Membunuh bisa dilakukan secara legal. Itulah euthanasia, pembuhuhan legal yang
sampai kini masih jadi kontroversi. Pembunuhan legal ini pun ada beragam jenisnya.
Secara umum, kematian adalah suatu topik yang sangat ditakuti oleh publik. Hal
demikian tidak terjadi di dalam dunia kedokteran atau kesehatan. Dalam konteks
kesehatan modern, kematian tidaklah selalu menjadi sesuatu yang datang secara
tiba-tiba. Kematian dapat dilegalisir menjadi sesuatu yang definit dan dapat
dipastikan tanggal kejadiannya. Euthanasia memungkinkan hal tersebut terjadi.
Euthanasia non sukarela: ini terjadi ketika individu tidak mampu untuk
menyetujui karena faktor umur, ketidak mampuan fisik dan mental. Sebagai
contoh dari kasus ini adalah menghentikan bantuan makanan dan minuman
untuk pasien yang berada di dalam keadaan vegetatif (koma).
Euthanasia tidak sukarela: ini terjadi ketika pasien yang sedang sekarat dapat
ditanyakan persetujuan, namun hal ini tidak dilakukan. Kasus serupa dapat
terjadi ketika permintaan untuk melanjutkan perawatan ditolak.
Bantuan bunuh diri: ini sering diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk
euthanasia. Hal ini terjadi ketika seorang individu diberikan informasi dan
wacana untuk membunuh dirinya sendiri. Pihak ketiga dapat dilibatkan,
namun tidak harus hadir dalam aksi bunuh diri tersebut. Jika dokter terlibat
dalam euthanasia tipe ini, biasanya disebut sebagai ‘bunuh diri atas
pertolongan dokter’. Di Amerika Serikat, kasus ini pernah dilakukan oleh dr.
Jack Kevorkian.
Falsafah Utilitarian Singer menekankan bahwa tidak ada perbedaan moral antara
membunuh dan mengizinkan kematian terjadi. Jika konsekuensinya adalah
kematian, maka tidak menjadi masalah jika itu dibantu dokter, bahkan lebih disukai
jika kematian terjadi dengan cepat dan bebas rasa sakit.
Banyak argumen anti euthanasia bermula dari proposisi, baik secara religius atau
sekuler, bahwa setiap kehidupan manusia memiliki nilai intrinsik dan mengambil
hidup seseorang dalam kondisi normal adalah suatu kesalahan. Advokator hak-hak
orang cacad menekankan bahwa jika euthanasia dilegalisasi, maka hal ini akan
memaksa beberapa orang cacad untuk menggunakannya karena ketiadaan
dukungan sosial, kemiskinan, kurangnya perawatan kesehatan, diskriminasi sosial,
dan depresi. Orang cacad sering lebih mudah dihasut dengan provokasi euthanasia,
dan informed consent akan menjadi formalitas belaka dalam kasus ini. Beberapa
orang akan merasa bahwa mereka adalah beban yang harus dihadapi dengan solusi
yang jelas. Secara umum, argumen anti euthanasia adalah kita harus mendukung
orang untuk hidup, bukan menciptakan struktur yang mengizinkan mereka untuk
mati.
Disadur dari:
Wellcome Trust. 2004. Disability & Bioethics Resource Pack. Euthanasia. V1.0
Referensi tambahan:
\
Shannon, Thomas (Diterjemahkan K.Bertens). 1995. Pengantar Bioetika.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Karo-Karo, Andre. 1987. Etika Suatu Pengantar. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Situs web Riset Euthanasia. http://www.euthanasia.com/
Situs web Peter Singer. http://www.princeton.edu/~psinger/
Telah dimuat di
http://netsains.com/2007/11/euthanasia-dan-kematian-bermartabat-suatu-tinjauan-
bioetika/
PRO-KONTRA