Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh: Longgena Ginting2
Bencana meningkat di tengah iklim yang berubah
Iklim adalah merupakan fondasi dari ekosistem dunia kita. Iklim menentukan kehidupan di suatu
tempat, ke mana udara mengalir dan merupakan statistik dari cuaca. Dengan demikian iklim juga
menentukan halhal mendasar mengenai berapa besar curah hujan yang kita terima di suatu tempat,
seberapa luas wilayah penguapan, pola pergerakan arus lautan, perubahan suhu, dan sebagainya.
Dengan demikian, ketika ketika kita berbicara mengenai perubahan iklim, kita sebenarnya
membicarakan mengenai perubahan yang sangat mendasar pada sistem alami dunia, termasuk di
dalamnya keadaan dimana sistem alam tersebut bermanfaat bagi kita (misalnya dalam hal penyebaran
pangan dan hal sejenisnya) namun juga dalam caracara yang merugikan (misalnya dampak banjir,
kekeringan atau angin badai).
Kenyataannya adalah jika kita melihat jumlah bencana alam yang terjadi setiap tahunnya di seluruh
dunia, maka lebih dari 75 persennya terkait dengan iklim. Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi
Dunia (WMO) Michel Jarraud, bahkan menyatakan bahwa pada dekade terakhir ini, 90 persen bencana
yang terjadi di berbagai belahan dunia terkait dengan perubahan iklim. Tidak mengherankan bahwa
hal yang paling banyak disaksikan oleh masyarakat di seluruh dunia saat ini adalah dampak mengerikan
dari peristiwaperistiwa seperti angin badai yang merusak, banjir dan kekeringan yang dihubungkan
dengan perubahan iklim.
Apakah pernah anda amati bahwa kita sedang mengalami masamasa kemarau yang semakin panjang,
namun curah hujan yang justru meningkat? Bahkan di beberapa daerah, curah hujan yang ditumpahkan
dalam beberapa hari jumlahnya bisa mencapai yang biasanya tercurah dalam jangka waktu beberapa
bulan, dimana jumlah curah hujan itu akan dapat menghasilkan banjir besar, dan tidak menutup
kemungkinan menimbulkan banjir bandang.
Saya tidak mengatakan bahwa segala sesuatu dengan masalah curah hujan pasti disebabkan oleh
perubahan iklim. Tetapi meskipun begitu, kita akan melihat di masamasa mendatang akan semakin
banyak kejadian berupa hujan lebat yang mengakibatkan banjir dadakan, aliran kelebihan air di daratan,
dan halhal lainnya juga akan mulai menyusul, dan hal ini dapat menyebabkan kerusakan misalnya di
sektor pertanian, karena curah hujan yang sedemikian lebat dapat merusak tanaman atau meningkatkan
perkembangan hama akibat meningkatnya kelembaban.
Kita juga menyaksikan kekeringan memburuk di daerahdaerah dimana kekeringan sudah terjadi.
Kekeringan akan semakin lama dan tingkat kekeringan akan menjadi semakin besar di masa depan,
terutama di beberapa daerah tropis. Hal ini sudah menjadi masalah besar di sekitar Afrika Utara, di
sekitar Mediterania, di sepanjang sebagian dari daerah Karibia, sebagian dari Asia Selatan dimana
musim kering sudah menjadi masalah. Beberapa laporan menjelaskan bahwa kawasan gurun telah
1 Sebuah kontribusi makalah yang disampaikan pada acara Forum Fokus Diskusi Komisi Penanggulangan Bencana (KPB)
GBKP, diselenggarakan di Sukamakmur pada tanggal 27 Desember 2010
2 Konsultan Regional (Asia) UEM untuk program Keadilan Iklim
1
meluas dua kali lipat dalam seratus tahun terakhir ini, mengakibatkan orangorang harus meninggalkan
tanahtanah kediaman mereka untuk mengungsi. Hampir dipastikan bahwa jumlah orang yang
mengungsi akibat perubahan lingkungan atau iklim (climate refugees) kini bahkan telah lebih banyak
dari mereka yang mengungsi akibat konflik senjata (war refugees).
Meskipun kita di Indonesia tidak banyak mengalaminya di bandingkan dengan negaranegara lain di
dunia, diperkirakan bahwa beberapa bagian di dunia ini akan mengalami lebih banyak badai angin atau
topan di seluruh dunia. Kita menyaksikan persentase badai angin atau topan akan bertambah. Kita
telah melihat dampaknya yang sangat merusak di wilayah Amerika Tengah atau Filipina dimana angin
badai sering memporakporandakan kehidupan suatu kota atau perkampungan yang memakan banyak
korban jiwa dan kerugian ekonomi yang tidak sedikit.
Di negaranegara berkembang dan miskin masalah atau dampak akibat perubahan cuaca ekstrim seperti
di atas akan membuat mereka menjadi semakin menderita dan terjepit, karena kerentanan mereka yang
tinggi sementara kapasitas untuk merespon situasi tersebut sangat terbatas.
Perubahan iklim memperburuk bencana dan kerentanan
Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim yang menyebabkan
bencana seperti banjir, longsor, kemarau panjang, angin kencang, dan gelombang tinggi. Ancaman
terhadap bencana iklim di Indonesia ini bahkan dapat terjadi dalam intensitas yang lebih besar lagi dan
secara langsung dirasakan oleh masyarakat petani, nelayan, pesisir, perdesaan, dan perkotaan.
Dampak yang lebih luas tidak hanya merusak lingkungan akan tetapi juga membahayakan kesehatan
manusia, keamanan pangan, kegiatan pembangunan ekonomi, pengelolaan sumberdaya alam dan
infrastruktur fisik.
Menurut IPCC (Panel Anterpemerintah untuk Perubahan Iklim), pengaruh awal dari perubahan iklim di
Indonesia, meliputi:
− Impak buruk bagi daerah pantai, berupa banjir, intrusi air laut, dll;
− Hilangnya sumbersumber air bersih;
− Pada tahun 2080 daerah2 di Sumatra akan 1030% lebih basah dan Jawa dan Bali akan lebih kering
15%;
− Kondisi cuaca ekstrim seperti El Niño akan lebih meluas dan meningkatnya peluang kebaran hutan.
Sementara itu, di tingkat global, magnitut dampak perubahan iklim telah mencapai:
− 300,000 orang korban meninggal setiap tahunnya akibat perubahan iklim dan berdampak pada
hidup 325 juta orang Global Humanitarian Forum (The Anatomy of Silent Crisis, Geneva, 2009);
− Daerah yang terkena kekeringan telah meningkat dua kali lipat dari tahun 1970 dan 2000an;
(Greenpeace);
− Biaya ekonomi dari dampak pemanasan global ini akan menjadi dua kali lipat setiap tahunnya
(UN);
− Hingga sepertiga spesies di daratan akan menghadapi kepunahan pada pertengahan abad ini
(RSPB)
− 100 juta orang akan kebanjiran pada akhir abad ini (FoE)
2
Tindakantindakan proaktif penanganan bencana
Kita perlu mengambil tindakan untuk mencegah iklim masa depan menjadi lebih buruk, dan ini benar
benar memerlukan partisipasi dari seluruh masyarakat global di seluruh dunia. Kita perlu bekerja sama
antarnegara dengan mendorong negaranegara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan pada saat
yang sama mengajukan stategi untuk mengurangi dampak berbahaya serta bencana yang terjadi akibat
perubahan iklim.
Beberapa negara akan membangun bendungan, pertahanan, dan sebagainya. Tapi halhal itupun hanya
dapat bertahan pada permukaan tertentu. Anda tidak dapat terus membangun bendungan untuk
melawan banjir karena pada akhirnya Anda harus meninggalkan area tersebut dan bagi kebanyakan
negara bahkan mereka tidak mampu membangun bendungan.
Selain programprogram tanggap darurat dan pengelolaan bencana seperti yang telah sering dilakukan,
dalam konteks perubahan iklim, halhal berikut barangkali perlu direncanakan oleh organisasi
organisasi non pemerintah di Sumatera Utara:
1. Membuat penilaian atas dampak pemanasan global dan perubahan iklim secara spesifik
terhadap pertanian, masyarakat perkotaan, laut, ekosistem perairan seperti sungai dan danau
atau lahan basah, dll.;
2. Analisis atas dampakdampak perubahan iklim terhadap ketahanan pangan, kesehatan, dan
sosial ekonomi (hal ini bisa lebih spesifik lagi di tingkat kabupaten);
3. Hubungan isu perubahan iklim dan energi (termasuk isu kemiskinan energi di beberapa daerah);
4. Managemen sumberdaya alam berkelanjutan dalam era pemanasan global dan perubahan iklim,
termasuk di dalamnya upayaupaya adaptasi (resilience) bagi perubahan iklim;
Secara khususnya bagi organisasiorganisasi yang bergerak di bidang penanganan bencana, halhal di
bawah ini juga mungkin adalah relevan:
1. Melakukan evaluasi Peran hutan dalam stabilisasi iklim dan meninjau kebijakan kehutanan;
2. Pendidikan mengenai perubahan iklim dan manajemen kebencanaan di tengahtengah
perubahan iklim bagi masyarakat;
3. Pengembangan teknologi adaptasi dan mitigasi terhadap dampak pemanasan global dan
perubahan iklim, misalnya analisa perubahan pola dan jenis tanaman akibat perubahan iklim
yang terjadi;
4. Pemantapan teknologi aplikasi 'early warning system' dalam rangka antisipasi munculnya
bencana alam yang terkait dengan perubahan iklim;
Selain itu, lebih lanjut tantangan bagi organisasiorgansasi yang bergerak di bidang iklim atau
penanganan bencana, termasuk KPB GBKP, diantaranya:
1. Mengidentifikasi sektor2 yang sangat rentan terhadap ketidakpastian iklim akibat pemanasan
global (mis: pangan, energi, air);
2. Mengidentifikasi semua potensi sumberdaya dan prakarsa yang ada atau berperan penting
mengendalikan gas rumah kaca (solusi lokal bagi iklim);
3. Menyusun suatu rencana aksi pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan di masa
perubahan iklim;
4. Menyusun cetak biru managemen bencana dalam perubahan iklim;
3
Penanganan bencana sebaiknya tidak hanya dilakukan pada saat bencana terjadi, namun termasuk
secara proaktif terlibat dalam dialog dengan pemerintah dalam perumusan kebijakankebijakan yang
menyangkut kepentungan publik, termasuk di dalamnya melakukan advokasi kebijakan pemerintah
yang tidak mempertimbangkan kerentanan masyarakat terhadap bencana karena perubahan iklim.
Penting pula mengikuti proses dan kebijakan yang terkait dengan masalah perubahan iklim, khususnya
adalah dalam hal adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Kegiatan ini bisa dilakukan dengan
melakukan advokasi kebijakan untuk mengarusutamakan isu iklim (misalnya di sektor pertanian)
khususnya untuk orang miskin. Di era perubahan iklim ini, secara proaktif, dapat pula dilakukan
proyekproyek adaptasi yang konkrit di suatu komunitas lalu kemudian mengembangkan konsep
adaptasi (resilience) berbasis masyarakat sebagai alternatif bagi modelmodel adaptasi pemerintah yang
biasanya bersifat topdown.
Perspektif keadilan iklim
Sebagai penutup, perubahan iklim adalah masalah sangat kompleks dan merupakan sebuah symptom
dari akar masalah ekonomi dan politik dunia ini. Karena itu, dibutuhkan perspektif yang tepat untuk
memandang isu perubahan iklim dan tentu pula dalam menganalisa dan memikirkan solusinya.
Perspektif keadilan iklim melihat dampak perubahan iklim dengan prinsipprinsip keadilan dan hak
asasi manusia.
Para pelaku perubahan iklim (negaranegara industri kaya) secara historis harus bertindak fair dan
harus bertanggung jawab terhadap korban perubahan iklim, dan mengambil tindakan untuk solusi bagi
perubahan iklim. Cara pandang keadilan Iklim berprinsip bahwa akar masalah perubahan iklim harus
dipecahkan dan menegaskan hak semua orang berpartisipasi pada setiap tingkat pengambilan
keputusan di dalam kebijakan pembangunan yang terkait dengan energi dan iklim, sehingga
pemerintah, lembagalembaga internasional dan insitusi multilateral menjamin bahwa kesepakatan
internasional mengenai iklim adalah adil jujur dan seimbang
Penduduk di negaranegara industri kaya hanyalah seperempat dari jumlah total penduduk bumi ini
namun bertanggungjawab atas 60% dari emisi gasgas rumah kaca yang mengakibatkan perubahan
iklim. Namun dampak dari perubahan iklim ini akan menimpa secara tidak proporsional negara
negara berkembang dan penduduknya yang miskin.
Keadilan iklim adalah pendekatan radikal yang menuntut: Pertama, pengurangan konsumsi yang boros
pertama dan terutama di negaranegara kaya di Utara, tetapi juga oleh kalangan elit di Selatan. Kedua,
Menjamin transfer keuangan yang besar dari Utara ke Selatan bagi adaptasi (resilience) dan mitigasi
termasuk di dalamnya dalam penanggulangan bencana yang terjadi akibat perubahan iklim tersebut.
Ketiga, mengembangkan investasi pada desentralisasi energienergi lokal. Keempat, memprioritaskan
mitigasi dan adaptasi yang dapat memenuhi kebutuhan khusus (misalnya perempuan) atau kelompok
rentan (masyarakat miskin, minoritas) yang ditentukan oleh partisipasi mereka dalam prosesproses
tersebut. [Sekian]
Medan, 25 November 2010