Anda di halaman 1dari 4

Sumber : http://www.scribd.

com/doc/30071930/LAPORAN-5-ASIDIALKALIMETRI

ASIDI-ALKALIMETRI

I.Prinsip Percobaan

Salah satu dari golongan utama dalam penggolongan analisis titrimetri adalah reaksi penetralan atau
asidimetri dan alkalimetri. Metode asidi alkalimetri digunakan untuk menentukan konsentrasi asam atau
basa yang jumlahnya belum diketahui (Haris 1991). Pada titrasi asidi alkalimetri, perubahan terenting
yang mendasari penentuan titik akhir dan perhitungan adalah perubahan pH titrat (Harjadi 1986). Asidi-
alkalimetri bisa digunakan untuk mereaksikan asam kuat dengan basa kuat, asam kuat dengan basa
lemah atau sebaliknya, asam kuat dengan garam dari asam lemah, dan sebaliknya (Underwood 1998).

Asidimetri merupakan teknik titrasi dengan asam sebagai titran, sedangkan alkalimetri merupakan titrasi
dengan basa sebagai titran (Christian 1994). Percobaan asidi- alkalimetri ini bertujuan untuk
menentukan konsentrasi dari titrat asam atau basa dengan sebelumnya menstandardisasi basa atau
asam yang digunakan sebagai titrat. Zat yang digunakan dalam titrimetri harus memiliki kemurnian yang
tinggi. Maka sebelum digunakan, pereaksi harus diketahui konsentrasi dan volumenya dengan tepat
dengan cara standardisasi (Harjadi 1986).

II.Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan ini adalah untuk berlatih melakukan titrasi asidi-alkalimetri

sederhana.

III.Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah labu erlenmeyer 125 mL, buret 50 mL, pipet
volumetric 10 mL, labu takar 100 mL, pipet tetes, gelas pengaduk, gelas piala, corong dan neraca
analitik. Sedangkan bahan-bahannya adalah boraks, HCL, indikator fenolftalien, (COOH)2, dan NaOH.

IV.Prosedur Percobaan

Pada percobaan asidimetri dilakukan standardisasi HCl dengan larutan baku boraks. Sebanyak 10 mL
larutan baku primer boraks dititrasi dengan HCl. Sebelum-nya larutan boraks sudah ditetesi dengan
indikaator Merah Metil sebanyak 3 tetes. Titrasidilakukan sampai warna larutan berubah dari kuning
menjadi merah. Standardisasi ini

dilakukan enam kali ulangan.

Pada percobaaan alkalimetri dilakukan dua percobaan yaitu standardisasi larutan NaOH dengan larutan
baku (COOH)2.2H2O dan penentuan kadar asam cuka murni dalam cuka biang. Untuk standardisasi
NaOH, larutan NaOH yang ingin distandardisasi dituangkan ke dalam buret. Sebanyak 10 mL larutan
(COOH)2.H2O 0.1000 N baku dipipet ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan tiga tetes indikator
fenolftalein. Kemudian larutan tersebut dititrasi dengan NaOH. Titik akhir titrasi tercapai saat warna
larutan mulai berubah dari tidak berwarna menjadi merah muda. Titrasi dilakukan enam kali ulangan.
Percobaan yang kedua yaitu penentuan kadar asam cuka murni dalam cuka biang. Sebanyak 1 mL cuka
biang dipipet ke dalam labu takar 100 mL. Larutan tersebut lalu diencerkan sampai tanda tera dengan
air destilata yang baru dididihkan dan telah didinginkan kembali, kemudian dikocok. Larutan dipipet
sebanyak 10 mL ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalien. Kemudian larutan
dititrasi dengan NaOH yang telah distandardisasi sampai warna larutan berubah dari tidak berwarna
menjadi merah muda. Titrasi dilakukan enam kali ulangan.

v. pembahasan

Pada percobaan ini, asidimetri dilakukan dengan standardisasi HCl 0.1 N dengan larutan baku boraks 0.1
N. Standardisasi ini dilakukan karena HCl mudah terkontaminasi dan bereaksi dengan zat lain sehingga
larutan HCl yang digunakan bisa saja sudah kurang murni. Indikator yang digunakan adalah indikator
merah metil (MM). Pemilihan indikator ini didasari oleh penyesuaian pH akhir titrasi dengan trayek pH
merah metil. Reaksi antara HCl 0.1 dengan boraks 0.1 N akan memberikan pH titik akhir dalam trayek pH
merah metil yaitu antara 4.2 ² 6.3 (Harjadi 1986). Perubahan warna yang menentukan titik akhir titrasi
adalah dari kuning ke merah muda.

Dari hasil percobaan, didapat rata-rata kenormalan HCl yang digunakan sebagai titran adalah 0.1 N. Nilai
ini sesuai dengan angka yang diperkirakan dan tertera dalam botol penyimpanan HCl. Ketelitian
percobaan ini juga tinggi yaitu 99.58% sehingga bisa dikatakan bahwa HCl yang digunakan cukup murni.
Setelah standardisasi larutan HCl 0.1 N ini sudah diketahui konsentrasi dan dipastikan kemurniannya
sehingga bisa digunakan untuk titran pada titrasi lainnya.

Praktikum kedua adalah alkalimetri yang meliputi dua percobaan yaitu standardisasi NaOH dan
penentuan kadar asam cuka murni dalam cuka biang. Standardisasi NaOH diperlukan karena NaOH
adalah zat yang bisa dianggap tidak cukup murni karena siftnya yang higroskopis dan mudah bereaksi
(Harjadi 1986). Standardisasi ini menggunakan NaOH sebagai titran untuk mentitrasi Asam Oksalat 0.1
N. Indikator yang digunakan adalah fenolftalien. Pemilihan indikator ini didasari oleh penyesuaian pH
akhir titrasi dengan trayek pH fenolftalien. Reaksi antara NaOH 0.1 dengan asam oksalat 0.1 N akan
memberikan pH titik akhir dalam trayek pH fenolftalien yaitu antara 8.0 ² 9.6 (Harjadi 1986).

Perubahan warna yang menandakan titik akhir terjadi yaitu dari tidak berwarna menjadi merah muda.
Fenolftalien tergolong asam yang sangat lemah dan dalam keadaan tidak terionisasi indikator tersebut
tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa, fenolftalien akan terionisasi lebih banyak dan memberikan
warna merah muda terang karena anionnya (Underwood 1981).

Data hasil percobaan menunjukkan rata-rata konsentrasi NaOH yang digunakan adalah 0.06 N. Dengan
standardisasi ini maka telah diketahui konsentrasi NaOH dengan teliti sehingga NaOH dapat digunakan
untuk titrasi lainnya sebagai titran. Penggunaan NaOH sebagai titran akan dipraktekkan dalam
percobaan selanjutnya yaitu penentuan kadar asam cuka murni dalam cuka biang.

Cuka biang adalah larutan pekat cuka yang masih bercampur dengan zat-zat pengotor lain. Pengenceran
cuka biang dilakukan sebagai langkah awal menentukan kadar cuka murni yang terkandung dalam cuka
biang lain. Pengenceran ini dilakukan sampai konsentrasi cuka cukup rendah sehingga pengaruh zat
pengotor terhadap kadar asam cuka dianggap sangat kecil. Penentuan kadar cuka ini menggunakan
titran NaOH yang telah distandardisasi dan indikator fenolftalien.

Setelah data yang didapatkan diolah, maka didapat kadar asam cuka murni yang terkandung dalam cuka
biang adalah 6 %. Ketelitian dari perhitungan ini adalah 92.28 % sehingga hasil yang didapatkan cukup
akurat dan mewakili keadaan sebenarnya.

Meskipun praktikum ini dirasa cukup berhasil, namun terdapat kesalahan- kesalahan yang mungkin
terjadi selama praktikum. Kesalahan-kesalahan tersebut terutama adalah kesalahan titrasi, yaitu
keterbatasan penglihatan dalam membaca buret dan memperhatikan warna sehingga titik akhir titrasi
mungkin saja luput (tidak benar-benar pas). Kesalahan lain yang mungkin adalah kesalahan volume
pelarut untuk mengencerkan.

VII. Kesimpulan
Asidi-alkallimetri termasuk dalam metode analisis titrimetri. Percobaan asidimetri yang dilakukan adalah
standardisasi HCl dengan boraks 0.1 N. Dari perhitungan hasil percobaan didapatkan konsentrasi HCl
rata-rata yang digunakan adalah 0.1 N. Percobaan alkalimetri meliputi dua kegiatan yaitu standardisai
NaOH dan penentuan kadar cuka murni dalam cuka biang. Pada standardisasi NaOH didapatkan hasil
konsentrasi rata-rata NaOH adalah 0.06 N. Sedangkan pada penentuan kadar cuka murni, didapatkan
hasil bahwa kadar cuka murni dalam cuka biang adalah 6 %. Ketelitian pada masing-masing percobaan
tinggi sehingga hasil yang didapatkan bisa dianggap akurat dan mewakili sebenarnya. Namun terdapat
kesalahan yang mungkin terjadi selama percobaan yaitu kesalahan titrasi dan kesalahan pengenceran.

Anda mungkin juga menyukai