Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MATA KULIAH PENGELOLAAN KUALITAS LINGKUNGAN

PENGELOLAAN KUALITAS LINGKUNGAN


DENGAN PEMANFAATAN
LIMBAH CAIR DARI INDUSTRI TAHU SEBAGAI BIOGAS
(studi penelitian Kampung Trunan Kota Magelang)

Dosen Pembimbing :
NOPI STIYATI P, M.T

Disusun Oleh :
AHMAD DANIEL GAZALI
H1E108065

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2010
ABSTRAK

soybean cake industry yield dangerous liquid waste which is very because in it
still containing many protein compound, inorganic compound and carbohydrate which
still is high. Many this industrial perpetrator [is] which [do] not process the direct and
the liquid waste throwing away [him/ it] to river though contain BOD of the waste
very high namely range from 300-1000 mg /l that [is] l very far from clean BOD
water standart pertaining just B ought to merely 6 mg / l.
To help solving the above problem, we hold a research with objective to make
use of tahu liquid wastes as an alternative fuel. Based on some researches, liquid
wastes of tahu iquid wastes as an alternative fuel. Based on some researches, liquid
wastes of tahu contain methane more than 50% that makes it possible to become the
raw material of biogas energy.
The method used in this research is engineering method (design activity)
which is not routine, thus there will be new contribution either for the process and the
product/protptype.
The result of the research shows that to produce 1500 liter of biogas that
fulfills the average need of a household it takes 100 kg of soybean per day. Hence, for
each cooking process of tahu which needs 30.000 kg of soybean produces 283,8 m3
of liquid wastes per day, which then produce 442,650 liter of biogas.
Afterward, to steam 100 kg of soybean it takes3,93 m3 of biogas, while it
takes 20 kg of sawdust. Every 100 kg of soybean takes energy which costs Rp. 40.000
for 3 times cooking process and each process takes 0,2 m3 of sawdust which costs Rp.
12.500. Therefore, the efficiency reach 61,1%. Moreover, beside used as fuel to cook,
biogas can
also be used for other need like lights
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Industri tahu merupakan industri rakyat, yang sampai saat ini masih banyak
yang berbentuk usaha perumahan atau industri rumah tangga. Walaupun sebagai
industri rumah tangga dengan modal kecil, industri ini memberikan sumbangan
perekonomian negara dan menyediakan banyak tenaga kerja. Namun pada sisi lain
dihasilkan limbah cair yang sangat berpotensi merusak lingkungan.
Limbah cair yang dihasilkan oleh industri tahu merupakan limbah organik
yang degradable atau mudah diuraikan oleh mikroorganisme secara alamiah. Namun
karena sebagian besar pelaku yang bergerak dalam industri tahu adalah orang-orang
yang hanya mempunyai modal terbatas, maka perhatian terhadap pengolahan limbah
industri tersebut sangat kecil, dan bahkan ada beberapa industri tahu yang tidak
mengolah limbahnya sama sekali dan langsung dibuang ke lingkungan. Kondisi ini
sangat tidak menguntungkan dan harus mendapat perhatian yang serius.
Dalam limbah cair tahu sebenarnya kaya protein,lemak dan karbohidrat serta
senyawa-senyawa organic yang masih tinggi. Jika senyawa-senyawa organik itu
iuraikan baik secara aerob maupun anaerob akan menghasilkan gas metana (CH4),
karbondioksida (CO2), gas-gas lain, dan air (Sugiharto,1987). Apa lagi kebanyakan
sekarang ini limbah cair hasil pengolah tahu hanya dibuang begitu saya kebadan air
atau tanah yang kelamaan akan menyebabkan bau yang sangat menyengat

Batasan masalah
Dalam makalah ini nantinya akan menjelaskan baku mutu limbah dengan baku
mutu limbah yang berkenaan dengan limbah cair tahu, pengertian/penjelasan tentang
limbah cair, pengolahan limbah cair, pengelolaan limbah cair tahu maupun
pemanfaatnya.

Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui yang
dikatagorikan limbah cair itu apa sesuai baku mutu limbah, mampu mengetahui
pengolahan dan pemanfaat limbar cair tahu yang benar
Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini, metode yang digunakan adalah metode kepustakaan,
yaitu dengan mengumpulkan data-data dari literatur-literatur dan jurnal penelitian
yang bersangkutan dengan Pengelolaan Kualitas Lingkungan Dengan Pemanfaatan
Limbah Cair Dari Industri Tahu Sebagai Biogas . Selain itu pengumpulan data juga di
dapat dari pencarian informasi-informasi dari internet berupa jurnal-jurnal maupun
artikel.

TINJAUAN PUSTAKA

Proses Pembuatan Tahu

Sebelum membahas lebih jauh dengan limbah dari hasil initustri tahu tesebut
adakalanya kita mengenal prose-proses apa saja di industry tahu yang bisa
menghasilkan limbah. Tahu merupakan makanan yang terbuat dari bahan baku
kedelai, dan prosesnya masih sederhana dan terbatas pada skala rumah tangga.
Suryanto (dalam Hartaty, 1994) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tahu
adalah makanan padat yang dicetak dari sari kedelai (Glycine spp) dengan proses
pengendapan protein pada titik isoelektriknya, tanpa atau dengan penambahan zat lain
yang diizinkan.

           Pembuatan tahu pada prinsipnya dibuat dengan mengekstrak protein, kemudian
mengumpulkannya, sehingga terbentuk padatan protein. Cara penggumpalan susu
kedelai umumnya dilakukan dengan cara penambahan bahan penggumpal berupa
asam. Bahan penggumpal yang biasa digunakan adalah asam cuka (CH3COOH), batu
tahu (CaSO4nH 2O) dan larutan bibit tahu (larutan perasan tahu yang telah
diendapkan satu malam).

Secara umum tahapan proses pembuatan tahu adalah sebagai berikut :

 Kedelai yang telah dipilih dibersihkan dan disortasi. Pembersihan dilakukan


dengan ditampi atau menggunakan alat pembersih.
 Perendaman dalam air bersih agar kedelai dapat mengembang dan cukup
lunak untuk digiling. Lama perendaman berkisar 4 - 10 jam.
 Pencucian dengan air bersih. Jumlah air yang digunakan tergantung pada
besarnya atau jumlah kedelai yang digunakan.

 Penggilingan kedelai menjadi bubur kedelai dengan mesin giling. Untuk


memperlancar penggilingan perlu ditambahkan air dengan jumlah yang
sebanding dengan jumlah kedelai.

 Pemasakan kedelai dilakukan di atas tungku dan dididihkan selama 5 menit.


Selama pemasakan ini dijaga agar tidak berbuih, dengan cara menambahkan
air dan diaduk.

 Penyaringan bubur kedelai dilakukan dengan kain penyaring. Ampas yang


diperoleh diperas dan dibilas dengan air hangat. Jumlah ampas basah kurang
lebih 70% sampai 90% dari bobot kering kedelai.

 Setelah itu dilakukan penggumpalan dengan menggunakan air asam, pada


suhu 50oC, kemudian didiamkan sampai terbentuk gumpalan besar.
Selanjutnya air di atas endapan dibuang dan sebagian digunakan untuk proses
penggumpalan kembali.

 Langkah terakhir adalah pengepresan dan pencetakan yang dilapisi dengan


kain penyaring sampai padat. Setelah air tinggal sedikit, maka cetakan dibuka
dan diangin-anginkan.
Diagram proses pembuatan tahu ditujukkan seperti pada gambar 1,

Biogas
Gas yang dihasilkan dari dekomposisi bahan-bahan organik (sampah, tinja
manusia, tinja hewan) di bawah kondisi anaerobik (tidak memerlukan oksigen). Gas
yang dihasilkan dari bahan organik tersebut sebagian besar terdiri dari campuran
methan dan karbon dioksida. Gas ini dikenal dengan gas rawa atau biogas. Campuran
gas ini adalah hasil dari proses fermentasi atau peranan bakteri anaerobic terutama
bakteri methan. Suhu yang ideal untuk berlangsungnya proses fermentasi ini adalah
dari 30°C hingga ± 55°C. Prinsip kimia yang berkaitan dengan pembentukan biogas
adalah prinsip terjadinya fermentasi dari semua karbohidrat, lemak, dan protein oleh
bakteri methan apabila tidak bercampur dengan udara.
Menurut hasil penelitian Basuki (2008), limbah cair tahu mempunyai kandungan
protein, lemak, dan karbohidrat atau senyawa-senyawa organik yang masih cukup
tinggi. Jika senyawa-senyawa organik itu diuraikan baik secara aerob maupun anaerob
akan menghasilkan gas metana (CH4), karbondioksida (CO2), gas-gas lain, dan air
(Sugiharto, 1987). Gas metana merupakan bahan dasar pembuatan biogas. Biogas
adalah gas pembusukan bahan organik oleh bakteri pada kondisi anaerob. Gas ini
tidak berbau, tidak
berwarna, dan sangat mudah terbakar. Biogas sebanyak 1000 ft3 (28,32 m3)
mempunyai nilai pembakaran yang sama dengan galon (1 US gallon = 3,785 liter)
butana atau 5,2 gallon gasolin (bensin) atau 4,6 gallon minyak diesel. Untuk memasak
pada rumah tangga dengan 4-5 anggota keluarga cukup 150 ft3 per hari (Dewanto,
2008). Limbah cair tahu mempunyai kandungan metana lebih dari 50%, sehingga
sangat memungkinkan sebagai bahan baku sumber energi biogas.

Karesteristik Limbah Cair Tahu

   Untuk limbah industri tahu tempe ada dua hal yang perlu diperhatikan yakni
karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, suhu, warna
dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas.

           Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu
limbah cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 400C sampai 46
0C. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan
biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dan tegangan
permukaan.

           Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada
umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut
dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara senyawa-senyawa
tersebut, protein dan lemaklah yang jumlahnya paling besar (Nurhasan dan
Pramudyanto, 1987), yang mencapai 40% - 60% protein, 25 - 50% karbohidrat, dan
10% lemak (Sugiharto, 1987). Semakin lama jumlah dan jenis bahan organik ini
semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena
beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme di dalam air limbah tahu tersebut.
Untuk menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik
pengujian seperti BOD, COD dan TOM. Uji BOD merupakan parameter yang sering
digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran bahan organik, baik dari industri
ataupun dari rumah tangga (Greyson, 1990; Welch, 1992).

           Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang digunakan.
Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air buangannya
biasanya rendah (Nurhasan dan Pramudya, 1987). Pada umumnya konsentrasi ion
hidrogen buangan industri tahu ini cenderung bersifat asam. Komponen terbesar dari
limbah cair tahu yaitu protein (N-total) sebesar 226,06 sampai 434,78 mg/l. sehingga
masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen
di peraian tersebut.

           Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah adalah gas nitrogen (N2 ),
oksigen (O2 ), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3 ), karbondioksida (CO2 ) dan
metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang
terdapat di dalam air buangan. Beberapa contoh hasil pengukuran kadar BOD Dan
COD di dalam air limbah tahu dan tempe di daerah DKI Jakarta ditunjukkan pada
Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisa Limbah Cair Industri Tahu

PARAMETER LOKASI COD(mg/l) BOD(mg/l)


Cipinang 1102 910
Kebon Pala 3211 2200
Utan Kayu 8327 1200
Setia Budi 5904 2250
Tebet 2362 2100
Kebayoran Lama 7916 3450
Kuningan Barat 8360 8100
Mampang 4897 3550
Cilandak 9207 5425
Pasar Minggu 3779 1750
Tegal Parang 15055 12100

Baku Mutu Dan Limbah Cair


Baku mutu dapat dibedakan menjadi 2 yaitu baku mutu limbah dan baku mutu
lingkungan. Baku mutu limbah mengatur persyaratan limbah yang boleh dibuang ke
lingkungan, sedangkan baku mutu lingkungan mengatur kondisi lingkungan agar
sesuai dengan kebutuhan manusia. Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
menyebutkan: “Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha
dan/atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan
lingkungan”. Untuk melindungi lingkungan hidup yang paling mudah adalah
membuat aturan, dan aturan tersebut berupa baku mutu. Tetapi walaupun pada satu
sisi baku mutu dipergunakan untuk melindungi lingkungan, tetapi pada sisi yang lain
harus memungkinkan beroperasinya suatu kegiatan dan/atau usaha. Apabila baku
mutu itu terlalu berat, maka sangat sulit bagi suatu usaha untuk melangsungkan
usahanya. Baku mutu harus
disesuaikan dengan tempat dan teknologi yang telah dimiliki.
Baku mutu limbah cair dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1) Efluent standard
Eflluent standard adalah batas kadar maksimum atau minimum parameter limbah
yang diperbolehkan untuk dibuang ke lingkungan. Ada 4 jenis yaitu: golongan I, II,
III, dan IV. Golongan I merupakan standar limbah yang paling baik, sehingga
pengolahannyapun paling sulit, dan golongan IV adalah golongan limbah yang paling
jelek, sehingga apabila suatu kegiatan dituntut untuk mengolah limbah sesuai dengan
golongan IV, maka tuntutan itu adalah yang paling ringan.
2) Stream standard
Stream standard adalah batas kadar maksimum atau minimum parameter suatu badan
air. Badan air seperti sungai dibedakan menjadi
a) Badan air golongan A: yaitu badan air yang airnya digunakan sebagai air
minum tanpa pengolahan yang berarti.
b) Badan air golongan B: yaitu badan air yang airnya dapat digunakan sebagai air
baku untuk diolah sebagai air minum, dan dapat digunakan untuk keperluan
lain, tetapi tidak memenuhi golongan A
c) Badan air golongan C: yaitu badan air yang airnya digunakan untuk keperluan
perikanan dan peternakan, dan dapat digunakan untuk keperluan lain, tetapi
tidak memenuhi golongan A dan B
d) Badan air golongan D: yaitu badan air yang airnya digunakan untuk keperluan
pertanian dan untuk keperluan lain, tetapi tidak memenuhi golongan A, B, dan
C
e) Badan air golongan E yaitu badan air yang airnya tidak memenuhi kualitas air
golongan A, B, C, dan D

Limbah adalah sesuatu yang tidak berguna, tidak memiliki nilai ekonomi dan akan
dibuang, apabila masih dapat digunakan maka tidak disebut limbah. Proses
pembersihan mesin-mesin di berbagai percetakan kebanyakan menggunakan minyak
tanah, bensin dan terpentin sebagai pelarut tinta. Mesin-mesin harus selalu
dibersihkan karena penggunaan tinta dengan berbagai macam warna. Apabila pelarut
tinta tersebut tidak memiliki nilai ekonomis sama sakali, maka pelarut tersebut disebut
limbah. Tetapi apabila pelarut tersebut dapat diolah kembali dengan cara distilasi,
maka pelarut bukan merupakan limbah. Jenis limbah cair pada dasarnya ada 2 yaitu
limbah industri dan limbah rumah tangga. Limbah cair yang termasuk limbah rumah
tangga pada dasarnya hanya mengandung zat-zat
organik yang dengan pengolahan yang sederhana atau secara biologi dapat
menghilangkan poluten yang terdapat di dalamnya (Ginting, 1992) Poluten yang
terdapat limbah cair ada berbagai jenis, dan jenis polutan tersebut menentukan
bagaimana limbah cair tersebut harus diolah. Berdasarkan polutan yang terkandung di
dalam limbah cair, maka limbah cair dapat dibedakan menjadi empat yaitu:
1) Mengandung bahan yang mudah menguap
Bila limbah mengandung bahan yang mudah menguap, harus ada unit aerasi untuk
mengeluarkan bahan-bahan yang mudah menguap, atau ditempatkan pada lokasi
penampungan dengan luas permukaan besar agar terjadi penguapan.
2) Mengandung bahan yang mudah membusuk
Limbah cair yang mengandung bahan yang mudah membusuk (degradable) diolah
secara
bakterologi baik secara aerob maupun anaerob.
3) Limbah yang mengandung logam berat atau bahan-bahan kimia yang lain, relatif
lebih sulit,
sebab harus diketahui karakter dari masing-masing polutan.
4) Mengandung bakteri patogen
Limbah yang mengandung bakteri patogen, harus ada unit untuk membunuh bakteri,
misalnya mengunakan kaporit (Darsono, 1995).

BAHAN DAN MOTODE PENELITIAN


Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair tahu, ,
drum minyak, plat/stainless steel pipa PVC 0.5 inch, PVC, sambungan siku 0.5 inch,
PVC sambungan T 0.5 inch, PVC ulir 0.5 inch jantan 26 dan betina, lem PVC, stop
kran 0,5 inchi, elbow, bata merah, semen, pasir, pipa PVC 5 inchi, botol plastik,
iberglass, ban dalam, dan tali karet ban dalam. Bahan yang digunakan pada pengujian
jumlah koloni adalah spiritus, alkohol, media agar, buffer fosfat/ 0.85% NaCl/ larutan
Ringer, dan starter/EM4.
Metode
Metode penelitian yang digunakan adalah metode rekayasa yang merupakan
suatu kegiatan rancang bangun tidak rutin, sehingga di dalamnya terdapat kontribusi
baru, baik dalam bentuk proses maupun produk/ prototipe (Umar, 1994). Sedangkan
metode pengumpulan datanya melalui :
1. Observasi Kebutuhan
Observasi kebutuhan dilakukan dengan wawancara dengan sejumlah pengusaha tahu
di kampung Trunan Kota Magelang, untuk mengetahui kebutuhan pengusaha tahu
akan biodigester, kebutuhan bahan bakar untuk memasak, kapasitas rata–rata kedelai
yang diproses setiap harinya, pemanfaatan limbah cair tahu (whey), harapan pelaku
usaha apabila biodigester telah dibangun dalam menggantikan bahan bakar
konvensional, dan ketersediaan lahan bagi penempatan biodigester. Selain itu juga
dilakukan diskusi tentang mekanisme pengoperasian biodigester.
2. Pengukuran Sifat Fisik Bahan dan Keadaan Lingkungan
Pada tahap ini dilakukan pengukuran sifat fisik bahan dari Whey/limbah cair tahu
yang meliputi berat jenis dan koefisien gesek untuk menentukan kemiringan lubang,
rata - rata jumlah limbah cair tahu yang tersedia dari setiap proses/hari/pelaku usaha,
dan temperatur lingkungan sekitar biodigester berupa temperatur dalam tanah.
3. Penentuan Kriteria Disain
Penentuan kriteria disain dilakukan untuk menentukan kriteria dasar biodigester yang
akan digunakan sebagai dasar perancangan yang berdasarkan atas observasi
kebutuhan.
4. Perancangan
Perancangan meliputi rancangan fungsional untuk menentukan fungsi dari komponen
utama biodigester dan rancangan struktural untuk menentukan bentuk dan tata letak
dari komponen utama. Analisis teknik dilakukan untuk menghitung ukuran dimensi
biodigester dan ukuran penyimpan gas sementara. Selain itu anthropometri dari
biodigester perlu dipertimbangkan untuk kenyamanan kerja operator.
5. Pembuatan Gambar Teknik
Tahap ini adalah membuat gambar desain atau gambar teknik dari biodigester yang
dirancang dengan menggunakan software Autocad R14.
6. Pembuatan Prototipe

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Kualitas Biogas yang Dihasilkan

Suhu
Temperatur terukur yang bekerja pada digester menunjukkan pada angka 20 -25 oC, sesuai
dengan temperatur yang diperkirakan pada tahap perancangan. Hal ini dapat disebabkan
oleh temperatur lingkungan yang mempengaruhi materi di dalam biodigester, karena
karena material bahan dalam hal ini drigen yang digunakan bukan merupakan isolator
/penahan panas yang baik. Dengan mengetahui variabel ini selanjutnya dapat
diperhitungkan kemampuan digester tersebut dalam mencerna bahan. Pada temperatur
35oC bahan limbah cair tahu dapat dicerna selama 10 – 15 hari. Pada percobaan
temperatur yang bekerja mencapai suhu antara 20 - 25oC sedikit dibawah temperatur
optimal maka dapat dipahami kemampuan bakteri untuk mencerna bahan menjadi 3
minggu.
pH
Derajat keasaman dari bahan di dalam digester merupakan salah satu indikator bagaimana
kerja digester. Derajat keasaman dapat diukur dengan pH meter atau kertas pH. Untuk
bangunan digester yang kecil, pengukuran pH dapat diambil dari keluaran/effluent
digester atau pengambilan sampel dapat diambil di permukaan digester apabila telah
terpasang tempat khusus pengambilan sampel (Fry, 1974).
BOD
Pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen
di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik. Untuk
menguraikan zat organik memerlukan waktu ± 2 hari untuk 50% reaksi, 5 hari untuk 75%
reaksi tercapai dan 20 hari untuk 100% reaksi tercapai. Dengan kata lain tes BOD berlaku
sebagai simulasi proses biologi secara alamiah, mula-mula diukur DO nol dan setelah
mengalami inkubasi selama 5 hari pada suhu 20 °C atau 3 hari pada suhu 25°C–27°C
diukur lagi DO air tersebut. Perbedaan DO air tersebut yang dianggap sebagai konsumsi
oksigen untuk proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari dipergunakan dengan
anggapan segala proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari, Hasil penelitian yang
dilakukan menunjukkan pengurangan kadar BOD dari 334,75 mg/l menjadi 85 mg/l.
COD
Pemeriksaan parameter COD ini menggunakan oksidator potasium dikromat yang
berkadar asam tinggi dan dipertahankan pada temperatur tertentu. Penambahan oksidator
ini menjadikan proses oksidasi bahan organik menjadi air dan CO2, setelah pemanasan
maka sisa dikromat diukur. Pengukuran ini dengan jalan titrasi, oksigen yang ekifalen
dengan dikromat inilah yang menyatakan COD dalam satuan ppm. Hasil penelitian
menunjukkan pengurangan kadar COD dari 1826 mg/l menjadi 450 mg/lt
TSS
Total Suspended Solid adalah semua zat terlarut dalam air yang tertahan membran saring
yang berukuran 0,45 mikron. Kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 103°C–
105°C, hingga diperoleh berat tetap. Partikel yang sama besar, part ikel yang mengapung
dan zat-zat yang menggumpal yang tidak tercampur dalam air, terlebih dahulu dipisahkan
sebelum pengujian. Hasil penelitian menunjukkan pengurangan kadar SS dari 250 mg/l
menjadi 40 mg/lt.
Lama Waktu Fermentasi untuk Menghasilkan Biogas Secara Optimum
Secara reguler waktu yang diperlukan untuk memfermentasi limbah cair tahu menjadi
gasbio mencapai 3 minggu tergantung pada kualitas limbahnya. Dengan penambahan
starter dalam hal ini EM4 dengan komposisi 0,5%, proses pembentukannya menjadi
satu minggu lebih cepat. Dalam percobaan dilaboratorium dengan penambahan starter
1,5% waktu yang diperlukan untuk fermentasi mencapai 8 hari

Pembahasan
Dari hasil pengolahan awal saja banyak menunjukan hasil yang positif terhadap
limbah cair baru tahap awal pengolahan yakni dengan nilai BOD, COD dan TSS nya
menurun. Tentu ini merupakan hasil yang positif namun bukan itu tujuan utama kita
disini bukan hanya ingin mengolah limbah tetapi juag ingin limbah itu bisa bermanfaat
apalagi kalo sampai bernilai ekomomis.
Berdasarkan survey lapangan kapasitas produksi tahu di kampung trunan
memerlukan kedelai 300kw/hari, sehingga kapasitas limbah cair tahu di sentra
industry tahu kota Magelang mencapai 283800 liter/hari atau setara 283,8 m3/hari.
Nilai kapasitas
kebutuhan kedelai tersebut jauh lebih kecil dari angka yang seharusnya Dari kapasitas
limbah tersebut, maka dapat dikonversikan menjadi gasbio dengan kapasitas 442,65
m3/hari. Hal ini mampu mencukupi untuk keperluan memasak bagi 295,1 keluarga
dengan jumlah anggota keluarga masing-masing 4-5 orang. Dengan catatan seluruh
limbah cair dapat diakumulasikan dalam satu digester.
Pemanfaatan gasbio untuk memasak kedelai mampu memberikan effisensi
sebesar 61,6%. Hal ini disebabkan nilai kalori gas bio yang lebih rendah dibanding
dengan nilai kalori pada kayu atau grajen, disamping produksi gasbio yang masih
terbatas.
Uji coba proses pengolahan dengan kondisi anaerobik dilakukan dengan tanpa
proses aerasi maupun tanpa sirkulasi. Dengan demikian proses di dalam bak pengurai
anaerobic maupun bak pengolahan lanjut berada dalam kondisi anaerob.
Berdasarkan pengamatan secara fisik, pada awal proses yakni pengamatan
setelah tiga hari operasi, proses penguraian sudah mulai berjalan. Hal ini dapat dilihat
dari timbulnya bau yang menyengat pada bak pengurai anaerob, timbulnya bau
tersebut terutama pada proses produksi tahu kuning. Limbah yang dihasilkan
berwarna kuning keruh dan berbau rebusan kedelai. Sedang pada proses pembuatan
tahu putih, limbah yang dihasilkan berwarna putih keruh dengan bau kedelai.
Pekatnya tingkat bau disebabkan karena limbah cair tahu masih mengandung bahan
organic yang cukup tinggi, sehingga bila terurai akan menimbulkan bau yang tidak
sedap.
Dari hasil penelitian, kapasitas produksi serta jumlah limbah yang dihasilkan
akan
mempengaruhi karakteristik limbah cair (BOD, COD, TSS dan pH). Dengan kata lain
semakin besar kapasitas produksi dengan hasil limbah yang semakin banyak akan
berdampak pada semakin buruknya karakteristik limbah yang dihasilkan. Di kampong
Trunan, untuk pembuatan tahu putih dengan kapasitas hingga 100 kg kedelai perhari
menghasilkan limbah cair mencapai 160 liter dengan karakteristik BOD terkandung
mencapai 334,75 mg/l., COD 1826 mg/l., dan TSS 250 mg/l, serta pH 5,4. Setelah
proses berjalan berjalan sekitar dua minggu, mikroorganisme sudah mulai tumbuh
atau berkembang biak di dalam reaktor. Di dalam bak pengendapan awal sudah mulai
terlihat lapisan mikroorganisme yang menempel pada permukaan media
Mikroorgnisme tersebut sangat membantu menguraikan senyawa organik yang
ada di dalam air limbah. Dengan berkembangbiaknya mikroorgnisme atau bakteri
pada permukaan media, maka proses penguraian senyawa polutan yang ada di dalam
air limbah menjadi lebih efektif. Selain itu, setelah proses berjalan selama tiga minggu
pada permukaan media kontaktor plastik telah diselimuti oleh lapisan mikroorganisme
meskipun masih sangat tipis.. Dengan tumbuhnya lapisan mikroorganisme tersebut,
maka proses penyaringan padatan tersuspensi (SS) maupun penguraian senyawa
polutan yang ada di dalam air limbah menjadi lebih baik. Hal ini secara fisik dapat
dilihat dari air limpasan yang keluar dari zona anaerob sudah cukup jernih, dan buih
atau busa yang terjadi di zona aerob (bak aerasi) sudah sangat berkurang. Sedangkan
air olahan yang keluar secara fisik sudah sangat jernih. Sedangkan hasil analisa
kualitas air limbah sebelum dan sesudah pengolahan., tanpa proses aerasi dapat dilihat
pada tabel 5

Hasil analisa kualitas air limbah sebelum dan sesudah pengolahan pada
kondisi
proses tanpa aerasi menunjukkan bahwa dengan proses secara anaerobik didapatkan
efisiensi penghilangan BOD 74,5%, COD 75,4 % dan efisiensi penghilangan padatan
tersuspensi (SS) 84 %. Berdasarkan Undang-undang No.23 Tahun 1997 dan PP.
No.82 tahun 2000 Mengenai Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian. Kondisi
tersebut dapat diterima. Artinya kadar limbah cair yang telah diolah cukup aman
untuk lingkungan.

KESIMPULAN
Dari penjelasan-penjelasan di atas secara garis besar kita dapat mengambil
kesimpulan;
1. Industry tahu menghasilkan limbah cair yang bebahaya karena masih
tingginya kandungan lemak, protein, karbohidrat dan senyawa organic yang
masih tinggi .
2. Selain itu nilai BOD dan COD dari limbah ini sangatlah tinggi dari data yang
saya dapat berkisar 335 mg/l untuk BOD dan COD 1826 mg/l.
3. Secara aerob dan aneaerob apabila limbah ini bisa menghasilkan
menghasilkan gas CH4/metana yang mana itu bisa digunakan sebagai bahan
bakar alternative yang kita sering sebut sebagai biogas/gasbio.
4. Seperti hasil penelitian yang saya dapat pada jurnal dengan menggunakan alat
penelitian tersebut nilai BOD dan COD nya saja bisa dikurangi sebesar
presentasi 74,5% dan 75,4%.
5. Namun bukan hanya itu setelah diolah lebih lanjut dapat menghasilkan
biogas/gasbio dan dapat dimanfaatkan oleh warga sekitar.

DAFTAR PUSTAKA
Jurnal yang digunakan:
Oesman Raliby, Retno Rusdjijati, and Imron Rosyidi. Pengolahan Limbah Cair
Tahu Menjadi Biogas Sebagai Bahan Bakar Alternatif Pada Industri Pengolahan
Tahu

Darsono.pengolahan limbah cair tahu secara Anaerob Dan Aerob. Program Studi
Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Anonym.2008. Teknologi Pengolahan Limbah Tahu-Tempe Dengan Proses


Biofilter Anaerob Dan Aerob.
Diakses tanggal 25 maret 2010
http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Limbahtt/limbahtt.html

Anda mungkin juga menyukai