Anda di halaman 1dari 2

Dampak risiko Hukum terhadap APBN

Dengan diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, maka terjadi peralihan kewenangan pemungutan atas BPHTB dan PBB khususnya
sektor pedesaan dan perkotaan. Kewenangan pemungutan yang sebelumnya berada pada
pemerintah pusat beralih menjadi kewenangan pemerintah daerah. Dengan dijadikannya BPHTB
dan PBB sektor pedesaan dan perkotaan menjadi pajak daerah, maka penerimaan atas kedua
pajak tersebut tidak lagi dicatat sebagai pendapatan pemerintah pusat, melainkan sebagai
Pendapatan Asli Daerah (PAD).

UU PDRD mengatur bahwa pengalihan wewenang pemungutan untuk BPHTB dimulai sejak
awal tahun 2011 sudah sedangkan untuk PBB P2 paling lambat akhir tahun 2013. Akibat
pengalihan tersebut menurut data dari Direktorat Jenderal Pajak, dibandingkan dengan
penerimaan tahun 2010, penerimaan dari kedua jenis pajak tersebut pada tahun 2011 akan turun
sekitar Rp 14 triliun. Rinciannya sekitar Rp 7 triliun dari penerimaan BPHTB dan penerimaan
PBB P2 Rp 7 triliun. Walaupun tejadi penurunan penerimaan karena PBB P2 yang tidak lagi
menjadi penerimaan pemerintah pusat, secara total penerimaan PBB dalam APBN tahun 2011
diperkirakan tetap akan mengalami kenaikan sebesar 9,3% dibandingkan tahun 2010.
(Dalam miliar rupiah)

Penerimaan Belanja
Tahun DBH
PBB BPHTB Jumlah DBH PBB BPHTB Jumlah
2010 25,319.20 7,155.50 32,474.70 23,063.40 7,155.50 30,218.90
2011 27,682.40 - 27,682.40 26,208.80 - 26,208.80

Sumber : APBN-P 2010 dan APBN 2011

Selain pengaruh atas penerimaan dalam APBN status PBB P2 dan BPHTB sebagai pajak daerah
juga memberikan dampak bagi belanja pemerintah. Seperti yang terlihat dalam tabel diatas,
jumlah belanja pemerintah dari bagi hasil PBB dan BPHTB pada tahun 2011 sebesar Rp 26,2
triliun lebih rendah Rp 4 triliun jika dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebesar Rp 30,2
triliun.

Penurunan dalam belanja Dana Bagi Hasil ini terjadi karena belanja DBH PBB dan BPHTB
melekat dengan penerimaan pajaknya. Dari sisi BPHTB, sebelum UU nomor 28 tahun 2009
pemerintah mendapat bagian 20% yang kemudian dikembalikan lagi seluruhnya kepada
pemerintah daerah dalam bentuk Dana Bagi Hasil. Untuk PBB, pemerintah pusat mendapat
bagian 10%, atas bagian pemerintah pusat tersebut kemudian dibagi dengan rincian sebesar 6,5%
secara merata untuk seluruh kabupaten/kota dan 3,5% dibagikan sebagai insentif kepada
kabupaten dan/kota yang realisasi penerimaan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan pada tahun
anggaran sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan. Dengan
berubahnya status PBB P2 dan BPHTB menjadi pajak daerah, maka belanja pemerintah pusat
atas DBH PBB dan BPHTB tidak ada lagi.

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa dengan berlakunya UU Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dampak atas UU PDRD yang dapat terlihat dalam
APBN adalah berkurangnya nilai nominal penerimaan pemerintah pusat atas pajak tersebut,
tetapi UU tersebut tidak memberikan pengaruh atas keseimbangan pendapatan dan belanja
pemerintah pusat. Karena, penurunan penerimaan pemerintah pusat karena kewenangan
pemungutan BPHTB dan PBB sektor pedesaan dan perkotaan yang beralih ke pemerintah pusat
diiringi dengan hilangnya kewajiban transfer dalam bentuk Dana Bagi hasil PBB dan BPHTB
dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Anda mungkin juga menyukai