Anda di halaman 1dari 13

Belajar Adalah Perjuangan

Oleh : Sopiyan, S.S

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Seorang bijak berkata "Hidup adalah Perjuangan". Kalimat tersebut
memang mudah diucapkan oleh siapa pun bahkan oleh seorang anak kecil.
Namun alangkah sedikit dari sekian banyak manusia di dunia ini yang benar-
benar mampu mengamalkan dan memahami arti yang sesungguhnya dari
kalimat tersebut.
Ada sesuatu yang sangat menarik untuk disimak dari tulisan ini, karena
di dalam tulisan yang ada di hadapan anda ini terdapat sebuah kisah tentang
perjuangan hidup seseorang. Penulis berharap semoga setelah anda membaca
secara keseluruhan tulisan ini dapat menjadi renungan sekaligus motivasi
berharga bagi anda dalam menjalani kehidupan yang fana' ini. Tulisan ini tidak
bermaksud menasihati, meremehkan apalagi merubah prinsip hidup orang lain.
Tulisan ini dibuat hanya sekedar manjadi bahan renungan dan motivator,
khusus bagi penulis dan umumnya bagi orang lain yang berkenan mengambil
hikmah dan pelajaran dari hal-hal yang tersebut dalam tulisan ini.

Bismillah Tawakkkaltu 'Alallah


Saya adalah salah satu dari anak seorang petani. Sejak kecil saya
sudah biasa bersentuhan dengan dunia pertanian dan terbiasa hidup dalam
kesederhanaan, baik dari segi pergaulan, tempat, pakaian, makanan bahkan
pendidikan. Saya tinggal di sebuah daerah di ujung Karawang (red. sebelah
utara Karawang). Perlu diketahui bahwa saya bukanlah termasuk dari keluarga
yang berilmu, berharta dan berpangkat. Sejak masih usia dini saya punya cita-
cita menjadi orang sukses, baik di dunia maupun akhirat. Oleh karena itu,
sungguh berat dan sulit dibayangkan jika saya bisa meraih kesuksesan dan
menggapai cita-cita untuk menjadi orang yang sukses dan tidak dipandang
rendah oleh orang lain. Terkadang di sela-sela kesunyian saya berpikir "
Apakah mungkin saya bisa meraih cita-cita untuk menjadi orang sukses
sementara saya hidup dalam lingkungan yang sangat sederhana dan berbeda
dengan orang-orang yang ada di sekitar saya yang notabene berasal dari
keluarga berilmu, berharta dan berkedudukan? ".
Hampir tiap selesai shalat saya panjatkan doa kepada Allah Ta'ala agar
Belajar Adalah BerjuangPage 1
saya diberikan kekuatan mental dalam menempuh hidup ini sehingga mampu
merealisasikan semua harapan dan cita-cita yang telah terpatri dalam dada.
Kerena saya yakin hanya kepada Allah Ta'ala sajalah tempat mengadu segala
keluhan dan minta pertolongan.
Pada usia 7 tahun, saya mulai menempuh pendidikan di Sekolah Dasar
Negeri yang terletak tidak jauh dari tempat tinggal saya. Ketika usia 10 tahun,
saya sempat masuk ke salah satu Pondok Pesantren di desa sebelah yaitu
Pondok Pesantren Nurul Yaqin dan menimba ilmu di tempat tersebut kurang
lebih selama 4 tahun. Setelah lulus dari pesantren tersebut, saya pun
melanjutkan ke Pondok Pesantren Miftahus Sa'adah sambil menempuh jenjang
pendidikan Madrasah Tsnawiyah Anwarul Hidayah yang letaknya pun masih
tidak jauh dari tempat tinggal saya. Walaupun belajar di daerah sendiri, saya
merasa percaya diri dan yakin tidak ketinggalan dengan teman-teman saya
yang kebetulan belajar di daerah orang yang lintas kota atau lintas provinsi.
Pada awalnya saya pun ingin sekali bisa menuntut ilmu di daerah yang jauh
dari lingkungan keluarga. Namun apa boleh buat, keadaan ekonomi
keluargalah yang menuntut saya agar tetap belajar di daerah sendiri. Saya
tidak mau cuma karena terbentur masalah ekonomi sehingga saya tidak bisa
melanjutkan studi atau menuntut ilmu. Oleh karena itu, saya mencoba
memaksakan diri untuk percaya diri dalam belajar, walaupun cuma di daerah
sendiri yang notabene masih serba kurang lengkap, baik dari segi pengalaman,
fasilitas dan lain sebagainya. Dalam situasi tersebut saya selalu memotivasi
diri agar tidak minder melihat teman-teman yang telah mampu
menempuh/melanjutkan pendidikan di daerah yang jauh. Saya yakin dan
percaya bahwa yang namanya menuntut ilmu tidak harus di daerah orang lain
yang penting adalah kesungguhan kita dalam menggalinya. Di sanalah letak
awal perjuangan saya dalam menuntut ilmu. Berkat kesungguhan dan keuletan
yang saya jalani, alhamdulillah selama di pesantren Nurul Yaqin, di MTs
Anwarul Hidayah hampir setiap ihtifalan (red. acara kenaikan kelas) saya selalu
naik ke pentas untuk menerima hadiah. Sejak itulah keyakinan di dalam dada
mulai muncul bahwa di manapun tempat kita belajar, kepada siapa pun kita
belajar, yang terpenting adalah kesungguhan dan keuletan dalam
menjalaninya, maka keberhasilan pun akan kita raih.
Setelah selesai menempuh pendidikan di MTs Anwarul Hidayah, saya
pun mulai ada keinginan untuk melanjutkan ke SLTA. Pada saat itu, tidak
sedikit dari teman-teman seangkatan di MTs yang melanjutkan ke SLTA di
daerah yang lumayan jauh seperti Jakarta, Banten, dll. Oleh karena itu, muncul
dalam hati saya keinginan untuk ikut teman-teman yang melanjutkan studi di
daerah tersebut. Namun apa yang terjadi? Lagi-lagi hasrat saya tersebut
terhalang oleh minimnya biaya untuk melanjutkan sekolah ke daerah yang
jauh. Dalam keadaan tersebut, saya senantiasa berdoa semoga Allah swt
memberikan solusi dan jalan terbaik buat saya serta keluarga. Akhirnya saya
pun memutuskan untuk tetap melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi
yaitu tingkat SLTA di daerah sendiri yaitu di Teluk Ambulu, Batujaya (red.
Kecamatan Sebelah) bersama teman-teman yang juga belum berkesempatan
untuk melanjutkan pendidikan ke daerah orang lain.
Selama menempuh pendidikan di SMA Mathla'ul Anwar, Teluk Ambulu,
Batujaya saya banyak memperoleh pengalaman dan semangat baru dalam
menjalani proses belajar. Berbagai prestasi pun sempat saya raih setiap acara
ihtifalan (red. hari kenaikan kelas). Pada tahun pertama ihtifalan, alhamdulillah
saya meraih peringkat ke-3 dari sekitar 80-an siswa/i seangkatan. Pribadi
sangat gembira dan bersyukur pada Yang Maha Kuasa yang telah memberikan
potensi dan kesempatan untuk saya sehingga mampu mengukir prestasi di
jenjang pendidikan tingkat SLTA walaupun baru duduk di kelas 1 (satu). Pada
acara ihtifalan tahun berikutnya, saya pun tampil kembali menjadi seorang
siswa yang meraih peringkat lebih baik dari tahun sebelumnya. Pada tahun
kedua tersebut saya berhasil meraih peringkat ke-2 dan alhamdulillah
memperoleh kenang-kenangan sebuah Al-Qur'an dari kepala sekolah SMA
Mathla'ul Anwar. Prestasi yang telah saya raih senantiasa saya pertahankan
dan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai yang terbaik. Ketika saya
duduk di kelas 3 (tiga), mulailah ada pembagian/klasifikasi jurusan. Pada
awalnya saya sangat pesimis untuk bisa masuk ke jurusan Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA). Karena menurut pengalaman yang ada dan informasi dari teman-
teman bahwa untuk masuk ke jurusan IPA lumayan sulit dan rumit. Oleh karena
itu saya sempat bekomitmen dalam hati untuk tidak ikut dalam program
jurusan IPA, namun cukup ikut bergabung di jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) yang notabene lebih ringan dan tidak terlalu rumit.
Proses seleksi pun saya ikuti dengan khidmat sambil tertanam
keyakinan bahwa saya pasti hanya mampu masuk ke jurusan IPS. Setelah

Belajar Adalah BerjuangPage 3


proses seleksi jurusan selesai, saya pun menunggu keputusan tim seleksi dari
sekolah. Ternyata realita yang terjadi saat itu sama sekali bersebrangan
dengan apa yang saya duga sebelumnya. Di papan pengumuman seleksi
jurusan, nama saya tercantum di kolom nama yang akan menempuh jalur
pendidikan di jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Saya sempat kaget dan
merasa heran, "kok bisa gitu?" Padahal ketika saya mengisi soal-soal yang
berkaitan dengan materi IPA, saya cuma biasa saja artinya tidak seserius
ketika saya mengisi soal yang berkaitan dengan materi IPS. Dalam kesempatan
itu, saya pernah komplen dan konsultasi ke kepala sekolah SMA agar saya
dimasukkan ke kelas IPS saja, tapi usulan dan keinginan saya tidak diterima
oleh kepala sekolah. Bahkan kepala sekolah saya berpesan " Jalani Saja Dulu,
kamu pasti bisa." Mendengar pernyataan dari kepala sekolah tersebut, saya
pun lantas merubah pola pikir bahwa saya tidak boleh pesimis dengan sesuatu
yang belum terjadi dan belum saya alami.
"Jalani Saja Dulu " Itulah satu pesan yang selalu menjadi motivasi buat
saya sehingga terus melaju tanpa menghiraukan kemungkinan terburuk dalam
hidup. Sejak saat itu saya memiliki spirit dan prinsip hidup yang baru bahwa
saya tidak boleh takut terhadap bayang-bayang hitam masa depan dan
kemungkinan terburuk dalam hidup, yang terpenting adalah saya jalani yang
ada dengan sebaik-baiknya dan berusaha mempersiapkan yang terbaik untuk
masa depan, sehingga muncul kembali slogan baru " Aku Pasti Bisa."
Proses belajar di jurusan IPA pun saya jalani dengan sebaik-baiknya dan
berusaha semaksimal mungkin untuk mempersembahkan yang terbaik untuk
kedua orang tua, guru dan lingkungan. Salah satu kebahagiaan yang paling
besar buat saya adalah ketika melihat orang tua dan guru bangga melihat saya
berhasil dalam belajar apalagi hingga menoreh prestasi yang cukup
mengagumkan.
Setahun sudah saya mengikuti proses belajar di jurusan Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA). Kini tinggal menunggu hasil dan buah dari perjuangan
belajar yang saya jalani selama satu tahun lamanya di kelas IPA. Ketika tiba
acara ihtifalan di tahun ke-3, maka saya cuma bisa berharap dan berdoa
mudah-mudahan hasil yang saya raih tidak terlalu memalukan dan
mengecewakan. Saat itu merupakan saat yang sangat mengharukan buat saya
karena tidak disangka dan tidak diduga sebelumnya ternyata saya disebut-
sebut sebagai siswa yang meraih peringkat pertama di jurusan Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA). Perasaan tidak percaya sempat muncul pada waktu
itu, tapi lambat laun saya pun menyadari bahwa ini adalah realita dan hasil
dari semua perjuangan yang saya lalui di kelas IPA. Ini juga menjadi pelajaran
berharga buat saya pribadi maupun bagi siapa saja bahwa yang terpenting
dalam hidup untuk meraih harapan dan cita-cita adalah jangan terlalu terfokus
pada hasil yang akan diraih, akan tetapi menjalani proses dengan memberikan
yang terbaik dalam menjalani proses tersebut, itulah yang terpenting.
Selama 3 tahun saya menempuh pendidikan di jenjang SLTA yaitu di
SMA Mathla'ul Anwar Teluk Ambulu, Batujaya, Karawang dan dinyatakan lulus
oleh kepala sekolah dengan membawa nilai dan prestasi yang cukup
membanggakan buat orang tua, guru dan orang-orang di sekitar. Ketika tiba
waktu perpisahan, saya sangat terharu dan sedih karena harus berpisah
dengan orang-orang yang telah banyak memberikan kontribusi kepada saya,
baik dari segi ilmu pengetahuan, pengalaman, dan berbagai motivasi diri
sehingga saya betul-betul faham akan arti dari sebuah kehidupan dan trik
dalam memperjuangkannya.
Setelah acara perpisahan selesai, maka saya bersama teman-teman
yang lain mulai membicarakan tentang rencana melanjutkan studi ke jenjang
yang lebih tinggi lagi, yaitu perguruan tinggi baik negeri maupun swasta.
Ketika itu, saya hanya bisa mendengarkan dan menyimak perbincangan
teman-teman yang begitu mengguirkan tentang rencana mereka untuk
melajutkan studi ke perguruan tinggi. Bahkan ada di antara mereka yang
sempat menyebut-nyebut perguruan tinggi negeri bergengsi di Jakarta dan
Bandung, seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Islam Negeri (UIN)
Jakarta, Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan
lain sebagainya. Mendengar obrolan mereka saya cuma bisa diam dan
mengelus dada seraya berucap dalam hati "Mana mungkin saya bisa masuk ke
sana, sedangkan saya tidak punya persiapan apa-apa, baik dari segi biaya
maupun pengalaman. Karena saya sadar, mereka bisa berbicara seperti itu
karena mereka memang sudah diberi pengalaman dan motivasi dari masing-
masing orang tua mereka yang kebanyakan sudah merasakan proses
pendidikan di perguruan tinggi, baik di daerah maupun di luar daerah.
Sementara saya cuma anak dari seorang petani yang tiap hari cuma mengenal
dan bergelut dengan cangkul. "

Belajar Adalah BerjuangPage 5


Demi cita-cita dan kesuksesan masa depan, saya tidak boleh putus asa
dan putus harapan. "Jika mereka bisa, kenapa saya tidak bisa?" Kemudian
langkah selanjutnya, saya menyatakan ikut bersama teman-teman seangkatan
untuk mendaftar di berbagai perguruan tinggi negeri di Jakarta dan sekitarnya
melaui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) Nasional. Dalam
kesempatan tersebut, saya mengambil dan berencana untuk daftar di dua
Universitas, yaitu Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta jurusan Bahasa dan
Sastra Arab dan Universitas Brawijaya Malang jurusan Komunikasi. Teman-
teman yang ikut seleksi tersebut sekitar 10 orang siswa/i. Pada waktu
pelaksanaan Tes Seleksi, saya dan teman tidak berada dalam satu tempat,
artinya teman-teman menyebar di wilayah Jakarta. Dan alhamdulillah saya
mendapat tempat tes di Universitas yang menjadi pilihan pertama saya, yaitu
Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.
Pelaksanaan Tes SPMB Nasional tanggal 14 – 15 Juli 2004 dengan
jumlah peserta ± 14.000. Dan pada tanggal 12 Agustus 2004 dibuka
pengumuman kelulusan Tes SPMB Nasional via internet dan media massa
dengan jumlah peserta yang dinyatakan lulus ± 7.000 peserta. Ketika itu saya
sempat merasa tidak yakin untuk bisa lulus seleksi karena mengukur
kemampuan dan peluang (kuota) yang disediakan oleh masing-masing
perguruan tinggi. Subhaanallah… Takdir Allah berkata lain, ternyata saya
dinyatakan lulus dan masuk ke Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Dan dari
10 siswa/i utusan SMA Mathla'ul Anwar yang ikut SMPB Nasional, hanya ada 2
orang yang berhasil lulus seleksi. Saya dinyatakan lulus di UIN Jakarta dan
teman saya, Ilham Fahmi (anak dari ketua Yayasan Perguruan SMA Mathla'ul
Anwar, Batujaya) dinyatakan lulus di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
Bandung.
Pasca pengumuman kelulusan Tes SPMB Nasional pada tanggal 12
Agustus 2004, saya pun segera melakukan registrasi (daftar ulang) ke bagian
Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan
total biaya sekitar 1.400.000 rupiah. Ada sesuatu yang sangat berkesan buat
saya ketika melakukan registrasi tersebut. Pada awalnya saya mendapatkan
informasi dari pihak akademik UIN Jakarta via telepon bahwa biaya
keseluruhan yang harus saya serahkan hanya sekitar 1.250.000 rupiah. Oleh
karena itu saya pun hanya mempersiapkan untuk biaya registrasi tidak lebih
dari nominal yang diinformasikan dari pihak Akademik. Namun setelah saya
tiba di Bagian Akademik UIN Jakarta, ternyata biaya registrasi untuk mahasiswa
yang lulus tes melalui jalur SPMB Nasional memang 1.400.000 rupiah.
Sedangkan yang diinformasikan oleh Bagian Akademik via telepon itu adalah
biaya registrasi untuk mahasiswa yang lulus tes melalui jalur SPMB
Lokal/Mandiri UIN Jakarta. Dalam keadaan terdesak seperti itu, saya berusaha
mengurangi sedikit rasa malu untuk meminjam uang kepada orang - padahal
ketika itu saya belum punya kenalan seorang pun. Akhirnya saya pun mencoba
untuk meminjam uang ke Bank BNI terdekat (persis di sebelah kampus UIN
Jakarta), namun upaya saya gagal begitu saja karena untuk meminjam uang di
Bank harus mejadi nasabah terlebih dahulu. Ketilka itu saya benar-benar
bingung dan tidak tahu sama sekali apa yang harus saya lakukan untuk
mendapatkan uang sekitar 150.000 rupiah. Jika saya harus pulang kampung
terlebih dahulu, rasa-rasanya hal itu tidak mungkin karena waktu untuk
registrasi hanya hari itu saja sedangkan untuk pulang ke Karawang butuh
waktu yang cukup lama. Perasaan bingung bercampur gelisah senantiasa
menyelimuti saya saat itu. Bingung karena uang registrasi tidak cukup dan
gelisah takut-takut jika saya tidak bisa melakukan registrasi hari itu, maka saya
dinyatakan mengundurkan diri untuk masuk dan menjadi mahasiswa baru UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ketika waktu shalat zhuhur tiba, maka saya pun segera bersiap-siap untuk
melaksanakan shalat zhuhur berjama'ah di masjid Fathullah (berada di sebrang
jalan kampus UIN Jakarta). Selesai menunaikan shalat, kebingungan dan rasa
gelisah pun mulai tidak betah berada dalam diri saya. Oleh karenanya, dalam
keadaan tenang disertai keyakinan yang mantap bahwa Allah Maha Mendengar
dan Mencukupi kebutuhan hamba-Nya, saya pun mulai memanjatkan do'a agar
Allah swt segera berikan solusi (jalan keluar) dari permasalahan yang tengah
saya hadapi.
Setelah itu saya mulai duduk di teras masjid, sambil sesekali berpikir "kira-
kira siapa yang saya bisa hubungi". Tiba-tiba muncullah ide dalam pemikiran
saya, bahwa waktu pelaksanaan Tes Seleksi SPMB Nasional, saya sempat
bermalam di salah satu rumah saudara dari teman yang menjadi peserta tes.
Untungnya ketika itu saya sempat menyimpan nomor HP beliau. Jadi ketika
saya hendak menghubunginya tidak terlalu ada hambatan. Tanpa ada rasa
ragu-ragu lagi, saya pun langsung menghubungi beliau dan berterus terang

Belajar Adalah BerjuangPage 7


terhadap permasalahan yang tengah saya alami, artinya ketika itu saya
langsung bilang dan mohon kepadanya agar berkenan meminjamkan uang
sekitar 150.000 rupiah kepada saya untuk menambah kekurangan biaya dalam
proses registrasi di bagian akademik UIN Jakarta.
Alhamdulillah beliau pun sangat merespon baik dengan tekad baik saya
untuk bisa melakukan registrsai secepatnya. Kemudian beliau pun meminta
saya untuk menunggu di depan masjid agar mudah berjumpa karena saat itu
beliau belum kenal/hapal betul wajah saya. Tak lama kemudian, saya pun
berhasil berjumpa dengan beliau dan beliau langsung memberikan uang
sejumlah yang saya butuhkan yaitu sekitar 150.000 rupiah. Betapa bahagia
dan bersyukurnya saya saat itu karena akhirnya menemukan uang tambahan
untuk biaya registrasi masuk UIN Jakarta.
Selang waktu satu minggu, saya bersama kawan-kawan mahasiswa baru
pun kembali lagi ke kampus UIN Jakarta untuk mengikuti proses pengenalan
studi dan almamater (PROPESA) yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) UIN Jakarta. Ketika hari pertama pembukaan PROPESA
(ketika pembagian kelompok) saya sempat datang terlambat yang akibatnya
saya tidak termasuk dalam kelompok-kelompok yang telah dibentuk oleh kaka-
kaka kelas yang pada waktu itu menjadi panitia PROPESA. Akhirnya, setelah
berkomunikasi kesana-kemari saya pun berhasil menemukan kelompok dengan
bantuan salah satu kaka panitia.
PROPESA yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa menurut
saya sangat baik dan memotivasi seluruh mahasiswa baru untuk lebih
mengenal aktivitas dunia kampus. Sejak mengikuti acara PROPESA tsb, saya
merasa dibawa ke sebuah lingkungan atau suasana yang benar-benar saya
rasakan berbeda dengan suasana sebelumnya. Sejak masih menjadi komunitas
berseragam putih-biru saya kurang dikenalkan dengan suasana semacam itu.
Jadi menurut saya pribadi acara PROPESA itu benar-benar berkesan dan
mampu membangkitkan semangat akademis dan menggelitik mental-mental
kristis sebagai seorang mahasiswa.
PROPESA pun berlangsung dengan baik tanpa ada sesuatu yang tidak
diinginkan hingga tiba hari penutupan PROPESA. Satu keuntungan lain dalam
acara PROPESA adalah bertambahnya jumlah teman dari berbagai karakteristik
dan idealisme. Saya berharap pada waktu itu dapat merangkul teman
sebanyak-banyaknya walau berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda.
Hal itu saya maksudkan agar saya mampu menggali berbagai pengalaman
yang berguna bagi saya dalam menjalani kehidupan akademis di lingkungan
kampus yang megah. Saya sama sekali tidak merasa minder ataupun perasaan
tidak percaya diri. Perasaan-persaan semacam itu saya buang sejauh-jauhnya
karena saya sadar bahwa jika perasaan itu selalu menyelimuti jiwa dan
pemikiran, maka pribadi saya akan sulit bergerak untuk maju meraih cita-cita.
Ada satu perasaan yang selalu saya jadikan cambuk penyemangat dalam
meniti tangga cita-cita yaitu "Aku Pasti Bisa". Dengan modal keyakinan seperti
itu alhamdulillah segala hal yang awalnya dianggap sulit ternyata mampu
terlewati dengan sangat mudah. Dari sini saya banyak belajar bahwa seberat
dan sebesar apapun kesulitan yang menghadang kita, selama ada keyakinan
dalam hati bahwa kita pasti bisa dan mampu, maka semua itu akan mudah
terselesaikan. Percayalah……!
Acara PROPESA pun telah usai. Sekarang adalah waktunya untuk mencari
tempat yang pasti untuk berteduh selama proses perkuliahan saya jalani.
Berbagai tempat saya coba telusuri sembari melontarkan pertanyaan ke para
pemilik tempat kos/kontrakan seraya terucap "Apakah masih ada
kosan/kontrakan yang kosong?" Bukan hanya satu dua tempat yang saya
sempat jajaki, tapi lumayan banyak. Karena di samping mencari tempat
berteduh, saya juga sangat berharap mendapatkan tempat yang cocok dan
strategis. Karena saya ingat salah satu pesan teman karib saya bahwa tempat/
posisi menentukan prestasi.
Berselang beberapa waktu, namun masih pada hari yang sama, saya
benar-benar dikejutkan oleh susuatu yang tidak diduga sebelumnya. Ternyata
ketika saya mencari tempat kos/kontrakan di dekat Masjid Al-Husna yang
beralamat di Jalan Semanggi II RT 003 RW 03, Cempaka Putih, Ciputat, eh
malah saya diminta untuk jadi Ta'mir (red. Pengurus Marbot) di masjid
tersebut. Tinggal di masjid berarti saya tidak usah repot-repot lagi untuk
mencari tempat kos/kontrakan. Secara otomatis saya pun tidak usah bingung-
bingung untuk memikirkan biaya kontrakan selama sekian tahun bahkan
selama saya menyandang status sebagai mahasiswa di UIN Jakarta. Buat saya,
ini bukan kejutan tapi saya benar-benar sedang ketiban bulan dari langit.
Bagaimana tidak… saya merasa bahwa nasib yang saya alami saat itu sangat
beruntung dibanding dengan teman-teman se-angkatan pada waktu itu.

Belajar Adalah BerjuangPage 9


Bayangkan saja, ketika orang-orang di sekitar sibuk untuk mencari tempat
kontrakan, tapi saya malah dapat kepercayaan untuk tinggal di masjid sebagai
Ta'mir. Mungkin bagi teman-teman masih ada yang merasa alergi atau gengsi
untuk tinggal di masjid, apalagi ketika berstatus mahasiswa. Namun untuk
saya tidak. Ketika itu tidak ada yang namanya gengsi-gengsian atau alergi.
Yang pasti ini adalah jalan Tuhan yang harus saya ikuti dan manfaatkan sebaik-
baiknya.
Ketika saya benar-benar diterima untuk menjadi Ta'mir di masjid itu, rasa
gembira, bangga, sekaligus perasaan haru seolah menyelimuti sekujur tubuh
saya. Tanpa ragu-ragu, kabar yang sangat bagus itu pun saya langsung
sampaikan kepada orang tua setibanya saya di kampung halaman. Betapa
bahagia dan senangnya orang tua saya ketika mendengar cerita bahwa saya
diangkat dan diminta untuk jadi pengurus di salah satu masjid yang terletak
tidak jauh dari kampus dimana tempat saya kuliah. Beribu doa dan sejuta
harapan terucap dari bibir keluarga saya yang berada di kampung. Mereka
semua berharap apapun yang saya cita-citakan bisa tercapai dengan
maksimal.
Seminggu kemudian, setelah saya mempersiapkan segala sesuatu yang
menyangkut kebutuhan perkuliahan, saya, bapak, dan guru saya (Ust. Syawiri
ZA.) mengiringi dan mengantarkan saya ke UIN Jakarta untuk memulai
kegiatan perkuliahan. Dengan langkah tegak, hati yang tulus, tekad yang kuat,
saya mulai langkahkan kaki untuk melaju menuntut ilmu di sebuah kampus
favorit, UIN Jakarta. Dan pada hari itu pula terjalin komunikasi dan silaturahim
antara keluarga saya dengan keluarga DKM Al-Husna (H.Misanturin). Mudah-
mudahan ini adalah awal yang baik buat saya dan untuk semua. Amien…..
Sembari menjalani kuliah di kampus tercinta, saya pun tidak luput dari
kesibukan sebagai seorang yang bertugas menjaga kemakmuran masjid. Mulai
dari masalah kebersihan, rutinitas adzan-iqomah, kegiatan pengajian (dari
bapak-bapak, ibu-ibu, sampai anak-anak kecil) bahkan acara-acara peringatan
harus saya ikuti dengan sebaik-baiknya. Mungkin (kalau saya boleh curhat
sedikit) selama tinggal di masjid sebagai ta'mir, banyak hal yang saya
dapatkan yang justru di bangku perkuliahan saya tidak dapatkan. Salah satu
hal yang sangat mencolok adalah kemampuan yang cukup tajam dalam
berkomunikasi dengan masyarakat. Secara umum ilmu-ilmu masyarakat
memang tidak diajarkan secara langsung dalam perkuliahan kecuali teori-teori
saja. Tapi justru selama saya tinggal di masjid, sebagai pengurus masjid, saya
bisa langsung praktek dan berbaur dengan masyarakat, walaupun tanpa ada
teori sebelumnya. Itulah kelebihan yang dapat saya rasakan hingga saat ini.
Hidup adalah perjuangan dan setiap perjuangan pasti ada halang
rintangnya. Suka duka dalam hidup, di manapun kita berada pasti ada. Kalau
ada yang bertanya, apakah tinggal di masjid ada dukanya juga? Menurut
pendapat saya pribadi, dan sesuai yang saya alami selama tinggal di masjid
menjadi pengurus masjid, yaa pasti ada dong suka-dukanya. Tapi sukanya
pasti lebih banyak dibanding dukanya. Sebenernya sich tergantung kita juga,
bagaimana kita menyikapi setiap masalah yang dihadapkan kepada kita. Jika
kita mampu kontrol diri dan semua tugas dilakukan dengan rasa tanggung
jawab, pasti semua yang kita lakukan akan baik-baik saja.
Alhamdulillah dengan penuh kesabaran dan rasa tanggung jawab, saya
mampu bertahan tinggal di Masjid Al_Husna kurang lebih selama 4 tahun
setengah. Itu artinya saya tinggal di masjid tersebut dari awal PROPESA hingga
WISUDA. Bahkan setelah wisuda saya masih sempat tinggal di sana sampai
beberapa bulan lamanya. Mungkin ada lagi pertanyaan, lantas bagaimana
dengan proses perkuliahan yang harus dijalanani seiring dengan kesibukan
yang lumayan padat di masjid? Buat saya kedua-duanya adalah tugas mulia
yang harus saya selesaikan dengan seimbang tanpa harus ada hal yang
diprioritaskan. Dan perlu disampaikan bahwa kedua-duanya saya jalani dengan
penuh rasa percaya diri, yakin, dan istiqomah. Sehingga antara satu dengan
yang lainnya mampu berjalan beriringan hingga akhirnya tercapai tujuan.
Alhamdulillah selama menjalani perkuliahan saya tidak mengalami
hambatan sama sekali (yaaa walaupun makan ala kadarnya). Tapi sekali lagi
saya benar-benar bersyukur kepada Allah atas semua karunia yang telah
dilimpahkan kepada saya. Walaupun saya termasuk dalam kelas menengah ke
bawah, tapi pada kenyataannya saya mampu bersaing dengan teman-teman
mahasiswa yang notabene termasuk dari golongan kelas atas sekalipun.
Karena saya punya keyakinan, selama kita sama-sama makan nasi dan minum
air, kenapa saya harus minder dan mau mengalah dengan mereka. Kecuali
mereka makan besi dan minum air timah… he he he.
Sepanjang masa perkuliahan, di samping saya aktif mengikuti kuliah
dengan sebaik mungkin, saya juga tidak mau ketinggalan dengan teman-

Belajar Adalah BerjuangPage 11


teman yang pada waktu itu mengikuti berbagai kegiatan di kampus. Di kampus
UIN Jakarta memang banyak menyediakan berbagai fasilitas untuk
pengembangan diri para mahasiswa, mulai dari yang biasa-biasa saja sampai
kepada hal-hal yang cukup ekstrim. Sebut saja di antara kegiatan yang ada di
dunia kampus di antaranya seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM),
Lembaga Dakwah Kampus (LDK), Menwa, Pramuka, Pancak Silat, Taekwondo,
dan sejenisnya, Kelompok Pecinta Alam, Group Musik, Komunitas Olah Raga,
Team Kesehatan (PMI, KSR dll), Koperasi Mahasiswa, Komunitas Pecinta
Budaya Islam/Himpunan Qori-Qori'ah Mahasiswa, Kelompok Jurnalistik, dan
masih banyak yang tidak sempat saya sebutkan. Apakah saya ikut semuanya?
Ya pastinya tidak dong…. Hal itu dikarenakan semua kegiatan yang saya
sebutkan tadi nyaris menggunakan waktu yang bersamaaan. Jadi boleh
dikatakan hampir tidak mungkin bagi saya untuk bisa mengikuti seluruh
kegiatan tersebut. Saya Cuma bisa menyempatkan waktu untuk ikut
bergabung di Himpunan Qori-Qori'ah Mahasiswa (HIQMA) dan menyempatkan
ikut dalam kepengurusan di Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Bahasa dan
Sastra Arab, yang waktu itu sempat diberi kepercayaan untuk menjabat
sebagai koordinator LSO Bidang Bahasa. Sungguh banyak kenang-kenangan
dan berbagai pelajaran yang saya dapat ambil dari kegiatan-kegiatan yang
diikuti selama berada di kampus tercinta.
Kamus UIN Jakarta adalah salah satu kampus ternama bukan hanya di
sekitar Jakarta, tapi ternama di Indonesia. Bahkan untuk sekarang-sekarang ini,
UIN Jakarta akan menjadi kampus berstandar Internasional "toward the world
university". Dengan demikian, secara otomatis diperkirakan banyak calon-
calon mahasiswa yang berasal dari pelosok negeri bahkan dari luar negeri yang
melirik UIN Jakarta sebagai kampus/universitas tempat mereka melanjutkkan
studi dan pengembangan intelektual.
Oleh karena itu, ikatan emosional para mahasiswa yang berasal dari satu
komunitas atau daerah tertentu sangat kuat dan kental. Ada komunitas para
mahasiswa yang menamakan diri sebagai para alumni pondok pesantrenm Al-
Amin, Madura. Ada juga yang dari Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang,
JATIM. Ada pula yang sifatnya kedaerahan, seperti Mahasiswa asal Banten
(HMB), Asal Sulawesi, Medan, Lombok, dan lain-lain. Tidak ketinggalan juga
para mahasiswa yang berasal dari daerah Karawang (KMIK) Jakarta.
Mungkin saya tidak akan menceritakan asal usul pertama kali masuk ke
dalam organisasi kedaerahan seperti KMIK Jakarta secara detail. Yang pasti
saya bergabung di KMIK Jakarta dalam rangka mengokohkan tali persaudaraan
antara para mahasiswa yang berasal dari satu daerah, yaitu Karawang. Juga
sebagai komunitas yang kelak mampu mengasah intelektual dan ketajaman
jiwa kritis terhadap berbagai keadaan terutama kepada pemerintahan
Karawang sendiri.
Tidak sedikit pelajaran dan pengalaman yang telah saya dapatkan tatkala
ikut serta dalam organisasi kedaerahan seperti KMIK Jakarta. Mulai dari
pengalaman surat-menyurat, profosal, pengalaman me-manage situasi dan
kondisi, pembelajaran melobi, dan banyak lagi pengalaman-pengalaman
berharga yang dapat saya peroleh dari sana. Satu hal yang ingin saya
ungkapkan bahwa saya mulai bergabung di KMIK Jakarta sejak awal masuk
perkuliahan hingga lulus dan bahkan sampai sekarang saya masih dilibatkan
untuk kegiatan-kegiatan KMIK Jakarta yang sifatnya insidental. Kalau dikatakan
sibuk dan padat, yaa begitu dech.. Saya harus memberikan pengabdian di
masjid Al-Husna sebagai ta'mir, belum lagi kalau kebetulan ada jadwal
mengajar kaum ibu di masjid, dikejar-kejar schedule kegiatan kampus, seperti
HIQMA, dituntut pula untuk membuktikan loyalitas terhadap KMIK Jakarta.
Waah pokoknya seruuuu dech. Semua itu saya jalani dengan rasa khidmat dan
semangat. Karena saya sadar bahwa apa yang saya jalani saat itu akan
menjadi pengalaman berharga yang tidak dapat dibeli bahkan oleh emas
permata. Semoga saya selalu mendapatkan bimbingan dari Allah swt dan apa
pun yang saya jalani senantiasa mendapatkan keridloan dari-Nya….. Amien.
Wassalam

Sekretariat KMIK Jakarta, 26 Desember 2009


e_mail : sopiyan_ss@yahoo.co.id
facebook : Sopiyan Elfakisie

Belajar Adalah BerjuangPage 13

Anda mungkin juga menyukai