Anda di halaman 1dari 3

Meredam Amuk Asam Lambung

Selasa, 20 Juli 2010 | 07:13 WIB

Ilustrasi Asam Lambung.(TEMPO/Gunawan Wicaksono)

TEMPO Interaktif,  Wajah Irene, 29 tahun, memucat. Ia mulai menggigiti bibirnya saat
waktu menunjukkan pukul 14.00. Tangan kirinya meremas perutnya ketika tangan kanannya
tetap lincah menari di atas papan ketik komputernya. "Wah, sudah telat makan siang, tapi
kerjaan lagi tanggung banget, nih," ia mengeluh.

Irene mengaku sering terserang nyeri lambung alias dalam bahasa medis disebut dyspepsia.
Apalagi kala beban kerja meningkatkan kadar stresnya. "Untungnya belum sampai harus
dirawat," ujarnya. Kalau serangan datang, ia merasakan nyeri, mual, keringat dingin, dan
pusing sampai sulit bernapas.

Nyeri lambung, merupakan salah satu gejala utama sakit lambung (maag)--yang dalam istilah
medis disebut gastritis--sebenarnya lumayan populer di masyarakat. Berdasarkan penelitian
di Jakarta pada 2007 terhadap 1.645 orang, ternyata enam dari 10 orang mengalami sakit
lambung. Sayangnya, masyarakat Indonesia masih rendah kesadarannya untuk menjaga
kesehatan lambung. Padahal saat menyerang, sakit maag bisa sangat mengganggu aktivitas,
bahkan menurunkan produktivitas kerja.

Sakit maag bisa terjadi dalam waktu pendek atau disebut juga gastritis akut. Bisa pula
berlangsung hingga bulanan atau tahunan yang disebut gastritis kronis. Secara garis besar,
penyakit lambung dibagi berdasarkan gangguannya, yakni fungsional dan non-fungsional
(organik).

Sakit maag fungsional adalah sakit maag yang bukan disebabkan oleh gangguan pada organ
lambung. Ini lebih disebabkan oleh pola makan yang kurang sesuai atau akibat faktor psikis.
Sedangkan sakit maag non-fungsional adalah terjadinya kelainan atau gangguan pada organ
lambung.

Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa 70-80 persen kasus sakit maag adalah sakit maag
fungsional. Nyeri lambung bisa timbul akibat terlalu banyak minum alkohol dan
menggunakan obat-obatan antiradang nonsteroid dalam jangka panjang, seperti aspirin serta
ibuprofen. Tapi ada kalanya juga nyeri lambung terjadi pada pembedahan mayor, trauma
cedera, luka bakar, atau infeksi yang parah.

Beberapa penyakit lain juga bisa menyebabkan nyeri lambung, misalnya anemia atau
penyakit autoimun, seperti lupus. Nyeri lambung bisa juga disebabkan oleh infeksi bakteri.
"Helicobacter pylori (H. pylori) diketahui bisa menyebabkan luka lambung yang diduga
menjadi salah satu pemicu kanker lambung," kata ahli gizi dokter Sri Sukmaniah, SpGK,
dalam peluncuran "Gerakan Lambung Sehat Indonesia", yang digelar sebuah perusahaan
produsen obat sakit maag di Jakarta beberapa waktu lalu.

Nyeri lambung yang berulang, dan dibiarkan tidak sembuh walau sudah diobati, juga bisa
menjadi awal munculnya penyakit kanker lambung. Pencegahan bisa dimulai dari menjaga
pola makan yang sehat. "Jumlah (makanan) sesuai dengan kebutuhan, jenisnya beragam, dan
lengkap dengan jadwal yang teratur. Semua itu terangkum dalam gerakan '3 Tepat'," tutur Sri.

Pertama, tepat waktu. Sebaiknya, jangan hanya makan ketika sudah sangat lapar.
Membiarkan lambung kosong akan membuat asam lambung yang diproduksi jadi berlebihan.
Asam lambung inilah yang akan merusak dinding lambung. Jangan pula makan langsung
sehabis melakukan aktivitas berat tanpa istirahat.

"Atur makan dengan waktu yang sama. Misalnya makan pagi tepat pada pukul 06.00-08.00.
Makan siang pada pukul 12.00-13.00. Waktu makan malam jangan melebihi pukul 20.00,"
kata Sri. Di antara waktu makan tersebut, dibolehkan mengkonsumsi selingan atau camilan.
Tapi pilihlah kudapan sehat, seperti buah-buahan, agar-agar, dan kacang-kacangan rebus atau
panggang.

Jangan lupa menguyah makanan dengan baik dan tidak terburu-buru karena akan membebani
saluran pencernaan. Jangan selingi makan dengan minum karena akan menimbulkan rasa
kenyang semu. Setelah makan, dianjurkan tidak langsung melakukan aktivitas berat atau tidur
karena akan mengganggu proses pencernaan. Selain itu, lebih dianjurkan tidak duduk, tapi
melakukan aktivitas ringan.

Kedua adalah tepat nutrisi, artinya jangan makan berlebihan atau kekurangan. "Pedomannya
adalah gizi seimbang. Makanan harus lengkap mengandung 50-60 persen bahan makanan
sumber karbohidrat, 10-15 persen sumber protein, dan sekitar 20-30 persen bahan makanan
sumber lemak," ujarnya.

Perlu pula dihindari makanan dan minuman yang merangsang lambung, seperti rasa pedas,
asam, kopi, minuman bersoda, dan mengandung alkohol. Cukup waktu istirahat juga penting
sebagai upaya mengelola stres, yang menjadi salah satu pemicu meningkatnya jumlah
produksi asam lambung.

Untuk mereka yang berusia lanjut, perlu pengaturan makan lebih khusus: jumlah dan
jadwalnya. Sebab, fungsi saluran pencernaan mereka mulai menurun, termasuk berkurangnya
kerja enzim saluran pencernaan yang berfungsi mencerna bahan makanan. "Maka pada orang
lanjut usia sebaiknya mengikuti pola makan porsi kecil, tapi dengan jadwal makan yang lebih
sering."

Ketiga adalah tepat solusi. Pengobatan sakit lambung bisa dengan cara non-farmakologi,
seperti pengaturan gaya hidup dan pola makan sehat. Bisa juga dengan cara farmakologi,
yakni menggunakan obat-obatan untuk menekan produksi asam lambung atau membunuh
kuman yang menginfeksi lambung.

Untuk mengatasi serangan nyeri lambung tiba-tiba, konsumsilah obat antasida atau penetral
asam lambung, seperti hydrotalcite, yang bekerja langsung pada lambung dan melindungi
lambung lebih lama. Tapi, jika serangan terus berlanjut, segeralah menemui dokter. |

UTAMI WIDOWATI

Gejala Umum Sakit Maag


1. Nyeri perut atau lambung.
2. Kotoran atau tinja berwarna gelap. Ini adalah tanda bahwa terjadi perdarahan di
pencernaan, yang memerlukan bantuan medis sesegera mungkin.
3. Kehilangan selera makan.
4. Sakit kepala.
5. Mual dan muntah.
6. Memuntahkan material dengan darah atau berwarna, seperti ampas kopi.

Pemeriksaan yang Dibutuhkan

Bila sakit lambung terus terjadi, meski sudah diobati, ada kemungkinan dokter akan
melakukan pemeriksaan berikut ini.
1. Pemeriksaan sinar-X untuk saluran pencernaan atas.
2. Endoskopi saluran pencernaan atas. Sebuah kabel kecil berujung kamera akan dimasukkan
melalui mulut atau kadang-kadang hidung hingga mencapai lambung untuk melihat kondisi
dinding lambung.
3. Tes darah. Dokter ada kemungkinan perlu menghitung jumlah sel darah merah. Bisa jadi
Anda mengalami anemia atau kekurangan sel darah merah akibat perdarahan yang terjadi di
lambung.
4. Pemeriksaan tinja untuk memutuskan ada-tidaknya darah dalam kotoran sebagai satu tanda
terjadinya perdarahan di salah satu saluran pencernaan. Tes ini juga menjadi cara untuk
mendeteksi ada-tidaknya infeksi Helicobacter pylori di saluran pencernaan.

| UTAMI WIDOWATI | berbagai sumber

Anda mungkin juga menyukai