Perbedaan batik tulis dan batik cap bisa dilihat dari beberapa hal sbb:
Batik Tulis
Batik Tulis
Batik Cap
Batik Cap
1. Dikerjakan dengan menggunakan cap (alat yang terbuat dari tembaga yang
dibentuk sesuai dengan gambar atau motif yang dikehendaki). Untuk
pembuatan satu gagang cap batik dengan dimensi panjang dan lebar : 20
cm X 20 cm dibutuhkan waktu rata-rata 2 minggu.
2. Bentuk gambar/desain pada batik cap selalu ada pengulangan yang jelas,
sehingga gambar nampak berulang dengan bentuk yang sama, dengan
ukuran garis motif relatif lebih besar dibandingkan dengan batik tulis.
3. Gambar batik cap biasanya tidak tembus pada kedua sisi kain.
4. Warna dasar kain biasanya lebih tua dibandingkan dengan warna pada
goresan motifnya. Hal ini disebabkan batik cap tidak melakukan
penutupan pada bagian dasar motif yang lebih rumit seperti halnya yang
biasa dilakukan pada proses batik tulis. Korelasinya yaitu dengan
mengejar harga jual yang lebih murah dan waktu produksi yang lebih
cepat. Waktu yang dibutuhkan untuk sehelai kain batik cap berkisar 1
hingga 3 minggu.
5. Untuk membuat batik cap yang beragam motif, maka diperlukan banyak
cap. Sementara harga cap batik relatif lebih mahal dari canting. Untuk
harga cap batik pada kondisi sekarang dengan ukuran 20 cm X 20 cm
berkisar Rp. 350.000,- hingga Rp. 700.000,-/motif. Sehingga dari sisi
modal awal batik cap relatif lebih mahal.
6. Jangka waktu pemakaian cap batik dalam kondisi yang baik bisa mencapai
5 tahun hingga 10 tahun, dengan catatan tidak rusak. Pengulangan cap
batik tembaga untuk pemakainnya hampir tidak terbatas.
7. Harga jual batik cap relatif lebih murah dibandingkan dengan batik tulis,
dikarenakan biasanya jumlahnya banyak dan miliki kesamaan satu dan
lainnya tidak unik, tidak istimewa dan kurang eksklusif.
Disamping adanya perbedaan dari sisi visual antara batik tulis dan batik cap,
namun dari sisi produksi ada beberapa kesamaan yang harus dilalui dalam
pengerjaan keduanya. Diantaranya adalah sbb:
Batik
Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa
mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan
menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam
literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian
kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk
penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia,
sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya
yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk
Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage
of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009. [1]
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Etimologi
• 2 Sejarah teknik batik
• 3 Budaya batik
o 3.1 Corak batik
o 3.2 Baju Batik di Indonesia
o 3.3 Baju batik Indonesia juga dikenakan di Malaysia
• 4 Cara pembuatan
• 5 Jenis batik
o 5.1 Menurut teknik
o 5.2 Menurut asal pembuatan
• 6 Lihat pula
• 7 Referensi
• 8 Pranala luar
[sunting] Etimologi
Kata "batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: "amba", yang bermakna
"menulis" dan "titik" yang bermakna "titik".[rujukan?]
Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri
tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan
diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. [2]Di sisi lain,
J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya
bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan
Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh
Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.[4]
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad
ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya
bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa
canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.[4]
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku
History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah
menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada
1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik
yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam
dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya.
Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik
Indonesia memukau publik dan seniman.[2]
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian
dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa
di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata
pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan
eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan
masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi
fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa
dilihat pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan
membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.
Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga
kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu.
Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat
ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton
Yogyakarta dan Surakarta.
Batik Cirebon bermotif mahluk laut
Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai saat ini
masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden
Soeharto, yang pada waktu itu memakai batik pada Konferensi PBB.
Batik dipakai untuk membungkus seluruh tubuh oleh penari Tari Bedhoyo
Ketawang di keraton jawa.
[sunting] Corak batik
Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing.
Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa
corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap
berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para
penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang
juga mempopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil
minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak
dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah
(gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti
warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai
dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki
perlambangan masing-masing.
Pada awalnya baju batik kerap dikenakan pada acara acara resmi untuk
menggantikan jas. Tetapi dalam perkembangannya apda masa Orde Baru baju
batik juga dipakai sebagai pakaian resmi siswa sekolah dan pegawai negeri (batik
Korpri) yang menggunakan seragam batik pada hari Jumat. Perkembangan
selanjutnya batik mulai bergeser menjadi pakaian sehari-hari terutama digunakan
oleh kaum wanita. Pegawai swasta biasanya memakai batik pada hari kamis atau
jumat.
Setiap hari Kamis, semua pegawai negeri lelaki di Malaysia diharuskan memakai
baju batik mulai 17 Januari 2008. Ketua Pengarah Jabatan Perkhidmatan Awam
Tan Sri Ismail Adam telah membagikan kepada semua jabatan kerajaan.
Sebelum ini peraturan memakai baju batik hanya pada hari Sabtu saja. Kemudian
diubah kepada hari ke-1 dan hari ke-15 setiap bulan.
• Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik
menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang
lebih 2-3 bulan.
• Batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang
dibentuk dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan
batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.
Batik Tiga Negeri Batik Jawa Hokokai Batik Buketan asal Batik Buketan
1942-1945 Pekalongan dengan
desain pengaruh Eropa
Batik Lasem
Noor Fitrihana
Saat ini demam batik sedang melanda dunia mode Indonesia. Gerai-gerai Fashion
di mal-mal ternama memajang busana batik dengan berbagai sentuhan disain tren
masa kini. Pameran dan seminar tentang batik sedang giat giatnya dilakukan.
Artikel dan liputan tentang batik juga sering muncul di media cetak dan
menggunakan dress code batik. Kuliah umum Bill Gate di Indonesia beberapa
waktu lalu juga menggunakan busana batik. Instansi pemerintah maupun swasta
dengan mewajibkan para PNS menggunakan batik atau kain tradisional daerah
tersebut pada hari tertentu. Beberapa kedutaan besar diluar negeri pun mulai
mewajibkan para staffnya mengenakan batik pada hari tertentu untuk lebih
Apakah fenomena ini muncul dikarenakan isu bahwa batik telah dipatenkan oleh
pengusaha dan pecinta batik pun terperangah. Dipicu isu batik telah dipatenkan
negara tetangga yang dulu jadi “murid” bangsa ini maka segenap anak bangsa
karya dan potensi yang dimiliki. Keyakinan kita bahwa batik adalah asli Indonesia
bisa dibuktikan dari definisi batik dalam Textile Term yang dikeluarkan oleh THE
yang mendefiniskan batik sebagai berikut: Indonesian term for the wax-resist
dyeing process, or a fabric decorated with this process. Such fabrics reached
fantastic heights of virtuosity on the island of Java in Indonesia in the late 19th
and early 20th centuries after the introduction of machine-made cotton fabrics
Motif batik di Indonesia sangat beragam, penuh filosofi, khas dan sudah menjadi
identitas bangsa. Meski di Indonesia definisi batik sendiri juga masih kabur
apakah dilihat dari aspek desain/motif ataukah dilihat dari aspek teknik
pembuatannya melalui rintang celup dengan lilin. Yang sering menjadi perdebatan
adalah apakah kain bermotif batik yang dibuat dengan teknologi printing modern
menjadi salah satu pelestari, pengembang, dan penyebaran motif batik ke pelosok
dunia. Mungkin dari sinilah muncul definisi batik tidak hanya sekedar dari sisi
teknologi pembuatannya tetapi juga dari sisi motifnya. Kita bisa mengatakan
bahwa motif yang seperti ” itu” adalah motif batik meski banyak motif yang ada
pada kain hanya motif-motif tertentu “itulah” yang disebut orang sebagai batik.
Artinya dari sisi motif, batik sudah memiliki identitas yang jelas.
Dari definisi motif batik inilah kita bisa klaim bahwa batik adalah asli
bahwa teknik batik adalah milik Indonesia. Karena teknik resist dyeing (rintang
celup) entah itu dengan lilin, ketan, tali (ikat celup ) dan lainnya di setiap negara
hampir pasti memiliki warisan teknik ini karena merupakan bagian dari
Nasib Pembatik
Sebagian pihak menyalahkan industri printing batik sebagai salah satu penyebab
dan keterampilan tangan untuk menghasilkan batik. Hal ini tidak sepenuhnya
benar. Jika kita tinjau dari sisi teknologi maka teknologi itu akan selalu
berkembang seiring kemajuan IPTEKS. Oleh karena itu munculnya batik printing
harus disikapi secara bijak bahwa itu merupakan bagian dari perkembangan
software desain grafis dan digital camera semakin mudah, murah dan canggih.
Dalam kasus batik, kita harus bisa melihat dari kacamata pelestarian motif bahwa
dengan teknologi printing ini batik bisa memenuhi pasar yang luas merambah ke
seluruh dunia dan dapat menghasilkan dalam jumlah yang masal dalam waktu
yang singkat. Disadari atau tidak teknologi printing ini juga menjadi salah satu
teknologi ini bisa dibayangkan jika ada permintaan baju batik berjuta-juta ton di
Lalu bagaimana nasib pengrajin batik tradisional jika karya mereka digilas
oleh batik printing? Apakah akan dibiarkan mereka mati dan bangkrut?.Untuk
menjawab ini Penulis mencoba mengkaji dari sisi penghargaan terhadap para
pembatik. Bangsa ini ataupun pengusaha batik seringkali kurang menghargai para
pembatiknya. Tidak ada penghargaan untuk mereka para pembatik kecuali sebatas
sebagai buruh. Pembatik tidak dianggap sebagai salah satu profesi formal ataupun
seniman. Mereka adalah pekerja informal yang seringkali tidak tercakup dalam
sebagai maestro seperti para pelukis, desainer dan seniman besar lainnya. Mereka
terpinggirkan.
sampai saat ini bahkan anak cucu kita nanti tidak pernah mengenal siapa pembatik
yang hebat karena mereka tidak pernah muncul dipermukaan. Kalau ditanya
maestro pelukis batik kita mengenal almarhum Amri Yahya namun jika ditanya
maestro batik Indonesia mungkin kita sulit menyebutkan satu nama. Bahkan dari
semua motif batik yang kita kenal saat ini siapa pencipta desain dan pembatiknya
hampir semua “No Name”. Yang kita kenal adalah, nama motif, merek (brand)
dan kota asal batik serta para desainer, kolektor dan pengusaha batik yang
Kehilangan jejak para pembatik ini semakin lama akan semakin nyata
membatik. Boleh dikatakan saat ini para pembatik adalah manusia langka. Dan
Melestarikan Batik
Produk batik bisa kita ibaratkan sebagai lagu yang dinyanyikan oleh
sebuah grup band dan diedarkan dalam bentuk kaset dan CD oleh produser. Dari
siapa saja nama anggota bandnya dan siapa label/produsernya. Dan semua
batik? tidak jelas siapa yang mencipta motif, siapa yang mencantingkan dan
pembatik bukan merupakan profesi yang menjanjikan dan mereka hanya berstatus
sebagai buruh. Yang dikenal hanya motif, brand, dari kota mana batik tersebut,
semakin berkurang para pembatik karena pembatik tidak pernah dikenal, tidak
pula disebut seniman mereka hanya pekerja informal yang tidak layak dikenal dan
meraup untung serta meningkatnya kesejahteraan mereka dengan tren batik yang
berkembang saat ini. Hal inilah yang menjadikan runtuhnya generasi pembatikdi
Indonesia.
Meski saat ini trend batik juga melanda anak muda dan mode busana batik
sudah tidak ketinggalan zaman, namun batik masih selalu diidentikkan dengan
orang tua. Coba perhatikan poster dan gambar pembatik hampir pasti yang
muncul adalah gambar para perempuan tua yang sedang membatik. Visualisasi ini
gambar orang membatik dengan artis-artis muda yang cantik dan tampan sehingga
akan lebih menarik minat generasi sekarang untuk belajar batik. Kalau perlu
angkat duta batik ataupun putri batik yang menguasai teknik batik bukan hanya
Dalam upaya melestarikan batik kita sering terjebak pada produk batik itu
sendiri. Kita getol mengkoleksi berbagai produk batik, kita bangga memiliki
koleksi batik yang dibuat tahun sekian, dari kota ini dengan harga sekian juta
belinya di toko batik “itu” tanpa kita pernah tahu dan banggakan siapa yang
keistemewaan dan kualitas produk batik tersebut tercipta dari tangan merekan
bukan pengusaha, merk atau toko yang menjualnya. Kita sering lupa adanya
sebuah produk pasti melalui tangan “sang pencipta”. Berbeda dengan sebuah
produk lagu kita kenal siapa penyanyinya, siapa yang penciptanya, siapa yang
mengaransemen dan siapa pula yang mengedarkannya. Dan setiap yang terlibat
dalam produksi lagu tersebut memperoleh hasil yang seimbang dan adil.
Oleh karena itu untuk melestarikan batik, kita perlu lebih menghargai
karya cipta seseorang. Mari kita “uwongke” para pembatik kita. Kita kenalkan
para maestro dan pembatik profesional yang bangsa ini miliki. Jika perlu data dan
sensus para pembatik yang masih kita miliki, bentuk asosiasi profesi pembatik dan
kita perlu mewajibkan mencantumkan nama pencipta disain dan pembatik pada
setiap produk batik yang beredar terutama untuk batik tulis. Masukkan kembali
setara sebagai pencipta lagu, penyanyi, desainer atau maestro lukis. Karena
selama ini upaya-upaya melestarikan dan rasa memiliki batik seringkali kita
• Home
• About
batik tulis
Dalam diskusi dengan teman-teman dan masyarakat umum banyak orang telah
salah batik dengan desain batik / batik desain atau bahkan kain batik.
Lilin adalah bentuk Menolak metode dan tujuan dari metode ini adalah agar ketika
warna disimpan di tempat tertentu di kain tidak lari ke bagian lain. Mari kita
mengambil contoh – seorang seniman akan menggambar motif bunga dan dia
ingin latar belakang biru misalnya. motif bunga bunga kuning dengan tangkai
hijau .
Sekarang bayangkan bahwa artis akan menggambar di atas kain putih. Artis
pertama akan menarik garis besar motif mis. bunga
Dan tentu saja seniman akan kemudian harus mencuci lilin dari kain maka
meninggalkan bagian yang semula ditutupi dengan lilin kembali ke warna asli
kain putih. Oleh karena itu garis batik tulis besar putih motif. Dan bahwa semua
itu adalah makna batik.
Bahkan ada Batik Tulis desain yang modern yang sebenarnya dibuat dari teknik
batik juga. Tetapi orang tidak tahu itu begitu karena tidak memiliki batik tulis
tampilan dan nuansa tradisional itu
Kesenian batik merupakan kesenian gambar diatas kain untuk pakaian yang
menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya
batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja
dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang
tinggal diluar Kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang besar, Bangsa yang patut bersyukur Atas
limpahan Anugrah Sang Pencipta dengan bumi alamnya yang indah,Kekayaan
alam melimpah dan penduduknya multi etnis. Yang kesemuanya membawa
berbagai pengaruh pada kehidupan masyarakat dan memiliki berbagai beberapa
kebudayaan yang diantaranya adalah Nuansa Keindahan Seni Batik Tulis yang
patut kita lindungi, kembangkan, dan memanfaatkan serta mengenalkan warisan
budaya yang memiliki nilai-nilai dan bermanfaat bagi kehidupan bangsa. Warisan
budaya ini kita dapatkan sejak dari jaman kerajaan-kerajaan dulu kala,sejak masa
pra sejarah nenek moyang kita.
Pengertian Batik.
1. Celup Rintang.
Batik adalah seni gambar diatas kain untuk pakaian yang dibuat dengan teknik
resist menggunakan material lilin. Kata batik berasal dari bahasa Jawa yang
berarti menulis. Teknik membatik telah dikenal sejak ribuan tahun yang silam.
Tidak ada keterangan Sejarah yang cukup jelas tentang asal usul batik. Ada yang
menduga teknik ini berasal dari bangsa sumeria, kemudian dikembangkan di jawa
setelah dibawa oleh pedagang India. Batick, batic, bathik, batik, batique dan batek
serta batix adalah dengan sebutan lain kain batik. Saat ini batik bisa ditemukan
dibanyak negara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, India, Sri
Lanka dan Benua Afrika.
Walaupun demikian, batik yang terkenal di Dunia adalah batik yang berasal dari
Indonesia.
2. Kain.
Para pembatik tradisional biasa menggunakan bahan kain mori atau kain putih
yang dipergunakan dari hasil tenunan sendiri. Kain ini dibuat dari benang kapas.
Permukaannya halus dengan tetal tenunann yang tinggi. Mori yang terhalus
adalah primissima, kemudian prima, lalu biru dan terakhir blacu tipis. Namun
sesuai dengan perkembangan teknologi pertekstilan maka sekarang terdapat pula
bahan dasar batik berupa kain woll dan sutera.
Teknik batik menyertakan zat pewarna dan kain sebagai obyek. Melalui proses
teknis inilah ragam hias ditampilkan pada kain. Adapun ciri khas batik adalah
penggambaran corak. Hal ini membutuhkan imajinasi bentuk penggambaran
corak.
a.) Batik tulis ialah batik yang dihasilkan dengan cara menggunakan canting tulis
sebagai alat bantu dengan meletakan cairan malam pada kain. Canting tulis
sebagai alat menggambar, tepatnya untuk menuliskan cairan malam pada kain
dalam membuat corak , mampu melukiskan ragam hias paling rumit sesuai
dengan ketrampilan pembatik. Alat ini terbuat dari tembaga ringan, mudah
dilenturkan, tipis namun kuat, dipasangkan pada gagang buluh bambu yang
ramping. Bagian tembaga tempat menampung cairan malam berbentuk seperti
teko kecil dan mempunyai corong berlubang dalam berbagai bentuk ukuran
sebagai lorong tempat mengalirkan cairan malam.
b.) Batik cap ialah batik yang diproses menggunakan canting cap, menggantikan
canting tulis dalam menerapkan cairan malam pada kain. Pemalamannya relatif
cepat dibandingkan dengan proses pemalaman batik tulis.
2. Kain
Kain yang dipakai pembatik tradisional biasanya menggunakan kain mori.
3. Malam (Lilin) dan Pemalaman.
Pemalaman adalah proses penggambaran corak diatas permukaan kain
menggunakan malam cair sebagai bahannya dan canting tulis atau cap sebagai
alatnya. Proses pemalaman ini didahului dengan Pemolaan.
5. Penghilangan Malam
Proses penghilangan malam atau melorod dilakukan dengan merendam kain
dalam air yang mendidih, yang terus menerus dipanaskan, yang dicampur dengan
larutan kanji atau soda abu.
V. Tujuan Membatik
Batik memiliki fungsi fisis selain mengungkapkan nilai artistik yang memberikan
kepuasan batin. Namun sesuai dengan bergulirnya waktu dalam tempaan situasi
dan kondisi. Batik menjadi salah satu komoditas perdagangan yang diminati
hingga kini.
Secara etimologi kata ambatik berasal dari kata tik yang berarti kecil/titik dapat diartikan menulis
atau menggambar serba rumit (kecil-kecil). Batik sama artinya dengan menulis. Tetapi batik secara
umum memiliki arti khusus yaitu melukis pada kain mempergunakan lilin (malam) dengan
mempergunakan canting).
Yang dimaksud dengan teknik membuat batik adalah proses pekerjaan dari tahap persiapan kain
sampai menjadi kain batik. Pekerjaan persiapan meliputi segala pekerjaan pada kain mori hingga
siap dibuat batik seperti nggirah/ngetel (mencuci), nganji (menganji), ngemplong (seterika),
kalendering. Sedangkan proses membuat batik meliputi pekerjaan pembuatan batik yang
sebenarnya terdiri dari pembuatan motif, pelekatan lilin batik pada kain sesuai motif,, pewarnaan
batik (celup, colet, lukis /painting, printing), yang terakhir adalah penghilangan lilin dari kain .
Teknologi pembuatan batik di Indonesia pada prinsipnya berdasarkan Resist Dyes Technique
(Teknik celup rintang) dimana pembuatannya semula dikerjakan dengan cara ikat – celup motif
yang sangat sederhana, kemudian menggunakan zat perintang warna. Pada mulanya sebagai zat
perintang digunakan bubur ketan, kemudian diketemukan zat perintang dari malam(lilin) dan
digunakan sampai sekarang
Untuk membuat motif batik umumnya dilakukan dengan cara tulis tangan dengan canting tulis
(batik tulis atau batik painting), menggunakan cap dari tembaga disebut (batik cap), dengan jalan
dibuat motif pada mesin printing (batik printing), dengan cara dibordir disebut batik bordir, serta
dibuat dengan kombinasi kombinasi cara-cara yang telah disebutkan.
Di pasaran kain batik dibedakan menjadi 2 jenis berdasarkan cara pembuatan motif batiknya. Yang
pertama adalah Kain batik yaitu kain yang motifnya bercorak batik yang dibuat/digambar dengan
cara pelekatan lilin (malam). Sedangkan kain bermotif batik adalah kain yang bermotif/bercorak
batik tetapi motifnya tidak digambar melalui pelekatan lilin batik, biasanya dengan mesin printing
tekstil, bodrir dan ataupun ornamen batik tanpa melalui pelekatan lilin.
Teknik pembuatan batik pada awalnya adalah batik tulis dan alat yang digunakan pertama kali
adalah canting tulis dari bambu yang kemudian berkembang/diketemukannya canting tulis dari
tembaga. Tahapan proses pembuatan batik sebagai berikut:
1) Ngelowong Yaitu menggambari kain dengan lilin, baik menggunakan canthing tangan atau cap
(stempel), sifat lilin yang digunakan dalam proses ini harus cukup kuat dan renyah supaya lilin
mudah dilepaskan dengan cara dikerok, karena bekas gambar dari lilin ini nantinya akan diberi
warna coklat (soga).
2) Nembok Proses ini hampir sama dengan ngelowong tetapi lilin yang digunakan lebih kuat
karena lilin ini dimaksudkan untuk menahan warna biru (indigo) dan coklat (soga) agar tidak
menembus kain. Bedanya dengan ngelowong adalah nembok untuk menahan warna, sedangkan
ngelowong untuk menggambar dan menjadi tempat warna coklat setelah dikerok.
3) Wedelan / Celupan.Tahap ini untuk memberi warna biru dengan menggunakan indigo yang
disesuaikan dengan tingkat warna yang dikehendaki. Pada waktu dahulu dengan menggunakan
indigo alami dan proses ini berlangsung lebih dari satu minggu untuk warna biru yang lebih tua.
Kemudian setelah ada indigo pasta/puder warna biru dapat diperoleh hanya dalam waktu 1-2 hari.
Setelah tahun 1965, sedikit sekali orang memakai indigo. Untuk memperoleh warna biru biasanya
menggunakan warna kimia yang lebih cepat seperti naphtol, dengan warna naphtol dapat
mempercepat proses hanya beberapa menit.
4) Ngerok :Yaitu menghilangkan lilin klowongan untuk tempat warna coklat, pekerjaan ini
dilakukan dengan menggunakan potongan kaleng dengan lebar 3 cm,panjang 30 cm yang
ditajamkan sebelah lalu dilipat menjadi dua, alat ini disebut cawuk.
5) MbironiKain setelah dikerok pada bagian-bagian yang diinginkan tetap berwarna biru dan putih
(cecek/titik-titik), perlu ditutup dengan lilin menggunakan canthing tulis/biron. Hal ini
dimaksudkan agar bagian tersebut tidak kemasukan soga apabila disoga.
6) NyogaKain yang telah dibironi lalu diberi warna coklat (disoga) dengan ekstrak pewarna yang
terbuat dari kulit kayu, soga, tingi, tegeran, dan lain lain (zat warna alam). Kain tersebut dicelup
dalam bak pewarna hingga basah seluruhnya kemudian ditiris hingga kering. Proses ini diulang –
ulang hingga sampai mendapatkan warna coklat yang diinginkan. Untuk warna tua sekali proses
ini dapat memakan waktu 2 minggu. Jika mnenggunakan pewarna kimia (zat warna sintetis) proses
ini dapat selesai dalam waktu satu hari.
7) Mbabar / Ngebyok / NglorodTahap ini untuk membersihkan seluruh lilin yang masih ada di
kain dengan cara dimasak dalam air mendidih dengan ditambah air tapioca encer atau TRO agar
lilin tidak melekat kembali ke kain
Walaupun kata “batik” berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri
tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan
diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. [2]Di sisi lain,
J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya
bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan
Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh
Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.[4]
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad
ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya
bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa
canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.[4]
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku
History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah
menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada
1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik
yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam
dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya.
Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik
Indonesia memukau publik dan seniman.[2]