Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Perubahan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia karena dampak globalisasi kemajuan


teknologi diberbagai bidang seperti komunikasi, informasi, dsb. sangat berpengaruh
terhadap aspek sosial yang mencakup tata nilai dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa
dan bernegara. Kehidupan manusia di era modern seperti sekarang ini tidak dapat
dipisahkan dari media, baik media cetak, media siar, maupun media interaktif. Internet
sebagai bagian dari media interaktif telah menguasai segala bentuk penyebaran informasi,
mengalahkan media cetak dan media siar. Banyak situs-situs berita sebagai bentuk
transformasi dari media cetak. Selain itu, situs jejaring sosial seperti facebook dan twitter
juga menjadi sumber berita yang update melalui update status dari para pemilik akun
tersebut. Mulai dari berita tentang informasi jalan raya, keadaan sekitar, sampai informasi
mengenai dunia entertainmen. Kita juga dapat dengan mudahnya mengakses pertandingan
bola yang biasanya kita nikmati melalui televisi melalui situs-situs yang menyediakan
layanan live streaming. Kemajuan dan perkembangan teknologi yang terjadi secara pesat
memberikan pengaruh kepada kehidupan kita, baik secara sosial, ekonomi, politik, hingga
budaya.

Produk-produk ilmu pengetahuan dan teknologi yang masuk dari luar akan membawa
nilai-nilai tertentu yang secara langsung atau tidak akan bersinggungan dengan nilai-nilai
yang sudah ada yang pada akhirnya akan mempengaruhi dan merubah tata nilai yang
sudah menjadi identitas maupun pedoman kehidupan bangsa Indonesia.

Seandainya ada survei kepada warga negara di seluruh dunia tentang apa yang mereka
didambakan dengan negaranya, tentu dapat kita perkirakan jawabnya bahwa kedaulatan
negaranyalah yang mereka inginkan, sehingga dapat mengatur dan menentukan rumah
tangga negaranya tanpa intervensi dari luar. Dengan kedaulatannya itu, visi dan misinya
menciptakan negara yang maju, rakyatnya sejahtera dapat tercapai.

Pada prinsipnya, tiap negara memiliki kedaulatan sehingga tak ada satu negara pun
yang berhak menggangu kedaulatannya itu. Hingga kini, intervensi dan agresi negara-
negara maju terhadap negara-negara berkembang menjadi momok yang sangat
menakutkan. Karena intervensi terhadap suatu negara dalam menjalankan kebijakan dalam
negeri dan luar negerinya merupakan salah satu bentuk penjajahan yang tersirat.
Kedaulatan adalah suatu hak eksklusif untuk menguasai suatu wilayah pemerintahan,
masyarakat, atau atas diri sendiri terdapat penganut dalam dua teori yaitu berdasarkan
pemberian dari Tuhan atau Masyarakat. Dalam hukum konstitusi dan internasional, konsep
kedaulatan terkait dengan suatu pemerintahan yang memiliki kendali penuh urusan dalam
negerinya sendiri dalam suatu wilayah atau batas teritorial atau geografisnya, dan dalam
konteks tertentu terkait dengan berbagai organisasi atau lembaga yang memiliki yurisdiksi
hukum sendiri. Penentuan apakah suatu entitas merupakan suatu entitas yang berdaulat
bukanlah sesuatu yang pasti, melainkan seringkali merupakan masalah sengketa
diplomatik.

Beberapa pemikiran mengenai kedaulatan dan pemegang kedaulatan suatu negara


setelah revolusi Perancis dikemukakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam karyanya Du
Contrat Social Ou Principes Du Droit Politique (Mengenai Kontrak Sosial atau Prinsip-prinsip
Hak Politik) membagi tingkat kedaulatan menjadi dua yaitu de facto dan de jure.

Sebagaimana tujuan pertahanan negara, warga negara bertugas menjaga dan


melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan dari ancaman.
Ancaman tersebut bersifat militer dan non-militer, bersifat internal maupun eksternal, fisik
dan non-fisik serta berifat multidimensional, meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya.
Dalam era globalisasi, kualitas ancaman semakin meluas dan melampui wilayah internal
negara. Ancaman pertahanan keamanan bersifat eksternal terkait dengan kejahatan
internasional, berupa terorisme, imigran gelap, bahaya narkotika, pencurian kekayaan alam,
bajak laut perusakan lingkungan, agresi maupun pelanggaran wilayah. Hubungan
ketergantungan dalam sistem global menimbulkan erosi kedaulatan negara. Pemanfaatan
teknologi dan informasi memungkinkan potensi ancaman semakin menyebar.

B. Rumusan Masalah
Berdasar uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi rumusan masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah “Pertahanan, ketahanan, dan kedaulatan
nasional dalam pengertian dan pemahamannya bagi bangsa Indonesia ”
BAB II
KERANGKA TEORITIS

Pertahanan negara disebut juga pertahanan nasional adalah segala usaha untuk
mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah sebuah negara dan keselamatan
segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Hakikat pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta yang
penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara
serta keyakinan pada kekuatan sendiri.Pertahanan negara dilakukan oleh pemerintah dan
dipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan negara.

Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas
ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional
dalam menghadapi segala macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan
gangguan baik yang datang dari dalam maupun luar, secara langsung maupun yang tidak
langsung yang mengancam dan membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup
bangsa dan negara serta perjuangan dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional.

Contoh Bentuk-bentuk ancaman menurut doktrin hankamnas (catur dharma eka karma) :
1. Ancaman di dalam negeri
Contohnya adalah pemeberontakan dan subversi yang berasal atau terbentuk dari
masyarakat indonesia.
2. Ancaman dari luar negeri
Contohnya adalah infiltrasi, subversi dan intervensi dari kekuatan kolonialisme dan
imperialisme serta invasi dari darat, udara dan laut oleh musuh dari luar negeri.

Ciri-ciri Ketahanan Nasional Merupakan kondisi sebagai prasyarat utama bagi negara
berkembang. Difokuskan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan
mengembangkan kehidupan. Tidak hanya untuk pertahanan, tetapi juga untuk menghadapi
dan mengatasi tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan, baik yang datang dari luar
maupun dari dalam, baik secara langsung maupun tidak didasarkan pada metode astagrata;
seluruh aspek kehidupan nasional tercermin dalam sistematika astagarata yang terdiri atas
3 aspek alamiah (trigatra) yang meliputi geografi, kekayaan alam, dan kependudukan dan
lima aspek sosial (pancagatra) yang meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan.
Berpedoman pada wawasan nasional; Wawasan nusantara merupakan cara pandang
bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan Undang
Undang Dasar 1945. Wawasan nusantara juga merupakan sumber utama dan landasan
yang kuat dalam menyelenggarakan kehidupan nasional sehingga wawasan nusantara
dapat disebut sebagai wawasan nasional dan merupakan landasan ketahanan nasional.
Konsepsi ketahanan nasional Indonesia menggunakan pendekatan kesejahteraan dan
keamanan. Antara kesejahteraan dan keamanan ini dapat dibedakan tetapi tidak dapat
dipisahkan. Penyelenggaraan kesejahteraan memerlukan tingkat keamanan tertentu, dan
sebaliknya penyelenggaraan keamanan memerlukan tingkat kesejahteraan tertentu. Tanpa
kesejahteraan dan keamanan, sistem kehidupan nasional tidak akan dapat berlangsung
karena pada dasarnya keduanya merupakan nilai intrinsik yang ada dalam kehidupan
nasional. Dalam kehidupan nasional, tingkat kesejahteraan dan keamanan nasional
merupakan tolak ukur ketahanan nasional. Peran masing-masing gatra dalam astagrata
seimbang dan saling mengisi. Maksudnya antargatra mempunyai hubungan yang saling
terkait dan saling bergantung secara utuh menyeluruh membentuk tata laku masyarakat
dalam kehidupan nasional.

Sifat-sifat ketahanan nasional Indonesia :


• Mandiri, artinya ketahanan nasional bersifat percaya pada kemampuan dan kekuatan
sendiri dengan keuletan dan ketangguhan yang mengandung prinsip tidak mudah
menyerah serta bertumpu pada identitas, integritas, dan kepribadian bangsa.
• Dinamis, artinya ketahanan nasional tidaklah tetap, melainkan dapat meningkat ataupun
menurun bergantung pada situasi dan kondisi bangsa dan negara, serta kondisi
lingkungan strategisnya. Hal ini sesuai dengan hakikat dan pengertian bahwa segala
sesatu di dunia ini senantiasa berubah. Oleh sebab itu, uapaya peningkatan ketahanan
nasional harus senantiasa diorientasikan ke masa depan dan dinamikanya di arahkan
untuk pencapaian kondisi kehidupan nasional yang lebih baik.
• Manunggal, artinya ketahanan nasional memiliki sifat integratif yang diartikan
terwujudnya kesatuan dan perpaduan yang seimbang, serasi, dan selaras di antara
seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegaraWibawa, artinya
ketahanan nasional sebagai hasil pandangan yang bersifat manunggal dapat
mewujudkan kewibawaan nasional yang akan diperhitungkan oleh pihak lain sehingga
dapat menjadi daya tangkal suatu negara. Semakin tinggi daya tangkal suatu negara,
semakin besar pula kewibawaannya.
• Konsultasi dan kerjasama, artinya ketahanan nasional Indoneisa tidak mengutamakan
sikap konfrontatif dan antagonis, tidak mengandalkan kekuasaan dan kekuatan fisik
semata, tetapi lebih pada sifat konsultatif dan kerja sama serta saling menghargai.

Pertahanan nasional merupakan kekuatan bersama (sipil dan militer) diselenggarakan


oleh suatu Negara untuk menjamin integritas wilayahnya, perlindungan dari orang dan/atau
menjaga kepentingan-kepentingannya. Pertahanan nasional dikelola oleh Kementerian
Pertahanan. Angkatan bersenjata disebut sebagai kekuatan pertahanan dan, di beberapa
negara (misalnya Jepang), Angkatan Bela Diri.

Dalam bahasa militer, pertahanan adalah cara-cara untuk menjamin perlindungan dari
satu unit yang sensitif dan jika sumber daya ini jelas, misalnya tentang cara-cara membela
diri sesuai dengan spesialisasi mereka, pertahanan udara (sebelumnya pertahanan
terhadap pesawat: DCA), pertahanan rudal, dll. Tindakan, taktik, operasi atau strategi
pertahanan adalah untuk menentang/membalas serangan.

Jenis pertahanan

• Pertahanan militer untuk menghadapi ancaman militer, dan


• Pertahanan nonmiliter/nirmiliter untuk menghadapi ancaman nonmiliter/nirmiliter.

Komponen pertahanan

Di Indonesia, sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan


Tentara Nasional Indonesia sebagai "komponen utama" dengan didukung oleh "komponen
cadangan" dan "komponen pendukung". Sistem Pertahanan Negara dalam menghadapi
ancaman nonmiliter menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai
unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh
unsur unsur lain dari kekuatan bangsa.

• Komponen utama

"Komponen utama" adalah Tentara Nasional Indonesia, yang siap digunakan untuk
melaksanakan tugas tugas pertahanan.
• Komponen cadangan

"Komponen cadangan" (Komcad) adalah "sumber daya nasional" yang telah disiapkan
untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan
kemampuan komponen utama.

• Komponen pendukung

"Komponen pendukung" adalah "sumber daya nasional" yang terdiri dari sumber daya
manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan dan dapat digunakan untuk
meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan.
Komponen pendukung tidak membentuk kekuatan nyata untuk perlawanan fisik. Sumber
daya nasional yang dapat dimobilisasi dan didemobilisasi terdiri dari sumber daya alam,
sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang mencakup berbagai
cadangan materiil strategis, faktor geografi dan lingkungan, sarana dan prasarana di
darat, di perairan maupun di udara dengan segenap unsur perlengkapannya dengan atau
tanpa modifikasi. Komponen pendukung terdiri dari 5 segmen :

1. Para militer

• Polisi (Brimob) - (lihat pula Polri)


• Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
• Perlindungan masyarakat(Linmas) lebih dikenal dengan sebutan pertahanan sipil
(Hansip)
• Satuan pengamanan (Satpam)
• Resimen Mahasiswa (Menwa)
• Organisasi kepemudaan
• Organisasi bela diri
• Satuan tugas (Satgas) partai

2. Tenaga ahli/profesi

Sumber daya manusia sesuai keahlian atau berdasarkan profesi.

3. Industri
Semua industri yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kekuatan utama dan
kekuatan cadangan dalam menghadapi ancaman.

4. Sumber daya alam/buatan dan sarana prasarana

• Sumber daya alam adalah potensi yang terkandung dalam bumi, air dan dirgantara yang
dalam wujud asalnya dapat didayagunakan untuk kepentingan pertahanan negara.
• Sumber daya buatan adalah sumber daya alam yang telah ditingkatkan daya gunanya untuk
kepentingan pertahanan negara

Sarana dan prasarana nasional adalah hasil budi daya manusia yang dapat digunakan
sebagai alat penunjang untuk kepentingan pertahanan negara dalam rangka
mendukung kepentingan nasional.

5. Sumber daya manusia

Sumber daya manusia adalah warga negara yang secara psikis dan fisik dapat
dibina dan disiapkan kemampuannya untuk mendukung komponen kekuatan
pertahanan keamanan negara.Seluruh warga negara secara individu atau kelompok,
misalnya organisasi masyarakat (seperti: LSM, dsb)
BAB III
PEMBAHASAN

A. Arti Penting Kedaulatan

Saat ini hubungan internasional bangsa-bangsa di sebagian pelosok dunia kurang


harmonis dan terjadi diskriminasi terhadap negara-negara berkembang. Meskipun
diskriminasi itu tidak separah yang terjadi di abad sebelumnya, ketika Perang Dunia ke I dan
Perang Dunia ke II, namun aroma ketidakadilan yang dilakukan oleh suatu negara atau
komunitas negara terhadap negara dan komunitas negara lainnya saat ini masih terjadi.
Prinsip “hukum rimba” masih sering terjadi: negara yang kuat bisa menentukan kebijakan
hukum bagi negara lemah. Negara-negara lemah pun tidak bisa berkutik dengan kebijakan
yang ditetapkan oleh negara-negara maju.

Suatu hal wajar apabila suatu negara yang maju menjunjung terciptanya demokrasi di
negaranya dan mereka memiliki keinginan untuk mengimpor sistem tersebut ke negara lain.
Sosialisasi demokrasi dan program oleh negara-negara maju terhadap negara-negara
berkembang cukup berhasil mereka realisasikan. Beberapa negara berkembang kini sudah
mulai mengadopsi sistem tersebut.

Namun, di balik keberhasilan itu, kini ada kecenderungan negara-negara kuat


mensosialisasikan demokrasi dengan cara-cara yang tidak demokratis. Kasus yang terjadi di
Aljazair yang telah sukses mengadakan Pemilu secara demokratis dan dimenangkan oleh
Partai FIS, dan yang masih hangat suksesnya Palestina dalam mengadakan Pemilu dan
Partai Hamas sebagai pemenangnya, ternyata kemenangan itu tidak diterima oleh negara-
negara Barat.

Fenomena itu menunjukkan ada suatu paradoks dari kebijakan luar negeri yang negara-
negara Barat. Di satu sisi mereka begitu sukses mensosialisasikan sistem demokrasi, tapi di
sisi lain mereka harus mengingkari sendiri hasil yang demokratis. Padahal intervensi mereka
dalam mengatur rumah tangga negara lain bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi,
yaitu: justice (keadilan), freedom (kebebasan), dan solidarity (solidaritas). Ketiga prinsif
tersebut secara substantif sangat menjunjung terciptanya negara yang berdaulat.
A. Pelajaran Bagi Indonesia

Dua contoh negara yang mengalami kehancuran dalam usaha menciptakan kedaulatan
negaranya itu, mestinya bisa dijadikan pelajaran bagi bangsa Indonesia, yang saat ini
sedang membangun sistem yang demokratis. Pijakan yang paling berharga untuk
menciptakan sistem yang demokratis adalah kedaulatan sebuah bangsa. Bangsa yang
berdaulat adalah bangsa yang bisa menentukan nasib bangsanya sendiri (otonom), tanpa
intervensi negara mana pun.

Untuk mewujudkan itu semua, Indonesia harus meninggalkan ketergantungannya kepada


negara lain. Salah satu bentuk yang akan mengganggu kedaulatan adalah utang luar
negeri. Utang luar negeri Indonesia kepada IMF tak bisa dipungkiri sangat mengganggu
otonomi berbangsa dan bernegara kita. Dari sisi historis terpuruknya Palestina yang
tergadai kedaulatannya, disebabkan ketergantungannya terhadap negara lain (negara-
negara donor).

Dengan latar belakang hancurnya kedaulatan Palestina tersebut, seharusnya Pemerintah


kita segera mengambil kebijakan secara revolusioner untuk menghentikan kebiasaan utang
ke negara-negara donor. Karena ternyata alokasi utang tersebut tidak memberikan manfaat
yang berarti bagi perbaikan bangsa ini. Malah yang terjadi justru terciptanya masalah baru
dari penggunaan dana bantuan luar negeri tersebut dengan pengalokasian tidak tepat
sasaran alias mengalami kebocoran di sana-sini (dikorupsi).

B. Konsepsi Bela Negara

Melihat perkembangan dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa


ini, rasanya cukup berat beban negara ini dalam menghadapi berbagai persoalan baik
menyangkut bidang politik, ekonomi maupun aspek sosial lain. Terlebih dalam menghadapi
berbagai bentuk tantangan dan ancaman terhadap keutuhan wilayah kedaulatan keutuhan
wilayah kedaulatan negara yang pada mulanya masih atau hanya bersifat fisik, akan tetapi
pada saat ini sudah berkembang menjadi bersifat multi dimensi yang bersumber dari
permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, agama maupun keamanan yang
banyak kaitannya dengan kejahatan internasional seperti terorisme, narkoba, imigran gelap,
pencurian sumber daya alam,dsb.
Disisi lain akibat berbagai faktor menyebabkan adanya kecenderungan masyarakat kita
akan menipisnya rasa cinta tanah air, menurunnya jiwa patriotisme dan nasionalisme serta
rasa persatuan dan keutuhan bangsa. Sebagai salah satu pendekatan koseptual dalam
mengatasi berbagai persoalan bangsa tersebut diatas adalah membangkitkan kembali
kesadaran kita pada semangat persatuan bangsa, nasionalisme maupun patriotisme melalu
upaya kesadaran bela negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pengertian bela negara oleh kalangan umum (awam) sebenarnya tidak semata-mata hanya
dipahami sebagai upaya dalam bentuk fisik mengangkat senjata atau hal-hal yang bersifat
militerisme. Dalam hal ini konsepsi bela negara juga mengandung dimensi pengertian yang
cukup luas yang pada hakekatnya merupakan hubungan baik (sikap toleransi tinggi)
sesama warga negara hingga pada kebutuhan bersama dalam menangkal berbagai bentuk
ancaman musuh baik yang berasal dari dalam atau luar negeri terhadap keutuhan
kedaulatan negara kesatuan RI. Konsepsi bela negara ini tidak lepas dari konsepsi tentang
ketahanan nasional kita.

Menurut RM Sunardi dalam Pengantar Teori Ketahanan Nasional, konsepsi analitik tentang
Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamik satu bangsa yang berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional
didalam mengatasi dan menghadapi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan
baik dari luar maupun dari dalam yang langsung maupun tidak langsung akan
membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta
perjuangan mengejar tujuan perjuangan nasional. Dalam implementasinya untuk
mewujudkan ketahanan nasional telah menggunakan pendekatan kesejahteraan dan
keamanan dalam upaya melindungi eksistensi dan nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika dalam
wadah NKRI. Secara mendasar pemahaman tentang bela negara itu terdapat didalam pasal
9 UURI No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan sebagai yang telah diamanatkan
pula dalam UUD tahun 1945 baik yang sudah diamandemen dalam pasal 27, yang
menyatakan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara.

C. Peluang ancaman keutuhan wilayah kedaulatan RI.

Rasanya masih terngiang ditelinga kita atas putusan dari Mahkamah Internasional (MI)
di Den Haag Belanda pada bulan Desember 2002 tentang kepemilikan P. Sipadan dan P.
Ligitan sebagai putusan yang sah tidak dapat diganggu gugat lagi, bahwa kedua pulau
tersebut sekarang resmi menjadi milik Malaysia. Putusan tersebut sebenarnya tidak terlalu
mengejutkan apabila kita mempelajari jauh sebelumnya atas status kedua pulau itu.
Beberapa pakar ada yang mempre-diksi sebelumnya bahwa putusan MI tersebut akan
dimenangkan oleh Malaysia, walaupun menurut Ir. Suwarno P Raharjo Msi sebagai Direktur
Perbatasan Depdagri dalam Berita Perbatasan Depdagri setelah Oral Hearings di MI pada
bulan Agustus 2002, diperkirakan dari data/faktor yuridis, historis, geografis maupun faktor
lain perbandingan kemenangan diperhitungkan akan dipihak RI dengan peluang score
52,5% dengan 47,5%.Apabila orang Malaysia yang menghitung tentunya akan berbeda pula
hasilnya.

Dibalik kenyataan itu, nampaknya kita tidak pernah menghitung berapa nilainya kalau suatu
obyek yang disengketakan itu telah dibina, dipelihara, walaupun kedua pulau itu dinyatakan
status quo. Penggalangan dan pembinaan atas kedua pulau tersebut sudah dilakukan pihak
Malaysia selama + 30 tahun, sehingga wajar pula kalau pihak Malaysia berdaya upaya
untuk memperjuangkan kepemilikannya, sehingga faktor inilah yang nampaknya mempunyai
kredit point yang tinggi dalam pengambilan keputusan sidang MI. Kini sudah berlalu dan kita
menerima kenyataan tersebut, sehingga langkah berikutnya tentunya kita perlu merevisi
kembali wilayah yurisdiksi nasional melalui kerjasama penetapan batas internasional
dengan Malaysia. Sementara peluang-peluang yang serupa atas ancaman keutuhan
wilayah kedaulatan maupun yurisdiksi nasional negara kita di beberapa bagian/wilayah lain
masih ada.

RI memiliki batas wilayah dilaut dengan 10 negara tetangga, yaitu dengan India, Thailand,
Malaysia, Singapura, Vietnam, Philipina, Palau, PNG, Australia dan Timor Leste berbatasan
dengan RI di darat. Baik perbatasan di laut maupun di darat masalah penegasan dan
penetapan batas internasional tersebut sampai sekarang belum tuntas karena masih ada
kantung-kantung sepanjang garis batas yang belum tertutup (belum ada kesepakatan
bersama dalam penentuan batas negara maupun yang bermasalah). Sebagai contoh, di
perbatasan darat antara RI – Malaysia di Kalimantan terdapat 10 permasalahan batas yang
masih perlu penyelesaian. Di beberapa lokasi sepanjang wilayah perbatasan kedua negara
ini kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya antar RI dengan Malaysia mempunyai
perbedaan yang cukup tajam. Misalkan saja di Entikong Kalimantan Barat dengan Tebedu
di wilayah negara bagian Sarawak Malaysia, dimana tempat-tempat tinggal ataupun usaha
masyarakat Entikong nampak kumuh dan pola tata ruangnya juga belum tertata dengan
baik, sebaliknya di Tebedu pola tata ruang nampak lebih rapi, nyaman dan tidak kumuh.

Di wilayah sepanjang perbatasan negara ini juga tidak asing lagi rawan akan illegal logging.
Illegal trading dan ilegal apa saja yang bisa berpeluang mendatangkan keuntungan bagi
pihak-pihak tertentu. Hal-hal demikianlah bagi masyarakat perbatasan kita yang pada
umumnya tidak sejahtera, akan sangat mudah sekali terkontaminasi atau terkena dampak
negatif tersebut. Sehingga tidak mustahil akan berdampak lebih jauh melunturnya rasa
nasionalisme, jiwa patriotisme, rasa persatuan dan keutuhan bangsa, cinta tanah air
termasuk pemahaman akan kesadaran bela negara. Memang, solusi yang tidak bisa
ditawar-tawar lagi adalah dengan menumbuhkan lagi “sense of belongin” atau
rasa/semangat memiliki oleh masyarakat kita terhadap keutuhan bangsa dan negara yang
salah satu manifestasinya adalah tegaknya wilayah kedaulatan dan yurisdiksi negara RI.

Namun persoalannya kembali lagi apabila melihat kondisi negara kita yang masih dilanda
krisis, sehingga bagi masyarakat bawah yang tidak punya penghasilan tetap seperti di
masyarakat perbatasan atau di tempat-tempat marginal lain bagaimana akan tabah dan
mampu menjaga rasa persatuan maupun keutuhan bangsa dan isi kekayaan (sumber daya)
alam negara, sementara untuk makan dan papan yang layak huni saja mereka masih
kesulitan sehingga pada gilirannya tidak ada jalan lain kecuali merambah hutan atau
sumberdaya alam lain tanpa peduli akan resikonya.

Hal-hal tersebut yang merupakan gambaran/realita kondisi kita dewasa ini, sehingga
dengan konsepsi bela negara diatas, tentunya yang sangat krusial menjadi tantangan
pemerintah adalah bagaimana upaya peningkatan kesejahteraan dan keadilan hukum bagi
masyarakat bawah agar pemahaman akan cinta tanah air dalam arti luas tidak lagi diracuni
dengan tindakan-tindakan negatip atau yang bersifat ilegal (melanggar hukum). Belum lagi
dihadapkan sejumlah konflik sosial lain seperti kerusuhan atau gejolahk yang terjadi di
wilayah tanah air seperti kasus Maluku, Aceh, Papua yang merupakan ujud nyata bentuk
ancaman di dalam negeri yang sangat membahayakan terhadap rasa persatuan bangsa
dan keutuhan wilayah NKRI.
BAB IV
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Posisi strategis secara geografis menempatkan Indonesia sebagai negara yang


rawan ancaman. Selain sistem pertahanan dan keamanan yang didukung oleh komponen
utama tidak mampu memenuhi kriteria ideal pertahanan dan keamanan, komponen
cadangan pun mengalami kendala yang sama. Aspek demografi yang menjadi sumber
pertahanan dan keamanan, juga belum terorganisir dengan baik. Penyebaran penduduk
yang tidak merata, rendahnya kualitas pendidikan dan tingginya angka pengangguran
berpotensi pada rendahnya mutu komponen cadangan. Secara politis, dukungan politik
terhadap peningkatan kualitas dan kuantitas komponen cadangan belum diolah secara
maksimal. Hal ini dapat dilihat dari output politik negara melalui pembentukan peraturan
perundang-undangan, khususnya tentang pembentukan komponen cadangan maupun
komponen pendukung. Kondisi anggaran keuangan untuk mendukung sistem pertahanan
negara yang meliputi komponen utama, cadangan maupun pendukung, baru terealisir
sebesar sekitar 30% dari kebutuhan minimal (minimum essential force).
DAFTAR REFERENSI

Pengantar Teori Ketahanan Negara, R.M. Sunardi


Konsep Keamanan Sosial, Rizal Sukma
Keamanan Nasional, Pertahanan Negara, dan Ketertiban Umum, Dr.Kusnanto Anggoro
Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang
Pertahanan Negara, Presiden Republik Indonesia
Membedah Konsep Kedaulatan Rakyat dari Pancasila dan UUD 1945, S. Fudiman

Anda mungkin juga menyukai