GANGREN DIABETIKUM
Oleh:
Amelia Istiqomah S.Ked
Wike Nidya S.Ked
Pembimbing:
dr. Faisal Saleh, Sp.PD
Laporan Kasus
Judul
Gangren Diabetikum
Oleh:
Amelia Istiqomah S.Ked
Wike Nidya S.Ked
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Univesitas
Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang periode 17 Januari – 14 Maret
2011
Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
Gangren Diabetikum.
Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Faisal Saleh, SpPD selaku pembimbing yang telah membantu
penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada residen-residen, teman-teman,
dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, amin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
II.2 Insulin
Insulin dihasilkan oleh sel beta pulau Langerhans pankreas. Pembentukan
insulin diawali oleh terbentuknya sebuah rantai tunggal 86 asam amino yang
disebut sebagai pre-proinsulin. Kemudian terjadi pelepasan rantai amino
terminal dari rangkaian pre-proinsulin yang mengakibatkan terbentuknya
proinsulin. Proinsulin berhubungan dengan insuline-like growth factors I and II,
yang terikat lemah dengan reseptor insulin. Pemecahan dari sebuah 31-internal
residu fragmen proinsulin menyebabkan terbentuknya C-peptid dan kedua rantai
insulin (rantai A yang terdiri dari 21 asam amino dan rantai B yang terdiri dari
30 asam amino) yang saling dihubungkan oleh rantai disulfida. Insulin dan C-
peptid disimpan dan disekresikan bersama-sama.2 C-peptide sedikit lebih
mudah mengalami degradasi di hati dibandingkan dengan insulin, oleh karena
itu, dapat dijadikan sebagai petanda (marker) terhadap sekresi insulin. Sekarang
ini, insulin manusia diproduksi dengan menggunakan DNA recombinan.2
Kadar glukosa darah merupakan kunci pengatur sekresi insulin oleh sel-sel
beta pankreas, walaupun asam amino, keton, peptida gastrointestinal dan
neurotransmitter juga mempengaruhi sekresi insulin. Kadar glukosa darah yang
> 3,9 mmol/L (70 mg/dl) merangsang sekresi insulin.1,2
Gambar 5. Metabolic changes during the development of type 2 diabetes. A. The mean
plasma insulin and insulin-mediated glucose uptake during an oral glucose tolerance test
(OGTT). B. The mean plasma glucose during an OGTT. On the x-axis are groups of: control
individuals, obese individuals, obese and glucose intolerant individuals, obese individuals
with diabetes and high insulin, and obese individuals with diabetes and low insulin.
(From RA DeFronzo: Lilly lecture. The triumvirate: Beta-cell, muscle, liver: A collusion
responsible for NIDDM. Diabetes 37:667, 1998, with permission.)
II.3.3 Produksi Glukosa Hati
Hati merupakan salah satu jaringan yang sensitif terhadap insulin. Pada
keadaan normal, insulin dan gukosa akan menghambat pemecahan glikogen
dan menurunkan glukosa produk hati. Pada penderita DM tipe 2 terjadi
peningkatan glukosa produk hati yang tampak pada tingginya kadar glukosa
darah puasa (BSN). Mekanisme gangguan produksi glukosa hati belum
sepenuhnya jelas.1,4
Pada penelitian yang dilakukan pada orang sehat, terjadi peningkatan
kadar insulin portal sebesar 5 μU/ml di atas nilai dasar akan menyebabkan
lebih dari 50% penekanan produksi glukosa hati. Untuk mencapai hasil yang
demikian, penderita DM tipe 2 ini membutuhkan kadar insulin portal yang
lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan terjadinya resistensi insulin pada hati.
Peningkatan produksi glukosa hati juga berkaitan dengan meningkatnya
glukoneogenesis (lihat gambar 3) akibat peningkatan asam lemak bebas dan
hormon anti insulin seperti glukagon. 1,4
Kronik
• Retinopati
Mikro • Nefropati
• Neuropati
• Gang. Ereksi
Non vaskular • Gastroparesis
• Kelainan kulit
Patofisiologi HONK.
Ada dua faktor yang melatarbelakangi terjadinya HONK, yaitu:1
1. Defisiensi insulin
2. Konsumsi cairan yang kurang
Defisiensi insulin menyebabkan terjadinya peningkatan produksi
glukosa oleh hati (melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis) dan
gangguan pemakaian glukosa di jaringan otot. Hiperglikemi merangsang
terjadinya diuresis osmotik yang memicu terjadinya pengosongan cairan
intravaskular. Hal ini terjadi karena penggantian cairan tubuh yang inadekuat.
Ketidakadaan ketosis pada HONK belum jelas. Mungkin pada HONK,
defisiensi insulin hanya bersifat relatif dan sedikit lebih berat daripada KAD.
Selain itu, dari beberapa penelitian, pada HONK juga ditemukan juga kadar
hormon kontra insulin dan kadar asam lemak bebas (FFA) yang lebih rendah
daripada KAD. Kemungkinan yang lain adalah karena hati mampu untuk
membentuk sedikit keton atau juga mungkin rasio insulin glukagon yang
masih belum cukup untuk memicu ketogenesis.
Komplikasi kronik
Hiperglikemia yang kronik merupakan faktor penyebab yang penting
dalam terjadinya berbagai komplikasi pada multipel organ pada penderita DM.
Akan tetapi, sampai sekarang mekanisme terjadinya kerusakan sel dan
disfungsi dari multipel organ tersebut belum diketahui secara pasti.1
Ada 3 hipotesis yang menjelaskan terjadinya komplikasi kronik pada
multipel organ akibat hiperglikemik. Teori teori tersebut, yaitu;1
Hipotesis pertama menerangkan bahwa peningkatan kadar glukosa
intravaskuler memicu terbentuknya AGEs (Advanced Glicosylation End
Products) melalui reaksi non enzimatik glikosilasi protein sel. Non
enzimatik glikosilasi protein sel dihasilkan dari interaksi antara glukosa
dan rantai amino pada protein. AGEs memicu terjadinya atherosclerosis,
disfungsi glomerular, mengurangi sintesis nitrit oksid, disfungsi
endotelial, merubah komposisi dan struktur matrik ektraseluler. Kadar
AGEs serum mempunyai korelasi dengan kadar gula darah. AGEs akan
semakin terakumulasi seiring dengan penurunan kemampuan rata-rata
filtrasi glomerular (GFR).
Hipotesis kedua dibuat berdasarkan observasi bahwa hiperglikemia
meningkatkan metabolisme glukosa melalui jalur sorbitol. Glukosa
intraseluler dimetabolisme dengan cara fosforilasi dan glikolisis
subsekuen. Akan tetapi ketika terjadi peningkatan kadar glukosa
intrasel, sebagian glukosa diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose
reduktase. Peningkatan kadar sorbitol mengakibatkan menurunnya
kadar mioinositol dan penurunan reaksi redoks. Hal ini dapat memicu
terjadinya disfungsi seluler. Walaupun demikian, pegujian teori ini
pada manusia dengan menggunakan enzim aldose reduktase belum
pernah dicoba untuk memperbaiki retinopati, neuropati dan nefropati
diabetes.
Hipotesis yang ketiga menerangkan bahwa hiperglikemia menyebabkan
meningkatnya pembentukan diacylgliserol yang mengaktivasi isoform
protein kinase C (PKC) yang menyebabkan terjadinya berbagai
komplikasi pada penderita DM. Contohnya; aktivasi PKC akibat
hiperglikemi merubah transkripsi gen untuk fibronektin, kolagen tipe 4,
protein kontraktil, dan protein matrik ektraseluler pada sel endotelial
dan sel-sel neuron secara invitro. Faktor pertumbuhan (GF) mempunyai
peranan yang penting dalam menyenbabkan berbagai komplikasi.
Faktor pertumbuhan vaskuler endotelian (VEGF) meningkat secara
lokal pada retinopati proliferatif dan menurun setelah terapi laser
fotokoagulasi. Transforming Growth Faktor- β (TGF-β) meningkat
pada nefropati diabetik dan merangsang pembentukan membran basal
kolagen dan fibronektin oleh sel mesangial. Faktor pertumbuhan
lainnya, seperti faktor pertumbuhan epidermal, faktor pertumbuhan
insulin I, hormon pertumbuhan (GH), faktor pertumbuhan fibroblas,
dan bahkan insulin mempunyai peranan dalam mengakibatkan berbagai
komplikasi pada penderita DM.
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTIFIKASI
• Nama : Ny. Ha
• Umur : 60 tahun
• Jenis kelamin : Perempuan
• Alamat : Luar Kota
• Status : Menikah
• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
• Agama : Islam
• MRS : 31 Januari 2011
ANAMNESIS
Keluhan utama
Os mengeluh luka yang semakin melebar di kaki kanan sejak ± 1 minggu yang lalu,
yg disertai nanah dan rasa nyeri.
Riwayat perjalanan penyakit
± 1 bulan SMRS pasien mengeluh timbul benjolan berisi cairan ukuran ± 2x5 cm
setelah terkena uap panas knalpot motor, 4 hari kemudian benjolan tersebut pecah dan
bernanah. Demam (-), nafsu makan menurun, mudah merasa haus, BAB biasa, BAK
sering warna biasa.
± 1 minggu SMRS, luka semakin melebar, nyeri (+), nanah (+), Demam (-), nafsu
makan menurun(+), BAK malam hari sering.(+)
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Gizi : Cukup
Dehidrasi : (-)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 86x/menit, reguler, isi cukup
Pernafasan : 20x/menit, thoracoabdominal, reguler
Suhu : 36,6 o C
Keadaan spesifik
Kulit
Warna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), sianosis (-), scar (-),
keringat umum(-), keringat setempat (-), pucat pada telapak tangan dan kaki(-),
pertumbuhan rambut normal.
KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan submandibula
serta tidak ada nyeri penekanan.
Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi sakit sedang, dan deformasi (-).
Mata
Eksophtalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat
(-), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya normal, pergerakan mata ke segala
arah baik.
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik, tidak
ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping hidung(-).
Telinga
Tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-),pendengaran baik.
Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), atrofi papil (-), gusi berdarah (-),
stomatitis (-), rhageden (-), bau pernapasan khas (-), faring tidak ada kelainan.
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5-2) cmH 2 0, kaku kuduk (-).
Dada
Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-)
Paru-paru
I : Statis,dinamis simetris kanan = kiri,
P : Stemfremitus kanan = kiri
P : Sonor pada kedua lapangan paru
A: Vesikuler (+) Normal kanan = kiri, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus codis tidak teraba, thrill (-)
P : batas jantung dalam batas normal
A: HR = 86x/menit, murmur (-) , gallop (-)
Perut
I : Datar dan tidak ada pembesaran, venektasi(-)
P : Lemas ,nyeri tekan (-), hepar-lien tidak teraba, turgor kulit normal.
P : timpani
A: BU(+) normal
Extremitas atas :
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-), jaringan
parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, jari tabuh (-), turgor kembali cepat,
clubbing finger (-).
Extremitas bawah
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema pretibial (-/-),
jaringan parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, clubbing finger (-), turgor kembali
cepat. Tampak gangren pada digiti I pedis dextra, dan ulkus pada lateralis digiti I
pedis dextra ukuran ± 3 x 7 cm, nyeri(+), pus(+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Klinik (31/1/2011)
Hb : 9,8 g/dl (12-14 g/dl)
Hemtokrit : 29 vol% (37-43%)
Leukosit : 11200/mm (5000-10000/ul)
Trombosit : 381.000/mm (150000-40000/ul)
Hitung jenis
• Basofil : 0% (0-1 %)
• Eosinofil : 0% (1-3 %)
• Batang : 3% (2-6 %)
• Segmen : 79% (50-70%)
• Limposit : 15% (20-40%)
• Monosit : 3% (2-8%)
I. Diagnosis kerja
Gangren Diabetikum digiti I pedis Dextra ec Diabetes Mellitus type II
II. Penatalaksanaan
IVFD : RL : Dextrosa 10% = 1:1
Diet rendah gula
Injeksi insulin 3x 12 iu
Aspilet 1x1
Ciprofloxasim
Neurodex 1x1
IV. Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia et Bonam
ANALISIS KASUS
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Gizi : Cukup
Dehidrasi : (-)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 86x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 20x/menit, thoracoabdominal, reguler
Suhu : 36,6 o C
Keadaan spesifik:
Tidak terdapat kelainan yang signifikan pada pemeriksaan khusus. JVP (5-2) cm
H2O, pembesaran KGB (-). Pemeriksaan cor dan pulmo dalam batas normal.
Pemeriksaan abdomen, hepar dan lien tidak teraba. Pada digiti I pedis dextra
didapatkan gangren ukuran ± 3 x 7 cm, pus (+), nyeri(+).
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 31/1/2011, didapatkan hemoglobin 9,8 g/dl,
hematokrit 29 vol%, dan leukosit 11.200/mm3,
Penatalaksanaan :
− IVFD : RL : Dextrosa 10% = 1:1
− Diet rendah gula
− Injeksi insulin 3x 12 iu
− Aspilet 1x1
− Ciprofloxasin 1x1 250 mg
− Neurodex 1x1
Rencana Pemeriksaan
Urinalisa
Rontgen Pedis Dextra
EKG
Prognosa:
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia et Bonam
Follow Up:
Tanggal 1 Februari 2011
S Tidak Ada
O: Keadaan umum
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 110/60 mmHg
Nadi 84 x/menit
Pernapasan 22 x/ menit
Temperatur 36,6 0C
Keadaan spesifik
Kepala Conjungtiva palpebra pucat (-)
Sclera ikterik (-)
Abdomen I : datar
P : lemas, hepar-lien tidak teraba
P : thympani
A : bising usus (+) normal