya dengan L-glutamin dan
glukosa (Sigma, no,cat, D-2902), antibiotika penisilin dan streptomycin (Sigma),
serta 5,5- diphenylhydantoin (sigma).
B. Cara Kerja
a. Percobaan in vivo.
Mencit bunting diperoleh dengan cara menempatkan 4 ekor mencit betina
percobaan di dalam satu kandang dengan satu ekor jantan fertil semalaman. Jika
pada keesokan paginya ditemukan sumbat vagina maka saat tersebut ditentukan
sebagai kebuntingan hari ke-0. Duabelas ekor mencit bunting yang diperoleh dengan
Kelompok pertama sebagai kelompok perlakuan diberi fenitoin dengan dosis 150
mg/kg berat badan selama 4 hari, yaitu sejak hari ke-10 hingga hari ke-13
kebuntingan. Selanjutnya pada akhir hari ke-15 kebuntingan seluruh hewan coba
dikurbankan, dibedah caesar dan diangkat fetusnya. Pada wilayah mulut fetus dibuat
irisan yang meneruskan bukaan mulut ke belakang sehingga langit-langit mulut
terbuka untuk diamati. Dengan cara ini jumlah fetus yang langit-langit mulutnya
menutup sempurna, dan yang langit-langit mulutnya bercelah dihitung.
b. Percobaan in vitro
Untuk percobaan in vitro dipelihara hewan bunting sebanyak 4 ekor. Pada
usia kebuntingan 14 hari sejumlah 24 struktur kraniofasial fetus diisolasi secara
aseptik, dibagi ke dalam 2 kelompok, dan masing-masing kelompok dan dibiakkan
selama 24 jam secara in vitro di dalam medium yang telah diberi atau 200 pg/ml
fenitoin. Pada akhir biakan, perkembangan eksplan diamati dan selanjutnya organ
difiksasi dan dibuat sediaan histologis melalui metode parafin.Rincian pekerjaan
kultur organ palatum adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Medium
Sebanyak 10 gram serbuk medium DMEM dituang perlahan-lahan ke dalam
erlenmeyer yang telah diberi 900 ml air milli-Q sambil diaduk dengan pengaduk
magnet. Putaran magnet dipasang pada kecepatan redah. Setelah larut di
tambahkan 3, 7 gram natrium bikarbonat lalu volume larutan dipenuhkan hingga
1000 ml, kemudian pH larutan diukur (7,4). Sterilisasi medium dilakukan secara
filtrasi dengan bantuan alat vakum. Filter untuk sterilisasi menggunakan filter
milipore steril ukuran pori 0,22 µm. Tetesan medium ditampung pada botol steril.
2. Persiapan eksplan
Mencit bunting (hari ke-14 kebuntingan) dibedah, lalu uterus diangkat ke
dalam larutan PES yang diletakkan di atas wadah berisi es. Selanjutnya uterus
dibuka dan embrio dipindah ke PES baru. Dengan menggunakan pisau steril struktur
kraniofasial diisolasi dengan cara membuat irisan meneruskan bukaan mulut hingga
ke belakang. Struktur inilah yang selanjutnya dibiakkan (eksplan) .
Tabel 1. Rataan jumlah fetus hidup, jumlahfetus mati, dan jumlah fetus diresorpsi
dari induk mencit yang diberi fenitoin.
Tabel 2. Jumlah dan frekuensi fetus terinduksi cacat cleft palate dari induk yang
diberi fenitoin.
Jumlah
Dosis Feniton
(mg/kg BB) Fetus Fetus cacat
Induk
diamati Cleaft palate
0 6 63 1 (0,01)
150 6 62 17 (27%)
Tabel 3. pengaruh feniton terhadap fusi palatum dari eksplan usia kebuntingan hari
ke14 yang dibiakkan in vitro selama 24 jam.
Dosis Jumlah
Feniton
(µ/ml) eksplan Eksplan Eksplan Platum
hidup mati Fusi(%)
0 12 8 4 8
200 12 7 5 7
VI. KESIMPULAN
1. Fenitoin menginduksi cleft palate mencit jika diberikan pada tingkat awal hingga
pertengahan perkembangan palatum, tetapi tidak pada tahap khirnya. Secara
spesifik hambatan terjadi sebelum transdiferensiasi sel MEE pada tahap fusi
berlangsung.
2. Efek induksi cleft palate oleh fenitoin diperkirakan melibatkan hambatan sintesis
senyawa matriks ekstra sel.
DAFTAR PUSTAKA
Drury, R.A.B., daD E.A. Wallington. 1976. Charleton's Histological Technique. Oxford
Uni v. Press. Edelman, G.M. 1983. 19:450-457.
Freshney, R.I. 1989. Animal cell culture: a practical approach. IRL Press. Oxford,
Washington DC.
Griffith, C.M., daD E.D. Hay. 1992. Epithelia Mesenchymal Transformation During
Palatal Fusion: Carboxy fluorescein Traces Cells at Light and Electron
Microscopic Levels. Development 116: 1087-1099. .
Kerrigan, J.J[et.al]. 2000. Palatogenesis and potential mechanism for clefting. J.R.
Coll. Surg. Edinb., 45: 351-358.
Martinez-Alvarez, C[et.al]. 2000. Medial edge epithelial cell fate during palatal fusion.
Dev Biol 220(2): 343-357.
Singh, M., dan G. L. Shah. 1989. Teratogenic effect of phenytoin on chick embryos.
Teratology 40: 453-450.
Taya, Y. S> O’Kane. [and] M.W.J. Ferguson 1999.Pathogenesis of cleft palate in TGF-
β3 knockout mice.Development 126:3869-3979.
Tsukada, S., dan W. Taniguchi. 2000. Clinical aspects of cleaft lip and cleft palate
patients treated at Kanazawa Medical University Hospital from 1974 to
1993. Cong. Anom.. 33: 345-355.
Wilsan, J.G. 1973. Envuronment and Birth Defects. Academic Press, New York.
Wyzinky,D.F dan T II Beaty. 1996. Review of the the role of Potensial Teratogens in
the Origin of Human Non-Syndromic Oral Clefts. Teratology 53: 309-
317.