Dwix Tipoid
Dwix Tipoid
1. Pengertian
“Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna
dengan gejala demam lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran cerna dan
gangguan kesadaran“. (Mansjoer, 2000: 432).
“Demam typoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakteremia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum. Disebabkan
salmonella thypi, ditandai adanya demam 7 hari atau lebih, gejala saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran”. (Soegijanto, 2002: 1).
“Demam typoid adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang di awali di selaput lendir
usus, dan jika tidak di obati secara progresif akan menyerbu jaringan di seluruh
tubuh”. (Tambayong, 2000: 143).
“Demam typoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi
salmonella typhi”. ( Ovedoff, 2002: 514).
2. Etiologi
Menurut Lewis, Et al (2000: 192) “Penyakit demam typoid disebabkan oleh infeksi
kuman Salmonella typhi”.
Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk (1999: 421) etiologi dari demam typoid
adalah Salmonella typhi, sedangkan demam paratipoid disebabkan oleh organisme
yang termasuk dalam spesies salmonella enteretidis bioseratife para typhi B,
salmonella enteretidis bioseratife C. Kuman-kuman ini lebih dikenal dengan nama
salmonella paratyphi A, salmonella schottmueller dan salmonella hirscfeldii.
Menurut Ruth F, Craven dan Constance J, Hirni (2002: 1011) tentang penyebab dari
demam typoid adalah bakteri Salmonella typhi.
3. Patofisiologi
Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimia
nya sama dengan somatik antigen (lipopolisakarida), yang semula diduga
bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala-gejala dari demam typoid. (Suriadi,
2001: 281).
Menurut Ruth F Craven dan constance J, Hirnie (2002: 1011) tanda dan gejala
demam typoid adalah sakit kepala, panas, sakit perut, diare dan muntah.
Gejala-gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala
serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala,
pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak
enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan
peningkatan suhu badan.
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi
relatif, lidah typoid (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor),
hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran berupa samnolen
koma, sedangkan reseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia. (Mansjoer,
1999: 422).
Menurut Ngastiyah (2005: 237), demam typoid pada anak biasanya lebih ringan
daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi
terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari.
Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak
badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian
menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
a. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan
suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap
hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam
minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan
limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
c. Gangguan Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi
supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan
pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan, pada punggung dan anggota
gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil
dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang
ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
d. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan tetapi
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu
badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi
karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik
oleh obat maupun oleh zat anti.
5. Komplikasi
Menurut Ngastiyah (2005: 241), komplikasi pada demam typoid dapat terjadi pada
usus halus, umumnya jarang terjadi bila terjadi sering fatal diantaranya adalah:
a. Perdarahan Usus, bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat
disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
b. Perforasi Usus, timbul biasanya pada minggu ke-3 atau setelah itu dan terjadi
pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat
ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang
dan terdapat udara diantara hati dan diafragma. Pada foto rontgen abdomen yang
dibuat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus
halus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding
abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri tekan.
Menurut David Ovedoff (2002: 514), pemeriksaan khusus yang diperiksa adalah:
e. Titer agglutinin (tes widal terhadap antigen somatic (O) dan flagel (A) meningkat
selama minggu ketiga, positif semua dan kadang-kadang negatif semua bisa
mungkin terjadi pada tes widal).
Menurut Arif Mansjoer, dkk (1999: 421), biakan darah positif memastikan demam
typoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typoid. Peningkatan
uji titer widal empat lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam typoid.
1. Pemeriksaan leukosit
Pemeriksaan leukosit ini tidaklah sering dijumpai, karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit ini tidak berguna untuk diagnosis demam typoid.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya
demam typoid. Kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan pembatasan
pengobatan.
3. Biakan darah
Biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif tidak
menyingkirkan demam typoid.
4. Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum pasien
demam typoid, juga pada orang yang pernah ketularan salmonella typhi dan juga
para orang yang pernah divaksinasi terhadap demam typoid.
Dari pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai > 1/200
atau peningkatan > 4 kali antara masa akut dan konvalensens mengarah kepada
demam typoid, meskipun dapat terjadi positif maupun negatif palsu akibat adanya
reaksi silang antara spesies salmonella. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
menemukan kuman salmonella typhi pada biakan empedu yang diambil dari darah
klien. (Mansjoer, 2000: 433).
Akibat infeksi oleh kuman salmonella typhi pasien membuat antibodi (aglutinin),
yaitu:
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen (berasal dari tubuh kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosis, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typoid.
Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah
setelah klien sakit satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau
ke-6.
b. Penyakit-penyakit tertentu: ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam
typoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia,
leukemia dan karsinoma lanjut.
c. Pengobatan dini dengan antibiotika: pengobatan dini dengan obat anti mikroba
dapat menghambat pembentukan antibodi.
e. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa: seseorang yang divaksinasi dengan kotipa
atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang
setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-
lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang
pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
f. Infeksi klien dengan klinis/ subklinis oleh salmonella sebelumnya: keadaan ini
dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang
rendah.
7. Penatalaksanaan Medis
1. Perawatan
Pasien demam typoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam
atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah
perdarahan usus. Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap, sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien.
2. Diet
Di masa lampau, pasien demam typoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar
dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur
saring tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau
perforasi usus, karena ada pendapat bahwa usus perlu di istirahatkan. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan
lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan selai kasar) dapat diberikan
dengan aman pada pasien demam typoid.
3. Obat
a. Kloramfenikol, dosis hari pertama 4 kali 250 mg, hari kedua 4 kali 500 mg,
diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis
diturunkan menjadi 4 kali 250 mg selama 5 hari kemudian.
b. Tiamfenikol
Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam typoid sama dengan kloramfenikol.
Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang dari pada
kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada demam typoid turun setelah rata-
rata 5-6 hari.
f. Fluorokinolon
Fluorokinolon efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang
optimal belum diketahui dengan pasti.
Selain dengan pemberian antibiotik, penderita demam typoid juga diberikan obat-
obat simtomatik antara lain:
a. Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin setiap klien demam typoid karena
tidak berguna.
b. Kortikosteroid
Klien yang toksit dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam
pengobatan selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran klien
menjadi baik, suhu badan cepat turun sampai normal, tetapi kortikosteroid tidak
boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal
dan relaps”. (Sjaifoellah, 1996: 440).
8. Prognosis
“Prognosis demam typoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan
tubuh, jumlah dan virulensi salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan.
Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4% rata-rata 5,7
%”. (Sjaifoellah, 1996: 441).
Sedangkan menurut Ngastiyah (2005: 236), umunya prognosis demam typoid pada
anak baik, asal pasien cepat berobat. Mortalitas pada pasien yang dirawat adalah
6%. Prognosis menjadi tidak baik bila terdapat gambaran klinis yang berat seperti:
b. Sirkulasi
Tanda: Takikardi (respon demam, proses inflamasi dan nyeri), bradikardi relatif,
hipotensi termasuk postural, kulit/membran mukosa turgor buruk, kering, lidah
kotor.
c. Integritas Ego
Gejala: Ansietas, gelisah, emosi, kesal misal perasaan tidak berdaya/ tidak ada
harapan.
d. Eliminasi
Gejala: Diare/konstipasi.
Tanda: Menurunnya bising usus/tak ada peristaltik meningkat pada
konstipasi/adanya peristaltik.
e. Makanan/cairan
Tanda: Menurunnya lemak subkutan, kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk,
membran mukosa pucat.
f. Hygiene
g. Nyeri/ kenyamanan
h. Keamanan
Gejala: Peningkatan suhu tubuh 38C- 40 C, penglihatan kabur, gangguan mental
delirium/ psikosis.
i. Interaksi Sosial
j. Penyuluhan/ Pembelajaran
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang muncul menurut NANDA (2001-2002) yaitu:
3. Perencanaan Keperawatan
Intervensi:
2) Jelaskan upaya untuk mengatasi hipertermi dan bantu klien/ keluarga dalam
melaksanakan upaya tersebut, seperti: dengan memberikan kompres dingin pada
daerah frontal, lipat paha dan aksila, selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
kehangatan tubuh, tingkatkan intake cairan dengan perbanyak minum.
3) Observasi tanda-tanda vital (Tekanan darah, Suhu, Nadi dan Respirasi) setiap 2-3
jam.
5) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian obat antipiretik dan antibiotik.
Rasional: Obat antiperitik untuk menurunkan panas dan antibiotik mengobati infeksi
basil salmonella typhi.
Intervensi:
Intervensi:
1) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, turgor kulit, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik) jika diperlukan.
Intervensi:
Rasional: Kebersihan nutrisi dapat diketahui melalui peningkatan berat badan 500
gr/minggu.
Rasional: Lingkungan yang nyaman dapat menurunkan stress dan lebih kondusif
untuk makan.
8) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
Intervensi:
5) Anjurkan pasien untuk makan makanan rendah serat, tinggi protein dan tinggi
kalori jika memungkinkan.
Rasional: Makanan rendah serat dan tinggi protein dapat membantu mengatasi
diare.
Intervensi:
Intervensi:
1) Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya.
Rasional: Agar ibu klien mengetahui tentang penyakit demam typoid, penyebab,
tanda dan gejala, serta perawatan dan pengobatan penyakit demam typoid.
3) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah usaha untuk menilai keefektifan asuhan keperawatan yang telah
diberikan kepada klien dengan demam typoid.
Evaluasi:
Evaluasi:
Evaluasi:
Evaluasi:
3) Menunjukkan berat badan stabil atau peningkatan berat badan sesuai saran
dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
Evaluasi:
1) Tidak mengalami diare.
Evaluasi:
Evaluasi: