Anda di halaman 1dari 26

Perbedaan Batik Tulis dan Batik Cap

Perkembangan batik pada masa


sekarang cukup menggembirakan, hal ini berdampak positif bagi produsen batik-
batik di berbagai daerah. Permintaan batik tulis maupun batik cap sangat tinggi
sekali, walaupun kebutuhan pasar batik tersebut sebagian sudah dipenuhi dengan
tekstil bermotif batik yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan tekstil yang
bermodal besar. Beberapa pengrajin batik menghendaki untuk pembayaran di
muka agar produksinya bisa lancar dan pembeli akan segera menerima pesanan
yang diminta, hal ini mengingatkan pada masa tahun 70-an dimana pada waktu itu
batik juga mengalami permintaan yang cukup lumayan jumlahnya.

Perbedaan batik tulis dan batik cap bisa dilihat dari beberapa hal sbb:

Batik Tulis

Batik Tulis

1. Dikerjakan dengan menggunakan canting yaitu alat yang terbuat dari


tembaga yang dibentuk bisa menampung malam (lilin batik) dengan
memiliki ujung berupa saluran/pipa kecil untuk keluarnya malam dalam
membentuk gambar awal pada permukaan kain.
2. Bentuk gambar/desain pada batik tulis tidak ada pengulangan yang jelas,
sehingga gambar nampak bisa lebih luwes dengan ukuran garis motif yang
relatif bisa lebih kecil dibandingkan dengan batik cap.
3. Gambar batik tulis bisa dilihat pada kedua sisi kain nampak lebih rata
(tembus bolak-balik) khusus bagi batik tulis yang halus.
4. Warna dasar kain biasanya lebih muda dibandingkan dengan warna pada
goresan motif (batik tulis putihan/tembokan).
5. Setiap potongan gambar (ragam hias) yang diulang pada lembar kain
biasanya tidak akan pernah sama bentuk dan ukurannya. Berbeda dengan
batik cap yang kemungkinannya bisa sama persis antara gambar yang satu
dengan gambar lainnya.
6. Waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan batik tulis relatif lebih lama (2
atau 3 kali lebih lama) dibandingkan dengan pembuatan batik cap.
Pengerjaan batik tulis yang halus bisa memakan waktu 3 hingga 6 bulan
lamanya.
7. Alat kerja berupa canting harganya relatif lebih murah berkisar Rp.
10.000,- hingga Rp. 20.000,-/pcs.
8. Harga jual batik tulis relatif lebih mahal, dikarenakan dari sisi kualitas
biasanya lebih bagus, mewah dan unik.

Batik Cap

Batik Cap

1. Dikerjakan dengan menggunakan cap (alat yang terbuat dari tembaga yang
dibentuk sesuai dengan gambar atau motif yang dikehendaki). Untuk
pembuatan satu gagang cap batik dengan dimensi panjang dan lebar : 20
cm X 20 cm dibutuhkan waktu rata-rata 2 minggu.
2. Bentuk gambar/desain pada batik cap selalu ada pengulangan yang jelas,
sehingga gambar nampak berulang dengan bentuk yang sama, dengan
ukuran garis motif relatif lebih besar dibandingkan dengan batik tulis.
3. Gambar batik cap biasanya tidak tembus pada kedua sisi kain.
4. Warna dasar kain biasanya lebih tua dibandingkan dengan warna pada
goresan motifnya. Hal ini disebabkan batik cap tidak melakukan
penutupan pada bagian dasar motif yang lebih rumit seperti halnya yang
biasa dilakukan pada proses batik tulis. Korelasinya yaitu dengan
mengejar harga jual yang lebih murah dan waktu produksi yang lebih
cepat. Waktu yang dibutuhkan untuk sehelai kain batik cap berkisar 1
hingga 3 minggu.
5. Untuk membuat batik cap yang beragam motif, maka diperlukan banyak
cap. Sementara harga cap batik relatif lebih mahal dari canting. Untuk
harga cap batik pada kondisi sekarang dengan ukuran 20 cm X 20 cm
berkisar Rp. 350.000,- hingga Rp. 700.000,-/motif. Sehingga dari sisi
modal awal batik cap relatif lebih mahal.
6. Jangka waktu pemakaian cap batik dalam kondisi yang baik bisa mencapai
5 tahun hingga 10 tahun, dengan catatan tidak rusak. Pengulangan cap
batik tembaga untuk pemakainnya hampir tidak terbatas.
7. Harga jual batik cap relatif lebih murah dibandingkan dengan batik tulis,
dikarenakan biasanya jumlahnya banyak dan miliki kesamaan satu dan
lainnya tidak unik, tidak istimewa dan kurang eksklusif.

Disamping adanya perbedaan dari sisi visual antara batik tulis dan batik cap,
namun dari sisi produksi ada beberapa kesamaan yang harus dilalui dalam
pengerjaan keduanya. Diantaranya adalah sbb:

• Keduanya sama-sama bisa dikatakan kain batik, dikarenakan dikerjakan


dengan menggunakan bahan lilin sebagai media perintang warna.
• Dikerjakan hampir oleh tangan manusia untuk membuat gambar dan
proses pengerjaan buka tutup warnanya.
• Bahan yang digunakannya juga sama berupa bahan dasar kain yang
berwarna putih, dan tidak harus dibedakan jenis bahan dasar benangnya
(katun atau sutra) atau bentuk tenunannya.
• Penggunaan bahan-bahan pewarna serta memproses warnanya sama, tidak
ada perbedaan anatara batik tulis dan batik cap.
• Cara menentukan lay-out atau patron dan juga bentuk-bentuk motif boleh
sama diantara keduanya. Sehingga ketika keduanya dijahit untuk dibuat
busana tidak ada perbedaan bagi perancang busana atau penjahitnya. Yang
membedakan hanya kualitas gambarnya saja.
• Cara merawat kain batik (menyimpan, menyuci dan menggunakannya)
sama sekali tidak ada perbedaan.
• Untuk membuat keduanya diperlukan gambar awal atau sket dasar untuk
memudahkan dan mengetahui bentuk motif yang akan terjadi.

Berikut ini contoh lain dari batik tulis dan cap:


Semoga bagi konsumen pecinta batik tidak akan merasa tertipu lagi dan bisa
mengenal lebih jauh perbedaan antara batik tulis dan batik cap. Selamat
berbelanja dan bravo batik Indonesia.
Batik
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Terkini (belum ditinjau)

Langsung ke: navigasi, cari

Batik

Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa
mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan
menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam
literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian
kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk
penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia,
sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya
yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk
Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage
of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009. [1]

Daftar isi
[sembunyikan]

• 1 Etimologi
• 2 Sejarah teknik batik
• 3 Budaya batik
o 3.1 Corak batik
o 3.2 Baju Batik di Indonesia
o 3.3 Baju batik Indonesia juga dikenakan di Malaysia
• 4 Cara pembuatan
• 5 Jenis batik
o 5.1 Menurut teknik
o 5.2 Menurut asal pembuatan
• 6 Lihat pula
• 7 Referensi

• 8 Pranala luar

[sunting] Etimologi
Kata "batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: "amba", yang bermakna
"menulis" dan "titik" yang bermakna "titik".[rujukan?]

[sunting] Sejarah teknik batik

Tekstil batik dari Niya (Cekungan Tarim), Tiongkok

Seni pewarnaan kain dengan teknik pencegahan pewarnaan menggunakan malam


adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa
teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain
pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia,
teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907)
serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik
seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof
di Senegal.[2]. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit,
dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang
dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru
dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.[3]

Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri
tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan
diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. [2]Di sisi lain,
J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya
bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan
Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh
Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.[4]

G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad
ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya
bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa
canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.[4]

Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan


Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar
ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga
pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat
sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang
dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan
kecewa.[5] Oleh beberapa penafsir,who? serasah itu ditafsirkan sebagai batik.

Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku
History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah
menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada
1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik
yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam
dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya.
Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik
Indonesia memukau publik dan seniman.[2]

Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik


otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak,
sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan
menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran
dari Indonesia ke Persekutuan Malaya juga membawa batik bersama mereka.

[sunting] Budaya batik


Pahlawan wanita R.A. Kartini dan suaminya memakai rok batik. Batik motif
parang yang dipakai Kartini adalah pola untuk para bangsawan

Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian
dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa
di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata
pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan
eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan
masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi
fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa
dilihat pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan
membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.

Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga
kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu.
Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat
ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton
Yogyakarta dan Surakarta.
Batik Cirebon bermotif mahluk laut

Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai saat ini
masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden
Soeharto, yang pada waktu itu memakai batik pada Konferensi PBB.

Batik dipakai untuk membungkus seluruh tubuh oleh penari Tari Bedhoyo
Ketawang di keraton jawa.
[sunting] Corak batik

Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing.
Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa
corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap
berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para
penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang
juga mempopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil
minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak
dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah
(gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti
warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai
dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki
perlambangan masing-masing.

[sunting] Baju Batik di Indonesia

Pada awalnya baju batik kerap dikenakan pada acara acara resmi untuk
menggantikan jas. Tetapi dalam perkembangannya apda masa Orde Baru baju
batik juga dipakai sebagai pakaian resmi siswa sekolah dan pegawai negeri (batik
Korpri) yang menggunakan seragam batik pada hari Jumat. Perkembangan
selanjutnya batik mulai bergeser menjadi pakaian sehari-hari terutama digunakan
oleh kaum wanita. Pegawai swasta biasanya memakai batik pada hari kamis atau
jumat.

[sunting] Baju batik Indonesia juga dikenakan di Malaysia

Setiap hari Kamis, semua pegawai negeri lelaki di Malaysia diharuskan memakai
baju batik mulai 17 Januari 2008. Ketua Pengarah Jabatan Perkhidmatan Awam
Tan Sri Ismail Adam telah membagikan kepada semua jabatan kerajaan.

Sebelum ini peraturan memakai baju batik hanya pada hari Sabtu saja. Kemudian
diubah kepada hari ke-1 dan hari ke-15 setiap bulan.

[sunting] Cara pembuatan


Semula batik dibuat di atas bahan dengan warna putih yang terbuat dari kapas
yang dinamakan kain mori. Dewasa ini batik juga dibuat di atas bahan lain seperti
sutera, poliester, rayon dan bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk dengan
cairan lilin dengan menggunakan alat yang dinamakan canting untuk motif halus,
atau kuas untuk motif berukuran besar, sehingga cairan lilin meresap ke dalam
serat kain. Kain yang telah dilukis dengan lilin kemudian dicelup dengan warna
yang diinginkan, biasanya dimulai dari warna-warna muda. Pencelupan kemudian
dilakukan untuk motif lain dengan warna lebih tua atau gelap. Setelah beberapa
kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia
untuk melarutkan lilin.
[sunting] Jenis batik

Pembuatan batik cap

[sunting] Menurut teknik

• Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik
menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang
lebih 2-3 bulan.
• Batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang
dibentuk dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan
batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.

[sunting] Menurut asal pembuatan


Batik Jawa

batik Jawa adalah sebuah warisan kesenian budaya orang Indonesia,


khususnya daerah Jawa yang dikuasai orang Jawa dari turun temurun.
Batik Jawa mempunya motif-motif yang berbeda-beda. Perbedaan motif
ini biasa terjadi dikarnakan motif-motif itu mempunyai makna, maksudnya
bukan hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung makna yang mereka
dapat dari leluhur mereka, yaitu penganut agama animisme, dinamisme
atau Hindu dan Buddha. Batik jawa banyak berkembang di daerah Solo
atau yang biasa disebut dengan batik Solo.

Batik Tiga Negeri Batik Jawa Hokokai Batik Buketan asal Batik Buketan
1942-1945 Pekalongan dengan
desain pengaruh Eropa

Batik Lasem

Melestarikan pem “Batik”


Oleh:

Noor Fitrihana

Saat ini demam batik sedang melanda dunia mode Indonesia. Gerai-gerai Fashion

di mal-mal ternama memajang busana batik dengan berbagai sentuhan disain tren

masa kini. Pameran dan seminar tentang batik sedang giat giatnya dilakukan.

Artikel dan liputan tentang batik juga sering muncul di media cetak dan

elektronik. Bahkan acara reality show di beberapa stasiun televisi juga

menggunakan dress code batik. Kuliah umum Bill Gate di Indonesia beberapa

waktu lalu juga menggunakan busana batik. Instansi pemerintah maupun swasta

juga sedang menggalakkan seragam batik bagi para karyawannya. Pemda-pemda

di daerah penghasil batik sedang giat-giatnya membangkitkan industri batik

dengan mewajibkan para PNS menggunakan batik atau kain tradisional daerah

tersebut pada hari tertentu. Beberapa kedutaan besar diluar negeri pun mulai
mewajibkan para staffnya mengenakan batik pada hari tertentu untuk lebih

mempromosikan batik. Euforia batik sedang melanda Indonesia.

Apakah fenomena ini muncul dikarenakan isu bahwa batik telah dipatenkan oleh

negara tetangga kita? Mungkin saja. Banyak masyarakat meradang, para

pengusaha dan pecinta batik pun terperangah. Dipicu isu batik telah dipatenkan

negara tetangga yang dulu jadi “murid” bangsa ini maka segenap anak bangsa

mulai tersentuh nasionalisme dan rasa memiliki batik. Mereka mulai

mengkampanyekan bahwa batik adalah milik bangsa Indonesia melalui karya-

karya dan potensi yang dimiliki. Keyakinan kita bahwa batik adalah asli Indonesia

bisa dibuktikan dari definisi batik dalam Textile Term yang dikeluarkan oleh THE

TEXTILE MUSEUM di Washington DC Amerika (www.textilemuseum.org)

yang mendefiniskan batik sebagai berikut: Indonesian term for the wax-resist

dyeing process, or a fabric decorated with this process. Such fabrics reached

fantastic heights of virtuosity on the island of Java in Indonesia in the late 19th

and early 20th centuries after the introduction of machine-made cotton fabrics

permitted more finely controlled designs.

Motif batik di Indonesia sangat beragam, penuh filosofi, khas dan sudah menjadi

identitas bangsa. Meski di Indonesia definisi batik sendiri juga masih kabur

apakah dilihat dari aspek desain/motif ataukah dilihat dari aspek teknik

pembuatannya melalui rintang celup dengan lilin. Yang sering menjadi perdebatan

adalah apakah kain bermotif batik yang dibuat dengan teknologi printing modern

bisa dikategorikan sebagai kain batik.


Namun jika dilihat dari kacamata motif teknik inilah yang mungkin malah

menjadi salah satu pelestari, pengembang, dan penyebaran motif batik ke pelosok

dunia. Mungkin dari sinilah muncul definisi batik tidak hanya sekedar dari sisi

teknologi pembuatannya tetapi juga dari sisi motifnya. Kita bisa mengatakan

bahwa motif yang seperti ” itu” adalah motif batik meski banyak motif yang ada

pada kain hanya motif-motif tertentu “itulah” yang disebut orang sebagai batik.

Artinya dari sisi motif, batik sudah memiliki identitas yang jelas.

Dari definisi motif batik inilah kita bisa klaim bahwa batik adalah asli

Indonesia. Bagaimana dari sisi teknologi pembuatannya? Dari definisi sisi

teknologi pembuatannya mungkin masih bisa diperdebatkan untuk mengklaim

bahwa teknik batik adalah milik Indonesia. Karena teknik resist dyeing (rintang

celup) entah itu dengan lilin, ketan, tali (ikat celup ) dan lainnya di setiap negara

hampir pasti memiliki warisan teknik ini karena merupakan bagian dari

perkembangan peradaban manusia.

Nasib Pembatik

Sebagian pihak menyalahkan industri printing batik sebagai salah satu penyebab

runtuhnya industri batik tradisional yang masih mengandalkan teknik tradisional

dan keterampilan tangan untuk menghasilkan batik. Hal ini tidak sepenuhnya

benar. Jika kita tinjau dari sisi teknologi maka teknologi itu akan selalu

berkembang seiring kemajuan IPTEKS. Oleh karena itu munculnya batik printing

harus disikapi secara bijak bahwa itu merupakan bagian dari perkembangan

teknologi yang tidak bisa dilawan dan dihalangi oleh siapapun.


Kita bisa berkaca dari para pelukis, pelukis tidak pernah mati meski

software desain grafis dan digital camera semakin mudah, murah dan canggih.

Dalam kasus batik, kita harus bisa melihat dari kacamata pelestarian motif bahwa

dengan teknologi printing ini batik bisa memenuhi pasar yang luas merambah ke

seluruh dunia dan dapat menghasilkan dalam jumlah yang masal dalam waktu

yang singkat. Disadari atau tidak teknologi printing ini juga menjadi salah satu

faktor semakin populernya batik Indonesia di seluruh dunia. Tanpa hadirnya

teknologi ini bisa dibayangkan jika ada permintaan baju batik berjuta-juta ton di

pasar dunia apakah para pengrajin batik mampu memenuhinya?.

Lalu bagaimana nasib pengrajin batik tradisional jika karya mereka digilas

oleh batik printing? Apakah akan dibiarkan mereka mati dan bangkrut?.Untuk

menjawab ini Penulis mencoba mengkaji dari sisi penghargaan terhadap para

pembatik. Bangsa ini ataupun pengusaha batik seringkali kurang menghargai para

pembatiknya. Tidak ada penghargaan untuk mereka para pembatik kecuali sebatas

sebagai buruh. Pembatik tidak dianggap sebagai salah satu profesi formal ataupun

seniman. Mereka adalah pekerja informal yang seringkali tidak tercakup dalam

peraturan ketenagakerjaan. Para pembatik tidak pernah dianggap dan dihargai

sebagai maestro seperti para pelukis, desainer dan seniman besar lainnya. Mereka

terpinggirkan.

Bangsa ini sebenarnya banyak memiliki maestro batik. Namun hingga

sampai saat ini bahkan anak cucu kita nanti tidak pernah mengenal siapa pembatik

yang hebat karena mereka tidak pernah muncul dipermukaan. Kalau ditanya

maestro pelukis batik kita mengenal almarhum Amri Yahya namun jika ditanya
maestro batik Indonesia mungkin kita sulit menyebutkan satu nama. Bahkan dari

semua motif batik yang kita kenal saat ini siapa pencipta desain dan pembatiknya

hampir semua “No Name”. Yang kita kenal adalah, nama motif, merek (brand)

dan kota asal batik serta para desainer, kolektor dan pengusaha batik yang

kemungkinan tidak bisa membatik.

Kehilangan jejak para pembatik ini semakin lama akan semakin nyata

apalagi saat ini sekolah-sekolah sudah jarang yang menyelenggarakan pelajaran

membatik. Boleh dikatakan saat ini para pembatik adalah manusia langka. Dan

mungkin 10 – 15 tahun lagi akan mendekati kepunahan.

Melestarikan Batik

Produk batik bisa kita ibaratkan sebagai lagu yang dinyanyikan oleh

sebuah grup band dan diedarkan dalam bentuk kaset dan CD oleh produser. Dari

lagu tersebut jelas siapa penyanyinya, siapa penciptanya, siapa pengaransemenya,

siapa saja nama anggota bandnya dan siapa label/produsernya. Dan semua

mendapat nama dan keuntungan (royalty) masing masing. Bagaimana dengan

batik? tidak jelas siapa yang mencipta motif, siapa yang mencantingkan dan

mengecapkan lilin, dan siapa yang memproses pencelupannya sehingga menjadi

pembatik bukan merupakan profesi yang menjanjikan dan mereka hanya berstatus

sebagai buruh. Yang dikenal hanya motif, brand, dari kota mana batik tersebut,

desainer, kolektor dan pengusahanya. Ironis bukan.

Kita sendiri yang melupakan para pencipta identitas bangsa. Akhirnya

semakin berkurang para pembatik karena pembatik tidak pernah dikenal, tidak
pula disebut seniman mereka hanya pekerja informal yang tidak layak dikenal dan

meraup untung serta meningkatnya kesejahteraan mereka dengan tren batik yang

berkembang saat ini. Hal inilah yang menjadikan runtuhnya generasi pembatikdi

Indonesia.

Meski saat ini trend batik juga melanda anak muda dan mode busana batik

sudah tidak ketinggalan zaman, namun batik masih selalu diidentikkan dengan

orang tua. Coba perhatikan poster dan gambar pembatik hampir pasti yang

muncul adalah gambar para perempuan tua yang sedang membatik. Visualisasi ini

ditengarai dapat menurunkan kebanggaan seseorang untuk mau belajar tentang

proses pembatikan. Mari kita mulai memvisualkan dan mengkampanyekan

gambar orang membatik dengan artis-artis muda yang cantik dan tampan sehingga

akan lebih menarik minat generasi sekarang untuk belajar batik. Kalau perlu

angkat duta batik ataupun putri batik yang menguasai teknik batik bukan hanya

sekedar cantik dan mampu berlenggaklenggok mengenakan busana batik.

Dalam upaya melestarikan batik kita sering terjebak pada produk batik itu

sendiri. Kita getol mengkoleksi berbagai produk batik, kita bangga memiliki

koleksi batik yang dibuat tahun sekian, dari kota ini dengan harga sekian juta

belinya di toko batik “itu” tanpa kita pernah tahu dan banggakan siapa yang

mencipta disainnya, siapa pembatiknya dan siapa pencelupnya. Padahal

keistemewaan dan kualitas produk batik tersebut tercipta dari tangan merekan

bukan pengusaha, merk atau toko yang menjualnya. Kita sering lupa adanya

sebuah produk pasti melalui tangan “sang pencipta”. Berbeda dengan sebuah

produk lagu kita kenal siapa penyanyinya, siapa yang penciptanya, siapa yang
mengaransemen dan siapa pula yang mengedarkannya. Dan setiap yang terlibat

dalam produksi lagu tersebut memperoleh hasil yang seimbang dan adil.

Oleh karena itu untuk melestarikan batik, kita perlu lebih menghargai

karya cipta seseorang. Mari kita “uwongke” para pembatik kita. Kita kenalkan

para maestro dan pembatik profesional yang bangsa ini miliki. Jika perlu data dan

sensus para pembatik yang masih kita miliki, bentuk asosiasi profesi pembatik dan

kita perlu mewajibkan mencantumkan nama pencipta disain dan pembatik pada

setiap produk batik yang beredar terutama untuk batik tulis. Masukkan kembali

keterampilan batik dalam pelajaran di sekolah terutama di sentra-sentra batik.

Alangkah indah, bahagia dan sejahteranya jika pembatik bisa dihargai

setara sebagai pencipta lagu, penyanyi, desainer atau maestro lukis. Karena

selama ini upaya-upaya melestarikan dan rasa memiliki batik seringkali kita

melupakan para kreatornya. Melestarikan batik tidak hanya berarti mengkoleksi,

menggunakan dan mempromosikan produk batik tetapi juga harus lebih

menghargai dan meregenerasi para pembatiknya.

• Home
• About

Batik Tulis – Arti Batik


Filed Under (Info Batik) by batikjogja on 21-11-2009

Tagged Under : Arti, Batik, Tulis

batik tulis

Dalam diskusi dengan teman-teman dan masyarakat umum banyak orang telah
salah batik dengan desain batik / batik desain atau bahkan kain batik.

Lilin adalah bentuk Menolak metode dan tujuan dari metode ini adalah agar ketika
warna disimpan di tempat tertentu di kain tidak lari ke bagian lain. Mari kita
mengambil contoh – seorang seniman akan menggambar motif bunga dan dia
ingin latar belakang biru misalnya. motif bunga bunga kuning dengan tangkai
hijau .

Sekarang bayangkan bahwa artis akan menggambar di atas kain putih. Artis
pertama akan menarik garis besar motif mis. bunga

Dan tentu saja seniman akan kemudian harus mencuci lilin dari kain maka
meninggalkan bagian yang semula ditutupi dengan lilin kembali ke warna asli
kain putih. Oleh karena itu garis batik tulis besar putih motif. Dan bahwa semua
itu adalah makna batik.

Bahkan ada Batik Tulis desain yang modern yang sebenarnya dibuat dari teknik
batik juga. Tetapi orang tidak tahu itu begitu karena tidak memiliki batik tulis
tampilan dan nuansa tradisional itu

Sejarah dan Pengertian Batik Indonesia


Pemesanan Batik Tulis Motif Kuno
Batik secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang dikenal sejak abad
XVII yag ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik masih
di dominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah
perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan
binatang dan tamanan lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai
awan, relief candi, wayang, berber dan sebagainya. Selanjutnya melalui
penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis
seperti yang kita kenal sekarang ini.
Jenis dan corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan
variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat
beragam. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah
mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisional dengan ciri
kekhususannya sendiri.

II. Ungkapan sebuah Filsafat Hidup.

Dilihat dari segi perkembangan batik di Indonesia berkaitan dengan


perkembangan Kerajaan Mataram dan Kerajaan Majapahit sampai kerajaan
sesudahnya. Dalam catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-
masa Kerajaan Mataram, kemudian pada masa Kerajaan Solo dan Yogyakarta.

Kesenian batik merupakan kesenian gambar diatas kain untuk pakaian yang
menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya
batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja
dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang
tinggal diluar Kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.

III. Ungkapan Rasa.

Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang besar, Bangsa yang patut bersyukur Atas
limpahan Anugrah Sang Pencipta dengan bumi alamnya yang indah,Kekayaan
alam melimpah dan penduduknya multi etnis. Yang kesemuanya membawa
berbagai pengaruh pada kehidupan masyarakat dan memiliki berbagai beberapa
kebudayaan yang diantaranya adalah Nuansa Keindahan Seni Batik Tulis yang
patut kita lindungi, kembangkan, dan memanfaatkan serta mengenalkan warisan
budaya yang memiliki nilai-nilai dan bermanfaat bagi kehidupan bangsa. Warisan
budaya ini kita dapatkan sejak dari jaman kerajaan-kerajaan dulu kala,sejak masa
pra sejarah nenek moyang kita.

Pengertian Batik.

1. Celup Rintang.

Batik adalah seni gambar diatas kain untuk pakaian yang dibuat dengan teknik
resist menggunakan material lilin. Kata batik berasal dari bahasa Jawa yang
berarti menulis. Teknik membatik telah dikenal sejak ribuan tahun yang silam.
Tidak ada keterangan Sejarah yang cukup jelas tentang asal usul batik. Ada yang
menduga teknik ini berasal dari bangsa sumeria, kemudian dikembangkan di jawa
setelah dibawa oleh pedagang India. Batick, batic, bathik, batik, batique dan batek
serta batix adalah dengan sebutan lain kain batik. Saat ini batik bisa ditemukan
dibanyak negara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, India, Sri
Lanka dan Benua Afrika.
Walaupun demikian, batik yang terkenal di Dunia adalah batik yang berasal dari
Indonesia.

2. Kain.

Para pembatik tradisional biasa menggunakan bahan kain mori atau kain putih
yang dipergunakan dari hasil tenunan sendiri. Kain ini dibuat dari benang kapas.
Permukaannya halus dengan tetal tenunann yang tinggi. Mori yang terhalus
adalah primissima, kemudian prima, lalu biru dan terakhir blacu tipis. Namun
sesuai dengan perkembangan teknologi pertekstilan maka sekarang terdapat pula
bahan dasar batik berupa kain woll dan sutera.

VI. Teknik dan Proses Batik

Teknik batik menyertakan zat pewarna dan kain sebagai obyek. Melalui proses
teknis inilah ragam hias ditampilkan pada kain. Adapun ciri khas batik adalah
penggambaran corak. Hal ini membutuhkan imajinasi bentuk penggambaran
corak.

1. Batik Tulis dan Batik Cap


Ditinjau dari teknik pembuatanya, terdapat 2 macam batik yakni batik tulis dan
batik cap. Keduanya memiliki rancangan, proses produksi, dan ciri-ciri masing-
masing :

a.) Batik tulis ialah batik yang dihasilkan dengan cara menggunakan canting tulis
sebagai alat bantu dengan meletakan cairan malam pada kain. Canting tulis
sebagai alat menggambar, tepatnya untuk menuliskan cairan malam pada kain
dalam membuat corak , mampu melukiskan ragam hias paling rumit sesuai
dengan ketrampilan pembatik. Alat ini terbuat dari tembaga ringan, mudah
dilenturkan, tipis namun kuat, dipasangkan pada gagang buluh bambu yang
ramping. Bagian tembaga tempat menampung cairan malam berbentuk seperti
teko kecil dan mempunyai corong berlubang dalam berbagai bentuk ukuran
sebagai lorong tempat mengalirkan cairan malam.
b.) Batik cap ialah batik yang diproses menggunakan canting cap, menggantikan
canting tulis dalam menerapkan cairan malam pada kain. Pemalamannya relatif
cepat dibandingkan dengan proses pemalaman batik tulis.

2. Kain
Kain yang dipakai pembatik tradisional biasanya menggunakan kain mori.
3. Malam (Lilin) dan Pemalaman.
Pemalaman adalah proses penggambaran corak diatas permukaan kain
menggunakan malam cair sebagai bahannya dan canting tulis atau cap sebagai
alatnya. Proses pemalaman ini didahului dengan Pemolaan.

4. Warna dan Pewarnaan


Pewarnaan dimulai setelah kain melalui proses pemalaman. Proses ini dilakukan
untuk memberi dan mengubah warna, memperjelas bentuk, rincian,
perlambangan, dan ciri ketradisian, memperkuat nilai estetika sekaligus
menyatakan nilai ekspresi.
Pewarnaan ada 2 macam jenis warna yaitu warna alam dan warna buatan.
Teknik pewarnaan ada 2 macam yaitu :
a.) Teknik pencelupan yaitu mewarnai kain dengan memasukkannya kedalam air
yang mengandung zat pewarna.
b.) Pencoletan yaitu memerlukan perendaman tapi membutuhkan toleransi
resapan zat warna dalam keadaan dingin yang lebih besar dari daya hisap kain.

5. Penghilangan Malam
Proses penghilangan malam atau melorod dilakukan dengan merendam kain
dalam air yang mendidih, yang terus menerus dipanaskan, yang dicampur dengan
larutan kanji atau soda abu.

V. Tujuan Membatik

Batik memiliki fungsi fisis selain mengungkapkan nilai artistik yang memberikan
kepuasan batin. Namun sesuai dengan bergulirnya waktu dalam tempaan situasi
dan kondisi. Batik menjadi salah satu komoditas perdagangan yang diminati
hingga kini.

VI. Fungsi Batik


Salah satu fungsi batik ialah sebagai busana kebesaran keluarga kraton dan
keperluan adat seperti upacara kelahiran, perkawinan dan kematian.
Perkembangan fungsi batik selanjutnya berkembang kedalam berbagai bidang
kebutuhan busana, perlengkapan rumah tangga dan arsitektur.

VII. Lingkup ragam hias batik


Ragam-ragam hias batik teramat banyak jumlahnya dan hadir dalam ungkapan
senirupa yang sangat beragam baik dalam variasi bentuk maupun warna. Hal
tersebut menjadikan setiap daerah pembatikan tampil dalam ciri-ciri khasnya
masing-masing.
Yang diantaranya adalah :
engertian Batik

Secara etimologi kata ambatik berasal dari kata tik yang berarti kecil/titik dapat diartikan menulis
atau menggambar serba rumit (kecil-kecil). Batik sama artinya dengan menulis. Tetapi batik secara
umum memiliki arti khusus yaitu melukis pada kain mempergunakan lilin (malam) dengan
mempergunakan canting).

Yang dimaksud dengan teknik membuat batik adalah proses pekerjaan dari tahap persiapan kain
sampai menjadi kain batik. Pekerjaan persiapan meliputi segala pekerjaan pada kain mori hingga
siap dibuat batik seperti nggirah/ngetel (mencuci), nganji (menganji), ngemplong (seterika),
kalendering. Sedangkan proses membuat batik meliputi pekerjaan pembuatan batik yang
sebenarnya terdiri dari pembuatan motif, pelekatan lilin batik pada kain sesuai motif,, pewarnaan
batik (celup, colet, lukis /painting, printing), yang terakhir adalah penghilangan lilin dari kain .
Teknologi pembuatan batik di Indonesia pada prinsipnya berdasarkan Resist Dyes Technique
(Teknik celup rintang) dimana pembuatannya semula dikerjakan dengan cara ikat – celup motif
yang sangat sederhana, kemudian menggunakan zat perintang warna. Pada mulanya sebagai zat
perintang digunakan bubur ketan, kemudian diketemukan zat perintang dari malam(lilin) dan
digunakan sampai sekarang

Untuk membuat motif batik umumnya dilakukan dengan cara tulis tangan dengan canting tulis
(batik tulis atau batik painting), menggunakan cap dari tembaga disebut (batik cap), dengan jalan
dibuat motif pada mesin printing (batik printing), dengan cara dibordir disebut batik bordir, serta
dibuat dengan kombinasi kombinasi cara-cara yang telah disebutkan.

Di pasaran kain batik dibedakan menjadi 2 jenis berdasarkan cara pembuatan motif batiknya. Yang
pertama adalah Kain batik yaitu kain yang motifnya bercorak batik yang dibuat/digambar dengan
cara pelekatan lilin (malam). Sedangkan kain bermotif batik adalah kain yang bermotif/bercorak
batik tetapi motifnya tidak digambar melalui pelekatan lilin batik, biasanya dengan mesin printing
tekstil, bodrir dan ataupun ornamen batik tanpa melalui pelekatan lilin.

Proses Pembuatan Batik

Teknik pembuatan batik pada awalnya adalah batik tulis dan alat yang digunakan pertama kali
adalah canting tulis dari bambu yang kemudian berkembang/diketemukannya canting tulis dari
tembaga. Tahapan proses pembuatan batik sebagai berikut:
1) Ngelowong Yaitu menggambari kain dengan lilin, baik menggunakan canthing tangan atau cap
(stempel), sifat lilin yang digunakan dalam proses ini harus cukup kuat dan renyah supaya lilin
mudah dilepaskan dengan cara dikerok, karena bekas gambar dari lilin ini nantinya akan diberi
warna coklat (soga).

2) Nembok Proses ini hampir sama dengan ngelowong tetapi lilin yang digunakan lebih kuat
karena lilin ini dimaksudkan untuk menahan warna biru (indigo) dan coklat (soga) agar tidak
menembus kain. Bedanya dengan ngelowong adalah nembok untuk menahan warna, sedangkan
ngelowong untuk menggambar dan menjadi tempat warna coklat setelah dikerok.

3) Wedelan / Celupan.Tahap ini untuk memberi warna biru dengan menggunakan indigo yang
disesuaikan dengan tingkat warna yang dikehendaki. Pada waktu dahulu dengan menggunakan
indigo alami dan proses ini berlangsung lebih dari satu minggu untuk warna biru yang lebih tua.
Kemudian setelah ada indigo pasta/puder warna biru dapat diperoleh hanya dalam waktu 1-2 hari.
Setelah tahun 1965, sedikit sekali orang memakai indigo. Untuk memperoleh warna biru biasanya
menggunakan warna kimia yang lebih cepat seperti naphtol, dengan warna naphtol dapat
mempercepat proses hanya beberapa menit.

4) Ngerok :Yaitu menghilangkan lilin klowongan untuk tempat warna coklat, pekerjaan ini
dilakukan dengan menggunakan potongan kaleng dengan lebar 3 cm,panjang 30 cm yang
ditajamkan sebelah lalu dilipat menjadi dua, alat ini disebut cawuk.

5) MbironiKain setelah dikerok pada bagian-bagian yang diinginkan tetap berwarna biru dan putih
(cecek/titik-titik), perlu ditutup dengan lilin menggunakan canthing tulis/biron. Hal ini
dimaksudkan agar bagian tersebut tidak kemasukan soga apabila disoga.

6) NyogaKain yang telah dibironi lalu diberi warna coklat (disoga) dengan ekstrak pewarna yang
terbuat dari kulit kayu, soga, tingi, tegeran, dan lain lain (zat warna alam). Kain tersebut dicelup
dalam bak pewarna hingga basah seluruhnya kemudian ditiris hingga kering. Proses ini diulang –
ulang hingga sampai mendapatkan warna coklat yang diinginkan. Untuk warna tua sekali proses
ini dapat memakan waktu 2 minggu. Jika mnenggunakan pewarna kimia (zat warna sintetis) proses
ini dapat selesai dalam waktu satu hari.

7) Mbabar / Ngebyok / NglorodTahap ini untuk membersihkan seluruh lilin yang masih ada di
kain dengan cara dimasak dalam air mendidih dengan ditambah air tapioca encer atau TRO agar
lilin tidak melekat kembali ke kain

Sejarah teknik batik


Tekstil batik dari Niya (Cekungan Tarim), Tiongkok
Seni pewarnaan kain dengan teknik pencegahan pewarnaan
menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir
menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan
diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk
membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok
semasa Dinasti T’ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara
(645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria,
serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal.[2]. Di Indonesia, batik dipercaya sudah
ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII
atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai
awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar
tahun 1920-an.[3]

Walaupun kata “batik” berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri
tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan
diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. [2]Di sisi lain,
J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya
bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan
Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh
Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.[4]

G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad
ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya
bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa
canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.[4]

Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan


Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar
ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga
pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat
sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang
dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan
kecewa.[5] Oleh beberapa penafsir,who? serasah itu ditafsirkan sebagai batik.

Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku
History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah
menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada
1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik
yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam
dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya.
Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik
Indonesia memukau publik dan seniman.[2]

Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik


otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak,
sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan
menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran
dari Indonesia ke Persekutuan Malaya juga membawa batik bersama mereka.

Anda mungkin juga menyukai