BATASAN :
Infeksi intrakranial otogenik adalah proses supuratif dalam ruang intrakranial
yang disebabkan oleh infeksi saluran telinga tengah dan mastoid. Komplikasi
ini meliputi:
1. Abses otak
2. Abses epidural
3. Abses subdural
4. Meningitis
5. Abses perisinus
6. Thrombosis sinus sigmoid
PATOFISIOLOGI :
Perluasan infeksi langsung dari fokus infeksi primer yaitu dari telinga tengah
dan mastoid menjalar langsung ke ruang intra kranial.
GEJALA KLINIS :
Tanda dan gejala dari komplikasi intrakranial ini seringkali sulit dideteksi pada
fase awal. Dugaan adanya komplikasi intrakranial perlu dibuat apabila
ditemukan:
1. Infeksi otologik yang terjadi kembali 2 - 3 minggu setelah terapi
awal
2. Adanya discharge telinga
3. Sefalgi atau perubahan status mental pada adanya kelainan
otologik
4. Otalgi pada adanya penyakit telinga kronis
DIAGNOSA BANDING
a. Tumor otak (astrositoma)
b. Infark serebri
c. Tuberkuloma
d. Kista arachnoid
PENATALAKSANAAN
PENATALAKSANAAN BEDAH
Indikasi operasi adalah :
1. Kondisi neurologis menurun
2. Tekanan intrakranial yang meningkat
3. Efek pendesakan massa yang signifikan
4. Abses yang multipel (aspirasi-drainase) dan accessible
5. Tidak mampu dilakukan serial CT-scan setiap 1 – 2 minggu
6. Lokasi dekat ventrikel
7. Serial CT-scan menunjukkan adanya penambahan volume abses, atau tidak
menunjukkan pengurangan volume abses dengan terapi antibiotika selama
empat minggu
8. Diagnosis meragukan (diagnosis banding dengan SOP lain)
9. Mikroorganismenya diduga resisten.
Kontraindikasi operasi:
1. Fase serebritis (untuk eksisi)
2. Diameter abses kurang dari 3 cm
3. Gangguan faal hemostasis
Macam operasi:
Penanganan abses intrakranial
Burrhole aspirasi
1. Prosedur yang cepat dan sederhana, terutama bila menggunakan tehnik
stereotaksis, guiding ultrasound atau CT-scan
2. Direkomendasikan pada kasus lesi yang multiple dan dalam dengan
dinding yang tipis dan belum matur
3. Dapat dikerjakan dengan anestesia lokal, bed side atau penderita kritis dan
berisiko tinggi.
4. Aspirasi dapat dikerjakan pada seluruh fase abses. Pada fase serebritis
awal, hasil biopsi dapat memberikan kultur yang positif
Eksisi kraniotomi
1. Dikerjakan pada fase kapsulasi lanjut (eksisi primer) ataupun setelah
aspirasi (eksisi sekunder)
2. Mengurangi insidens kejang dan mencegah kekambuhan
3. Tidak sesuai untuk fase serebritis, lokasinya dalam, eloquent area dan
multipel.
Penanganan hidrosefalus
Pada prinsipnya adalah drainase cairan serebro-spinalis. Jenis operasinya
tergantung sterilitas cairan serebro-spinalis.
PENATALAKSANAAN MEDIKAMENTOSA
1. Antibiotika: Pemilihan antibiotika paling baik harus berdasar pengecatan gram
dan kultur.
1. Terapi empirik: bila belum diketahui kultur dan sensitivitasnya.
Cephalosporin generasi III
a. Cefotaxime
- dewasa : 1 gram tiap 8 jam, iv bila sangat berat dapat dinaikkan 2
gram tiap 4 jam iv
- Anak : 50 mg/kg iv setiap 6 jam
b. Ceftriaxone
- Dewasa : 2 gram iv tiap 12 jam
- Anak : 75 mg/kg dosis inisial dilanjutkan 100mg/kg/hari dibagi setiap
12 jam
Ditambah dengan salah satu dari dibawah ini :
- Metronidazole : Dewasa : 30 mg/kg/hari iv dibagi setiap 12 jam
Anak : 10 mg/kg iv setiap 8 jam atau
- Chloramphenicol : Dewasa : 1 gr iv tiap 6 jam
Anak : 15 – 25 mg/kg iv setiap 6 jam
2. Terapeutik: bila telah ada hasil kultur, maka antibiotika disesuaikan dengan
sensitivitasnya dan kemampuannya menembus sawar arah otak.
2. Kortiko steroid: hanya diberikan bila terdapat edema yang hebat yang
menimbulkan penurunan kondisi neurologis. Syarat lainnya adalah sensitivitas
kuman telah diketahui.
Dewasa: dexamethasone 10-12 mg loading dose diikuti 4 mg setiap 6 jam iv
atau PO.
Anak: 0,5 mg/kg setiap hari dosis terbagi tak lebih 16 mg perhari.
Kortokosteroid segera di tapering off setelah keadaan membaik. 300 – 600
mg per hari dibagi 2 – 3 dosis.
3. Manitol
4. Lasix
5. Anti-konvulsan: phenytoin 300-600 mg per hari dibagi 2-3 dosis atau 5 – 8
mm/kg BB selama 1-2 tahun.
PENYULIT
a. Herniasi
b. Hidrosefalus
c. Perdarahan dalam abses
d. Septisemia
e. Syok septik
f. Kejang grand mal (72% setelah lima tahun diagnosis ditegakkan)
g. Residif (5 - 10%, akibat antibiotika yang tidak memadai, sumber infeksi
primer tidak teratasi, fistula duramater)
h. Perubahan neuropsikiatri
i. Pecahnya abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid, seringkali
berakhir pada kematian.
PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik bila usia muda, tidak disertai penurunan kesadaran,
dan defisit neurologis berat pada awal kunjungan, tidak terjadi penurunan
neurologis selama perawatan dan tidak disertai faktor komorbid.
Prognosis buruk bila terjadi meningitis, ependimitis atau empiema akibat
pecahnya abses ke dalam ventrikel, sumber primer tidak diketahui, kultur pus
steril, diameter besar, adanya hidrosefalus, abses metastasis, neonatus dan bayi,
multiple dal lokasinya dalam, diagnosis tidak akurat
Mortalitas umumnya 10 - 35%, tetapi pada kasus dengan tanda herniasi pada
awalnya, maka mortalitas dapat mencapai lebih dari 50%.
KEPUSTAKAAN
1. de Jong AL. Infectious intracranial complications of suppurative ear
disease. http://www.bcm.tmc.edu/oto/grand/31893.html
2. Ernoehazy W. Brain abscess.
http://www.emedicine.com/emerg/topic67.htm
3. Greenberg MS: Cerebral abscess. Handbook of Neurosurgery. Fifth
edition Theime medical publishers 2001, p. 217-223.
4. Long YT, Mahmud R, Sani A, Saim L. Complications of otitis media
requiring surgical intervention. Asian J Surg 25(2):170-4,2002
5. Petil PG: Newer Antimicrobials for Neurosurgery; Contemporary
Neurosurgery, 24 : Dec.1.2002.
6. Salahudeen MM, Inbasekaran V, Kumar NA, Rajan DK. Otogenic
intracranial suppuration at a rare site. Neurology India 49, March 2001.
7. Sennaroglu L, Sozeri B. Otogenic brain abscess: review of 41 cases.
Otol Head Neck Surg 123(6):751-5,2000.
8. Sharma BS, Gupta SK, Khosla VK. Current concepts in the
management of pyogenic brain abscess. Neurolgy India 48, June:105-111,
2000.
9. Shukla PC, Ramachandran TS. Intracranial epidural abscess.
http://www.emedicine.com/NEURO/topic176.htm
10. Thapa N, Shrivastav RP, Sinha BK, Bhattarai H. Complications of
chronic suppurative otitis media AA type-3 years experience at TUTH. JNMA
40:77-82,2001
11. Wilkins RH, Setti. SR : Diagnosis and management of brain abscess,
Neurosurgery; II et.al. 1996, p. 3285-3298.
CURRICULUM VITAE
DATA PRIBADI
PENDIDIKAN
1. Pendidikan Tinggi
1987 : S1 FK UNAIR
1995 : Spesialisasi Bedah Saraf FK UNAIR
2002 : S3 Program Pasca Sarjana Unair
2. Pendidikan Tambahan
1995 : Neuroendoscopy, Kualalumpur
Stereotactic surgery, Kuala Lumpur
1995 : Pain management, Ujung Pandang
1995 : Neuroradiologi Invasif, Jakarta
1995 : NUYNA, Sapporo
1996 : Craniofascial surgery, Adelaide
1997 : Neurovascular, Perth
1998 : NUYNA, Osaka
2001 : Neuroendoscopy, Singapore
PEKERJAAN
1988-1990 : Kepala UGD, RSUP. Bidau Timor Timur
1995- : Staf pengajar FK. UNAIR / SMF. Bedah Saraf RSU. Dr. Soetomo
2001- : Supervisor IRJ Bedah Saraf RSU. Dr. Soetomo
2002- : Wakil Kepala SMF. Bedah saraf RSU. Dr. Soetomo
2002- : Komite Medik RSU. Dr. Soetomo
ORGANISASI PROFESI
1. IDI
2. IKABI
3. PERSPEBSI
4. ACNS
5. WFNS