BAB II Revisi
BAB II Revisi
KAJIAN PUSTAKA
A. Belajar Matematika
Terdapat bermacam-macam teori tentang pengertian belajar menurut
para ahli. Berikut diungkapkan beberapa definisi belajar.
Hilgard dan Bower mengemukakan (dalam Purwanto 2000: 84)
“Belajar berhubungan dengan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi
tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam
situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak bisa dijelaskan atau dasar
kecenderunagn respon pembawaan, kematangan, atau keadaan keadaan sesaat
seseoarang”
8
9
Dunia Nyata
Matematika Matematika
dalam Aplikasi dalam Refleksi
Abstarksi dan
aplikasi
dunia nyata tersebut. Dengan adanya interaksi antar siswa, siswa dengan guru,
serta kemampuan siswa menformalkan dan mengabstraksikan konsep-konsep
matematika akan melahirkan konsep matematika siswa, kemudian siswa dapat
mengaplikasikannya dalam masalah dan situasi yang berbeda dan akhirnya
dikembalikan ke dunia nyata.
Panhuizen mengungkapkan (dalam Yuwono, 2001: 3), RME adalah
pembelajaran matematika yang mengacu pada konstruktivisme sosial dan
dikhususkan pada pendidikan matematika. Dalam RME pembangunan suatu
konsep matematika dimulai dari siswa secara mandiri berupa kegiatan
eksplorasi sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkreasi
mengembangkan pikirannya. Pengembangan konsep berawal dari intusisi
siswa menggunakan strateginya masing-masing untuk memperoleh suatu
konsep. Guru diharapkan tidak tergesa-gesa dalam menyampaikan
pemikirannya kepada siswa tentang hal yang dibahas.
Berdasarkan pemikiran tersebut, RME mempunyai ciri antara lain,
bahwa dalam proses pembelajaran siswa harus diberikan kesempatan untuk
menemukan kembali matematika melalui bimbingan guru (Gravemeijer,
1994), dan bahwa penemuan kembali ide dan konsep matematika tersebut
harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan “dunia riil” (de
Lange, 1995). RME adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-
hal yang 'real' bagi siswa, menekankan keterampilan 'proses of doing
mathematics', berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman
sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya
menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara
individu maupun kelompok.
Karena PMRI mengacu pada RME, maka dapat dilihat bahwa PMRI
merupakan pendekatan yang menjadikan masalalah-masalah yang real bagi
siswa sebagai titik awal dalam pembelajarannya dan menekankan
keterampilan 'proses of doing mathematics', berdiskusi dan berkolaborasi,
berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan
sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan
14
2. Karakteristik PMRI
Seperti halnya, prinsip PMRI yang mengacu pada tiga prinsip RME,
maka karakteristik PMRI juga mengacu pada karakteristik RME. Berikut
lima karakteristik PMRI:
a. Menggunakan masalah kontektual
Dalam pembelajaran matematika realistik lingkungan keseharian atau
pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian
materi belajar yang kontekstual bagi siswa. Konteks adalah lingkungan
keseharian siswa yang nyata. Dalam matematika konteks tidak selalu
diartikan “konkret”, dapat juga sesuatu yang telah dipahami siswa
atau dapat dibayangkan siswa (Siswono, 2006 :5). Masalah kontekstual
yang digunakan selain berfungsi sebagai sumber matematisasi atau titik
awal proses belajar matematika juga berfungsi sebagai tempat
pengaplikasian pengetahuan yang telah diperoleh.
b. Menggunakan model
Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik
yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self
developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke
situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal.
Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah.
Pertama adalah model situasi yang dekat dengan dunia nyata siswa.
Generalisasi dan formalisasi model-model tersebut akan berubah menjadi
model-of masalah tersebut. Melalui penalaran matematik model-of akan
16
karakteristik PRMI baik pada tujuan, materi, metode dan evaluasi. Dengan
rambu-rambu sebagai berikut:
1. Tujuan
Tujuan haruslah mencakup ketiga level tujuan dalam RME yakni
lower level, middle level, and higher order level. Dua tujuan terakhir,
menekankan pada kemampuan berargumentasi, berkomunikasi dan
pembentukan sikap kritis.
2. Materi
Desain suatu ‘open material’ yang berangkat dari suatu situasi dalam
realitas, berangkat dari konteks yang berarti dalam kehidupan.
3. Aktivitas
Aktivitas siswa diatur sehingga mereka dapat berinteraksi sesamanya,
diskusi, negosiasi, dan kolaborasi. Pada situasi ini siswa mempunyai
kesempatan untuk bekerja, berfikir dan berkomunikasi dengan menggunakan
matematika. Peranan guru hanya sebatas fasilitator atau pembimbing.
4. Evaluasi
Materi evaluasi dibuat dalam bentuk ‘open question’ yang memancing
siswa untuk menjawab secara bebas dan menggunakan beragam strategi atau
beragam jawaban (free productions). Tahapan pembelajaran yang
dilaksanakan di kelas, secara umum (menurut model dari Connected
Mathematics Project) terdiri dari tahap orientasi, tahap
eksplorasi/penelusuran,dan tahap penyimpulan. Pada tahap orientasi selain
disampaikan sasaran pembelajaran, pemberian masalah kontekstual yang
masih bersifat umum, diberikan pula masalah kontekstual yang sudah
mengarah ke sasaran pembelajaran. Sedangkan inti dari tahap eksplorasi
adalah aktivitas siswa yang dapat berupa: pemunculan gagasan atau
pembentukan model, pengkomunikasian gagasan atau model, pertukaran
gagasan/pembukaan situasi konflik, negosiasi. Pada tahap penyimpulan
diberikan rangkuman, yang dilanjutkan dengan pemberian pertanyaan
rangkuman (summary questions) dan pemberian tugas rumah
18
F. Keunggulan PMRI
Ditinjau dari karakteristik-karakteristiknya, PMRI memiliki kelebihan-
kelebihan dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran yang lain. Berikut
beberapa kelebihan PMRI menurut Suwarsono (2001: 2)
20
G. Proses Berpikir
Telah dibahas sebelumnya bahwa pendekatan pembelajaran PMRI
menggunakan masalah-masalah kontekstual (masalah-masalah yang real)
sebagai titik tolaknya. Dalam pendekatan ini, siswa dituntut untuk
memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri. Guru hanya
sebagai fasilitator saja. Ahmadi (2003: 166) mengungkapkan bahwa proses
pemecahan masalah merupan proses berpikir. Dari pendapat Ahmadi tersebut
bisa dilihat bahwa saat siswa sedang memecahkan masalah yang diberikan
dalam proses pembelajaran, maka saat itu sedang terjadi proses berpikir dalam
diri siswa.
Terdapat banyak pendapat mengenai definisi “berpikir”. Menurut
Solso(dalam Suharnan 2005: 280), berpikir adalah proses yang menghasilkan
representasi mental melalui transformasi informasi yang melibatkan interaksi
secara komplek antara atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi,
penalaran, imajinasi dan pemecahan masalah. Ruggiero (dalam Siswono 2009)
mengartikan berpikir sebagai suatu aktifitas mental untuk membantu
21
H. Pertidaksamaan Linear
Untuk siswa kelas X SMK, pada bab pertidaksamaan linear ini, pokok
bahasannya hanya sekitar himpunan penyelesaian pertidaksamaan linear satu
variabel.
Bentuk umum pertidaksamaan linear satu variabel dinyatakan dengan:
ax + b (R) 0 ; a, b bilangan real, dan (R) merupakan salah satu relasi
pertidaksamaan.
Menentukan himpunan penyelesaian pertidaksamaan linier hampir
sama dengan menyelesaikan persamaan linier satu variabel. Himpunan
penyelesaian pertidaksamaan biasanya juga dituliskan dalam bentuk interval
atau selang. Beberapa bentuk atau jenis interval disajikan sebagai berikut.
Notasi Jenis Pertidaksamaan Grafik
Interval
[a, b] Terutup a x b
terbuka
(, b) Terbuka x>b