Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Fungsi Bank

Dalam kehidupan perekonomian suatu negara, bank memiliki peranan penting

dalam perekonomian. Menurut UU Perbankan No. 10 Tahun 1998, bank adalah

badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk

lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UU No. 10 Tahun 1998, bank umum adalah

bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan

prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran.

Bank Umum
(124)

Bank Pemerintah Bank Swasta


(5) (119)

Bank Pembangunan Bank Umum Swasta Bank Umum Syariah


Daerah (88) (5)
(26)
Sumber : www.bi.go.id

Gambar 2.1. Struktur Bank Umum di Indonesia

Universitas Sumatera Utara


Definisi bank umum secara singkat adalah bank yang dapat memberikan jasa

dalam lalu lintas pembayaran. Bank-bank umum terdiri dari bank-bank umum

pemerintah, bank-bank umum swasta nasional devisa, bank-bank swasta nasional

nondevisa dan bank-bank asing dan campuran. Kegiatan utama bank-bank umum

adalah menghimpun dana masyarakat antara lain dalam bentuk giro, deposito

berjangka dan tabungan, serta menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit

(Pohan, 2008).

Pasar keuangan memiliki fungsi penting dalam mentransfer sumber daya

perekonomian rumah tangga yang ingin menyimpan sebagian pendapatannya ke

rumah tangga dan perusahaan yang ingin meminjam untuk membeli barang-barang

investasi yang akan digunakan dalam proses produksi. Proses mentransfer dana dari

penabung ke peminjam disebut perantara keuangan (financial intermediation).

Banyak lembaga dalam perekonomian bertindak sebagai perantara keuangan, tetapi

hanya bank yang memiliki otoritas hukum untuk menciptakan aset yang merupakan

bagian dari penawaran uang, seperti rekening cek. Karena itu, bank satu-satunya

lemabga keuangan yang secara langsung mempengaruhi penawaran uang (Mankiw,

2000).

Fungsi dan peran bank umum dalam perekonomian sangat penting dan

strategis. Bank umum sangat penting dalam hal menopang kekuatan dan kelancaran

sistem pembayaran dan efektivitas kebijakan moneter. Fungsi-fungsi bank umum

seperti yang diuraikan di bawah ini menunjukkan pentingnya keberadaan bank umum

dalam perekonomian modern: (1) penciptaan uang, (2) mendukung kelancaran

Universitas Sumatera Utara


mekanisme pembayaran, (3) penghimpunan dana simpanan, (4) mendukung

kelancaran transaksi internasional, (5) penyimpanan barang-barang dan surat-surat

berharga, (6) pemberian jasa-jasa lainnya (Manurung dan Rahardja, 2004).

Prinsip dasar operasional pada bank umum dapat digambarkan sebagai

berikut:

1. Simpanan Bank Penyaluran dana : Jasa-Jasa :


2. Pinjaman Umum 1. Cadangan 1. Kliring
+ 3. Ekuitas 2. Kredit 2. Transfer
3. Investasi 3. Penitipan
4. Dll

Biaya Dana Biaya Pendapatan Bunga Pendapatan


1. Bunga Operasional : Capital Gain Fee
deposito 1. Administrasi
2. Bunga 2. Pegawai
pinjaman 3. Lain-lain

Biaya Total Pendapatan Total


(TC) (TR)

Laba = Pendapatan Total – Biaya Total


ð = TR - TC

Gambar 2.2. Prinsip Dasar Operasional Bank Umum

Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi

perbankan Indonesia, antara lain: (1) lembaga kepercayaan masyarakat dalam

kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana, (2) pelaksana kebijakan

Universitas Sumatera Utara


moneter, (3) lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi

serta pemerataan; agar tercipta sistem perbankan yang sehat, baik sistem perbankan

secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan

masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi

perekonomian nasional.

Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan

menerapkan kebijakan: (1) kebijakan memberikan keleluasaan berusaha

(deregulasim), (2) kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking), dan

(3) pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten

ketentuan intern yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam melaksanakan

kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu kepada prinsip kehati-hatian

(Bank Indonesia, 2009).

Bisnis dan ekonomi bank bersumber dari fungsi bank, yaitu intermediasi dan

transformasi aset. Fungsi intermediasi bank dapat dijelaskan dengan hubungan empat

neraca, yaitu neraca pemerintah, neraca rumah tangga, neraca perusahaan dan neraca

bank. Proses fungsi intermediasi dan transformasi aktiva perbankan dapat

digambarkan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


Pemerintah atau Otoritas Moneter Rumah Tangga
Sekuritas Sekuritas
Defisit Tabungan
Uang Inti Deposit

Perusahaan Lembaga Keuangan Bank


Uang Inti
Investasi Pinjaman Bank Deposit
Pinjaman
Gambar 2.3. Proses Fungsi Intermediasi dan Transformasi Aktiva Perbankan

Fungsi transformasi bank membuat deposit sebagai kewajiban menjadi aset

dengan portofolio cadangan kas dan pinjaman atau kredit. Cadangan kas merupakan

bagian dari giro wajib minimum yang dapat digunakan membiayai defisit pemerintah.

Pinjaman atau kredit merupakan sumber pendapatan bank dan sumber pendanaan

investasi perusahaan. Pinjaman atau kredit bank merupakan kewajiban pada neraca

perusahaan (Manurung dan Manurung, 2009).

2.2. Pengertian Kredit

Definisi kredit menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan adalah: “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam

meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk

melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau

pembagian hasil keuntungan” (Manurung dan Rahardja, 2004).

Jenis-jenis kredit dapat digolongkan sebagai berikut: (1) Tujuan penggunaan,

kredit menurut tujuan penggunaannya dibedakan menjadi kredit konsumtif dan kredit

Universitas Sumatera Utara


produktif. (2) Menurut jangka waktu, kredit menurut jangka waktu dibedakan

menjadi kredit jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. (3) Menurut

sifat penggunaannya, kredit menurut sifat penggunaannya dibedakan menjadi kredit

modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi. (4) Menurut sifat penarikannya,

kredit menurut sifat penarikannya dibedakan menjadi kredit langsung, dan kredit

tidak langsung (5) Menurut risiko pembiayaannya, kredit menurut risiko pembiayaan

dibedakan menjadi, kredit dengan dana bank bersangkutan, kredit sindikasi, dan

kredit partisipasi/kelolaan (Bank SUMUT, 2007).

2.3. Konsep Kredit Bank Umum

Kredit (loans) adalah aktiva terbanyak yang dimiliki bank umum. Porsi kredit

sekitar 60%-80% dari total aktiva bank umum. Tujuan utama penyaluran kredit

adalah memperoleh pendapatan bunga. Karena porsi kredit dalam aktiva bank sangat

besar, maka sebagian besar penerimaan bank berasal dari bunga kredit (Manurung

dan Rahardja, 2004).

Dalam menyalurkan kredit, bank tetap berjalan pada prinsip kehati-hatian.

Selain berpatokan kepada 5C (Capital, Collateral, Character, Capacity dan

Condition of Economy) bank juga mempertimbangkan hal lain, seperti kemampuan

pengusaha (peminjam) mengembalikan kreditnya.

Dalam rangka memberikan keleluasaan penyaluran kredit perbankan,

beberapa hal yang akan ditempuh oleh Bank Indonesia meliputi: 1) Meningkatkan

peran serta perbankan dalam penyaluran kredit kepada usaha mikro, kecil, dan

Universitas Sumatera Utara


menengah (KUMKM), 2) Meningkatkan efisiensi Bank dalam melakukan

pembiayaan dalam rangka mendorong pergerakan sektor riil, 3) Meningkatkan peran

Bank dalam memperluas jangkauan pelayanan kepada nasabah (Bank Indonesia,

2009).

Apabila perbankan ingin meningkatkan simpanan masyarakat, ceteris paribus,

suku bunga akan dinaikkan sedemikian sehingga minat menabung akan lebih besar.

Sementara itu disisi penyaluran dana, interaksi tersebut akan berpengaruh pada

perkembangan kredit perbankan kepada masyarakat. Jika perbankan ingin

meningkatkan ekspansi kreditnya, ceteris paribus, suku bunga kredit akan turun

sedemikian sehingga minat untuk meminjam oleh masyarakat meningkat (Pohan,

2008).

Tingkat bunga kredit perbankan merupakan biaya opportunitas dalam

pembentukan investasi oleh sektor bisnis, sehingga peningkatan tingkat bunga kredit

perbankan akan menurunkan tingkat investasi dan kemudian menurunkan

pertumbuhan ekonomi. Penurunan intensitas persaingan bank akan meningkatkan

penawaran kredit perbankan atau berasosiasi positif dengan struktur kredit perbankan.

Peningkatan struktur kredit perbankan akibat penurunan intensitas persaingan bank

akan meningkatkan investasi sektor riil dan kemudian mendorong pertumbuhan

ekonomi (Bank Indonesia Medan, 2007).

Universitas Sumatera Utara


2.4. Kebijakan Moneter

Untuk mengatasi potensi melemahnya transmisi kebijakan moneter yang

terindikasi dari lambatnya respons penurunan suku bunga dan penyaluran kredit,

Bank Indonesia akan meningkatkan komunikasi ke publik tentang arah kebijakan ke

depan. Selain itu, Bank Indonesia akan mendorong bank papan atas untuk lebih

berperan sebagai ’market leader’ dalam menggerakkan suku bunga dana dan kredit.

Dengan demikian, penurunan suku bunga kebijakan moneter (BI Rate) dapat diikuti

oleh suku bunga dana dan kredit perbankan dengan lebih cepat (Bank Indonesia,

2009).

Bank sentral mempunyai tiga instrumen kebijakan moneter: operasi pasar

terbuka, persyaratan cadangan, dan tingkat diskonto. Tingkat diskonto (discount rate)

adalah tingkat bunga yang dikenakan bank sentral ketika memberi pinjaman kepada

bank-bank. Semakin kecil tingkat diskonto, semakin murah cadangan yang

dipinjamkan. Maka, penurunan dalam tingkat diskonto meningkatkan basis moneter

dan penawaran uang (Mankiw, 2000).

Peran suku bunga dalam perekonomian antara lain sebagai komponen yang

dapat mendorong investasi, sebagai alat menekan tingkat inflasi dan sebagai

pengawal nilai tukar mata uang (exchange rate). Sebagai komponen yang dapat

mendorong investasi, suku bunga harus rendah. Rendahnya suku bunga mendorong

investor untuk melakukan pinjaman pada lembaga perbankan dan denagn demikian

investasi akan naik. Suku bunga yang tinggi akan memperbesar beban biaya sehingga

Universitas Sumatera Utara


investasi tidak menarik. Dari sini timbul pendapat bahwa kenaikan BI rate akan

menekan investasi (Miraza, 2006).

Sejalan dengan penurunan suku bunga SBI, pada umumnya bank segera

menyesuaikan cost of fundnya. Selanjutnya suku bunga kredit bank terlihat menurun

secara bertahap namun masih cenderung lambat. dorongan untuk menurunkan suku

bunga kredit sebenarnya ada, namun debitur yang masih menunda penarikan kredit

juga mempengaruhi penurunan suku bunga lebih lanjut. Dalam jangka panjang, faktor

penurunan suku bunga kredit dapat kembali meningkatkan permintaan terhadap

kredit. Sedangkan dalam jangka pendek, pada dasarnya suku bunga kredit dan kondisi

rasionalisasi kredit (credit rationing) lebih banyak ditentukan oleh bank berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan bisnis tertentu. Oleh karena itu, diperlukan adanya

dorongan dari otoritas pengawas untuk menghimbau atau memperingatkan bank

untuk segera menurunkan suku bunga kredit dan menyalurkan kredit (Hadad dkk,

2003).

BI rate diimplementasikan melalui operasi pasar terbuka untuk SBI satu bulan

karena beberapa pertimbangan. Pertama, SBI satu bulan telah dipergunakan sebagai

benchmark oleh perbankan dan pelaku pasar di Indonesia dalam berbagai

aktivitasnya. Kedua, penggunaan SBI satu bulan sebagai sasaran operasional akan

memperkuat sinyal respon kebijakan moneter yang ditempuh BI. Ketiga, dengan

perbaikan kondisi perbankan dan sektor keuangan, SBI satu bulan terbukti mampu

mentransmisikan kebijakan moneter ke sektor keuangan dan ekonomi (Banjarnahor,

2008).

Universitas Sumatera Utara


Dalam meningkatkan fungsi intermediasinya, pihak bank juga merasa perlu

mengambil beberapa kebijakan. Perbankan menilai penurunan bunga kredit masih

merupakan urutan utama yang perlu dilakukan dalam penyaluran kredit. Bagi

perbankan, masih tingginya BI rate menyebabkan perbankan tetap mempertahankan

suku bunga kredit yang tinggi. Apabila Bank Indonesia menurunkan BI rate, maka

perbankan akan lebih berusaha meningkatkan penerimaan bunga kredit daripada

menempatkan dana pada SBI.

Kebijakan moneter mempengaruhi permintaan aggregat secara langsung

melalui tersedianya kredit perbankan. Kebijakan moneter yang kontraktif, sebagai

contoh, akan menurunkan suplai kredit perbankan karena menurunnya cadangan bank

dan biaya dana yang menjadi mahal. Dengan asumsi bahwa mayoritas pendanaan

investasi perusahaan berasal dari kredit perbankan (yaitu kredit perbankan tidak

bersubstitusi sempurna dengan bentuk pendanaan lainnya, misalnya commercial

paper, corporate bonds, dll), kebijakan moneter yang dapat mempengaruhi jumlah

kredit perbankan secara langsung akan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk

melakukan investasi (Agung, dkk, 2001).

2.5. Kualitas dan Risiko Kredit

Terganggunya pertumbuhan kredit perbankan dapat terjadi karena lemahnya

permintaan kredit, lemahnya penawaran, atau keduanya. Gangguan pada sisi

permintaan dapat berupa menurunnya kualitas nasabah kredit, tingginya suku bunga

yang melebihi kemampuan membayar nasabah, dan masih tingginya risiko berusaha

Universitas Sumatera Utara


sehingga nasabah belum berani memulai usahanya. Sementara, gangguan pada sisi

penawaran dapat berupa keterbatasan permodalan bank, ketersediaan loanable fund,

permasalahan NPLs bank, dan keengganan bank untuk menyalurkan kredit yang

terkait dengan tingginya risiko dunia usaha (Agung dkk, 2001).

Kredit yang disalurkan dikatakan bermasalah jika pengembaliannya terlambat

dibandingkan jadwal yang direncanakan, bahkan tidak dikembalikan sama sekali.

Kredit tak lancar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: kredit kurang lancar,

kredit diragukan, dan kredit macet. Klasifikasi tentang kredit-kredit tak lancar ini

ditetapkan berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No. 23/12/BPPP, Februari 1991

(Manurung dan Rahardja, 2004).

Kredit bank menurut kualitasnya pada hakikatnya didasarkan atas risiko

kemungkinan menurut bank terhadap kondisi dan kepatuhan nasabah dalam

memenuhi kewajiban-kewajiban untuk membayar bunga, mengangsur serta melunasi

pinjamannya kepada bank. Jadi unsur utama dalam menentukan kualitas tersebut oleh

waktu pembayaran bunga, pembayaran angsuran, maupun pelunasan pokok pinjaman,

dan diperinci sebagai berikut:

1. Kredit lancar (Pass). Kredit digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria:

a) pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu; dan b) memiliki

mutasi rekening yang aktif; atau c) bagian dari kredit yang dijamin dengan

jaminan tunai (cash collateral).

2. Dalam perhatian khusus (Special Mention). Kredit yang digolongkan ke dalam

kredit dalam perhatian khusus apabila memenuhi kriteria: a) terdapat

Universitas Sumatera Utara


tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui sembilan

puluh hari; atau b) kadang-kadang terjadi cerukan; atau c) mutasi rekening

relatif aktif; atau d) jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang

diperjanjikan; atau e) didukung oleh pinjaman baru.

3. Kurang lancar (Substandard). Kredit yang digolongkan ke dalam kredit

kurang lancar apabila memenuhi kriteria: a) terdapat tunggakan angsuran

pokok dan/atau bunga yang telah melampaui sembilan puluh hari; atau

b) sering terjadi cerukan; atau c) frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau

d) terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikanlebih dari sembilan

puluh hari; atau e) terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi nasabah;

atau f) dokumentasi pinjaman yang lemah.

4. Diragukan (Doubtful). Kredit digolongkan ke dalam kredit diragukan apabila

memenuhi kriteria: a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga

yang telah melampaui 180 hari; atau b) terjadi cerukan yang bersifat

permanen c) terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau d) terjadi kapitalisasi

bunga; atau e) dokumentasi hukum yang lemah, baik untuk perjanjian kredit

maupun pengikatan jaminan.

5. Macet (Loss). Kredit digolongkan ke dalam kredit macet apabila memenuhi

kriteria: a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah

melampaui 270 hari; atau b) kerugian operasional ditutup dengan pinjaman

baru; atau c) dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat

dicairkan pada nilai wajar (Rivai dan Veithzal, 2006).

Universitas Sumatera Utara


2.6. Proses Money Multiplier dan Angka Pengganda Kredit

Proses penggandaan uang (money multiplier) terjadi sehubungan dengan

kegiatan bank-bank umum atau bank-bank pencipta uang giral (BPUG), yang

merupakan anggota sistem moneter, dalam menciptakan uang giral dan uang kuasi.

Dalam kegiatannya, bank-bank umum dapat meminjamkan sebagian uang simpanan

masyarakat berupa giro, tabungan dan deposito, dan hanya sebagian kecil saja

dipelihara sebagai alat-alat likuid (kas dan simpanan giro pada bank sentral) untuk

memenuhi kewajiban segera yang harus dibayar sewaktu-waktu dan untuk memenuhi

ketentuan cadangan wajib minimum atau reserve requirement. Jumlah yang

dipinjamkan tersebut mungkin akan masuk kembali ke bank-bank sebagai uang

simpanan. Sebagian dari simpanan ini dipinjamkan lagi. Demikian seterusnya. Secara

teoritis, kalau bagian yang dipelihara sebagai alat-alat likuid sebesar 0,2 (20%) dan

bagian yang dipinjamkan sebesar 0,8 (80%), akan tercipta simpanan sebesar 4 kali

simpanan utama sehingga total simpanan menjadi 5 kali simpanan utama.

Dalam proses pemberian pinjaman dari uang simpanan yang diterimanya,

bank umum dapat memberikan pinjaman dengan jangka waktu yang lebih lama dari

jangka waktu simpanannya karena menurut pengalaman, jarang terjdi para

penyimpan/penitip uang mengambil uang simpanan seluruhnya dan pada waktu/hari

yang sama sehingga terjadi diversiteit, yang merupakan selisih titik maksimum dan

titik minimum pada waktu yang berbeda-beda. Karena adanya diversiteit tersebut,

maka terjadilah inti tetap (konstan) dan bank-bank umum dapat mentransformasikan

Universitas Sumatera Utara


penawaran dananya sedemikian rupa sehingga baik jumlah maupun jangka waktunya

sesuai dengan permintaan.

Terjadinya pelipatgandaan (multiplier) baik jumlah simpanan maupun

pinjaman disebabkan oleh adanya kemungkinan untuk meminjamkan sebagian dari

uang simpanan. Simpanan pertama dalam uraian diatas dinamakan primary deposit,

sedangkan simpanan sesudahnya dinamakan derived deposit. Simpanan pertama

merupakan uang baru yang masuk ke dalam peredaran yang berasal dari otoritas

moneter yang bersumber dari seperti penjualan valuta asing hasil ekspor ke bank

sentral.

Melalui proses pelipatgandaan seperti diuraikan di atas, uang beredar yang

ada pada masyarakat akan bertambah, yang penambahannya lebih besar dari hasil

pembelian valuta asing oleh bank sentral. Perbandingan antara uang beredar, yaitu

uang yang dimiliki sektor swasta domestik (sektor dalam negeri di luar bank sentral,

bank-bank umum dan pemerintah pusat) dengan uang primer dinamakan money

multiplier (Pohan, 2008).

Aktivitas bank adalah menghasilkan jasa deposit [D] dan pinjaman atau kredit

[L]. Pada tingkat teknologi tertentu, fungsi biaya bank dijelaskan oleh fungsi C [D,L].

Fungsi biaya bank diasumsikan konveks atau decreasing returns to scale dan twice

differentiable. Dalam pasar persaingan jumlah bank sangat banyak, yaitu n= 1,2,3,..N.

Aset bank diasumsikan terdiri dua jenis, yaiyu cadangan kas [R] dan pinjaman atau

kredt [L], sedangkan kewajiban bank terdiri dari [D]. Cadangan kas merupakan

proporsi [á] tertentu dari deposit, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


R= áxD (2.1)

Di mana á adalah giro wajib minimum. Giro wajib minimum merupakan instrumen

otoritas moneter untuk mempengaruhi sirkulasi mata uang dalam perekonomian.

Total cadangan kas dari semua bank merupakan jumlah seluruh giro wajib

minimum dikali permintaan deposit perbankan. Total cadangan kas ini sama dengan

jumlah uang inti dalam sirkulasi. Neraca pemerintah atau otoritas moneter

menjelaskan deskripsi kebijakan moneter [∆M] pada operasi pasar terbuka.

Perubahan jumlah sekuritas pemerintah [∆B] sama dengan perubahan sirkulasi uang

inti, yang secara langsung mempengaruhi uang inti dan kredit perbankan.

Angka pengganda uang didefinisikan sebagai dampak perubahan marginal

jumlah uang inti dalam sirkulasi, yaitu [∆D / ∆M] = -[∆D / ∆B] = (1/á) – 1 > 0.

Pinjaman bank sentral terhadap bank-bank komersial dilaksanakan melalui intervensi

tingkat bunga bank sentral [r] dan diasumsikan sama dengan tingkat bunga antar

bank. Intervensi dalam bentuk tingkat bunga bank sentral mempengaruhi tingkat

bunga deposit [rD] dan tingkat bunga kredit [rL] (Manurung dan Manurung, 2009).

2.7. Model Laba Bank

Model pasar persaingan lembaga keuangan bank mengakibatkan setiap bank

sebagai pengikut harga, sehingga bank mengikuti tingkat bunga deposit, tingkat

bunga kredit, dan tingkat bunga antarbank. Pada tingkat biaya tertentu, laba maksimal

dari bank adalah:

ð {D,L} = rL x L + r x IBM – rD x D – C{D,L} (2.2)

Universitas Sumatera Utara


IBM = (1 – á) x D- L (2.3)

ð {D,L} = rL x L + r x {(1 – á) x D –L} - rD x D – C{D,L}

= rL x L + r(1 – á) x D – r x L - rD x D – C{D,L}

= {rL – r} L + {r(1 – á) - rD} D – C{D,L} (2.4)

Artinya pasar persaingan bank akan selalu menyesuaikan volume kredit dan deposit

pada tingkat intermediasi marginal sama dengan biaya manajemen marginal.

Penyesuaian kredit dan deposit bank bergantung pada tingkat bunga deposit, tingkat

bunga kredit, tingkat bunga antarbank dan tingkat giro wajib minimum. Peningkatan

tingkat bunga deposit [rD] akan mengakibatkan penurunan permintaan deposit [D] dan

peningkatan tingkat bunga kredit [rL] akan meningkatkan penawaran kredit [L]

(Manurung dan Manurung, 2009).

Model pasar oligopoli lembaga keuangan bank menjelaskan bahwa industri

perbankan dikendalikan oleh beberapa bank. Diasumsikan bahwa biaya masing-

masing bank adalah linier, yaitu:

C(D,L) = CD x D + CL x L (2.5)

Model keseimbangan Cournot dari pasar oligopoli industri perbankan adalah

maksimalisasi laba suatu bank pada kredit dan deposit bank lainnya pada tingkat

tertentu. Dengan kata lain, untuk setiap bank akan memperoleh laba maksimal

sebagai berikut:

ðD,L [rL x (L - ðÓ L*) – r] x L + [(1 – á) x r – rD x (D + Ó D* ) x D] – C(D,L)* (2.6)

di mana D* = D/N , L* = L/N, dan N = jumlah bank

Universitas Sumatera Utara


Penurunan intensitas persaingan bank mengakibatkan respons tingkat bunga

kredit [rL] terhadap tingkat bunga antarbank atau bank sentral [r] akan semakin

rendah. Penurunan intensitas persaingan bank mengakibatkan tingkat bunga deposit

[rD] terhadap tingkat bunga antarbank atau bank sentral [r] akan semakin tinggi, dan

sebaliknya. Oleh sebab itu, kebijakan konsolidasi bank atau penurunan intensitas

persaingan bank cenderung mengakibatkan penurunan tingkat bunga kredit dan

peningkatan tingkat bunga deposit. Kebijakan penurunan tingkat bunga antarbank

atau bank sentral pada penurunan intensitas persaingan bank akan mengakibatkan

penurunan tingkat bunga kredit lebih kecil dari penurunan tingkat bunga deposit.

Akibatnya margin tingkat bunga bruto (gross interest margin - GIM) bank semakin

tinggi. Peningkatan GIM mengindikasikan bahwa efisiensi bruto dari lembaga

keuangan bank semakin tinggi (Manurung dan Manurung, 2009).

Model persaingan monopolistik bank dari Monti-Klein menjelaskan bahwa

keputusan bank adalah menentukan besar deposit dan kredit. Penentuan volume

deposit dan kredit diturunkan dari laba maksimum bank, yaitu:

ð[D,L] = [rL(L) – r] L + [r (1 – á) – rD(D)] D – C[D,L] (2.7)

Tingkat bunga deposit dan laba maksimal masing-masing bank adalah:


rD1 = rD2 = … = rDn = r - (2.8)
N

D
ð1 = ð2 = …. = ðn = (2.9)
N2

Universitas Sumatera Utara


Persamaan (2.6) menjelaskan bahwa penurunan intensitas persaingan atau jumlah

bank (N) akan menurunkan tingkat bunga deposit dan meningkatkan laba masing-

masing bank. Penurunan tingkat bunga deposit dengan sendirinya juga akan

menurunkan tingkat bunga kredit karena tingkat bunga deposit merupakan komponen

biaya dana pinjaman atau kredit perbankan. Kebijakan otoritas bank sentral untuk

mengurangi jumlah bank melalui konsolidasi bank akan mengakibatkan peningkatan

efisiensi intermediasi dan transformasi aset bank. Otoritas moneter juga perlu

mengatur pendirian cabang atau kantor bank, sehingga pendirian cabang atau kantor

bank dapat memperlancar fungsi intermediasi dan transformasi aset bank. Hasil studi

empiris telah membuktikan bahwa skala ekonomis bank dapat dicapai melalui

penurunan jumlah cabang atau kantor bank.

Model laba bank diatas merumuskan kredit perbankan ditentukan oleh tingkat

bunga deposit (rD), tingkat bunga kredit (rL), tingkat bunga pasar uang (r), tingkat giro

wajib minimum (á), jumlah kantor bank (N) dan laba bank atau produk domestik (ð).

Penawaran kredit oleh perbankan akan bergantung kepada tingkat Nett

Interest Margin perbankan yaitu tingkat bunga kredit (rL) dikurangi tingkat bunga

deposit (rD), semakin tinggi tingkat bunga deposit akan menyebabkan tingginya

tingkat bunga kredit dan menyebabkan penawaran kredit akan menurun, karena bank

akan lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit untuk mencegah terjadinya non

performing loan. Tingkat bunga pasar uang juga menentukan tingkat kredit

perbankan, karena semakin tinggi tingkat bunga pasar uang (r), maka perbankan akan

lebih cenderung menyalurkan dananya ke pasar uang. Kebijakan Bank Indonesia

Universitas Sumatera Utara


dalam penetapan tingkat giro wajib minimum (á) dalam rangka pengendalian moneter

akan mengurangi kemampuan bank untuk menyalurkan kredit. Jumlah kantor bank

(N) yang terus bertambah juga akan menaikkan kredit, karena masyarakat akan lebih

mudah untuk mengakses perbankan. Peningkatan Laba bank atau produk domestik

(ð) akan mempengaruhi kebijakan bank untuk terus meningkatkan penawaran

kreditnya, peningkatan laba bank berarti baiknya kondisi kualitas asset bank. Hal

tersebut berarti kondisi perekonomian masyarakat/dunia usaha secara umum dinilai

dalam kondisi baik dan pengembalian kredit dinilai cukup aman.

2.8. Penelitian Terdahulu

Bramantyo dan Arief (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Bank Umum Nasional

di Indonesia (PERIODE Januari 2000 - Desember 2006) mengkaji peranan bank

umum terutama dalam hal penyaluran kredit kepada sektor riil yang dipengaruhi oleh

berbagai variabel yang antara lain adalah LNLC (Kapasitas kredit investasi bank

umum), RCR (suku bunga kredit), SBI (Sertifikat Bank Indonesia), LNNPL (Non

Performing Loan). Dalam periode penelitian ini variabel yang paling berperan adalah

LNIC (Kapasitas kredit investasi bank umum) karena semakin besar kapasitas kredit

suatu bank maka kemampuan untuk menyalurkan kredit juga semakin besar.

Sedangkan turunnya suku bunga SBI belum terlalu berpengaruh terhadap penyaluran

kredit bank umum, karena turunnya suku bunga masih dinilai terlalu tinggi oleh dunia

usaha untuk melakukan pinjaman kredit. Analisis dilakukan dengan menggunakan

Universitas Sumatera Utara


metode OLS (Ordinary Least Square) terhadap variabel-variabel LNLC (Lending

Capacity), RCR (Suku Bunga Kredit), SBI (Sertifikat Bank Indonesia), LNNPL.

(Non Performing Loan) Dengan hasil estimasi bahwa LNLC, RCR, LNNPL

mempunyai pengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit bank umum, sedangkan

SBI mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap penyaluran kredit bank umum.

Dalam tiga puluh tahun terakhir, telah banyak kajian yang membuktikan

bahwa ada hubungan yang erat antara pengembangan lembaga keuangan dengan

pertumbuhan ekonomi. Para ahli ekonomi tradisional seperti Goldsmith (1969), Mc

Kinnon (1973) dan Shaw (1973) yang menawarkan argumen yang detail dan bukti

tentang peranan lembaga keuangan dalam ekonomi dalam mendukung pertumbuhan

ekonomi dan meningkatkan kinerja perekonomian suatu negara. Mereka percaya

bahwa kelebihan dana akan dapat disalurkan secara efisien kepada pihak-pihak yang

membutuhkan dana melalui lembaga intermediasi. Goldsmith, Mc Kinon dan Shaw

memfokuskan penelitian mereka pada komponen dari financial liabilities seperti

jumlah uang beredar (seperti M1, M2 dan M3) melalui tabungan dan deposito pada

lembaga keuangan. Mereka menyatakan bahwa dana yang berlebih (surplus fund)

akan disalurkan secara efisien bagi unit yang mengalami defisit secara efisien

sehingga terjadi peningkatan kegiatan produksi. Selanjutnya kegiatan tersebut akan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam pandangan mereka, adanya perbedaan

kualitas dan kuantitas dalam jasa keuangan merupakan faktor utama yang

membedakan pertumbuhan ekonomi di setiap negara.

Universitas Sumatera Utara


Manurung dan Manurung (2009), menjelaskan model keseimbangan bank

di Indonesia didasarkan pada perilaku kredit dan deposit perbankan. Model kredit

perbankan ditentukan oleh tingkat bunga deposit, tingkat bunga kredit dan

pendapatan domestik bruto. Respons kredit perbankan terhadap tingkat bunga

deposit, tingkat bunga kredit, dan produk domestik bruto sesuai dengan ekspektasi

teori. Signifikansi koefisien kredit perbankan menjelaskan bahwa struktur pasar

kredit perbankan di Indonesia cenderung bersifat monopolistik atau oligopolistik,

artinya deposit perbankan respons terhadap elastisitas permintaan deposit dan

intensitas persaingan atau jumlah kantor bank.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa intermediasi perbankan berperan

dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Goldsmith (1969),

Mc Kinon (1973) dan Shaw (1973) menyatakan bahwa dana yang berlebih (surplus

fund) yang disalurkan secara efisien bagi unit yang mengalami defisit akan

meningkatkan kegiatan produksi. Selanjutnya kegiatan tersebut akan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi. Dalam pandangan mereka, adanya perbedaan kualitas dan

kuantitas (jumlah) jasa keuangan merupakan faktor utama yang membedakan

pertumbuhan ekonomi di setiap negara. Kajian Williamson (1987) dan Gertler (1988)

juga menemukan hubungan antara kredit dan pertumbuhan ekonomi. Pada level

mikro, Gertler dan Gilchrist (1994) membuktikan bahwa adanya kendala dalam

penyaluran kredit dapat berdampak kehancuran pada usaha-usaha kecil. Sudah tentu,

dengan adanya kebijakan moneter yang ketat (tightening of monetary policy) selama

resesi akan menyebabkan penjualan yang menurun pada usaha kecil dibanding usaha-

Universitas Sumatera Utara


usaha besar. Hal serupa dijumpai oleh Holmstrom dan Tirole (1997) yang

menemukan bahwa ketika resesi berlangsung maka kapital (modal) menjadi

terkendala sehingga menyebabkan terjadinya credit crunch, tabungan yang semakin

mengecil dan juga penyaluran kredit.

Peneliti lainnya, Abdullah dan Suseno (2004) menemukan bahwa salah satu

penyebab terhambatnya fungsi intermediasi perbankan adalah keterbatasan

kewenangan memutuskan pemberian kredit yang ada di kantor cabang. Oleh karena

itu, untuk meningkatkan penyaluran kredit perbankan di daerah, mereka menyarankan

agar desentralisasi perbankan dalam bentuk perubahan sistem dari branch banking

system ke unit banking system. Namun mereka tidak menyarankan agar perubahan

sistem ini dilakukan secara tergesa-gesa, karena akan mendorong perbankan di daerah

meninggalkan prinsip kehati-hatian yang pada gilirannya akan membahayakan

industri perbankan secara keseluruhan.

Dari berbagai studi dan model-model keseimbangan bank di atas, salah satu

faktor penting dalam penentuan struktur kredit perbankan adalah tingkat bunga kredit

perbankan. Tingkat bunga kredit perbankan ditentukan oleh biaya intermediasi

perbankan dan tingkat bunga bank sentral. Oleh sebab itu penurunan tingkat bunga

antarbank dan biaya intermediasi kredit perbankan akan menurunkan tingkat bunga

kredit. Walaupun kejutan moneter dapat mempengaruhi tingkat bunga kredit

perbankan akan tetapi kejutan moneter tersebut tidak secara dominan menentukan

tingkat bunga kredit. Faktor inefisiensi biaya intermediasi juga merupakan faktor

penentu tingkat bunga kredit perbankan, dengan kata lain peranan sistem perbankan

Universitas Sumatera Utara


dalam penentuan tingkat bunga kredit sangat dominan dibandingkan dengan

kebijakan moneter. Tingkat bunga kredit perbankan juga ditentukan oleh intensitas

persaingan atau jumlah bank, di mana penurunan intensitas persaingan bank akan

meningkatkan tingkat bunga kredit dan kemudian meningkatkan penawaran kredit

perbankan. Menurut Cerasi (1995), penurunan intensitas persaingan bank akan

memudahkan bank mencapai skala ekonomis dan mengakibatkan penawaran kredit

perbankan terkonsentrasi pada skala usaha dan sektor ekonomi tertentu (Bank

Indonesia Medan, 2007).

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi keputusan bank umum untuk

menyalurkan kredit kepada masyarakat. Lebih lanjut Melitz dan Pardue (1973) dalam

Insukindro (1995) merumuskan model penawaran kredit merupakan fungsi dari

kendala-kendala yang dihadapi bank seperti tingkat cadangan bank atau ketentuan

mengenai nisbah cadangan wajib, tingkat suku bunga kredit bank, biaya oportunitas

meminjamkan uang, dan biaya deposito bank.

Warjiyo (2004), yang memaparkan bahwa mekanisme transmisi kebijakan

moneter melalui saluran uang secara implisit beranggapan bahwa semua dana yang

dimobilisasi perbankan dari masyarakat dalam bentuk uang beredar (M1, M2)

digunakan untuk pendanaan aktivitas sektor riil melalui penyaluran kredit perbankan.

Dalam kenyataannya menurut Warjiyo (2004), anggapan seperti itu tidak selamanya

benar. Selain dana yang tersedia (DPK), perilaku penawaran kredit perbankan juga

dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitor dan kondisi

Universitas Sumatera Utara


perbankan itu sendiri, seperti permodalan (CAR), jumlah kredit macet (NPL), dan

Loan to Deposit Ratio (LDR).

Hadi (2008) dari hasil penelitiannya yang berjudul Analisis Permintaan Kredit

Konsumsi pada Perbankan di Sumatera Utara dengan mempergunakan variabel

independen pendapatan domestik regional bruto (PDRB), Kurs rupiah terhadap dollar

AS, suku bunga kredit konsumsi, dan pemintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya

terhadap variabel dependen permintaan kredit konsumsi, hasil estimasi diperoleh

bahwa PDRB berpengaruh positif terhadap permintaan kredit konsumsi. Hal tersebut

berarti ketika pendapatan naik maka akan meningkatkan konsumsi yang juga

meningkatkan konsumsi barang.

Junaidi (2006) dari hasil penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Produktif di Perbankan Sumatera Utara”

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perminttan kredit produktif dengan

mempergunakan variabel independen suku bunga pinjaman, suku bunga pinjaman

tahun sebelumnya, PDRB, dan kurs memperoleh hasil penelitian bahwa pertumbuhan

ekonomi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS (kurs) berpengaruh positif dan

signifikan terhadap permintaan kredit produktif. Sedangkan suku bunga pinjaman

saat ini dan suku bunga pinjaman periode sebelumnya berpengaruh negatif namun

keduanya tidak berpengaruh secara signifikan.

Siregar (2006) melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang

mempengaruhi permintaan kredit pada bank pemerintah di Sumatera Utara dengan

mempergunakan variabel independen untuk mengestimasi diantaranya tingkat suku

Universitas Sumatera Utara


bunga kredit, pertumbuhan ekonomi yang diproxy dengan PDRB dan dummy

variabel yaitu kebijakan pemerintah dalam moneter. Dari hasil penelitian beliau

diperoleh hasil penelitian bahwa tingkat suku bunga berpengaruh negatif,

pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap permintaan kredit.

2.9. Kerangka Pemikiran

Produk Domestik
Regional Bruto

Jumlah Kantor
Bank

Tingkat Bunga
KREDIT SEKTORAL
Deposit

Tingkat Bunga
Kredit
1.Pertanian
2.Pertambangan dan
Tingkat Giro Penggalian
3.Industri Pengolahan
Wajib Minimum
4.Listrik, Gas dan Air
Bersih
5.Konstruksi
6.Perdagangan, Hotel
dan Restoran
7.Pengangkutan dan
Komunikasi
8.Keuangan, Persewaan
dan Jasa Perusahaan
9.Jasa-Jasa

Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran

Universitas Sumatera Utara


2.10. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, maka dirumuskan hipotesis penelitian ini

sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh positif antara produk domestik regional bruto terhadap jumlah

kredit sektoral di Sumatera Utara, ceteris paribus.

2. Terdapat pengaruh positif antara jumlah kantor bank terhadap jumlah kredit

sektoral di Sumatera Utara, ceteris paribus.

3. Terdapat pengaruh negatif antara tingkat bunga deposit terhadap jumlah kredit

sektoral di Sumatera Utara, ceteris paribus.

4. Terdapat pengaruh negatif antara tingkat bunga kredit terhadap jumlah kredit

sektoral di Sumatera Utara, ceteris paribus.

5. Terdapat pengaruh negatif antara tingkat giro wajib minimum terhadap jumlah

kredit sektoral di Sumatera Utara, ceteris paribus.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai