Anda di halaman 1dari 8

1.

PENDAHULUAN

Pajak merupakan sektor terpenting dalam membangun dan mempertahankan


tegaknya negara Indonesia, tanpa pajak pasti pembangunan tidak akan terwujud, demikian
pula dapat dipastikan negara Indonesia akan hancur karena tidak terdapat dana untuk
membiayai Departemen Pertahanan Keamanan dan TNI POLRI untuk menjalankan
tugasnya dalam mempertahankan dan menjaga keamananan ketertiban Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Bangsa kita akan menjadi bangsa yang kerdil jika negara tidak
memiliki dana untuk membangun sarana dan prasarana. Perekonomian akan terhenti karena
tidak adanya roda pembangunan.

Dilain pihak peranan pajak di negara kita ibarat sebuah kekuatan yang tidak
memiliki kemampuan, hal ini terjadi karena peranan pajak dibatasi oleh faktor sistem dan
etika. Para pejabat mulai dari Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Pejabat
Eselon I, Pegawai Negeri Sipil, Pejabat BUMN/BUMD, Bupati bahkan sampai Camat,
seakan - akan mereka kebal terhadap pajak. Seperti kita ketahui, banyak sekali para
pejabat yang mempunyai bisnis sampingan diluar, bahkan nepotisme tak bisa dihilangkan
misal seorang bupati apabila mereka memiliki seorang anak yang telah dewasa maka
dengan mudah diberi fasilitas untuk mendirikan perusahaan dan menjadi penguasa
didaerahnya. Ada juga seorang bupati yang melakukan intervensi ke kantor pajak agar
pajak terhutang untuk PT. A jangan besar, dengan alasan PT. A adalah milik kawannya,
anaknya, atau relasi untuk menjamunya selama ini jika ada tamu dari Pusat seperti DPR,
Menteri atau pejabat diatasnya yaitu Gubernur. Karena alasan etika, maka pada umumnya
pejabat kepala KPP tersebut pada akhirnya memenuhi harapan pejabat tersebut dengan
menurunkan jumlah pajak terutang sesuai dengan keinginannya. Apalagi jika yang
melakukan intervensi selevel menteri.

Yang tidak dapat kita terima adalah jika seorang kepala kantor yang sudah diberi
wewenang yang luas untuk menentukan besar kecilnya pajak, malah berpihak kepada Wajib
Pajak dengan menggunakan jabatan dan wewenang nya untuk menurunkan pajak terhutang
dengan dalih Wajib Pajak tidak bisa membayar pajak nya kalau ditetapkan besar, yang
penting wajar. Tentunya kolusi dengan dalih apapun tidak akan dapat kita terima karena
sangat merugikan negara.

Permasalahan diatas tentunya merupakan hal yang perlu dicarikan solusinya, agar
Peranan Pajak dapat ditempatkan sebagaimana mestinya dan berfungsi sesuai yang kita
harapkan yaitu dapat mensejahterakan bangsa Indonesia menuju masyarakat yang adil
dan makmur dan tidak hanya berupa slogan saja.

2. BERBAGAI HAL TENTANG PAJAK, MASALAH DAN SOLUSINYA

Pengertian pajak ialah Iuran dari rakyat kepada kas negara berdasarkan undang -
undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi)
1
secara langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum
negara dan bermanfaat bagi masyarakat. (R.Santoso Brotodiharjo , SH , Pengantar Ilmu
Hukum Pajak , Hal. 5 )
.
Dari pengertian diatas dapat kita ketahui seksama bahwa peranan pajak sangatlah
menentukan maju mundurnya negara kita mengingat sektor Pertambangan & Energi,
Pertanian, ekspor dan lain - lain tidak dapat kita andalkan. Setiap tahun negara kita
masih mengandalkan pajak sebagai urat nadi bangsa untuk memutar roda perekonomian
bangsa dan membangun negara kita (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik
Indonesia , Repelita VI , Hal. 141), Seandainya pajak yang merupakan faktor terpenting
dalam menciptakan masyarakat adil dan makmur tidak dijalankan sesuai dengan
semestinya maka dapat dipastikan masyarakat adil dan makmur tidak akan terwujud.
Sebagai warga negara yang baik seharusnya kita menempatkan Pajak sesuaidengan
fungsinya yaitu sebagai budgetair (Anggaran) dan Reguler (Mengatur). (R.Santoso
Brotodiharjo , SH , Pengantar Ilmu Hukum Pajak , Hal. 205 )

Budgetair merupakan sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai


pengeluarannya sedangkan reguler adalah merupakan alat untuk mengatur dan
melaksanakan kebijaksanaan dalam bidang sosial dan ekonomi.

Namun pada kenyataannya fungsi budgetair belum dilaksanakan sepenuhnya oleh


penerima dan pelaksana dana dari pajak, untuk fungsi budgetair, pajak tidak dapat secara
maksimal dapat membiayai pemerintah hal ini disebabkan banyaknya oknum pemerintah
yang tidak memiliki nurani untuk berpikir demi kepentingan bangsa dan negara. Oknum
pejabat Departemen, Oknum pejabat BUMN, Oknum pejabat Pemda, Oknum pejabat Bank
Indonesia, Oknum pejabat Kejaksaan, Oknum Pejabat Kepolisian, dan lain - lain telah
begitu banyak merugikan negara dengan tidak memanfaatkan dana yang telah diterimanya
untuk kepentingan dan kebutuhan departemen maupun instansinya sesuai yang diharapkan,
namun seperti banyak kita ketahui mereka malah meninggikan anggaran pembelanjaan agar
pemerintah mengucurkan dana sesuai yang diharapkan, bahkan lebih naif lagi mereka
berkolusi dengan pengusaha swasta untuk meninggikan harga barang atas pesanan
pejabat, tentunya ada beberapa pengusaha yang melakukan apapun yang diminta oknum
tersebut daripada tidak ada proyek. Selama ini dapat kita ketahui begitu banyaknya
proyek yang menguntungkan kalangan mereka dengan modal nepotisme.

Pemanfaatan dan penggunaan dana yang bersumber dari pajak dan dikorupsi oleh
pejabat pemerintah, mengakibatkan para pegawai pajak merasa malas untuk mencari dana
sebesar mungkin karena nantinya akan digerogoti oleh orang lain untuk kepentingan
pribadi. Bagi Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai sendiri ,oknum pejabatnya sebagian
besar malah melakukan praktek kolusi yang merugikan negara milyaran rupiah, dapat kita
bayangkan seandainya penerimaan pajak yang ada misalnya 80 % adalah setelah dilakukan
kolusi berarti dapat kita bayangkan seandainya tidak terdapat kolusi pasti anggaran
pembangunan kita bisa mencapai ribuan trilyun rupiah yang dihasilkan oleh Direktorat
Jenderal Pajak dan Bea Cukai.
2
Fungsi Mengatur bagi pihak Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai selama ini
belum dapat kita katakan mengatur namun hanya sebagai penghimpun dana bagi negara,
mengapa ? karena peranan pajak tidak independen dalam melakukan tugasnya, banyak
sekali intervensi yang dilakukan pemerintah sehingga pajak menjadi pengatur yang bisa
dan dapat diatur, dan bukan lagi sesuai fungsinya yaitu mengatur dan melaksanakan
kebijaksanaan sosial dan ekonomi sesuai yang kita harapkan. Para pejabat pemerintah
tingkat eksekutif di Indonesia, Para pengusaha jimbaran (Konglomerat) yang dekat dengan
kalangan pemerintah seakan - akan mereka itu kebal terhadap pajak mengingat mereka itu
pelaku kegiatan ekonomi di Indonesia.

Solusi apa yang harus kita lakukan agar pajak menjadi besar dan independen serta
diakui oleh rakyat Indonesia bahwa karena pajaklah kita dapat membangun sehingga
rakyat begitu bangga jika melihat pegawai pajak. Selama ini pegawai pajak di Indonesia
terkesan kaya - kaya dibanding Pegawai Negeri lainnya, bahkan kekayaan menteripun
seperti pak Mar'ie masih kalah dengan beberapa pegawai pajak, yang lebih mengherankan
kenapa mereka itu tidak merasa malu akan kekayaan yang diperolehnya karena kolusi yang
merugikan negara ? mari kita berpikir sejenak apakah hal itu disebabkan karena sistem
pemerintahan kita sehingga menyebabkan mereka menjadi demikian, atau karena pribadi
pegawai pajak atau karena sistem pemerintahan kita dan pribadi pegawai pajak sehingga
mereka cocok untuk saling membantu untuk mensukseskan ambisi pribadinya.

Dalam hal ini solusi yang terbaik menurut penulis adalah mengkaji ulang Departemen
Keuangan yang dibawahnya terdapat Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal
Bea Cukai. Berdasarkan Sistem Pengendalian Intern yang baik seharusnya sebuah
organisasi itu harus memiliki empat (4) unsur pengendalian intern ( Mulyadi, Sistem
Akuntansi edisi 3 , hal. 166) yaitu:
1. Organisasi yang memisahkan tanggung jawab dan wewenang secara tegas
2. Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan
3. Praktek yang sehat
4. Pegawai yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.

Sesuai unsur pertama dari pengendalian intern sebaiknya Direktorat Jenderal


Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai dipisahkan dari Departemen keuangan, karena
dalam sebuah organisasi fungsi operasi, fungsi penyimpanan dan fungsi akuntansi harus
dipisahkan agar jelas wewenang dan tanggung jawabnya. Demikian juga mengenai pajak dan
cukai, dalam hal ini pajak dan cukai yang berfungsi sebagai operasi negara untuk
mendapatkan penghasilan seharusnya dipisahkan dari Departemen keuangan yang memiliki
fungsi akuntansi karena apabila Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai dibawah Departemen
Keuangan maka pajak tidak dapat secara optimal untuk mencari dan menggali sumber dana
untuk penerimaan negara mengingat intervensi Departemen keuangan sebagai induk atau
atasannya yang dapat mengaturnya setiap saat sehingga dalam hal ini Direktorat Jenderal
Pajak dan Bea Cukai tidak independen, tidak dapat melakukan tugas dan wewenangnya
secara tegas dan tidak berfungsi mengatur dan melaksanakan kebijaksaaan sosial dan
3
ekonomi secara langsung karena kebijaksanaanya diatur dan dikemudikan oleh
Departemen Keuangan (dalam hal ini Menteri Keuangan).

Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai tidak memiliki otorisasi yang penuh
melaksanakan tugasnya guna menggali potensi yang ada, karena di Indonesia, Pajak adalah
merupakan tugas yang kecil sehingga hanya cukup dilakukan oleh seorang Pejabat selon
satu (1). Hal ini dapat dipastikan pajak tidak memiliki wibawa bagi departemen yang lain,
sehingga saat instansi pajak meminta data dari instansi lain tidak pernah ditanggapi
secara serius bahkan terkesan dilecehkan. Hal ini berbeda jika pajak berdiri sendiri dan
independen kalau perlu sejajar dengan lembaga tinggi negara dan minimal dibawah
Presiden Langsung, maka dapat dipastikan wibawa Direktorat Jenderal Pajak dan Bea
Cukai akan semakin ada, sehingga memudahkan pajak untuk melaksanakan tugas dan
wewenangnya sehingga instansi lain akan bersedia memberi keterangan yang dapat
digunakan bagi Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai untuk meningkatkan penerimaan
negara. Penulis yakin seandainya peranan dan fungsi pajak diperbesar wadah dan
wewenangnya dipastikan pajak akan menjadi primadona negara kita sepanjang negara kita
ada.

Praktek yang sehat dalam hal ini merupakan faktor terpenting dari unsur
pengedalian intern, karena dengan adanya praktek yang sehat maka semuanya akan
menjadi benar dan sesuai dengan yang diharapkan. Namun bagi Direktorat Jenderal Pajak
dan Bea Cukai sebagai penarik dana untuk membangun negara maka hendaknya para
pegawai pajak diberi imbalan insentif yang lebih besar, karena resikonya sangat tinggi.
Seperti kita ketahui , setiap pegawai pajak dan cukai dibagian Pemeriksaan selalu
menghitung angka milyaran dan dapat kita bayangkan betapa hebatnya gangguan mental di
Pajak dan bea cukai. Dalam hal ini seharusnya pemerintah melakukan tindakan berupa
pemberian hadiah bagi yang berhasil meningkatkan prestasi kerja dan senantiasa
berdedikasi tinggi, jujur dan amanah demi bangsa dan negara Indonesia. Hadiah dalam hal
ini dapat berupa pemberian persentase misalnya 0.001 % dari penerimaan pajak dan cukai
yang telah dibayar Wajib Pajak jika melampaui target penerimaan untuk tiap kantor, lalu
dibagi proporsional oleh kepala kantor sesuai dengan tugas dan fungsinya. Hal ini akan
lebih besar manfaatnya karena kolusi yang dilakukan nilainya akan jauh lebih besar
dibandingkan dengan tunjangan jabatan dan resiko. Disamping itu kita harus juga
menerapkan hukuman bagi pegawai pajak yang jelas - jelas melanggar aturan yaitu pegawai
yang melakukan kolusi dengan wajib pajak sehingga negara dirugikan atau bagi pegawai
yang sengaja melakukan pungutan liar untuk mengurus dokumen pajak, misalnya pembuatan
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), Pungutan menerima laporan SPT, Pungutan yang tidak
resmi lainnya. hukuman ini dapat berupa sanksi Pidana dan penjara yang seberat -
beratnya, lebih dari hukuman seorang perampok sekalipun sebab hasil kolusi dan pungutan
liar pegawai pajak sebagian besar melebihi hasil pencurian atau perampokan.

Pengendalian intern yang tidak kalah pentingnya adalah pegawai pajak dan cukai
yang mempunyai kualitas dan bertanggung jawab terhadap hasil yang dicapainya. Dalam hal
ini harus dilakukan dua hal pokok, yang pertama tindakan pembenahan, pembenahan ini
4
meliputi pembersihan pejabat pada instansi Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai yang
terlibat KKN (Korupsi , Kolusi dan Nepotisme), secara garis besar penulis mengusulkan
untuk digantinya Kepala Kantor Pajak dan cukai yang memiliki jumlah harta kekayaan tidak
wajar, Kepala Kantor Wilayah dan Direktur yang berkaitan dengan Pemeriksaan dan
pelayanan pajak atau didata lebih lanjut mengenai harta kekayaan mereka, disitu akan
membuktikan apakah mereka terlibat kolusi atau tidak. Selanjutnya bagi mereka yang
secara jelas memiliki kekayaan dari jalan yang tidak halal tersebut segera dilakukan
tindakan pemberhentian dengan tidak hormat dan harus mengembalikan seluruh hartanya
yang dinilai terlibat hasil kolusi. Mengapa harus para pejabat eselon tiga (3) keatas ,
karena ditangannya tergantung keputusan dan ketetapan Pajak dan Cukai, besar kecil
pajak tergantung pada mereka, dalam hal ini kalau pejabat tersebut memiliki intregitas
dan kepribadian yang tinggi maka dapat dipastikan bawahannya akan mengikuti seluruh
kebijaksanaannya. Yang kedua adalah tindakan perekrutan pegawai yang jujur, berkualitas,
bertanggungjawab, dan loyalitas terhadap bangsa dan negara. Hal ini dapat dilakukan
dengan menyeleksi bibit baru dan dididik dengan keterampilan dan persiapan mental
bekerja.

Salah satu cara adalah memberdayakan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara yang
selama ini menjadi roda bagi pelaksanaan pajak di Indonesia. Pemberdayaan itu meliputi
peningkatan pendidikan keterampilan mengenai Pajak dan wawasan kedepan. Terpenting
adalah pendidikan mental anti kolusi, berkisar dampak dan cara penanggulangan kolusi.
Pendidikan mental dapat dilakukan dengan menambah pendidikan agama dan hukum yang
berdampak besar terhadap ketentuan halal dan haram, sehingga nuraninya menjadi lebih
peka akan tindakan yang sebaiknya harus dilakukan karena dipundaknyalah negara kita
bergantung.

Dilain pihak fungsi pengawas eksternal dari luar kurang mendidik pegawai pajak
untuk melakukan sesuatu tindakan yang benar, misalnya Inspektorat Jenderal
Departemen Keuangan yang ditunjuk untuk melakukan pengawasan terhadap praktek yang
terjadi ditubuh pajak tidak dapat berbuat banyak karena mereka masih satu atap dengan
Departemen Keuangan, sehingga jika ada indikasi KKN kadangkala diselesaikan dengan
cara kekeluargaan, hal ini tentunya tidak mendidik dalam mewujudkan pemerintah yang
bersih.

Jika Ditjen Pajak dan Cukai dibawah Presiden langsung maka yang mengontrolnya
banyak sekali terutama DPR secara langsung bisa menanyakan kepada Badan Pajak
mengenai hal yang telah dilakukan dan pembenahan yang sebaiknya dilakukan. Hal ini dapat
dilihat dengan peranan BPK sehingga seluruh pelaksanaan dan kegiatannya lebih
transparan dan diawasi oleh seluruh lapisan masyarakat, tentunya hal tersebut akan
berlaku juga di Badan Pajak mengenai tindakan dan hasil yang dicapai dalam melakukan
tugas dan tanggung jawabnya kepada negara dan bangsa.
3. KESIMPULAN

5
Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa peranan
pajak sangat penting bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, peranan tersebut
seharusnya dikaji dengan mengadakan seminar - seminar, masukan dan saran yang
diperlukan guna menentukan apakah pajak seharusnya menjadi badan atau tidak. kemudian
ditindak lanjuti dengan baik oleh pihak - pihak terkait agar pajak tetap menjadi andalan
dan motor pembangunan. Agar peranan pajak menjadi independen dengan tanggung jawab
yang jelas hendaknya pajak dijadikan sebuah Badan Pajak yang kedudukannya langsung
dibawah Presiden atau dibawah DPR / MPR bahkan jika perlu dapat disejajarkan dengan
lembaga tinggi negara.

Pengawasan terhadap pajak harus lebih ditingkatkan agar negara tidak dirugikan
trilyunan rupiah tiap tahunnya, pengawasan ini hendaknya dilakukan dengan adil dan
obyektif agar hukum dapat menjamin kepastian siapa yang bersalah harus dihukum.
pengawasan terhadap pajak hendaknya tidak hanya dilakukan oleh Inspektorat Jenderal
Departemen Keuangan namun pengawasan dari masyarakat sangat diperlukan mengenai
pribadi dan kekayaan pegawai pajak dan melaporkannya ke tempat pengaduan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Pengawasan juga dapat dilakukan melalui kerjasama dengan
pihak bank atau PPATK yang senantiasa mendata nama - nama penabung yang statusnya
pegawai negeri dengan mencantumkan status istri / suami dan pekerjaaannya.

Apabila pajak telah menjadi badan, maka pajak daerah seharusnya dihapuskan dan
langsung dikordinasi ke pusat mengingat peranan pajak sudah independen dan tidak ada
intervensi dari pemerintah. Sebagai ganti untuk pendapatan daerah maka diperlukan
kreatifitas para pejabat kepala daerah untuk mengolah daerahnya masing - masing
menjadi daerah yang maju dengan berorientasi kepada pembangunan saja tanpa
menciptakan pungutan apapun karena subsidi langsung diperoleh dari pemerintah.
Sehingga penerimaan pajak akan semakin jelas dan terpisah secara keseluruhan.

Pengendalian Intern hendaknya harus dilakukan dengan baik, sistem yang ada harus
dirubah agar pajak dan cukai memiliki otoritas yang penuh untuh menentukan apa yang
harus dilakukan, sehingga dengan adanya wewenang yang penuh diharapkan pajak dan cukai
akan menjadi lebih kreatif dan berani menentukan yang salah harus dikenakan sanksi, dan
dijadikan pembelajaran bagi wajib pajak lainnya. Agar Praktek yang sehat dapat
dilaksanakan dengan baik, kita harus mempunyai komitmen bersama untuk bersikap jujur
dan tanggung jawab demi bangsa dan negara. Para pegawai pajak harus benar - benar
orang terpilih yaitu orang yang memiliki kepribadian yang baik, jujur dan memiliki
kemampuan yang dapat diandalkan negara kita.

Hukuman dan hadiah bagi pegawai pajak hendaknya harus ditegaskan sedini mungkin
dan tidak hanya berupa slogan saja, namun memang hal ini belum dapat dilaksanakan
dengan sepenuhnya jika mereka para pejabat yang menentukan baik buruknya hasil
penerimaan pajak dulunya sudah terlibat Kolusi, Korupsi dan Nepotisme sebab tentunya
akan terjadi perang saling menjelekkan dan akhirnya tambah runyam. Hal ini tidak akan

6
terjadi jika para pembuat keputusan diganti dengan para pejabat yang baru dan bersih
dari unsur KKN.

Faktor - faktor yang mempengaruhi peranan pajak hendaknya dapat diantisipasi


dengan tindakan pembenahan dan pencegahan agar faktor - faktor tersebut dapat diatasi
dengan mudah dan selanjutnya akan meningkatkan penerimaan negara yang berakibat
pembangunan semakin lancar dan masyarakat adil dan makmur dapat terwujud. Aamiiin.

Tidak ada gelas yang tidak ada yang pecah , dengan segala kerendahan hati penulis
mohon saran dan masukan yang membangun dari pembaca , atas segala kelemahan dan
kekurangan.

DAFTAR PUSTAKA
7
Brotodihardjo , R. Santoso , S.H. Pengantar Ilmu Hukum Pajak , edisi ketiga, PT.
Eresco, Bandung , 1995.

Mulyadi , Sistem Akuntansi , edisi 3 . Yogyakarta : STIE YKPN , 1993.

'-----------, Repelita : Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam , Perum Percetakan


Negara RI , Jakarta , 1998.

TENTANG PENULIS

Saat ini penulis adalah salah satu Widyaiswara STAN Prodip Keuangan.
Pengalaman penulis yang saat itu di Kantor Pajak menjadikan penulis dapat memahami hal
yang terjadi di Kantor Pajak.

Penulis saat ini telah membuat buku-buku perpajakan dan modul untuk diklat perpajakan –
PNS DJP - Departemen Keuangan, antara lain ;
PENGARANG BUKU PERPAJAKAN :
- Cara Mudah Menghitung PPh Badan – Andi Offset
- PPh Pemotongan Pemungutan – Raja Grafindo
- Perpajakan Umum - Raja Grafindo
- Perpajakan Bendaharawan - Raja Grafindo
- Perpajakan Internasional – Badan Diklat Keuangan – DEPKEU
- Klasifikasi Objek PPN – Lingkaran Yogya
- PPh Orang Pribadi - Lingkaran Yogya
- Rekonsiliasi PPh Badan – T&A Software
- Pemeriksaan Pajak - Lingkaran Yogya

PENYUSUN MODUL PERPAJAKAN :


- Persiapan pemeriksaan pajak Diklat Auditor DJP
- Pemeriksaan pajak per jenis usaha Diklat Auditor DJP
- Program pemeriksaan pajak Diklat Auditor DJP
- Penagihan Pajak Diklat Teknis – Aparatur DJP

Anda mungkin juga menyukai