Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Amylia Aisyahwalsiah
H1E108046
Abstrak
Deterjen merupakan salahsatu bahan pencuci yang sangat populer di Indonesia.
Tetapi limbah yang dihasilkan berdampak negatif yaitu limbah cair yang dapat
mencemari lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan merupakan jenis buangan
organik yang sulit diuraikan oleh bakteri, yakni Dodesil Benzene Sulfonat (DBS).
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui tentang tingkat efektivitasi biodegradasi
DBS dengan menggunakan metode lumpur aktif.
Dari hasil yang didapat, menunjukkan bahwa selama pengolahan baik kontrol
atau pengolahan lumpur aktif terjadi penurunan, namun, penurunan yang drastis
terjadi pada pengolahan lumpur aktif pada hari ke 15. pengolahan limbah
deterjen menggunakan lumpur aktif sangat efektif, karena dapat dilihat kadar
efektivitasnya sangat tinggi yakni 99,25%.
Abstract
Detergent is one of a real detergent material in Indonesia. But, waste yielded has
negative impact that is existance of liquid waste contaminating area. Liquid waste
yielded is organic trickling type of which is not easy to degradated by bacterium,
is Dodesil Benzene Sulfonat (DBS). This report aims to find out about decrease
efectivity of DBS concentration using activated sludge.
From the result obtained, indicated that there were desrease of DBS
concentration both in control and tread sample, but drastic reduction occurred in
the active mud treatment on day 15. Detergent waste treatment using active mud
is very effective, as can be seen very high levels of effectiveness is 99.25%.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan utama dan sumber utama bagi makhluk hidup dibumi.
Sekitar 97% air dibumi terdapat dilautan. Untuk itu, diperlukan air yang dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya. Air yang dibutuhkan adalah air bersih dan
air sehat yaitu air yang tidak mengandung bibit penyakit , bahan kimia yang
beracun serta partikel – partikel pengotor. Dalam kehidupan sehari – hari, air
digunakan manusia untuk kegiatan untuk keperluan minum, mencuci, industri,
kegiatan pertanian dan sebagainya.
Dewasa ini, air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius
karena dari segi kualitas dan kuantitas air telah berkurang yang disebabkan oleh
pencemaran. Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya
adalah akibat adanya limbah deterjen. Deterjen merupakan pembersih sintetis
yang terbuat dari bahan – bahan turunan minyak bumi. Dibandingkan dengan
sabun, deterjen mempunyai keunggulan mempunyai daya cuci yang lebih baik
serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air.
Salah satu kandungan yang terdapat dalam deterjen adalah Natrium Dodesil
Benzena Sulfonat (NaDBS). Senyawa ini sulit terurai secara alamiah dalam air,
sehingga dapat mencemari lingkungan perairan. Salah satu dampaknya adalah
timbul buih dipermukaan perairan sehingga dapat mengganggu pelarutan oksigen
dalam air. Oleh karena itu, diperlukan teknik yang tepat dan efektif dalam
pengolahan limbah deterjen. Salah satunya adalah pengolahan limbah secara
biologis dengan menggunakan lumpur aktif karena menggunakan mikroorganisme
didalamnya.
Batasan Masalah
Batasan masalah penulisan ini menjelaskan tentang Dodesil benzen sulfonat
sebagai bahan yang terkandung dalam deterjen serta metode lumpur aktif yang
digunakan untuk penurunan kadar DBS.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah memberikan penjelasan tentang pemanfaatan lumpur
aktif dalam terhadap zat yang terkandung dalam deterjen, yakni DBS.
Metode Penulisan
Metode penulisan ini menggunakan studi pustaka yang mengambil 1 jurnal utama
dan beberapa jurnal pendukung serta referensi lainnya yang berhubungan dengan
judul yang diambil dari internet.
TINJAUAN PUSTAKA
Air Dan Pencemaran Air
Air adalah zat atau materi atau unsur yang sangat penting bagi semua kehidupan.
Air hampir menutupi 71% permukaan bumi. Air yang ada sekarang belum tentu
bersih, tetapi ada yang tercampur dengan berbagai pencemar tergantung pada
daerah air itu berada.
Pencemaran air adalah adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat
penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas
manusia. Walaupun fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa bumi dll
juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap kualitas air, hal ini tidak
dianggap sebagai pencemaran. Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal
dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Pencemaran air terjadi apabila dalam air terdapat berbagai macam zat atau kondisi
yang dapat menurunkan standar kualitas air yang telah ditentukan, sehingga tidak
dapat di gunakan untuk kebutuhan tertentu. Suatu sumber air dapat dikatakan
tercemar tidak hanya karena tercampur dengan bahan pencemar, akan tetapi
apabila air tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan tertentu.
Sumber Pencemaran Air
Ada beberapa penyebab terjadinya pencemaran air antara lain apabila air
terkontaminasi dengan bahan pencemar air seperti sampah rumah tangga, sampah
lembah industri, sisa-sisa pupuk atau pestisida dari daerah pertanian, limbah
rumah sakit, limbah kotoran ternak, partikulat-partikulat padat hasil kebakaran
hutan dan gunung berapi yang meletus atau endapan hasil erosi tempat-tempat
yang dilaluinya.
1). Surfaktan (surface active agent), merupakan zat aktif permukaan yang
mempunyai ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe
(suka lemak). Surfaktan merupakan bahan utama deterjen. Bahan aktif
ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat
melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Surfaktant
ini baik berupa anionic (Alkyl Benzene Sulfonate (ABS), Linier Alkyl
Benzene Sulfonate (LAS), Alpha Olein Sulfonate (AOS), Kationik
(Garam Ammonium), Non ionic (Nonyl phenol polyethoxyle),
Amphoterik (Acyl Ethylenediamines).
2). Builder (Permbentuk), berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari
surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air.
Baik berupa Phosphates (Sodium Tri Poly Phosphate (STPP) , Asetat
(Nitril Tri Acetate (NTA), Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA),
Silikat (Zeolit), dan Sitrat (asam sitrat).
3). Filler (pengisi), adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai
kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau
dapat memadatkan dan memantapkan sehingga dapat menurunkan harga.
Contoh : Sodium sulfate.
4). Additives, adalah bahan suplemen/ tambahan untuk membuat produk
lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan
sebagainya yang tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen.
Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk.
Contoh : Enzyme, Borax, Sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose
(CMC) dipakai agar kotoran yang telah dibawa oleh detergent ke dalam
larutan tidak kembali ke bahan cucian pada waktu mencuci (anti
Redeposisi). Wangi – wangian atau parfum dipakai agar cucian berbau
harum, sedangkan air sebagai bahan pengikat.
METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitianini antara lain limbah deterjen, sedimen
(lumpur), NaDBS, pupuk NPK, Bahan kimia yang digunakan antara lain reagen
Methylene blue, klroform, H2SO4, NaH2PO4.H2O dan akuades.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian dikelompokkan menjadi dua yaitu
peralatan pengolahan limbah deterjen dan peralatan analisis kimia. Peralatan
pengolahan limbah deterjen antara lain bak pengolahan dengan volume 5 liter.
Toples plastik dengan volume 2 liter, dan aerator. Peralatan analisis kimia antara
lain peralatn gelas seperti tabung reaksi, pipet volume, corong pisah, timbangan
analitik dan spektofotometer UV-Vis.
Cara Kerja
Pengolahan Limbah Detertjen
Pembibitan (seeding)
Sebanyak 3 gram lumpur yang diperoleh dari Sungai Mati, 1 gram NPK
dimasukkan kedalam toples plastik yang sudah disii dengan akuades sebanyak 1
liter. Selama pembibitan dilakukan aerasi dengan aerator yang ujung selangnya
ditempatkan pada dasar toples. Aerasi dilakukan selain sebagai sumber oksigen
juga dapat sebagai alat pengadukan dari proses pembibitan. Pembibitan ini
dilakukan selama 1 minggu.
Pengolahan Limbah Deterjen
Disiapkan 2 bak percobaan yang masing-masing diisi dengan 2 liter air limbah.
Bak pertama diisi dengan 1 liter cairan pembibitan, dan bak kedua hanya diisi
dengan limbah deterjen. Pada sistem pengolahan ini dilakukan aerasi dan
pengamatan dilakukan pada hari ke 3, 5, 7, 10 dan 15.
Pembuatan Larutan Standar DBS
Sebelum menentukan kadar DBS, dilakukan pembuatan standar DBS dari
senyawa Na-DBS dengan konsentrasi DBS 100 ppm. Selanjutnya dibuat larutan
standar 1,0; 2; 5; 10 dan 25 ppm.
Penentuan Kadar DBS pada Sampel
Sebanyak 10,0 mL sampel deterjen dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian
ditambahkan dengan 25 mL kloroform dan 25 mL pereaksi methylene blue.
Campuran dalam
corong pisah dikocok selama 10 detik dan didiamkan sampai terbentuk dua fase
yaitu fase kloroform dan fase air. Fase kloroform yang berada di bagian bawah
diambil dan fase air dicuci dengan kloroform sampai warna biru pada fase air
berkurang atau menghilang. Fase
kloroform dikumpulkan pada corong pisah yang lainnya, kemudian ditambahkan
50 Ml larutan pencuci dan dikocok selama 60 detik, selanjutnya didiamkan
sampai terbentuk dua fase lagi. Fase kloroform ditampung, sedangkan fase larutan
pencuci dilakukan pencucian sebanyak dua kali dengan masing-masing 10 mL
klroform. Fase klroroform dikumpulkan dan dibaca serapannya dengan
spekrtofotometer pada panjang gelombang maksimum 644 nm.
Perhitungan Efektivitas
Untuk menentukan nilai efektivitas penurunan DBS dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut :
Berikut ini adalah tabel Kadar DBS Limbah Deterjen yang di olah dengan
menggunakan lumpur aktif :
Kadar DBS (ppm)
Hari ke Kontrol Lumpur Aktif
0 50,888 50,888
5 48,122 14,137
7 47,843 1,244
10 46,98 0,152
15 46,762 0,381
Dari tabel diatas dapat kita lihat terjadi penurunan kadar DBS selama pengolahan
baik untuk kontrol maupun pengolahan dengan lumpur aktif. Apabila
dibandingkan dengan kontrol, penurunan kadar DBS pada pengolahan lumpur
aktif mengalami penurunan yang tajam, sedangkan pada kontrol tidak terjadi
penurunan yang tajam. Hal ini disebabkan karena pada kontrol tidak terjadi
degradasi DBS secara maksima. Kadar terendah DBS yang paling rendah adalah
pada hari ke 15 dengan pengolahan lumpur aktif. Hal ini dikarenakan pada
pengolahan lumpur aktif terjadi degradasi oleh mikroorganisme yang terdapat
pada lumpur aktif.
Dan ini adalah tabel Efektifitas Penurunan DBS limbah deterjen untuk kontrol dan
lumpur aktif :
Efektifitas (%)
Hari Ke Kontrol Lumpur Aktif
0 5,44 72,22
5 5,95 97,56
7 7,68 99,70
10 7,78 99,45
15 8,18 99,25
Dari tabel tersebut dapat kita ketahui bahwa tingkat efektivitas pengolahan lumpur
aktif sangatlah tinggi. Pada hari ke 15 nilai efektivitasnya sebesar 99,25%. Hal ini
menunjukkan bahwa pengolahan limbah cair dengan metode lumpur aktif sangat
efektif untuk menurunkan kadar DBS dari limbah deterjen.
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan, hasil dan pembahasan diatas, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. DBS merupakan bahan utama dalam deterjen yang sangat mencemari
perairan yang dapat menurunkan kadar oksigen terlarut dalam perairan.
2. Dari hasil pengujian, kandungan DBS pada kontrol lebih tinggi
dibandingkan dengan pengolahan lumpur aktif.
3. lumpur aktif sangat efektif untuk menurunkan kadar DBS hal ini
dibuktikan dengan tingginya nilai efektivitas pengolahan pada hari ke 15
sebesar 99,25%.