Anda di halaman 1dari 3

Dari sebuah obrolan ringan di dunia maya, beberapa oknum-oknum di sebuah

Group Fesbuk mencoba mengadaptasikan rasa gelisah mereka di dunia nyata. Yang
awalnya berbicara lewat gerakan jari, mereka berharap bisa menggunakan bibirnya
kali ini. Ya. Dan ternyata mereka bisa. Sebuah pertemuan atau lebih tepatnya
perkumpulan kecil tak resmi telah terjadi. Dengan memposisikan Gubuk Larisa
sebagai saksi bisu yang sampai pada akhirnya bisa bicara juga, tentunya atas dasar
kepentingan untuk mengusir mereka dengan cara yang lembut.

Kamis itu kebetulan Setyo Wahyudi berada di Gresik. Karena ada beberapa hal yang
membawa pria satu anak ini selain untuk mengunjungi istrinya tercinta. Dan
lagipula, dia juga sudah mempunyai rentetan rencana panjang dalam perjalanannya
kali ini. Jadi, dengan jelinya mantan kepala suku 3C ini berharap bisa
memanfaatkan moment-moment paling berharganya selama “stand by” di Gresik.

Setyo yang merasa gatal untuk segera bertemu teman-temannya akhirnya


mencoba memasang tulisan di Wall post yang isinya mengadakan acara kecil-
kecilan, tentunya setelah banyak yang mengamini idenya. Lagipula, banyak
diantara teman-temannya yang penasaran dengan “tampilan baru” mantan Dosen
ini. Apalagi kalau bukan untuk membahas acara Reuni Besar angkatan 98. Dari
berbagai macam respon yang ada, diambil kesimpulan, bahwa acara “rapat” kecil
tetap diselenggarakan. Itupun setelah beberapa kali mengalami perubahan tempat
dan waktu. Alhasil didapati keputusan akhir untuk memindah lokasi pertemuan
yang semula di Warung Apung Rahmawati di geser beberapa meter pindah ke
Warung Larisa.

***

Tidak bisa dipungkiri, acara yang sekiranya dijadwalkan jam 6.30 PM seolah-olah
menjadi parade ramah tamah tanpa batas waktu. Mereka datang satu persatu
menyemarakkan acara meet and greet yang diprakarsai Sugeng Ferianto. Pria yang
mengaku masih “lajang” ini, dengan antusias bersabar menunggu sahabat/teman
lamanya. Dan perlahan tetapi pasti, satu persatu “pengunjung istimewa” di warung
itu mulai berdatangan. Setelah kedatangan Setyo disambut hangat penuh
keharuan, Imam datang dengan hati berbinar, Sisca Muncul dengan wajah berseri,
begitu juga dengan Linda yang bergabung dengan senyum sumringah. Tak lupa Vivi
yang meramaikan suasana dengan rasa penasarannya, yang dikarenakan ingatan
terdahulu sedikit koyak atas buku kenangan di otaknya yang perlu sekian detik
untuk di “scan”. Dan dari hasil refresh didapat, vivi bisa mengenali indentitas bekas
teman-temannya yang sempat menghilang. Kecuali Imam. Karena tak pernah ada
ikatan batin yang terjalin diantaranya. Pantaslah vivi tak mengenal. Begitu juga
sebaliknya.

Obrolan panjang lebar, mulai dari mengungkit duka lara api percintaan para
monyet. Hingga menyentil para guru-guru yang sempat menyempilkan secuil ilmu
pada mereka. Nasuchah menjadi selebritas mereka, betapa hebat dia. Ke-vacum-
annya ternyata memancing kerinduan beberapa pihak. Mungkin kalian salah
satunya. Gadis Gothic yang nyentrik. Kurang lebih begitu sebagian teman
menyebutnya. Ada kesan ada penyesalan. Yang pasti selalu ada kenangan. Siapa
yang tidak ingat dengan sepiring “sego pecel”nya buk Tum. Bahkan diantara
mereka ada yang nyeletuk, “Rek! Semisal reuni-ane di adakno nang SMP 3 ae yo
opo? Engkok mangan sego pecel-e buk tum?!!,” Semua langsung meledakkan tawa.
Lagipula akan ada pertanyaan iseng yang muncul, “apakah rasa pecelnya masih
sama?”

Salah satunya Linda. Peserta meet and greet yang gencar mencari “obat
menguruskan badan” ini rupa-rupanya juga merelakan dirinya untuk berwajah
Gedhek demi menggaet mantan teman-teman (kita) seperjuangannya. Bayangkan
saja, membuntuti seseorang yang dirasanya kenal tapi belum tentu benar. Tapi
syukur-syukur, orang yang dibuntuti ternyata memang benar orangnya. “Pokok’e
rai gedhek rek! Aku njaluk nomer Hape-ne!,” terangnya. Suatu saat pasti akan ada
judul, Linda ketemu Linda (W).

Lain lagi dengan pengalaman Vivi. Dengan aksen bicaranya yang masih sama saat
SMP dulu, dia lebih heboh menuturkan kisah-kisahnya ketika berhadapan dengan
beberapa mantan guru-guru. Sial atau keberuntungan. Hidupnya masih dibayang-
bayangi Bu Sumartini. Guru Super Lebay (beruntung beliau tidak mengajar kita
sekarang). Berulang kali vivi menyiratkan keluhnya apabila bertemu/berpapasan
dengan guru ini. “wes rek, mumpung durung, mending aku gak papasan karo guru
iku ketimbang engkok malah nyonyonyenye gak mari-mari”, jelasnya sambil
memperagakan ke-endel-an ala Bu Sumartini. Di samping fakta tadi, ternyata vivi
juga mempunyai up-date-an terbaru dengan Bu Maspiati dan Bu Tinuk.

Waktu terus berjalan. Namun disaat waktu berhenti sejenak untuk melepas penat,
datang dua jejaka kondang menambah rame suasana. Akhirnya waktu kembali mau
bergulir mengiringi obrolan mereka yang makin “memanas”. Ruby “Godhek” dan
Ardian S. memang bukan klimaks akhir walau mereka berdua datang yang terakhir.
Justru kedatangan mereka-lah yang melengkapi hasrat (kita) untuk semakin
bersemangat mengadakan reuni besar, yang rencananya (kalau tidak ada aral
melintang) akan diselenggarakan pada hari H+3 Lebaran tahun 2011. Namun
malam itu ada kendala yang muncul. Yaitu eksistensi para penyandang gelar
mantan angkatan 98. Kemanakah mereka semua? Pertanyaan itu seiring muncul
dengan sedikit keraguan kalau-kalau acara reuninya hanya bisa mengumpulkan 80
orang saja. Mengingat sampai tanggal 11 November 2010 saja, jumlah di group
masih belum mencantumkan limit dua digit. Tetapi mereka yakin, bahwa masih ada
teman-teman kita yang sebenarnya bisa dihubungi walau tanpa harus memiliki
akun di fesbuk. Lagi pula ekspansi group SMP 3 ’98 masih seumur jagung. Kita
harus yakin, bahwa kita tidak kehilangan mereka, teman-teman kita. Teman
sebangku kita. Teman geng kita. Teman mbolos kita. Teman yang terkadang juga
punya andil dalam pembentukan karakter kita. Teman yang kadang membuat kita
sebel(tapi kalau gak ketemu malah rindu), teman yang “bisa di ajak join” saat
ulangan, Teman merokok bareng di areal keramat (celah kosong sebelah tempat
wudlu depannya perpustakaan). Teman ngutil wafer coklat di koperasi. Teman yang
kemana-mana berdua. Ke kantin berdua, ijin ketemuan di toilet (beda kelas)
berdua. Masuk ruang BP berdua (malah untuk yang urusan ini lebih tepat disebut
bergerombol), sepakat kompak pura-pura pingsan saat Upacara bendera. Rela
menjadi comblang dadakan dengan sogokan semangkok bakso “tikus”. Bahkan
saling melindungi untuk tidak membayar bill saat makan “sego pecel” di kantin-nya
Buk Tum. Atau sederhananya, sparing partner main basket dilapangan. Kita
memang dulu kompak saat masih memakai seragam putih biru. Dan kini, adakah
harapan untuk sebuah kekompakan? Hanya kalianlah yang bisa menjawabnya.

Ada harapan, semoga setelah pertemuan kecil di Larisa, muncul semangat untuk
menggelar agenda bulanan(minimal) untuk acara kumpul-kumpul. Kalau perlu di
pelataran SMP 3, di depan Bank BRI, di kisaran Jalan Kartini, halaman depan wisma
A. Yani ataupun di tempat lain yang cukup nyaman untuk dibuat silat lidah alias
jagongan. Ya, saya mendeskripsikan tempat-tempat yang setidaknya sampai pagi
pun gak bakalan ada pihak yang dengan sewenang-wenang mengusir perkumpulan
kita-kita yang gemar melajang ataupun yang tak lagi bujang.

Dan pertemuan malam itu diakhiri dengan sesi foto-foto yang didominasi (sangat)
oleh mantan “arek 3C” dan diracuni oleh satu “arek 3B”. Yang jelas tidak ada
diskriminasi. Dari dulu sampai sakarang ada yang tidak berubah. Adalah, Semangat
kekompakan anak 3C masih kental. Salut.

Semoga tahun depan lebih banyak kejutan-kejutan yang rasa-rasanya tidak perlu
kita bayangkan hari ini. Dan untuk sekarang, marilah kita bergandengan tangan.
Menyatukan pemikiran untuk satu tujuan. Sebuah kebersamaan. Dengan hati
terang, kita jelang masa depan gemilang!!! JAYALAH SELALU, ANGKATAN SEMBILAN
DELAPAN!!!!!!!!!

Anda mungkin juga menyukai