Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan hidayah-Nyalah maka penulisan laporan ini dapat saya selesaikan tepat
pada waktunya.

Penulisan laporan ini adalah sebagai salah satu wujud pembelajaran saya
dalam memahami Reproductive System khususnya mengenai Postpartum
Hemorrhage.

Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada dr. Rita
Evalina, Sp.A. yang telah bersedia menyediakan waktu dan memberikan masukan –
masukan yang berharga selama tutorial sehingga saya dapat lebih memahami lagi
tentang blok ini.

Dan saya juga berharap makalah ini dapat dipahami bagi siapa saja yang
membaca dan bisa menjadi contoh dalam membuat makalah yang lain.

Akhir kata saya memohonkan kritik dan saran yang konstruktif sehingga dapat
meningkatkan pemahaman saya di masa yang akan datang. Selain itu saya meminta
maaf sebesar-besarnya bila ada kesalahan penulisan pada laporan ini.

Demikianlah laporan ini saya perbuat.

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................
.........1

Daftar Isi.................................................................................................. 2

Pendahuluan.............................................................................................3

Isi..............................................................................................................4

Pemicu......................................................................................................4

Pertanyaan................................................................................................5-6

Jawaban....................................................................................................6-18

Ulasan......................................................................................................18

Kesimpulan..............................................................................................18

Daftar Pustaka..........................................................................................18-19

2
PENDAHULUAN

Salah satu masalah penting dalam bidang obstetri dan ginekologi adalah
masalah perdarahan. Walaupun angka kematian maternal telah menurun secara
dramati dengan adanya pemeriksaan-pemeriksaan dan perawatan kehamilan dan
persalinan di rumah sakit dan adanya fasilitas transfusi darah, namun kematian ibu
akibat perdarahan masih tetap merupakan faktor utama dalam kematian maternal.

Perdarahan dalam bidang obstetri hampir selalu berakibat fatal bagi ibu maupun
janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan, atau jika komponennya
tidak dapat segera digunakan. Oleh karena itu, tersedianya sarana dan perawatan
sarana yang memungkinkan penggunaan darah dengan segera, merupakan kebutuhan
mutlak untuk pelayanan obstetri yang layak.

Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan, persalinan,
maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi dalam masa
kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut dan serius,
karena dapat membahayakan ibu dan janin. Setiap wanita hamil, dan nifas yang
mengalami perdarahan, harus segera dirawat dan ditentukan penyebabnya, untuk
selanjutnya dapat diberi pertolongan dengan tepat.

Diperkirakan ada 14 juta kasus pendarahan dalam kehamilan setiap tahunnya;


paling sedikit 128.000 perempuan mengalami pendarahan sampai meninggal.
Pendarahan pasca persalinan merupakan pendarahan yang paling banyak
menyebabkan kematian ibu. Lebih dari separuh jumlah seluruh kematian ibu terjadi
dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak
mengeluarkan darah. Walaupun seorang perempuan dapat bertahan hidup setelah
mengalami pendarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan
darah yang berat (anemia berat) dan mengalami mengalami masalah kesehatan yang

3
berkepanjangan. Oleh sebab itu, diperlukan tindakan yang tepat dan cepat dalam
mengatasi pendarahan pasca persalinan.

ISI

I. Nama atau tema blok: Reproductive System

II. Fasilitator/ Tutor: dr. Rita Evalina, Sp. A.

III. Data pelaksanaan:


A. Tanggal Tutorial: 01 September 2010 dan 04 September 2010
B. Pemicu ke-4
C. Pukul: 10.30 – 11.00 WIB
D. Ruangan: Ruang Tutorial 8

IV. Pemicu:
Ny. RP, usia 35 tahun. P4A0 datang bersama suami dengan keluhan perdarahan
pervaginam. Gumpalan darah positif. Ny. RP baru melahirkan spontan 2
minggu yang lalu. Dengan berat janin 2200 gram.

More Info I :
Pemeriksaan fisik:
Vital sign : sensorium = compos mentis lemah
TD = 90/70 mmHg
Nadi = 100x/i, tekanan/volume cukup
RR = 20x/i
Temperatur = afebris

3
Pemeriksaan darah rutin : Hb = 9 mg%, leukosit = 8.000/ mm , trombosit =
256.000

4
Pemeriksaan obstetri :
Pemeriksaan fundus uteri = tidak teraba
Inspekulo : vagina licin, serviks licin, darah mengalir dari ostium uteri
eksterna (OUE)

VT : Uterus antefleksi, ukuran 10 cm, kontraksi lemah


Adneksa dan parametrium = tidak ada kelainan

More Info II : (pada tutorial ke-2)


USG : Uterus antefleksi, ukuran 10x8 cm. Dijumpai bayangan hyper
dan hypoechoic dalam cavum uteri ukuran 3x2 cm.
Adnexa : tidak ada kelainan

Kesimpulan : Sisa konsepsi


Bagaimana kesimpulan saudara sekarang tentang Ny. RP ?

V. Tujuan pembelajaran:
A. Mengetahui anatomi plasenta
B. Mengetahui bagaimana cara penanganan kala III
C. Mengetahui bagaimana pemantauan kala IV
D. Mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi dari PPH (Postpartum Hemorrhage)
E. Memahami diagnosa, patofisiologi dari PPH
F. Mengetahui pemeriksaan fisik, obstetri, dan penunjang dari PPH
G. Mengetahui penatalaksanaan secara obstetri dan non obstetri dari PPH
H. Mengetahui indikasi merujuk pasien yang PPH

VI. Pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat:


A. Bagaimanakah anatomi plasenta?
B. Bagaimanakah penanganan kala III?
C. Apa sajakah hal yang perlu pada pemantauan kala IV dan aspek klinisnya?
D. Bagaimanakah definisi, etiologi, dan klasifikasi pada PPH?

5
E. Bagaimanakah diagnosa dan patofisiologi dari PPH?

F. Bagaimanakah pemeriksaan fisik, obstetri, dan penunjang pada PPH?


G. Apa sajakah penatalaksanaan secara obstetri dan non obstetri dari PPH?
H. Apakah indikasi merujuk pasien pada PPH?

VII. Jawaban atas pertanyaan:


1. Anatomi plasenta
a. Struktur plasenta
Vili akan berkembang seperti akar pohon dimana di bagian tengah akan
mengandung pembuluh darah janin. Bagian tengah janin adalah stroma
yang terdiri atas fibroblas. Beberapa sel besar (sel Hoffbauer) dan cabang
kapiler janin. Bagian luar vili ada 2 lapis, yaitu sinsiotrofoblas dan
sitrotrofoblas (pada akhir kehamilan menipis). Bagian sinsiotrofoblas yang
menebal dan melipat disebut simpul (synatial knots).
Janin dan plasenta dihubungkan oleh tali pusat yang berisi 2 arteri dan
1 vena. Vena berisi darah penuh oksigen, sedangkan arteri yang kembali
dari janin berisi darah kotor.
b. Ukuran plasenta
Sampai kehamilan 20 minggu plasenta menempati sekitar seperempat
luas permukaan miometrium, yang ketebalannya tidak lebih dari 2-3 cm.
Menjelang kehamilan aterm, plasenta menempati sekitar seperdelapan luas
permukaan miometrium, dan ketebalannya dapat mencapai 4-5 cm.
c. Letak (posisi) plasenta
Melalui pemeriksaan USG, plasenta bisa berkembang di bagian mana
saja pada permukaan endometrium, sesuai dengan letak implantasi
blastosis. Dengan bertambahnya usia kehamilan, sebagian besar vili akan
mengalami atrofi, uterus semakin membesar, dan segmen bawah uterus
akan terbentuk. Plasenta yang semula menutupi ostium uteri internum akan
bergeser ke atas sehingga letaknya menjadi normal.
d. Bentuk plasenta

6
Plasenta merupakan organ fetomaternal yang bentuknya menyerupai
cakram (diskoid). Dalam perkembangannya plasenta dapat mengalami
berbagai variasi kelainan bentuk.

2. Kala III
Penanganan kala III terdiri dari:
a. Penegangan Tali Pusat Terkendali
1. Berikan suntikan oksitosin 10 Internasional Unit Intra Muskular
2. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari
vulva
3. Meletakkan tangan kiri di atas simfisis menahan bagian bawah uterus,
sementara tangan kana memegang tali pusat menggunakan klem atau
kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva
4. Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan
sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah
dorsokranial.
Apabila uterus tidak segera kontraksi, minta ibu atau keluarga untuk
melakukan stimulasi puting susu.
b. Mengeluarkan plasenta

7
1. Jika dengan peregangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat
bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu
untuk mengedan sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat
sejajar lantai sesuai sumbu jalan lahir hingga plasenta tampak pada
vulva. Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir,
pindahkan kembali klem hingga berjarak lebih kurang 5-10 cm dari
vulva.
2. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta
dengan hati-hati. Bila perlu (apabila ada tahanan), pegang plasenta
dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah untuk membantu
pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban.
c. Masase uterus
Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase pada fundus uteri secara
sirkuler menggunakan bagian palmar (telapak) 4 jari tangan kiri hingga
kontraksi uterus baik (fundus teraba keras).
d. Pasca tindakan
1. Periksa kembali kontraksi uterus dan tanda adanya perdarahan
pervaginam, pastikan kontraksi uterus baik
2. Nilai kelengkapan plasenta dan selaput ketuban, setelah itu ditimbang
(lengkap dengan beratnya)
e. Mengikat tali pusat
1. Ikat tali pusat kurang lebih 1 cm dari umbilikus dengan simpul mati
2. Ikat balik tali pusat dengan simpul mati untuk kedua kalinya
3. Lepaskan klem pada tali pusat
4. Membungkus kembali bayi
5. Berikan bayi kepada ibu untuk disusui

Fisiologi lahirnya plasenta :


Setelah bayi lahir, uterus yang kosong berkontraksi sehingga ototnya padat dan
menebal. Hal ini menyebabkan fundus uteri menyusut dan plasenta menjadi tebal dan
menekuk. Terjadi tegangan plasenta. Lapisan desidua melemah dan terjadi hematom
antara plasenta dan desidua. Plasenta terdorong ke kavum uteri, yang menyebabkan
inversio plasenta, lalu ekstruksi plasenta.

8
3. Pemantauan kala IV
a. Proses involusi uterus :
Setelah plasenta keluar, sumber-sumber steroid pada rahim menurun,
yaitu estrogen dan progesteron. Jaringan endometrium berdisintegrasi dan
terlepas, sehingga keluar cairan yang disebut lochia. Endometrium akan kembali
ke keadaan sebelum hamil.
Pada ibu menyusui oksitosin yang keluar pascapartus yang periodik akibat
rangsangan isapan bayi meningkatkan kontraksi miometrium yang membantu
mempertahankan tonus otot uterus, sehingga involusi menjadi lebih cepat, yaitu
sekitar 4 minggu. Pada ibu yang tidak menyusui, memerlukan waktu sampai 6
minggu.
b. Aspek klinik masa nifas
1. Lochia
Lochia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Mengandung
darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Apabila
berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Dibedakan atas:
a. Lochia rubra/merah
Keluar pada hari pertama sampai hari ke 4 masa postpartum. Cairan
yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar, jaringan sisa-
sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi), dan
mekonium.
b. Lochia sanguinolenta
Berwarna merah kecoklatan dan berlendir, berlangsug dari hari ke 4
sampai hari ke 7 postpartum
c. Lochia serosa
Berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit, dan
robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke 7 sampai hari ke
14.
d. Lochia alba (putih)
Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir serviks,
dan serabut jaringan yang mati. Dapat berlangsung 2-6 minggu
postpartum. Apabila berlanjut dapat menandakan adanya endometritis,
terutama apabila disertai dengan nyeri pada abdomen dan demam.
e. Lochia purulenta

9
Cairan nanah berbau busuk karena adanya infeksi
f. Lochia statis
Pengeluaran lochia yang tidak lancar

2. Perubahan pada serviks


Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan
akan menutup secara perlahan dan bertahap. Setelah bayi lahir, tangan
dapat masuk ke dalam rongga rahim. Setelah 2 jam, hanya dapat dimasuki
2-3 jari. Pada minggu ke 6 postpartum, serviks sudah menutup kembali.

3. Vulva dan vagina


Dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ
ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina
kembali pada keadaan tidak hamildan rugae dalam vagina secara
berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi lebih
menonjol.

4. Perineum
Setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5,
perineum sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya.

5. Sistem pencernaan
Ibu akan mengalami konstipasi setelah persalinan. Karena pada
waktu persalinan, alat pencernaan mengalami tekanan yang menyebabkan
kolon kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan, kurangnya asupan
cairan dan makanan, kurangnya aktivitas tubuh.
Ibu juga mengalami anoreksia akibat penurunan sekresi kelenjar
pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi, serta penurunan
kebutuhan kalori yang menyebabkan kurangnya nafsu makan.

6. Sistem perkemihan
Ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama karena
terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih sesudah bagian

10
ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama
persalinan berlangsung. Urine dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam
12-36 jam postpartum. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam
6 minggu.
7. Sistem muskuloskeletal
Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada
waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali
sehingga tak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi
karena ligamentum rotundum menjadi kendur. Stabilisasi secara sempurna
terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan. Untuk memulihkan kembali
jaringan-jaringan penunjang alat genitalia, serta otot-otot dinding perut
dan dasar panggul, dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu.
Pada 2 hari postpartum, sudah dapat fisioterapi.

8. Sistem endokrin
a. Hormon plasenta
HCG menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam
hingga hari ke 7 postpartum dan sebagai onset pemenuhan mammae
pada hari ke 3 postpartum
b. Hormon hipofise
Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita yang tidak
menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH
akan meningkat pada fase konsentrasi folikuler (minggu ke 3) dan LH
tetap rendah hingga ovulasi terjadi
c. Hypotalamic – pituitary ovarium
Lamanya seorang wanita mendapat menstruasi juga dipengaruhi oleh
faktor menyusui. Seringkali menstruasi pertama ini bersifat anovulasi
karena rendahnya estrogen dan progesteron
d. Kadar estrogen
Setelah persalinan, terjadi penurunan kadar estrogen yang bermakna
sehingga aktivitas prolaktin yang juga sedang meningkat dapat
mempengaruhi kelenjar mammae dalam menghasilkan ASI.

11
9. Tanda vital
a. Suhu badan
Dalam 24 jam postpartum, suhu badan akan naik sedikit
∘ ∘
(37,5 −38 C) sebagai akibat kerja kera sewaktu melahirkan,
kehilangan cairan, dan kelelahan. Pada hari ke 3 suhu badan naik lagi
karena adanya pembentukan ASI.
b. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-80 kali permenit.
Denyut nadi sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat. Nadi yang
lebih besar dari 100 kali permenit adalah abnormal dan hal ini
menunjukkan kemungkinan adanya infeksi.
c. Tekanan darah
Kemungkinan tekanan darah akan lebih rendah setelah ibu melahirkan
karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada saat postpartum
dapat menandakan terjadinya preeklampsia postpartum.
d. Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal maka pernafasan juga akan
mengikutinya.

10. Sistem kardiovaskular


Pada persalinan, vagina kehilangan darah sekitar 200-500 ml,
sedangkan pada persalinan dengan seksio sesarea, pengeluaran dua kali
lipatnya. Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume
darah ibu relatif akan meningkat, keadaan ini akan menyebabkan beban
pada jantung dan akan menimbulkan decompensatio cordis pada pasien
dengan vitum cardio. Umunya, ini terjadi pada 3-5 hari postpartum.

11. Sistem hematologi

12
Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan
sedikit menurun, tetapi darah akan mengental sehingga meningkatkan
faktor pembekuan darah. Leukositosis yang meningkat dengan jumlah sel
darah putih dapat mencapai 15.000 selama proses persalinan akan tetap
tinggi dalam beberapa hari postpartum. Jumlah sel darah tersebut masih
dapat naik lagi sampai 25.000-30.000 jika wanita tersebut mengalami
persalinan yang lama. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada
kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin
pada hari ke 3 sampai hari ke 7 postpartum, yang akan kembali normal
dlam 4-5 minggu postpartum.

4. Postpartum Hemorrhage
a. Definisi
Postpartum Hemorrhage atau perdarahan pasca persalinan adalah
perdarahan yang masif yang berasal dari tempat implantasi plasenta,
robekan jalan lahir dan jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu
penyebab kematian ibu di samping perdarahan karena hamil ektopik dan
abortus, yang dimana perdarahannya lebih dari 500 ml setelah bayi lahir.
Meskipun demikian, kehilangan darah seringkali diperhitungkan
secara lebih rendah dengan perbedaan 30-50%. Kehilangan darah rata-rata
setelah persalinan pervaginam adalah 500 ml, dengan 5% ibu mengalami
kehilangan darah lebih dari 1000 ml. Kehilangan darah setelah bedah
sesar rata-rata 1000 ml.
Baru-baru ini, PPH telah didefinisikan sebagai 10% penurunan
hematokrit dari sejak masuk atau perdarahan yang memerlukan transfusi
darah.
b. Klasifikasi
1. PPH dini
 Didefinisikan sebagai PPH kurang dari 24 jam setelah kelahiran
 Penyebab PPH mencakup atonia uterus, potongan plasenta yang
tertinggal, laserasi saluran genitalia bawah, ruptur uterus, inversi
uterus, plasentasi abnormal, koagulopati
2. PPH lanjut atau tertunda

13
 Didefinisikan sebagai PPH lebih dari 24 jam tetapi kurang dari 6
minggu pasca persalinan
 Penyebabnya mencakup potongan plasenta yang tertinggal, infeksi
(endometritis), koagulopati, dan subinvolusi lokasi plasenta.

c. Etiologi
1. Atonia uteri
Faktor risikonya adalah mencakup overdistensi uterus (akibat
polihidramnion, kehamilan kembar, makrosomia janin), paritas tinggi,
persalinan cepat atau memanjang, infeksi, atonia uterus sebelumnya,
dan pemakaian obat perelaksasi uterus.
2. Potongan plasenta yang tertinggal
Mungkin disebabkan oleh tertinggalnya kotiledon atau lobus
sekenturiat (terlihat pada 3% plasenta). Pemeriksaan plasenta dapat
mengidentifikasi kelainan yang menunjukkan kemungkinan adanya
potongan yang tertinggal.
3. Laserasi saluran genitalia bawah
Mencakup persalinan pervaginam dengan alat bantu, makrosomia
janin, kelahiran tiba-tiba, dan tindakan episiotomi. Diagnosis harus
dipertimbangkan ketika perdarahan pervaginam berlanjut meskipun
tonus otot memadai.
4. Ruptur uterus
Faktor risiko mencakup pembedahan uterus sebelumnya, persalinan
terhambat, pemakaian oksitosin berlebihan, posisi janin abnormal,
multiparitas grande, dan manipulasi uterus dalam persalinan
(persalinan dengan forsep, ekstraksi sungsang, dan insersi kateter
tekanan intra uterin)
5. Inversi uterus
Faktor risiko mencakup atonia uteri, traksi tali pusat secara
berlebihan, pengangkatan plasenta secara manual, plasentasi
abnormal, kelainan uterus, dan plasentasi pada fundus. Gejala
mencakup nyeri perut akut dan syok (30%). Uterus mungkin terlihat
menonjol pada vulva.

14
6. Plasentasi abnormal
 Mencakup perlekatan abnormal vili plasenta ke miometrium
(akreta), invasi ke miometrium (inkreta), atau penetrasi ke
miometrium (perkreta).
 Faktor risiko mencakup pembedahan uterus sebelumnya, plasenta
previa, kebiasaan merokok, dan multiparitas grande.
7. Koagulopati
Diagnosis paling sering adalah penyakit Von Willebrand dan ITP
(Idiopathic Thrombocytopenia Purpura). Penyebabnya mencakup
terapi antikoagulan dan koagulopati konsumtif yang disebabkan oleh
komplikasi obstetrik (seperti preeklampsia, sepsis, abruptio,
embolisme cairan amnion).
d. Diagnosa
1. Atonia uteri
 Kontraksi rahim buruk
 Perdarahan banyak
 Tidak ada perlukaan jalan lahir
 Tidak ada sisa plasenta
 Pada umumnya disertai tanda-tanda syok hipovolemik
2. Perlukaan jalan lahir
 Perdarahan banyak
 Umumnya kontraksi rahim baik, kecuali pada robekan rahim
3. Sisa plasenta atau retensio plasenta
 Perdarahan
 Kontraksi baik
 Pada pemeriksaan teraba sisa plasenta
4. Gangguan pembekuan darah
 Kontraksi baik
 Tidak ada perlukaan jalan lahir
 Tidak ada sisa jaringan
 Terdapat gangguan faktor pembekuan darah
5. Inversi uterus

15
 Lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan keluar lewat
ostium uteri eksterna, yang bersifat inkomplit sampai komplit
 Atonia uteri, serviks yang masih terbuka lebar
 Adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah

 Ada tekanan pada fundus uteri dari atas


 Tekanan intra abdominal yang keras dan tiba-tiba
e. Patofisiologi
1. Tone (Atonia uteri)
Disebabkan oleh kurangnya kontraksi, sehingga penyumbatan
pembuluh darah oleh otot kurang sempurna. Pembuluh darah tetap
berdilatasi. Apabila plasenta lepas semua, terbentuk lingkaran
konstriksi pada bagian bawah rahim, maka jalan keluar plasenta
tertutup sehingga terjadi perdarahan.
Apabila plasenta tidak lepas semua, maka perdarahan juga akan
terjadi.
2. Trauma
a. Robekan jalan lahir (laserasi)
Kontraksi uterus baik, sehingga perdarahan pada daerah
bekas implantasi berhenti. Tetapi karena ada perlukaan jalan lahir,
maka perdarahannya bukan karena ada kelainan pada kontraksi
uterus, melainkan karena luka tersebut.
b. Inversio uteri
Hal ini disebabkan karena pemaksaan pengeluaran plasenta
dengan mendorong uterus dari abdomen luar atau penarikan tali
pusat paksa. Sehingga fundus uteri menekuk ke arah dalam,
dimana penekukan ini dapat sampai ke serviks ataupun tidak
sampai ke serviks.
3. Tissue
a. Sisa plasenta
Pada sisa plasenta, kontraksi masih baik sehingga perdarahan
pada sisa plasenta tidak terjadi. Pada waktu 2 minggu pasca
persalinan, kontraksi uterus menurun. Terjadi hematom pada

16
daerah sisa plasenta yang menyebabkan keluarnya perdarahan
dengan gumpalan. Pada akhirnya ibu akan mengalami hipoksia.

b. Retensio plasenta
Plasenta sukar lepas sebab adhesi kuat antara plasenta dengan
uterus. Dibagi atas :
1. Akreta : plasenta menembus desidua basalis
2. Inkreta : plasenta menembus miometrium
3. Perkreta : plasenta menembus perimetrium
Faktor-faktor risiko terjadinya retensio plasenta
menyebabkan pembentukan desidua terganggu. Desidua tipis
bahkan tidak ada. Menyebabkan plasenta mengimplantasi terlalu
dalam sehingga terjadi retensio plasenta.
f. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi vital sign, yaitu tekanan darah, denyut
nadi, suhu badan, respiratory rate, dan sensorium.
2. Pemeriksaan obstetri
 Pemeriksaan fundus uteri (palpasi), setelah persalinan tinggi
fundus uteri seperti kehamilan 20 minggu dan berangsur
mengecil sampai tidak teraba lagi
 Inspekulo dilakukan untuk melihat dinding vagina apakah ada
inflamasi, ulser atau sores dan discharge kemudian perhatikan
warna, posisi, kehalusan, discharge, dan perdarahan dari serviks.
 Vaginal Touche dilakukan untuk merasakan ukuran, bentuk, dan
panjang serviks. Kemudian ukuran, bentuk, letak, konsistensi,
mobilitas, dan nyeri pada uterus.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah meliputi hemoglobin, leukosit, dan trombosit
juga pemeriksaan darah lainnya seperti Rhesus atau yang lainnya.
b. Ultrasonografi (USG)

17
Dilakukan pada perdarahan, nyeri abdomen, eklampsi, atau
kontraksi prematur. Gelombang yang didapat terbagi atas:

 Hyperecho yang digambarkan dengan warna putih disebabkan


oleh gelombang suara yang dipancarkan dipantulkan
seluruhnya dan dirubah menjadi gelombang listrik seluruhnya
sehingga tampak gambaran warna putih.
 Moderately echo disebabkan oleh gelombang suara tersebut
dipantulkan dan diubah menjadi gelombang listrik hanya
sebagian sehingga gambarannya tampaka berwarna abu.
 Free echo disebabkan oleh gelombang suara tersebut tidak
dipantulkan maupun diubah menjadi gelombang listrik
sehingga gambaran yang tampak berwarna hitam
g. Penatalaksanaan
1. Obstetri
a. Atonia uteri
 Masase uterus, berikan oksitosin dan ergometrin intravena
 Bila tidak ada perbaikan, dilakukan kompresi bimanual:
1. Eksternal : letakkan satu tangan pada abdomen di depan
uterus, tepat di atas simfisis pubis. Letakkan tangan yang
lain pada dinding abdomen. Lakukan gerakan saling
merapatkan kedua tangan untuk melakukan kompresi
pembuluh darah di dinding uterus dengan cara menekan
uterus di antara kedua tangan tersebut.
2. Internal : Letakkan kepalan tangan pada forniks anterior,
menekan dinding anterior uterus, sementara telapak tangan
lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding
belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam. Tekan
uterus dengan kedua tangan secara kuat, dimaksudkan
untuk memberi tekanan langsung pada pembuluh darah di
uterus dan merangsang miometrium berkontraksi.

18
3. Kompresi aorta abdominalis : Berikan tekanan kebawah
dengan tekanan tangan diletakkan diatas pars abdominalis
aorta melalui dinding abdomen. Titik kompresi terletak
tepat diatas umbilikus dan agak kekiri. Pertahankan
kompresi sampai darah terkontrol.
 Laparotomi dilakukan bila uterus tetap lembek dan perdarahan
tetap terjadi lebih dari 200 ml per jam. Tujuan laparotomi
untuk meligasi arteri uterina (mengikat arteri uterina)
 Bila tak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.
b. Retensio plasenta
 Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan
 Pasang infus oksitosin 20 International Unit. Bila perlu,
kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal.
 Bila plasenta masih gagal dikeluarkan, lakukan manual
plasenta secara hati-hati
 Lakukan transfusi darah apabila diperlukan
 Beri antibiotika profilaksis
c. Ruptur perineum dan robekan dinding vagina
 Lakukan irigasi dan bubuh larutan antiseptik
 Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat
dengan benang
 Lakukan penjahitan luka
 Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara submukosa
dan subkutikular
 Berikan terapi antibiotika profilaksis
d. Kelainan darah
 Konsentrat trombosit digunakan pada pasien trombositopenia
 Plasma segar yang dilakukan adalah sumber faktor
pembentukan V, VII, IX, X, dan fibrinogen.
 Kriopresipitat, suatu sumber faktor pembekuan VIII, XII, dan
fibrinogen dipakai dalam penanganan hemofilia A, penyakit
Von Willebrand dan hipofibrinogenemia.
2. Non obstetri

19
 Gizi yang baik, 4 sehat 5 sempurna terutama diet protein kalori
tinggi (seperti susu, dan air tahu), kemudian pemberian preparat
Fe, vitamin, mineral. Protein dibutuhkan 60-80 g perhari. Sayur-
sayuran yang berwarna hijau yang banyak mengandung asam
folat seperti bayam, buah-buahan segar, kulit, hati dan ragi.
Idealnya kalori yang dibutuhkan perhari 2500-3500 kkal, 1 gram

kalsium, dan asam folat sebanyak 500μg .


 Senam, ibu bisa melakukan larutan pernafasan atau jalan pagi
untuk menguatkan uterus (pelatihan pernafasan).
 Motivasi atau konsultasi KB. Dianjurkan untuk menjarangkan
anak bagi ibu-ibu yang baru mempunyai anak satu, dan
dianjurkan kontrasepsi mantap bagi ibu-ibu yang telah cukup
anak setelah melahirkan, karena anak yang terlalu cepat jarak
kelahirannya akan menyebabkan keletihan pada ibu dan
rahimnya karena tidak sempat istirahat, sehingga bisa timbul
perut gantung dan kemungkinan PPH setelah melahirkan.
 Higiene, kebersihan diri dan lingkungan. Ibu perlu menjaga
kebersihan diri yaitu dengan menjaga kebersihan terutama di
daerah kemaluan, payudara dan seluruh tubuh umumnya. Jika
terdapat bekas jahitan jalan robekan lahir, harus selalu
dikeringkan setelah buang air kecil dan mandi. Juga menjaga
kebersihan lingkungannya yaitu makanan, tempat tidur, serta
lingkungan tempat tinggal.

h. Indikasi merujuk pasien


Setelah dokter umum mengatasi syok atau vital sign ibu tersebut,
maka selanjutnya pasien akan dirujuk ke spesialis obstetri ginekologi
untuk pengeluaran sisa plasenta tersebut.

20
8. Ulasan:
Ada beberapa hal yang masih belum jelas dalam hal-hal
IX. Kesimpulan:
Ny. RP mengalami plasenta rest, karena berdasarkan:
 Anamnesis : perdarahan 2 minggu pasca persalinan
 Pemeriksaan fisik : sensorium (compos mentis lemah), tidak ada infeksi
 Inspekulo : vagina dan serviks licin
 Fundus uteri tidak teraba
 Pemeriksaan darah : hemoglobin, trombosit, leukosit normal
 Pemeriksaan penunjang : USG, terdapat sisa konsepsi
Ny. RP harus segera dirujuk ke spesialis obgyn

10. Daftar Pustaka:


1. Perhimpunan spesialis ilmu penyakit dalam Indonesia. Reumatologi: Lupus
Eritematosus Sistemik. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi,
Marcellus Simadibrata K, Siti Setiadi (eds.). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 3 ed. 5. Jakarta: Interna Publishing 2009; 2565-2577.
2. Perhimpunan spesialis ilmu penyakit dalam Indonesia. Alergi Imunologi
Klinik : Imunologi Dasar. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi,
Marcellus Simadibrata K, Siti Setiadi (eds.). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 1 ed. 5. Jakarta: Interna Publishing 2009; 367-376.
3. www.theodore.com
4. http://askep-askeb.cz.cc/2009/09/perdarahan-post-partum.html

21

Anda mungkin juga menyukai