Anda di halaman 1dari 10

KESALAHAN BLibrnWASA PNGGRTS DALAM FIZLM INDEPENDEN

KARYA MAHASISWA "CRIMSON BOOK OF PROMISES"

Marliyana Fitriyah
Siti Nurul Muthmainnah
Nur Mukminatien

Abstract: This article reports on a research project investigating the errors made by the
characters in using English in the film Crimson Book of Pronzises, an independent fihn pro-
duced by a group of students of the English Department, State University of Malang. Using
descriptive qualitative method, the findings show that the errors can be categorized into
three main types, i.e. interlingual errors of interference from the native language, intralin-
gual errors within the target language, and inaccuracies in measuring aud appropriating to
the sociolinguistic context of communication.

Key words: errors, interlingual, intralingual, sociolinguistic context.

Mengembangkan kompetensi berbahasa pembelajar bahasa kedua (B2) memerlukan latihan


berinteraksi secara intensif dengan menggunakan B2 agar dapat mencapai h a d yang baik.
Selain di dalam kelas, kegiatan belajar dapat juga dilakukan di luar kelas atau di luar jam
pelajaran berupa tugas terstruktur atau tugas mandiri. Pembelajar yang bermotivasi tinggi dan
kreatif akan melakukan kegiatan yang mendukung meskipun tidak ada tugas dari guruldosen,
misalnya, membentuk Speaking Club, koresponden, majalah dinding, drama, bahkan film
independen. Kegiatan mandiri seperti ini menunjukkan kreativitas dan motivasi yang tinggi
para pembelajar B2 dalam meningkatkan kompetensi "bahasa baru'hya.
Banyaknya film independen ciptaan mahasiswa dewasa ini sebagai bentuk ekspresi diri
telah menular kepada mahasiswa Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra Universitas Negeri
Malang, yang telah menghasilkan satu film independen berjudul Crimson Book of Promises
I
Film sebagai suatu bentuk karya seni lahir dari kreatifitas orang-orang yang terlibat dalam
proses penciptaannya. Film independen, yang juga disebut film underground, berbeda dengan
I film komersial yang ada pada umumnya. Renan (1967: 17-21) menyebutkan:

I The Underground film is usually made for very little money and its exhibition is out-
side comm>rcial film channels.....the making of them ...with such determination,
freedom, a "liffulness" that few commercial films have ever matched. ...primarily
for reasons ofpersonal or artistic expression with limited means.

Film "Crimson Book of Promises "(CBOP) merupakan salah satu dari sekian banyak film
independen yang bermunculan. Film ini menggunakan bahasa Inggris dalam seluruh percaka-

Marliyana Filriyah adalah nlahasiswa Jurusan Sastra 1nggris.FS UM, Siti Nurul Muthmainnah dan Nur Mukmi-
nalien adolah dosen Jurusan Sastra lnggris FS UM. Artikel ini merupakan hasil penelitinn yang dilaksanakan
pada tahun 2006
Fitriyah, Murhmainnah dun Mukminalien, Kesalahan Berbahasa Inggris 17

pan dalam ceritanya. Penggunaan bahasa Inggris dalam film ini menunjukkan bahwa pemain-
nya ingin mengekspresikan diri dalam bahasa "barunnya (B2), sebagai bentuk kreativitas
dalam karya mandiri.
Kompetensi berbahasa pembelajar B2 berkembang dari tahap awallpemula menuju ke
tahap "lanjut" sehingga dalam kontinum perkembangan akan tampak adanya kesalahan ber-
bahasa sebagai tanda perkembangan tersebut. Oleh Corder (1975) perkembangan ini disebut
transisional conzpetence (kompetensi transisional). Meskipun memiliki tingkat kompetensi B2
terbatas, para pembelajar B2 dapat dikategorikan sebagai penutur dwibahasawan (bilingual)
Indonesia-Inggris.

Macnamara dalam Hamers & Blanc (1987:6), menyebutkan,


"A bilingual is anyone who possesses a minimal competence in one of the four lan-
guage skills, i.e. listening comprehension, speaking, reading and writing in a lan-
guage other than his mother tongue".

Titone dalam Hamers & Blanc (1987:7) menyatakan bahwa,


"Bilingualism is 'the individual's capacity to speak a second language while follow-
ing the concepts and structure of that language rather than paraphrasing his or her
nzother tongue".

Kamaruddin (1989:27) mengelompokkan bilingualisme menurut cara terjadinya.


Berdasarkan cara terjadinya, bilingualisme dapat dibagi menjadi dua, yaitu dwibahasawan
alarni, atau natural bilingualism dan dwibahasawan sekunder, atau secondary bilingualism.
Natural bilingualism terjadi tanpa latihan khusus karena terjadi secara alami, sedangkan
secondary bilingualism terjadi melalui pengajaran bahasa kedua yang dirancang dan
dilaksanakan secara sistematik. Dalam ha1 ini, pemain film dalam film CBOP termasuk dalam
tipe yang kedua, yaitu secondary bilingualism karena mereka mempelajari bahasa kedua-
dalam ha1 ini bahasa Inggris-melalui pengajaran bahasa kedua dalam konteks pendidikan.
Seorang bilingual dapat juga dibagi menurut kompetensinya dalam B2. Lambert dalam
Hamers & Blanc (1987:8) membagi seorang bilingual menjadi dua, yaitu balanced bilingual,
atau dwibahasawan seimbang dan dominant bilingual (dwibahasawan dominan). Balanced bi-
lingual mempunyai kompetensi yang seimbang dan ekuivalen pada kedua bahasa; yaitu B1
dan B2, sedangkan dominant bilingual mempunyai kompetensi yang lebih superior pada B1
dari pada B2nya. Cummins dalam Kamaruddin (1989%) juga menyebutkan 3 tipe
bilingualisme, yaitu limited bilingualism (dwibahasawan terbatas), partial bilingualism,
(dwibahasawan parsial) dan projicient bilingualism (dwibahasawan mahir). Limited
bilingualism ditandai oleh rendahnya kompetensi dalam kedua bahasa, baik B1 maupun B2.
Partial bilingualism ditandai oleh penguasaan seperti penutur asli hanya dalam salah satu
bahasa, danprojicient bilingualisnz ditandai oleh penguasaan seperti penutur asli di dalam B1
dan B2. Kompetensi berbahasa seorang bilingual yang terbaik adalah yang diusulkan oleh
McKintosh dan Strevens dalam Kaman~ddin (1989:26), yaitu ambilingualism. Seorang
bilingual yang mempunyai tingkat kompetensi ini mampu memfungsikan kedua bahasanya
secara sama baiknya pada semua kegiatan tanpa pengaruh atau turut campur bahasa yang satu
terhadap bahasa lainnya.
Fenomena bilingualisme erat hubungannya dengan pembelajaran bahasa kedua. Dalam
ha1 ini, seseorang menjadi seorang bilingual jika mampu menguasai bahasa kedua melalui
pembelajaran bahasa kedua. Teori pemerolehan hahasa kedua (Second Language Acquisition)
menyebutkan bahwa seseorang yang belajar bahasa akan menguasai aturan-aturan sebuah
bahasa dalam urutan yang dapat diprediksi; beberapa aturan dikuasai terlebih dahulu dan
aturan-aturan lainnya dikuasai kemudian (Krashen, 1981; Ellis 1986; Dulay dkk, 1982).
Dalam ha1 ini, seseorang yang belajar B2 dan kompetensinya dalam bahasa itu masih rendah
I8 B,4HASA DAN SENI, Tahun 35, Nomor I, Februari 2007

akan cenderung membuat kesalahan (errors) dalam proses pembelajarannya. Brown


(1987:164) mengungkap-kan bahwa, "human learning is fundamentally a process that in-
volves the making ofmistakes". Jadi, kesalahan berbahasa dalam proses menguasai sebuah
bahasa baru adalah sebuah proses yang alamiah.
Subiyati (1989:48) mendefinisikan kesalahan berbahasa sebagai, "suatu penampilan yang
menyimpang dari kaidah yang berlaku". Sedangkan Brown (1987:165) mendefinisikan ke-
salahan berbahasa sebagai, "a noticeable deviation fronz the adult's grammar of a native
speaker, rejlecting the interlingual comnpetence ofthe learner".
Menurut Brown (1987: 166), seorang bilingual yang melakukan kesalahan menggunakan
B2 dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu (1) interlingual errors ofinterferencefvom the
native language, (2) intralingual errors within the target language, (3) the soc~olingusticcon-
text of communication, dan (4) psycholinguistic or cognitive strategies dan beberapa variabel
lain yang amat mungkin mempengaruhi. Hamers dan Blanc (1987:226) juga mengajukan
penyebab seorang bilingual melakukan kesalahan, yaitu developmental processes (proses
perkembangan), incomplete knowledge ofL2 rules (penguasaan kaidah B2 yang terbatas) dan
Ll transfer (transfer Bl).
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendiskripsikan kesalahan-kesalahan
berbahasa Inggris para pemain film CBOP sebagai pembelajar bahasa Inggris; tidak menga-
nalisis isi dan alur ceritanya. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang
jenis-jenis kesalahan dalam penggunaan bahasa Inggris oleh pembelajar bahasa Inggris.
Dengan demikian pengajar dapat mengantisipasi tindakan yang dapat meminimalkan
munculnya kesalahan tersebut dengan berbagai kegiatan pembelajaran yang relevan. Selain
itu, pembelajar juga dapat mengambil manfaat dari hasil penelitian ini sebagai masukan
tentang kesalahan berbahasanya agar mereka dapat memperbaiki dan menghindari kesalahan
yang sama di kemudian hari.

METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif yang bertujuan untuk
menemukan dan mendeskripsikan kesalahan-kesalahan yang muncul dalam film independen
CBOP. Sumber data adalah ujaran-ujaran dalam dialog film CBOP yang juga ditunjukkan
dalam teks yang menyertai gambar sebagai pembantu penonton dalam memahami ujaran yang
diucapkan para pemain. Pemain film ini sebagian besar adalah mahasiswa Jurusan Sastra
Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang. Dengan demikian, mereka adalah
pembelajar B2 yang sedang berada pada level kompetensi transisional.
Penelitian ini dibatasi hanya pada penggunaan B2 oleh pemeran dalanl film sebagai
pembelajar B2. Dalam mengumpulkan data, peneliti sebagai human insbument mengamati
film independen CBOP kemudian mendata dan mengidentifikasi kesalahan-kesalahan yang
muncul dalam percakapan dan yang tertera dalam teks yang ditampilkan, kemudian
mendiskripsikannya sesuai dengan kategori jenis kesalahan. Analisis data tidak untuk
mendiskripsikan frekuensi kesalahan yang muncul, namun mendeskripsikan jenis-jenis
kesalahan tersebut dan menentukan kategori kesalahan-kesalahan tersebut sesuai dengan teori
Brown (1987). Nanlun analisis dibatasi pada tiga kategori utama kesalahan, yaitu, (1) inter-
lingual errors of interference fronz the native language, (2) intralingual errors within the tar-
get language, dan ( 3 ) the sociolingustic context of communication. Kategori keempat yang
menyangkut psycholinguistic and cognitive strategies tidak digunakan karena penelitian ini
memang tidak sampai ke analisis psikologis dan strategi kognitif yang memerlukan analisis
yang lebih konlpleks.
Filriyah, Mulhmainnah dun A4ukminatien. Kesalahan Berbahasa Inggris 19

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan data yang diperoleh ditemukan kesalahan-kesalahan berbahasa Inggris yang
dilakukan oleh pemain film CBOP. Kesalahan-kesalahan tersebut dapat dikelompokkan ke
dalam tiga penyebab munculnya kesalahan menurut klasifikasi Brown (1987). Penyebab
pertama adalah adanya interferensi B1 dalam B2. Interferensi ini bisa berupa tata bahasa,
konsep penggunaan kata dan kalimat, dan konsep penerjemahan. Penyebab yang kedua adalah
kurang terkuasainya aturanfkaidah dalam B2. Kesalahan dapat berupa penggunaan aturan
yang salah dan ketidakpahaman si penutur atas suatu aturan bahasa sehingga ia
menganalogikannya dengan aturan lain. Penyebab yang ketiga adalah perbedaan konteks
sosiolinguistik antara B1 dan B2. Kesalahan ini dapat berupa penggunaan kata yang
berkonteks sosiolinguistik bahasa Indonesia dalam sebuah kalimat bahasa Inggris dan aturan
dalam penggunaan suatu kalimat.

Kesalahan Z~rterlin~rml
Dalam film CBOP ini, kesalahan kategori interferensi dari B1 banyak terjadi, misalnya.

"Aah, I'm sorry, can'tjoin you", "Still not brave enough to tell your love to Diana",
"Still dorz't lrave so far. "Dalam contoh di atas sebenarnya apabila ditinjau dari
penggunaan bahasa lisan, penghilangan pokok kalimat bisa saja terjadi, namun pada
contoh "Aah, I'm sorry, can't join you (Indonesia: Maaf, tidak bisa ikut ) menjadi
tidak berterima karena yang lazim adalah (I'm) Sorry, I can 'tjoin you ... Jadi yang
boleh hilang adalah (I'm). Ujaran Still not brave ..... (Masih belurn berani) seharus-
nya Still, you are not brave enough .... ..Cantoh ketiga Still don't have so far .. .
(Indonesia: Masih belum punya sampai saat ini). Bila dilihat dari kacamata terje-
mahan dari bahasa Indonesia tampaknya tidak salah, tetapi cara mengungkapkan ba-
hasa Inggris yang berterima seharusnya Still don't have one (Pokok kalimat I dihi-
langkan karena sudah dimengerti). Jadi bila kata benda setelah have tidak
disebutkan, hams dihanti dengan one untuk mengganti kata benda yang tidak disebut
ulang. Misalnya:

I don't havet a girl friend


So far, I still don't have one

Dalam contoh di atas kata a giryriend diganti dengan one, karena dalam bahasa Inggris,
kata benda a girlfriend tidak bisa dihilangkan begitu saja tanpa diganti dengan one, sebagai-
mana halnya dalam bahasa Indonesia, Sampai sekarang belum punya (pacar). Dalam bahasa
Indonesia katapacar tidak perlu disebut lagi atau diganti karena sudah dipahami.
Aturan kata benda jamak dalam bahasa Indonesia, yang berbeda dengan bahasa Inggris,
juga banyak terbawa ke dalam penggunaan bahasa Inggris. Berbeda dengan konsep kata
benda dalam bahasa Inggris, kata benda dalam bahasa Indonesia tidak perlu menggunakan
morfem penanda jamak berapapun jumlah benda yang dimaksud. Struktur ini dapat terbawa
ke dalam bahasa Inggris dalam kalimat "He was looking for some materialfor Mr. Budi S as-
signment." Kata "some" menunjukkan bahwa kata benda "material" berbentuk jamak. Jadi,
kata benda "material" tersebut harus diubah menjadi bentuk jamak, yaitu dengan
menambahkan -s dibelakang kata tersebut menjadi .... some materials. Kesalahan serupa juga
timbul dalam kalimat "You ger nzany assigmerzt" yang seharusnya "You get marry assign-
ments" dan kalimat "...all the bigfavor" yang seharusnya menjadi, "...all the bigfavors".
Bahasa Indonesia juga tidak mengenal aturan tentang kata benda yang dapat dihitung dan
kata benda yang tidak dapat dihitung. Mentransfer kaidah B1 dalam B2 tampak pada
penggunaan kata "advice". Kata ini merupakan kata benda yang tidak dapat dihitung dalam
bahasa Inggris (Uncount Noun), jadi kata tersebut tidak dapat digabungkan dengan kata
20 BAHASA DAN SENI, Tuhuu 35,N m o r I , Februuri 2007

penunjuk satuan "one ..." namun dapat digabung dengan kata "some". Kesalahan ini muncul
dalam kalimat "Let me give you one advice" (Indonesia: Saya beri satu saratz). Kalimat terse-
but dapat diubah menjadi "Let me give you some advice".
Bahasa Indonesia tidak mengenal tenses sedangkan bahasa Inggris menganut aturan
tenses. Dalam bahasa Indonesia, suatu aktivitas yang dilakukan di masa lampau, masa
sekarang ataupun masa yang akan datang, bentuk kata kerjanya tetap sama, dan tidak
mengalami pembahan apapun. Struktur ini dapat mempengamhi ujaran dalam bahasa Inggris
seperti dalam ujaran, "She is in the next room yesterday." Kalimat tersebut seharusnya
nlenggunakan kata kerja masa lampau karena terdapat penunjuk waktu "yesterday", "She was
in the next room yesterday".
Subiyati (1989:53) juga menyebutkan bahwa dalam bahasa Indonesia, orang biasa
menggunakan kata "kepada", misalnya "Dia bertanya kepada saya". Struktur ini terbawa ke
dalam bahasa Inggris dalam kalimat, "Fulfill anything you ask to me" (Indonesia: Memenuh~
permintaanmu). Kata "ask" tidak memerlukan kata depan "to". Bila dilihat maksud dalam
konteks cerita, kata fullfil mempakan terjemahan dari "memenuhi" (Memenuhi apa saja yang
kau minta). Ungkapan yang berterima dalam bahasa Inggris untuk mengungkapkan gagasan
tersebut adalah "Do anything you ask me to do" Contoh lain dari kesalahan ini adalah, "... (I)
qfered to you", yang seharusnya ". .. offered you". Kesalahan lain yang berhubungan dengan
penggunaan kata depan ini juga muncul dalam kalimat, "You're so angry to me, so I'm always
wrong to you". Penggunaan kata depan dalam bahasa Inggris sudah diatur sedemikian mpa,
jiaitu kata "angry" seharusnya diikuti kata "with" bila diikuti oleh orang, atau diikuti "to" bila
diikuti dengan kata benda bukan orang. Kata "wrong" seharusnya diikuti kata "jbr". Jadi, ka-
limat yang benar adalah "You 're so angry 1vit11me, so I'm always wrong for you".
Kesalahan lain juga disebabkan adanya perbedaan konsep kata sandang atau article
antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris, kata benda tertentu
n~embutuhkanarticle sedangkan dalanl bahasa Indonesia article tidak perlu.
Kesalahan dalam memahami penggunaan article menjadi kesalahan yang muncul dalam
film CBOP. Kalimat "so, you 're in group discussion, huh?" seharusnya "so, you 're in a group
discussion, huh?'', dan kalimat "...means study of forms" sehamsnya "...means the study of
forms".
Kesalahan seperti ini wajar terjadi karena penutur mentransfer aturan B1 ke dalam B2.
Misalnya kalimat "Perempuan itu adalah pemimpin yang tangguh" sudah cukup jelas tanpa
hams melengkapinya "Perempuan itu adalah seoranppemimpin yang tangguh ". Jika kalimat
tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, article hams dimasukkan dalam kalimat itu,
"She is a tough leader". Menerjemahkan kalimat bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris
kata perkata juga tampak dalarn teks film CBOP sehingga menjadi bahasa Inggris yang
janggal karena tidak melihat makna kalimat secara keseluruhan. Contohnya adalah "Lecture's
finislrefl yang dalam bahasa Indonesia berarti "Kuliah selesai". "Kuliah" diterjemahkan men-
jadi "lecture" dan "selesai" diterjemahkan '@ished". Makna dari kalimat tersebut yang lebih
'terdengar' bahasa Inggris adalah "lecture is over" atau Class is over .... Frase "Diana the
pretty" yang artinya "Diana si cantik" seharusnya diganti dengan "the pretty Diana". Jika
menggunakan koma, frase bisa juga menjadi, "Diann, the pretty. Contoh yang terakhir adalah
kalimat "...you deserve to get if' (Indonesia: kamu berhak untuk mendapatkannya)
seharusnya, "...you deserve it" karena kata "deserve" sudah berarti berhak mendapatkan
sesuatu, jadi kata "to get" tidak perlu digunakan.
Ujaran-ujaran dalam dialog CBOP banyak yang seperti hasil terjemahan bahasa
Indonesia ke dalam bahasa Inggris. Memang menerjemahkan sebenarnya bertujuan untuk
mereproduksi pesan, namun bukan kesamaan kata perkata antara ungkapan dalam B1 ke
dalam B2 (Nida & Taber dalam Taryadi: 2003). Penerjemahan tiap kata menyebabkan
terbentuknya kalimat dalam bahasa Inggris yang amat terdengar bahasa Indonesia-terjemahan
yang berbau terjemahan, yang lazim disebut translationeese.
Fitriyah, Muthmainnah dun Mukminatien, Kesalahan Berbahasa Inggris 2 1

Pada kenyataannya, tahap awal ketika seseorang belajar B2 ditandai oleh banyaknya
interlingual errors atau interferensi dari B1. Interferensi didefinisikan oleh Spolsky (1998:49)
sebagai, "a feature of one language appearing when speaking or writing another" (fitur suatu
bahasa yang muncul saat seseorang berbicara dengan bahasa lain). Interferensi bisa terjadi
karena adanya language contact, yaitu pertemuan dua bahasa pada seorang bilingual. Pada
tahap awal seseorang belajar B2, sistem atau aturan dari B2 belum terkuasai dengan baik,
sehingga pembelajar cenderung menggunakan sistem atau aturan B1 -yang sudah dikuasai
dengan baik (Dulay et al., 1981). Yang melakukan kesalahan jenis ini adalah seorang
dominant bilingual, yaitu seorang bilingual yang kemampuan Blnya lebih dominan daripada
B2nya.

Kesalahan Intralingual
Dalam film CBOP juga ditemukan kesalahan intralingual. Kesalahan intralingual tampak
dalam kalimat "Have you seen Robin lately? yang dijawab dengan, I haven't seen him"
Konstruksi kalimat tanya dan jawaban yang diberikan dalam kalimat di atas bila dilihat
terpisah memang benar. Namun, jawaban yang diberikan tidak tepat jika dilihat dari sudut
maknanya. Kalimat tersebut berarti "Apakah kamu lihat Robin akhir-akhir ini? Aku belum
bertemu dia". Jawaban pendek bisa No, I haven't. Jadi, kalimat "I haven't seen him" tidak
tepat sebagai jawaban pertanyaan tersebut.
Bahasa Inggris juga mempunyai aturan parallel structure. Dua kata atau frase
digabungkan dengan menggunakan kata penghubung (conjuction). Azar (1999:348) menye-
butkan bahwa, "One use of conjuction is to connect words or phrases that have the same
grammatical fuction in a sentence". Dua kata atau frase yang dihubungkan dengan kata
penghubung (conjuction) hams mempunyai fungsi gramatikal dalam kedudukan yang sama.
Kata benda harus dihubungkan juga dengan kata benda, dan kata kerja harus dihubungkan
dengan kata kerja. Aturan parallel structure yang tidak tepat penggunaannya adalah
"
...unsconcious and can 't remember.. .". Kata "unconscious" adalah kata sifat, sedangkan
"can't remember" merupakan frase verba. Dua kata atau dua frase yang dihubungkan oleh
kata penghubung "and' seharusnya sejenis, atau paralel. Jadi ujaran yang berterima adalah
"...became unsconcious and remembered nothing" karena keduanya adalah frase verba.
Kalimat yang tidak mengikuti aturan parallel structure lainnya adalah, "When will you
stop lying.to your self and denied that ..." yang seharusnya "When will you stop lying to
yourselfand (stop) denying that ..." agar keduanya sama-sama berbentuk gerund setelah kata
kerja stop.
Kesalahan intralingual lainnya adalah kesalahan penggunaan aturan tenses. Waktu yang
berbeda menggunakan tense yang berbeda pula. Kalimat yang seharusnya menggunakan pre-
sent tense adalah "...he only wanted to...", "The wind ... blew not too haraP', "How dare you
tried to ..." yang menggambarkan situasi yang terjadi saat mereka berbicara, tapi semua kali-
mat diucapkan dalampast tense.
Kesalahan lain yang berhubungan dengan aturan tense adalah kesalahan penggunaan
konstruksi future tense. Future tense biasanya diindikasikan dengan modal. Setelah modal
kata kerja yang mengikutinya harus dalam bentuk dasar. Kesalahan terjadi pada, "I'm gonna
seeing someone else", yang seharusnya "I'm gonna see someone else "... we'll made it" seha-
rusnya we 'I1 ntake i f . Selain itu, meskipunfirture tense juga bisa diekspresikan dengan meng-
gunakan present progressive tense (Azar, 1999:57), penggunaan present progressive tense
dalam kalimat "I think you are getting out of here tomorrow" tidak tepat jika dilihat dari
maknanya. Kalimat tersebut bukan menunjukkan future tetapi bermaksud mengijinkan seseo-
rang untuk meninggalkan tempat, jadi yang benar adalah "I think you can get out of here to-
morrow".
Bahasa Inggris mengenal suatu aturan yang dinamakan subject-verb agreement. Aturan
ini mengatur hubungan antara pokok kalimat (subject) dalam suatu kalimat dengan kata kerja
22 BAHASA DAN SENI, Tahun 35, Nomor I, Februari 2007

yang mengikutinya. Jika pokok kalimatnya kata benda tunggal, maka kata kerjanya h m s
sesuai dengan pokok kalimat tunggal. Jika pokok kalimatnya dalam bentuk jamak, maka kata
kerjanya juga harus sesuai dengan pokok kalimat bentuk jamak. Dalam film CBOP terdapat
kalimat "Both means...". Kalimat ini mempunyai pokok kalimat berbentuk jamak yang
ditunjukkan oleh kata "both" yang artnya "keduanya". Namun pembelajar menganggap
tunggal, karena tidak ada penanda jamak -s, kata kerja yang mengikuti pokok kalimat jamak
tersebut salah; yaitu dalam bentuk tunggal. Kalimat tersebut seharusnya direvisi menjadi
"Both mean ...". Kalimat lain yang melanggar aturan ini adalah "Another definitions of
morphology is..." yang seharusnya tidak ada penanda jamak s setelah definition.
Pemain film CBOP juga banyak membuat kesalahan dalam kalimat yang menggunakan
phrasal verb. Hornby dalam Oxford Advanced Learner's Dictionary (2000) mendefinisikan
phrasal verb sebagai, "verbs that consist oftwo, or sometimes three words. Thefirst word is a
verb and it is followed by an adverb or a preposition or both. These adverbs or preposition
are calledparticles". Phrasal verb menimbulkan kesulitan bagi yang mempelajarinya karena
pembelajar B2 harus bisa menggabungkan kata kerja dengan kata depan atau partikel yang te-
pat. Jika terjadi kesalahan dalam penggabungan dan penggunaan partikel atau kata depan,
maka makna yang terkandung juga tidak sesuai dengan yang diinginkan, misalnya "call" dan
"up" dalam salah satu ujaran pemain film CBOP,". .. He was calling up her name like that".
Dalam konteks cerita, m a h ~ ayang diinginkan dari pembicara dalam menggunakan phrasal
verb tersebut adalah "memanggil-manggil namanya berulangkali". Kalimat tersebut seharus-
nya ". .. He was calling her name like that repeatedly".
Penggunaan phrasal verb lain yang tidak tepat adalah "...work it out ..." Makna se-
benarnya dari work it out adalah "to calculate something " Dalam konteks cerita makna yang
dimaksudkan pembicara sebenarnya "bekerjasama", jadi mestinya ... work together. Phrasal
verb "running up" bermakna "to raise something" digunakan secara salah untuk menunjukkan
makna "hampir atau telah habis" dalam kalimat "Time is running up ". Phrasal verb yang
sehmsnya digunakan dalam kalimat itu adalah "Time is up"., tidak perlu dengan kata kerja
"run ".

Kesalahan dalam kategori intralingual lainnya adalah penggunaan too dan either.
Diana : "Ehm, still don 't have sofar, And you?"
Johny : "Me too."

Jawaban yang diberikan oleh Johny merupakan kesalahan pembentukan konsep aturan
dalam paralelisme jawaban persamaan. Dalam kalimat positif, kata "too" digunakan untuk
memberikan jawaban paralel persamaan. Kalimat negatif menggunakan kata "either" atau
"neither" untuk memberikan jawaban paralel persamaan. Jadi, jawaban paralel persamaan un-
tuk kalimat "Ehm still don't have so far" adalah "Me either" atau "I don't either".
Bahasa Inggris mengenal aturan khusus yang mengatur kata benda yang dapat
menerangkan kata benda lainnya (noun as modifier). Azar (1999:105) menyebutkan bahwa,
"When a noun used as a mod$er is combined with a number expression, the noun is singu-
lar". Gabungan kata "4 discs Independent Film" menggunakan konstruksi yang salah. Kata "4
discs" berfungsi menerangkan kata "Independent Film", jadi kata "discs" seharusnya dalam
bentuk tunggal walaupun menunjukkan kuantitas. Gabungan kata yang benar adalah "4-disc
Independent Film".
Bahasa Inggris juga mempunyai aturan yang cukup rumit tentang konstruksi kalimat
pengandaian (conditional sentences). Kalimat "She'll be bored ifshe saw you again" meng-
gunakan konstruksi kalimat pengandaian yang salah. Seharusnya kalimat tersebut adalah
"She 'll be bored ifshe sees yoz: again". Kalimat lain yang tidak mengikuti aturan conditional
sentence adalah "lf only there were no such a person like Joni, you can get Diana", yaitu
menjadi "ifonly there were no such aperson like Joni, you couldget Diana".
Fitriyah, Muthmainnah dun Mukminatien, Kesalahan Berbahasa Inggris 23

Dalam bahasa Inggris, jika klausa pengandaiannya dalam bentuk present tense maka
klausa yang mengikutinya menggunakan konstruksi simple future, jika klausa pengan-
daiannya dalam bentuk past tense maka klausa yang mengikutinya menggunakan modal
dalam bentuk past, dan jika klausa pengandaiannya dalam bentuk past perfect, maka klausa
yang mengikutinya menggunakan modal dalam bentuk past berkonstruksi future perfect tense
(Azar, 1999:413).
Rumitnya aturan gramatika bahasa Inggris menyebabkan kesalahan pembelajar dalam
menggunakannya. Sujiyati (1995:23) menyebutkan, "Once learners have begun to acquire
part of the new system, more and more intralingual transfer generalization within the target
language is manijiested". Hal ini menyebabkan kesalahan terjadi dalam B2 itu sendiri yang
tidak ada kaitannya dengan B1. Kesalahan seperti ini disebut juga developmental errors
(Richards dalam Hamers & Blanc, 1987:225). Menurutnya, terjadinya developmental errors,
disebabkan oleh overgeneralization, ignorance of rule restriction, inconzplete application of
the rules, dan developing false concepts about L2. Namun untuk menentukan sebab-sebab ter-
jadinya kesalahan tidaklah mudah karena menuntut penelitian yang lebih dalam tentang ber-
bagai kesalahan, dengan pencarian data yang lebih dari satu kasus agar peneliti dapat mem-
buat kesimpulan pasti tentang sebab yang menimbulkan kesalahan tersebut.

Kesalahahan Konteks Sosiolingustik


Kesalahan yang timbul akibat kekurangpahaman konteks sosiolinguistik dalam berkomu-
nikasi menimbulkan kesalahpahaman makna yang dalam berkomunikasi (Hamers &
Blanc,1987:230). Dalam film CBOP ditemukan percakapan "You don't have any girlfriend
any more, do you?" dan jawaban yang diberikan adalah "Yes, I don't" yang bermaksud men-
giyakan (setuju dengan) kalimat tanya negatif tersebut. Seharusnya jawaban yang diberikan
adalah "No, I don't" jika ingin menyetujui kalimat tanya negatif tersebut.
Kesalahan dalam contoh di atas adalah tidaksesuainya cara mitra tutur dalam menjawab
menurut aturan menjawab sebuah pertanyaan negatif dalam B2. Gunarwan (1994) meng-
golongkan fenomena ini dalam area sosiopragmatik. Dari sudut pandang sosiolinguistik, ba-
hasa mengandung berbagai macarn variasi sosial yang tidak dapat dipecahkan hanya dengan
teori struktural, sedangkan pragmatik lebih berkaitan dengan cara-cara menafsirkan tuturan
sebuah ujaran pada berbagai situasi tutur. Kesalahan pada contoh tersebut mungkin disebab-
kan oleh kenyataan bahwa bahasa Indonesia tidak mempertimbangkan kalimat tanya yang
mendahului, jika seseorang ingin merespon. Jika setuju, digunakan jawaban "ya", jika tidak
setuju, dijawab dengan "tidak" tanpa melihat kalimat tanya sebelumnya negatif atau positif.
Misalnya ada pertanyaan " Kamu tidak masuk ya kemarin?", maka jawaban yang diberikan
bila menyetujui pertanyaan itu adalah "Ya, (saya tidak masuk kemarin karena ..... " Jika ingin
menolak, jawaban yang diberikan adalah "Tidak, saya masuk kok kemarin". Jawaban yang
diberikan seperti bertentangan, "Ya, saya tidak masuk kemarin", "Tidak, saya masuk
kemarin". Dalam konteks yang sama, bentuk jawaban yang diberikan dalam bahasa Indonesia
berbeda dengan jawaban dalam bahasa Inggris. Dalam kalimat tanya negatif di atas, jika ingin
menyetujui, jawaban yang diberikan adalah "tidalZ' dan jika ingin menolak, jawaban yang
diberikan adalah "ya ". Misalnya, dalam kalimat tanya "You didn 't go to school yesterday, did
you?". Jika orang yang diajak bicara memang tidak masuk sekolah, maka jawaban menyetujui
yang diberikan adalah "No, I didn't (go to school yesterday"), namun jika menolak, maka
jawaban yang diberikan adalah "Yes, I did (go school yesterday"). Jawaban yang diberikan
tidak boleh bertentangan seperti dalam bahasa Indonesia. Jadi tidak mungkin jawabannya -
"No, I went to school yesterday" untuk menolak, "Yes, I didn 't go to school yesterday" untuk
menyetujui.
Kesalahan lain tampak dalam penggunaan kata right pada Don't tell Wina, right? Makna
yang diinginkan dalam kalimat tersebut sebenarnya "Jangan bilang pada Wina ya! atau
"jangan bilang pada Diana, OK? ". Penutur menyamakan konsep makna "right" dan "okay"
24 BAHASA DAN SENI, Tahun 35, Nomor I, Februari 2007

dalam bahasa Inggris, karena kedua kata tersebut mempunyai makna yang hampir sama jika
tidak digabung dengan kata lain. Jadi kalimat tersebut seharusnya diubah menjadi "Don't tell
Wina, okay!" Dalam bahasa Inggris, kata "right" yang digunakan dalam kalimat di atas
mungkin dianggap sama seperti dalam kalimat, ''Yoz~should be there, right?", yang artinya,
"Kamu seharusnya di sana, bukan? ".
Kesalahan-kesalahan penggunaan bahasa Inggris oleh mahasiswa Jurusan Sastra Inggris
dalam dialog CBOP mernpakan bukti proses perkembangan B2. Brown (1987:164) menyata-
kan bahwa, "human learning is fundamentally a process that involves the making of mis-
takes". Jadi, munculnya kesalahan dalam proses menguasai suatu bahasa adalah sebuah ha1
yang alami. Kadang-kadang kesalahan terjadi pada pemilihan kosa kata. Seperti yang diung-
kapkan Webster dalam Hook (1975:253) tentang pembentukan kosakata baru yang berbeda
dengan kosakata dalam bahasa aslinya, "his counh.ymen were obliged to modzh the language
to suit the novelty of the circumstances, geographical andpolitical, in which they areplace8'.
Jadi sangat mungkin kosa kata B2 diadopsi atau dipahami secara kurang tepat seperti dalam
penggunaan right? yang mungkin maksudnya allright yang maknanya sama dengan 0.K yang
bisa digunakan sebagai ganti kaya ya dalam kalimat "Jangan bilang Diana, ya!

KESIMPULAN
Dalam film CBOP, kesalahan yang muncul menunjukkan interferensi B1 yang disebut
interlingual errorrs dan kesalahan intralingual yang tidak terkait dengan B1 melainkan
memang proses perkembangan yang terkait dengan karakteristik B2 itu sendiri. Kesalahan
yang ketiga yaitu konteks sosiolinguistik dalam komunikasi juga nluncul dalam dialog film.
Berdasarkan temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajar B2 ini berada pada
kompetensi transisional yang ditandai dengan adanya kesalahan-kesalahan yang menunjukkan
perkembangan (developmental errors).
Ditinjau dari tingkat kompetensi B2nya, mereka belum menunjukkan bukti sebagai
balanced bilingual atau proficient bilingual karena masih banyaknya kesalahan-kesalahan
pada B2nya. Akan tetapi untuk menentukan mereka sebagai bilingual tingkat yang mana juga
tidak mudah. Di satu sisi, mereka belum bisa dikelompokkan dalam proficient bilingual,
namun di sisi lain, mereka juga tidak tepat jika dikategorikan sebagai dominant bilingual
karena dominant bilingual menunjukkan keterbatasan kompetensi B2 yang ditandai dengan
dominannya B1. Dalam ha1 ini kompetensi B2 mereka juga tidak dapat dikategorikan terbatas,
karena dari segi gramatika kesalahan-kesalahan yang muncul tidak menyebabkan makna yang
disampaikan menjadi banyak terganggu. Singkatnya, dalam kontinum kompetensi berbahasa,
mereka berada pada level menuju proficient bilingual atau di antara partial bilingual dan
proficient bilingual.
Berdasarkan temuan dan kesimpulan tersebut, disarankan bahwa pembelajaran B2 di
Jurusan Sastra Inggris memberikan banyak latihan menggunakan bahasa dalam peristiwa
komunikasi yang "nyata" agar dapat diketahui tingkat kompetensi mereka dalam struktur
bahasanya maupun sosiopragmatiknya. Dengan demikian dapat diantisipasi fitur mana yang
perlu ditambahkan dalam kelas keterampilan berbahasa terutama kelas Speaking Selain itu,
tugas-tugas mandiri perlu dioptimalkan agar pembelajar mendapat kesempatan untuk mencari
cara yang sesuai untuk meningkatkan kompetensi mereka.
Dalam ha1 analisis kesalahan (error analysis), masih perlu adanya penelitian lebih lanjut
dengan data yang lebih banyak, subyek yang lebih has, fokus yang berbeda, dan waktu yang
lebih lama, dan mencakup variabel yang tidak hanya terkait dengan kompetensi berbahasa
penutur saja. Kompetensi pragmatik perlu diteliti sebagai fokus utama dalam penelitian lain.
Penggunaan pendekatan sosiopragmatik dalam analisis wacana akan memberikan masukan
yang sangat membantu pengajar dalam mempertimbangkan aspek-aspek penting dalam
berkomunikasi dengan B2 yang perlu dikembangkan.
Fitriyah, Muthmainnah dun Mukminatien, Kesalahan Berbahasa Inggris 25

DAFTAR RUJUIUN
Azar, B. S. 1999. Understanding and Using English Grammar (edisi ketiga). United States of
America: Mary Jane Peluso.
Brown, H. D. 1987. Principles of Language Learning and Teaching. Engle Cliffs, New Jer-
sey: Prentice Hall, Inc.
Corder, S P. 1975. "The Significance of Learner's Error". Errors Analysis. Ed. Jack Richards.
London: Longman Group Limited.
Dulay, H; Burt, M; and Krashen, S.D. 1982. Language Two. Oxford: Oxford University
Press.
Ellis, R. 1986. Understanding Second Language Acquisition. Oxford: Oxford University
Press.
Gunarwan, A. 1994. Kesantunan Negatif di Kalangan Dwibahasawan Indonesia-Jawa di
jakarta. Kajian Sosiopragmatik. Dalam Punvo, Kaswanti (Ed). PELLBA 7, 1994 : 81-
121.
Hamers, F. J. & Blanc, H. A. M. 1987. Bilingualiiy and Bilingualism. Cambridge: Cambridge
University Press.
Hook, J. N. 1975. History ofthe English Language. New York: The Ronald Press Company.
Hornby, A. S. 2000. Oxford Advanced Learner S Dictionary (edisi keenam). New York: Ox-
ford University Press.
Krashen, S.D. 1981. Second Language Acquisition and Second Language Learning. Oxford:
Oxford University Press.
Kamaruddin, 1989. Kedwibahasaan dun Pendidikan Dwibahasa (Pengantar). Jakarta: Depar-
temen Pendidikan dan Kebudayaan.
Renan, S. 1967. An Introduction to The American Underground Film. New York: E. P. Dut-
ton & Co., Inc.
Spolsky, B. 1998. Sociolinguistics. Hongkong: Oxford University Press.
Subiyati, M. 1989. Analisis beberapa Temuan Kesalahan Struktural Bahasa Inggris. Jurnal
Bahasa dun Seni. 19(2): ha1 47-56.
Sujiyati. 1995. Errors Analysis of Diction in Compisitions of English Speaking Learners of
Indonesian Language at IKIP Malang in 1994- 1995. Skripsi tidak diterbitkan. Malang:
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP MALANG.
Taryadi, A. 2003. Kritik Terjemahan di Indonesia, (Online), (htt~://www.kom~as.
com/kompas-cetakl03 11/05/Bentara/657197.htm, diakses 12 Mei 2005).

Anda mungkin juga menyukai