Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia adalah sebuah bangsa dengan lebih dari 180 juta konsumen.

Apapun jenis peker jaan dan status sosial kita, dimanapun kita tinggal dan berapapun

usia kita, kita semua adalah konsumen. Walaupun kebutuhan dan keinginan setiap

konsumen dalah berbeda, tetapi semua konsumen melakukan hal yang sama yaitu

konsumsi barang dan jasa. Kesamaan kegiatan yang dilakukan ini membawa

implikasi bahwa semua konsumen memiliki kepentingan yang sama.

Setiap konsumen mendambakan memperoleh hak-haknya dengan layak,

memiliki bargaining power yang sama tatkala melakukan transaksi dengan produsen.

Setiap konsumen menginginkan suatu pasar yang diatur dengan prinsip-prinsip,

peraturan dan serta suatu itikad baik dari semua unsur yang terlibat didalammnya

baik produsen, pemerintah maupun konsumen itu sendiri. Konsumen memerlukan

suatu pasar dimana dia bisa membedakan yang baik dari yangburuk. Seringkali

terjadi ketegangan antara konsumen dengan produsen karena mereka memiliki

kepentingan yang berbeda. Konsumen menginginkan dapat memperoleh barang dan

jasa dengan sebaik-baiknya, sementara produsen menginginkan memperoleh untung

yang sebanyak – banyaknya agar is tetap bertahan dalam usahanya. Salah satu sumber

ketegangan ini adalah makanan dan minuman yang merupakan kebutuhan pokok

konsumen. Bagi sebagian besar konsumen di Indonesia, mereka mencurahkan uang

dan waktunya yang cukup, besar untuk melakukan transaksi dan konsumsi makanan

1
dan minuman. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa makanan dan minuman

mempunyai arti yang sangat penting dalam perspektif konsumen.

B. TUJUAN

Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk menambah wawasan tentang betapa

pentingnya keamanan makanan dan minuman bagi konsumen.

2
BAB II

TINAJAUAN PUSTAKA

A. Makanan sebagai indikator kesejahteraan konsumen

Selama berpuluh-puluh tahun para ahli psikologi berusaha untuk

mengklasifikasikan berbagai macam kebutuhan manusia. Salah satu persamaan yang

menonjol diantara daftar kebutuhan tersebut adalah ditempatkannya kebutuhan

fisiologis sebagai peringkat pertama dari kebutuhan manusia. Salah satu konsep

kebutuhan yang sangat terkenal diajukan oleh Abraham H. Maslow. Menurut

Maslow, manusia mengorganisasikan kebutuhan sedemikian rupa sehingga terdapat

prioritas clan hirarki kepentingan. Menurut teori ini, terdapat lima peringkat

kebutuhan manusia:

(1) Fisiologis, dasar-dasar kelangsungan hidup, kebutuhan makanan, minuman clan

lainnya;

(2) Keamanan: berkenaan dengan kelangsungan hidup fisik

(3) Interaksi manusia: Cinta, kebutuhan untuk dicintai clan mencintai

(4) Afiliasi: Kebutuhan untuk diterima oleh orang lain clan menjacli orang yang

penting bagi orang lain.

(5) Aktualisai diri: Kebutuhan untuk mengembangkan kebebasan dalam ekspresi diri

Selanjutnya menurut teori ini, setiap kebutuhan dari peringkat yang lebih

tinggi akan tidak nampak sebelum tingkat yang lebih rendah terpenuhi. Berclasarkan

teori ini, ticlaklah mengherankan bahwa terpenuhinya kebutuhan fisiologis konsumen

3
yaitu makanan dan minuman merupakan merupakan salah satu indikator yang sangat

penting bagi kesejahteraan konsumen.

Para ekonom juga menggunakan unsur makanan clan minuman namun dengan

instrumen yang berbeda dalam menganalisis kesejahteraan konsumen. Para ekonom

menggunakan pengeluaran untuk makanan dan minuman sebagai indikator untuk

melihat kesejahteraan konsumen.

Engel's Law adalah teori klasik dalam ilmu ekonomi yang menyatakan

hubungan antara pengeluaran untuk makanan/minuman dengan kesejahteraan

konsumen. Teori ini secara sederhana menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat

pendapatan konsumen, maka semakin kecil proporsi pendapatan yang dikeluarkan

untuk membeli makanan dan minuman. Secara ringkas teori menekankan bahwa

kesejahteraan konsumen dapat dilihat dari seberapa besar pendapatan mereka yang

dikeluarkan untuk konsumsi makanan dan minuman.

Sumarwan (1993) menggunakan data SUSENAS 1984 dan 1990 untuk

menganalisis pola konsumsi dari konsumen rumah tangga di Indonesia. Dia

menyimpulkan bahwa selama kurun waktu 1984 dan 1990, lebih dari 50%

pengeluaran konsumen rumah tangga adalah untuk makanan. Ini berlaku baik untuk

di perkotaan maupun di pedesaan. Ini berarti sebagian besar dari konsumen rumah

tangga masih bergelut untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.

4
B. Praktek – Praktek Penjualan Yang Merugikan Konsumen

Semua konsumen di dunia menyukai makan. Konsumen di Amerika

menghabiskan seperempat pendapatannya untuk makan di rumah maupun restoran.

Konsumen Indonesia bahkan menghabiskan lebih dari setengah pendapatannya untuk

makan. Bagi konsumen Indonesia, makanan mempunyai arti sosial, ekonomi, dan

religius yang sangat penting. Namun demikian sebagian konsumen Indonesia masih

ada yang mengalami kurang makan dan kurang gizi. Masalah lain yang dihadapi

adalah Pasar Makanan (food marketplace). Konsumen seringkali menjadi fihak yang

dirugikan manakala berhadapan dengan produsen karena begitu kuatnya posisi

produsen dan begitu lemahnya posisi konsumen. Garman (1991) menyebutkan

beberapa praktek penjualan yang merugikan konsumen (dimodifikasi dan ditambah

sesuai kondisi Indonesia):

1. Manipulasi Harga. Konsumen di Indonesia seringkali mendapatkan kenaikan

harga pangan yang tiba-tiba manakala terjadi kenaikan gaji pegawai negri atau

manakala menghadapi harikari raga. Seringkali permainan harga ini juga karena

spekulasi dari para pedagang.

2. Promosi Pengurangan Harga yang tidak benar. Seringkali pedagang

memberikan potongan harga seolah-olah harga telah dikurangi, padahal kenyataannya

harga masih tetap seperti semula.

3. Biaya kemasan. Biaya kemasan meningkatkan harga makanan, biaya ini

bisamencapai 11percent dari harga makanan. Seringkah produsen membuat berbagai

5
rupa kemasan menarik agar konsumen tertarik untuk membeli produk, yang bagi

konsumen merupakan hal yang berlebihlebihan.

4. Shortweighting and slackfilling. Shortwighting adalah berat makanan yang

sebenarnya adalah lebih kecil dari berat yang tertera pada label kemasan. Slackfilling

adalah suatu impresi yang diberikan oleh kemasan yang seolah-olah produk yang

terisi penuh, padahal kenyataannya tidak penuh, yaitu terdapatnya ruang kosong yang

tidak berguna dalam kemasan.

5. Penempatan Produk yang Mentah atau Rusak. Konsumen seringkali begitu

cepat tergiur untuk membeli buah-buahan yang tampak matang pada bagian atas

kemasan. Tetapi begitu tiba di rumah kita kecewa, karena sebagian besar buah-

buahan yang kita beli belum matang atau bahkan rusak. Ini tidak terlihat karena para

pedagang menempatkannya pada bagian bawah kontainer.

6. Manipulasi Timbangan. Para pedagang seringkali melakukan berbagai macam

modifikasi pada alas timbang, sehingga makanan yang dibeli beratnya tampak lebih

lebih besar dari yang sebenarnya.

7. Pemberian Harga yang Ganjil Restaurant Fast Food dan Supermarket wring

mencantumkan harga yang ganjil misalnya harga sepotong ayam goreng Rp 2999

atau Rp 4508 atau sebungkus snack Rp 975. Manakala kita membayar dan

memperoleh kembalian, yang kita dapatkan bukan kembalian sebesar Rp 1 atau 92

atau Rp 25, tetapi adalah sepotong permen. Bayangkan berapa keuntungan pedagang

apabila 2000 orang konsumen dirugikan setiap harinya.

6
8. Tanggal Kadaluarsa. Konsumen menghadapi resiko yang angat besar dalam

mengkonsumsi makanan atau minuman, karena masih banyaknya produk-produk

makanan yang tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa. Produsen seharusnya

mencantumkan salah satu alternatif tanggal berikut: Pull date (tanggal produk harus

sudah terjual), expiration date (tanggal produk harus sudah dikonsumsi).

C. Pemberian Informasi Yang Mengelabui Konsumen

Salah satu kegiatan produsen yang sangat merugikan konsumen adalah

pemberian informasi yang mengelabui (deceptive information). Secara sepintas,

informasi yang disampaikan terasa benar, namun apabila diamati secara teliti akan

terbukti bahwa informasi tersebut seringkali tidak benar, tidak logis, dan tanpa

mendasar. Informasi seperti inilah yang disebut dengan informasi yang mengelabui

(deceptive information). Masalahnya tidak semua konsumen mampu menilai apakah

suatu informasi itu benar atau mengelabui.

Iklan pada media masa serta label pada produk adalah sarana yang sering

digunakan untuk menyampaikan informasi mengenai atribut makanan dan minuman

pada konsumen. Dari keduanya, Mana yang mempunyai jangkauan yang lebih luas

kepada konsumen. Konsumen seringkali lebih tertarik memperhatikan dibandingkan

membaca label yang ada pada kemasan produk. Iklan bukan Baja berfungsi untuk

mengkomunikasikan berbagai atribut makanan dan minuman, tetapi juga berfungsi

untuk membujuk konsumen sehingga mau membeli barang tersebut. Iklan seringkali

dipakai sebagai sarana untuk menyampaikan informasi yang mengelabui.

7
Iklan melalui televisi tidak dapat disangkal lagi mempunyai dampak yang sangat

besar bagi konsumen karena sifatnya yang audiovisual serta jangkauannya yang

sangat luas. Tidaklah mengeherankan jika praktek-praktek pemberian informasi yang

mengelabui ini banyak dilakukan melalui televisi.

Pada prinsipnya ada empat jenis informasi yang mengelabui, yaitu: objective

klaim, subjective claim, the claim with two meanings, dan Unsubstantiated Claim.

Klaim atau Pernyataanyang objective adalah suatu informasi yang diberikan kepada

konsumen tentang karakteristik suatu produk. Kebenaran dari informasi ini dapat

dibuktikan kebenarannya melalui pengujian atau dibandingkan dengan standar yang

telah ada. Misalnya, produk-produk air kemasan wring mempunyai label yang

menyatakan bahwa sumber air yang digunakan berasal dari mata air pegunungan.

Pada kenyataannya banyak dari produk tersebut menggunakan air PAM sebagai

bahan bakunya. Ada juga air kemasan yang menamakan diri sebagai air mineral.

Secara sepintas konsumen akan beranggapan bahwa air ini tentu mengandung zat-zat

mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Ternyata berdasarkan hasil pengujian,

kandungan air mineral tersebut sama saja dengan air biasa. Produk makanan atau

minyak goreng seringkali diberi label "Bebas Kolesterol", apakah benar produk

tersebut bebas dari kolesterol Label yang terbukti tidak benar tentu akan merugikan

konsumen. YLKI pernah mengadakan pengujian terhadap kemurnian dan zat-zat

yang terkandung dalam sans tomat berbagai merek . salah satu produk tersebut hanya

mengandung tomat antara 2,35 sampai 2,66 persen.

8
Bentuk kedua dari informasi yang mengelabui adalah klaim atau pernyataan

yang subjektif. Informasi seperti ini sukar dibuktikan kebenarannya bukan karena

ketidak cukupan pengetahuan tetapi kriteria yang akan digunakan bersifat sangat

subjektif sehingga sukar diukur secara objektif. Misalnya, iklan susu atau minuman

pembangkit gairah belajar yang dapat meningkatkan prestasi atau meningkatkan

kegairahan bekerja. Misalnya produk-produk kosmetika seperti pasta gigi, deodoran

yang mengiklankan bahwa produk-produk ini akan mempercantik, memperindah atau

meningkatkan rasa percaya diri konsumen. Bagi sebagian besar konsumen, iklan

seperti ini mungkin tidak dihiraukan. Namun pernyataan yang menggunakan "ter"

dalam iklan dapat dibuktikan ketidak benarannya. Komisi Perdagangan (Federal

Trade Commission) pemerintah AS, misalnya, pernah melarang iklan perusahaan

helm. Karena di dalam iklannya menggunakan kata-kata "yang terbaik dan teraman".

Etika iklanpun menyebutkan bahwa "Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata

seperti ter, paling, nomor satu dan sejenisnya tanpa menjelaskan dalam bidang apa

keunggulan itu.

Bentuk ketiga dari informasi yang mengelabui adalah Klaim atau pernyataan

yang mengandung dua arti, sebagian benar clan sebagian salah. Misalnya mengenai

telur yang menyatakan bahwa "telur tidak berbahaya clan sumber gizi yang

dibutuhkan oleh tubuh". Adalah benar bahwa telur merupakan sumber gizi yang baik,

namun pernyataan telur berbahaya adalah mengelabui. Karena bagi beberapa

golongan konsumen dengan penyakit tertetentu, telur belum tentu sumber makanan

yang baik. Pemerintah Amerika pernah melarang kata yang berbunyi "Tidak ada

9
bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa makan telur akan meningkatkan resiko sakit

jantung". Produk susu wring diberi label "Tinggi kandungan Kalsium", label seperti

ini akan menyesatkan konsumen, karena seharusnya produsen memberi tambahan

informasi kepada konsumen bahwa produk susu juga mengandung saturated fat clan

kolesterol.

Sehingga informasi ini dapat dijadikan masukan bagi konsumen untuk menilai

bahaya resiko sakit jantung clan osteoporosis.

Bentuk keempat dari informasi yang mengelabui adalah pernyataan yang tidak

mempunyai dasar, tidak di dukung oleh logika. Misalnya produk kecantikan yang

menyatakan bisa menghilangkan kerut-kerut wajah. Contoh lain adalah kendaraan

yang menggambarkan mobil tanpa roda yang dapat berjalan, Bahkan susu dengan

kulit sapi yang bergambar coklat atau strawberry. Iklan-iklan seperti ini bukan saja

menyampaikan informasi yang tidak benar tetapi juga mengelabui konsumen dengan

pernyataan-pernyataan yang tidak masuk akal dan tidak mendasar.

Iklan-iklan yang mengandung informasi yang mengelabui tersebar luas

melalui televisi dan media cetak lainnya tanpa adanya kontrol dari fihak yang

berwenang karena tidak adanya mekanisme dan peraturan yang berlaku. Selama ini

arus informasi berjalan sepihak dari produsen. Tampaknya produsen mempunyai

kesempatan yang seluas-luasnya untuk merancangberbagai dengan versinya,

memberikan impian indah dan janji-janji yang muluk tentang produk dan jasa kepada

konsumen. Bahkan praktek-praktek pemberian informasi yang mengelabui ini seolah-

olah telah menjadi etika bisnis pengusaha. Mr. Albert Z Carr, seorang mantan

10
pengusaha di Amerika, mengatakan bahwa pemberian informasi yang mengelabui

telah menjadi kebiasaan pengusaha. Sebagian besar para eksekutif perusahaan

melakukan beberapa bentuk pemberian informasi yang mengelabui ketika melakukan

negosiasi dengan dengan konsumen, dealer, serikat buruh, pejabat pemerintah,

bahkan dengan rekan usahanya. Praktek- praktek seperti ini dilakukan dengan sadar

dengan memberikan pernyataan-pernyataan yang tidak benar, menyembunyikan

fakta, atau melebih-lebihkan sesuatu. Praktek-praktek pemberian informasi yang

mengelabui melalui iklan dan promosi bukanlah hal yang aneh di Amerika seperti

dikemukakan oleh Ralph Nader, tokoh pergerakan konsumen di negri paman Sam ini.

Bersama Aileen Cowan dalam salah satu studinya, mereka mendapatkan 68 buah

iklan yang mengandung unsur informasi yang mengelabui konsumen. Untuk

membuktikan kebenaran temuannya tersebut, mereka berkirim Surat kepada 58

perusahaan yang bertanggung jawab atau yang memproduksi barang-barang yang

dipromosikan tersebut.

Dalam suratnya tersebut, Ralph Nader meminta perusahaan untuk

memberikan buktibukti ilmiah yang mendukung kebenaran informasi yang

disampaikan iklan barang-barang tersebut. Hanya 3 dari 58 perusahaan yang

memberikan bukti-bukti ilmiah tentang kebenaran informasi iklan tersebut. Sebagian

besar perusahaan tidak memberikan jawaban, menolak memberikan bukti ilmiah, atau

hanya memberikan janji-janji saja. Dan 15 perusahaan mengakul bahwa informasi

yang disampaikan melalui iklan adalah misleading. Semakin banyaknya produk-

produk makanan yang memberikan informasi mengelabui melalaui labelnya telah

11
mendorong DPR AS untuk mengeluarkan undang-undang barn mengenai Label

Makanan pada tahun 1990. Undang-undang ini akan berlaku secara efektif pada

tanggal 5 Desember 1993.

Misalnya, selama ini produk-produk makanan dalam labelnya wring

mencantumkan "FAT FREE" (Bebas lemak), karena produsen tabu bahwa konsumen

sangat tabu untuk mengkonsumsi lemak yang berlebihan. Informasi ini dianggap

informasi yang mengelabui dan menyesatkan konsumen, karena pada kenyataannya

makanan tersebut masih mengandung lemak. walaupun dengan kadar yang lebih

kecil. Berclasarkan Unclang-undang Label yang barn, maka produsen harus

mencantumkan dengan angka berapa persen kandungan lemak, serta kandungan zat-

zat gizi lainnya. Dan juga tidak diperbolehkan lagi menggunakan kata-kata lebih

kecil, lebih benar, tidak mengandung, bebas lemak serta kata-kata subjektif lainnya.

Iklan telah menjadi media yang efektif bagi produsen untuk memperkenalkan produk

clan membujuk konsumen untuk membelinya. Tidaklah mengherankan jika biaya

menempati prioritas yang sangat penting dari sebuah perusahaan. Adalah hak

produsen untuk memasang, namun bukan berarti produsen berhak untuk memberikan

informasi yang mengelabui kepada konsumen. Produsenpun harus menyadari bahwa

konsumenpun berhak memperoleh informasi yang benar. Hal ini berarti bahwa

produsen harus megikuti etika yang baik dalam menyampaikan informasi.

Iklan seharusnya menjadi alas bagi perusahaan untuk melakukan kompetisi.

Perusahaan dengan produk yang baik dan murah seharusnya menggambarkan

12
produknya dengan jujur kepada konsumen sehingga dapat meningkatkan volume

penjualannya dan keuntungannya.

Iklan adalah media yang sangat vital pads sistem ekonomi pasar yang

berclasarkan persaingan yang sehat. Pada kenyataannya, tidak memberikan informasi

yang dapat menyebabkan konsumen dapat memilih antara produk dan harga murah.

Man hanya memberikan informasi, yang menyesatkan dan tidak menggambarkan

produk yang sebenarnya sehingga membingungkan konsumen. Produsen tidak

memberikan fakta-fakta bagi konsumen untuk melakukan pilihan yang benar.

Sebaliknya, banyak yang mengarahkan konsumen untuk membeli barang yang buruk

atau produk yang sama dengan harga yang lebih mahal. Persaingan bebas di pasar

telah berganti menjadi persaingan di dalam Man. Produsen lebih suka menghabiskan

biaya puluhan bahkan ratusan juta rupiah untuk Man yang mengelabui daripada untuk

memperbaiki mutu produk atau menurunkan harga produk. Hasilnya adalah

eksploitasi terhadap konsumen dan penyimpangan dari persaingan yang sehat.

Konsumen membutuhkan informasi, karena informasi mempunyai berbagai

fungsi bagi konsumen. Informasi membantu konsumen untuk mengambil keputusan

dengan rasional dan efisien sehingga konsumen dapat menggunakan sumberdayanya

dengan baik. Informasi juga bisa mengurangi resiko dan ketidak pastian. Konsumen

yang mempunyai informasi akan mudah melakukan kebebasan memilih, yang berarti

dia bisa menggunakan haknya untuk memilih. Dengan informasi sarat yang

dimilikinya, konsumen akan memiliki posisi yang seimbang dengan produsen dalam

melakukan transaksi. Konsumen bukan sekedar membutuhkan informasi, tetapi

13
informasi yang benar. Informasi yang salah bukan saja akan berakibat fatal bagi

konsumen dalam mengambil keputusan tetapi juga akan menghilangkan kepercayaan

konsumen kepada produsen.

Kebutuhan informasi semakin penting pada era industrialisai ini karena

konsumen dihadapkan kepada beragam produk makanan dan minuman dengan

puluhan merk. Agar konsumen dapat memilih produk dengan tepat clan sesuai

dengan harapannya maka konsumen membutuhkan informasi yang benar. Walaupun

konsumen berhak memperoleh informasi yang benar, namun bukan berarti bahwa hak

tersebut akan diterima dengan mudah oleh konsumen.

Seperti halnya hak-hak azasi manusia yang harus diperjuangkan untuk

mendapatkannya. Demikian juga dengan hak-hak konsumen. Konsumen dituntut

untuk bersikap kritis dalam menerima informasi, jangan mudah mempercayai setiap

informasi yang diterimanya. Jika sikap kritis seperti ini terns dilatih oleh konsumen,

maka konsumen akan memiliki kemampuan untuk menilai apakah suatu informasi

tersebut bersifat mengelabui atau dapat dipercaya.

D. Makanan Yang Aman bagi Konsumen

Kasus-kasus berikut menggambarkan betapa besarnya resiko yang senantiasa

dihadapi konsumen dalam mengkonsumsi makanan.

1. Bulan November 1988, 54 orang murid SD di Bekasi harus masuk rumah sakit

karena keracunan makanan jajanan yang mereka beli di sekolahnya. Pada bulan yang

sama, 30 orang di Tanggerang di rumah skitkan karena usai menyantap makanan

yang disajikan dalam suatu kenduri.

14
2. Tahun 1984, seorang gadis cilik Dewi Mulyani meninggal dunia akibat makan

pisang sale. Hasil pengecekan YLKI menunjukkan bahwa kemasan pisang sale

tersebut terbuat dari karton bekas kemasan insektisida. ini sesuai dengan visum

dokter bahwa Dewi meninggal karena keracunan insektisida yang tertelan bersama

pisang sale.

3. Konsumen di Jawa Tengah sudah berulang kah dirugikan oleh produsen tempe

bongkrek karena banyaknya konsumen yang keracunan akibat mengkonsumsi tempe

tersebut.

4. April 1994, beberapa orang keracunan mie instant di Sumatra Selatan, bahkan

beberapa diantaranya meninggal dunia.

5. Daftar kasus akan semakin panjang apabila kasus yang menimpa konsumen

dilaporkan kepada yang berwenang atau tercatat oleh media masa.

Kasus-kasus diatas menggambarkan betapa rentan konsumen terhadap

keselamatan jiwanya. Dalam posisi seperti ini, pihak yang paling banyak dirugikan

adalah konsumen. Dan ironisnya lagi, penyelesaian kasus ini seringkali tidak pernah

tuntas. Jawaban dari pihak produsen biasanya adalah membantah. Bantahan ini

bukanlah jawaban yang bisa memecahkan masalah, bahkan menambah buruk citra

produsen dimata konsumen. Bahkan pihak pemerintahpun tidak bisa berbuat banyak

menghadapi para produsen ini. Lalu kepada siapa konsumen harus memperjuangkan

hak-haknya? Tampaknya pertanyaan ini sukar untuk dijawab dalam waktu yang

sesingkat ini.

15
Pada masa yang akan datang, penyediaan pangan dan gizi bagi penduduk

bukan lagi monopoli sektor pertanian. la merupakan proses yang kompleks dan

melibatkan banyak fihak termasuk didalamnya beragamnya industri makanan.

Tumbuhnya industri makanan dengan berbagai macam produknya menjadikan

industri makanan mempunyai peranan yang sangat penting dalam penyediaan

makanan bagi masyarakat. Dengan berhasilnya di bidang pertanian dan semakin

tumbuhnya industri makanan akan menyebabkan aspek quantitas makanan bukan lagi

masalah bagi masyarakat sebagai konsumen terbesar dari makanan tersebut. Ini

berarti bahwa pusat perhatian bukan lagi ditujukan kepada tanaman atau ternak

sebagai somber makanan, tetapi perhatian akan terpusat kepada zat-zat kimia yang

digunakan oleh industri makanan dalam proses pembuatan makanan tersebut. Karena

ini akan sangat berkaitan eras dengan kesehatan dan keselamatan konsumen. Standard

yang bagaimana harus ditetapkan oleh pemerintah, baik dilihat dari sudut gizi

maupun aman bagi kesehatan konsumen. Bagaimanakah penggunaan radiasi dan

bentuk-bentuk pengolahan pangan yang senantiasa terns ditemukan akan

mempengaruhi kualitas makanan merupakan pertanyaan yang sangat penting. Dengan

demikian kualitas makanan merupakan pusat perhatian yang sangat penting bagi

konsumen pada masa yang akan datang.

Konsumen memiliki kemampuan yang terbatas dalam mengumpulkan dan

mengolah informasi tentang makanan yang dikonsumsinya sehingga mereka

mempunyai keterbatasan dalam menilai makanan dan menghindari resiko dari

produk-produk makanan yang tidak bermutu dan tidak aman bagi kesehatannya.

16
Karena itu konsumen memerlukan bimbingan dan perlindungan dari semua fihak

yang terlibat dalam proses penyediaan makanan, terutama dari pemerintah dan fihak

legislatif.

Sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa angka kematian bagi, angka

harapan hidup merupakan dua dimensi terukur dari kualitas hidup. Pada kenyataanya

kualitas hidup mempunyai dimensi yang sangat lugs dan termasuk di dalamnya

dimensi yang tidak terukur. Kebebasan mengeluarkan pendapat/pikiran, memperoleh

persamaan hak dalam segala hal, memperoleh rasa aman dan perlindungan

merupakan dimensi-dimensi yang tak terukur, dan merupakan indikator yang sangat

penting bagi kualitas hidup manusia. Dalam kaitannya dengan makanan dan gizi,

maka perlindungan konsumen terhadap produk-produk yang tidak bermutu, tidak

aman bagi kesehatan, persaingan pasar yang ketat dari industri makanan sehingga

merugikan konsumen merupakan hal-hal yang sangat penting bagi penentu kualitas

hidup manusia Indonesia pada masa yang akan datang

E. Dampak Negatif Industri Makanan bagi Konsumen

Makanan bukan saja kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan

kelangsungan hidupnya, namun makanan merupakan masukan yang sangat penting

untuk membangun manusia agar mempunyai fisik yang sehat, mempunyai nalar yang

tinggi, serta mempunyai jiwa yang kokoh dan moral yang baik. Karena makanan

merupakan kebutuhan utama manusia, maka setiap individu dari semua kelompok

umur: balita, anak-anak, remaja, dewasa dan orang tua merupakan konsumen yang

terbesar dari makanan. Konsumen bukan saja menginginkan tersedianya makanan

17
dalam jumlah yang cukup dengan berbagai bentuknya di pasar sehingga mereka dapat

melakukan seleksi sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi lebih dari itu, konsumen juga

membutuhkan makanan dengan kualitas-kualitas tertentu yang memenuhi standard

mereka. Pada masa yang akan datang, perhatian konsumen terhadap kualitas makanan

ini akan semakin besar, wiring dengan meningkatnya pendidikan yang diikuti dengan

selera yang semakin tinggi, serta didukung oleh berhasilnya produksi pertanian.

Sehingga kuantitas makanan bukan lagi menjadi masalah bagi konsumen.

Perkembangan teknologi pengolahan pangan, di satu fihak memang membawa

hal-hal yang positif seperti: peningkatan pengawasan mutu, perbaikan sanitasi,

standardisasi pengepakan dan labeling serta grading. Namun disisi lain teknologi

pangan akan menyebabkan semakin tumbuhnya kekhawatiran semakin tinggi resiko

tidak aman bagi makanan yang dikonsumsi. Teknologi pangan telah mampu membuat

makanan-makanan sintetis yang mempunyai rasa seperti aslinya. Teknologi juga

menciptakan berbagai macam zat pengawet makanan, zat-zat additives (zat pewarna

atau memperindah bentuk) serta zat-zat flavor (untuk kegurihan, kelezatan dan

kehalusan makanan). Zat-zat kimia tersebut merupakan zat-zat yang ditambahkan

pada proses pengolahan makanan yang tidak bisa dihindarkan oleh industri makanan

karma untuk kepentingan pengawetan, keindahan, kelembutan dan kelezatan.

Sebagian zat-zat kimia tersebut mempunyai dampak yang tidak aman bagi kesehatan

dalam jangka panjang, dan sebagian lagi belum diketahui pengaruhnya. Demikian

pula pertanian modern tidak akan terlepas dari penggunaan pestisida dan pupuk

sebagai salah satu cara meningkatkan produksi pangan, menyebabkan semakin

18
tingginya resiko terdapat residu pestisida dan pupuk pada produk-produk pertanian.

Banyak produkproduk pertanian dikonsumsi dalam bentuknya yang mentah (tanpa

melalui pengolahan di industri makanan) seperti sayuran dan buah-buahan.

Terhindarnya produk-produk semacam ini dari kontaminasi mikrobiologi menjadi

sangat penting bagi keamanan konsumen. Sayuran dan buah-buahan bisa

terkontaminasi oleh tanah dan oleh limbah manusia dan hewan. Kontaminasi bisa

muncul saat limbah manusia atau hewan tersebut dijadikan sebagai pupuk atau

manakala air yang tercemar digunakan untuk mengairi kebun-kebun. Produk-produk

perikanan adalah media yang potensial bagi mikroorganisme yang menyebabkan

berbagai penyakit pada tubuh manusia. Ikan bisa berfungsi sebagai media pembawa

penyakit dari lingkungannya atau dari tempat-tempat yang terkontaminasi kepada

tubuh manusia. Produk-produk peternakan tidak terlepas dari resiko pembawa zat-zat

yang berbahaya bagi tubuh manusia. Karma peternakan modern dengan produksinya

yang berlipat ganda tidak bisa menghindari dari penggunaan obat-obatan. Residu

obat-obatan pada produkproduk peternakan inilah yang mengandung resiko yang

tinggi bagi kesehatan manusia. Pada masa yang akan datang, dengan semakin

tumbuhnya industri makanan dan bervariasinya produk-produk makanan, masalah

mutu makanan akan semakin kompleks. Persaingan antar industri makanan dengan

menggunakan iklan-iklannya yang lebih menekankan merek dagang berupaya untuk

membujuk bahkan cenderung untuk menipu konsumen akan memperparah keadaan.

Tanga adanya peraturan yang ketat dan pelaksanaan peraturan tersebut dengan baik di

bidang makanan dan periklanan, akan menyebabkan kerugian yang serius bagi

19
konsumen. Industri makanan akan lebih senang menghabiskan sebagian besar

dananya untuk dalam rangka menghadapi saingan dari pada memperhatikan mutu

dan keamanan makanan bagi konsumen. Ini akan menyebabkan konsumen harus

menanggung harga-harga yang lebih tinggi atau bingung menghadapi pilihan yang

semakin banyak. Karena keterbatasan pengetahuannya atau kemampuan yang terbatas

dalam memperoleh informasi, konsumen seringkali beranggapan bahwa harga yang

tinggi adalah identik dengan mutu yang lebih tinggi. Padahal harga yang tinggi tidak

selamanya berarti mutu yang tinggi. Di Indonesia beredar 10 merek dagang makanan

bayi(sebagian dari produk tersebut adalah impor), yang berharga dari Rp 2000.00

sampai Rp 7000.00, sedangkan di Amerika hanya beredar 3 merek dagang. Jadi bisa

kita bayangkan bagaimana sulitnya seorang konsumen di Indonesia harus memilih

satu dari 10 pilihan. Bagi golongan ekonomi lemah, mereka akan memilih harga yang

murah yang mampu mereka beli. Golongan ini mungkin lebih menitik beratkan pada

harga yang terjangkau dari pada pertimbangan lainnya. Namun apakah produk yang

murah tersebut termasuk bermutu dan aman merupakan pertanyaan yang sangat

penting. Bagi golongan ekonomi yang lebih tinggi yang memilih harga yang tinggi

atau memilih produk impor juga menjadi perhatian, karena apakah produk impor

tersebut sesuai atau tidak bagi kondisi di Indonesia.

20
BAB III

PEMBAHASAN

A. Masalah Kualitas Makanan Di Indonesia

James E. Post (1982) menguraikan dua masalah konsumen yang terdapat di

negaranegara berkembang. Pertama, beredarnya produk-produk makanan impor

secara bebas padahal di negara pengimpornya (negara industri), produk-produk

tersebut sudah dilarang diperjual belikan. Masalah yang kedua berkaitan dengan

konsep pemasaran yang keliru, yaitu konsumen di negara-negara berkembang dibujuk

bahkan dipaksa melalui berbagai macam dan kemudahan peraturan pemasaran untuk

mengkonsumsi produk-produk makanan negara-negara industri. Produk-produk

makanan ini belum tentu cocok bagi kondisi sosial ekonomi negara- negara

berkembang

Masalah pertama yang disebutkan Post (1982) mengingatkan kita pada

beberapa kejadian di tanah air beberapa tahun yang lalu. Pada saat itu konsumen

banyak sekali dirugikan oleh produk-produk impor, seperti susu kaleng yang sudah

kadaluarsa masih saja diperjual belikan. Produk-produk tersebut sudah terkontaminasi

oleh zat-zat yang membahayakan kesehatan. Tampaknya kemudahan peraturan

pemasaran dimanfaatkan oleh sebagian pengusaha untuk menjadikan tanah air

sebagai tempat pembuangan produk-produk yang sudah menjadi sampah di negara

asalnya.

21
Banyaknya beredar produk-produk makanan impor seperti pada kasus 10

merek makanan bagi di Indonesia merupakan gambaran dari dari masalah kedua di

negara-negara berkembang sebagaimana diungkapkan oleh Post (1982). Konsumen

Indonesia dihadapkan kepada berbagai pilihan produk makanan impor yang belum

tentu cocok bagi kondisi sosial ekonomi mereka atau produk itu sendiri belum tentu

cocok bagi kondisi fisik konsumen Indonesia. Konsumen Indonesia tampaknya

banyak yang belum menyadari bahwa mereka merupakan objek yang bisa dirugikan

oleh persaingan industri makanan yang membanjiri pasar Indonesia.

Sudah bukan rahasia lagi bagi kalangan produsen maupun para ahli teknologi

makanan bahwa masih banyak beredar produk-produk makanan yang menggunakan

zat pewarna yang berbahaya seperti zat pewarna tekstil. Banyak produsen makanan

yang senang menggunakan zat pewarna ini karena pertimbangan ekonomis.

Berkembangnya industri tekstil di Indonesia menyebabkan harga zat pewarna tekstil

itu menjadi murah dan disalah gunakan pemanfaatannya oleh kalangan produsen

makanan.

Produk tahu juga tidak terlepas dari zat-zat yang berbahaya, janganlah heran

apabila kembali ke tanah air, menjumpai tahu dengan bau yang khas yaitu bau

formalin. Masih banyak produsen tahu yang menggunakan formalin sebagai zat

pengawetnya. Padahal zat ini sangat berbahaya bagi kesehatan. Penduduk Jakarta

adalah konsumen terbesar dari produk tempe. Kurang lebih 8 ton tempe dikonsumsi

setiap hari. Tidaklah mengherankan apabila mereka kaget ketika media massa

melaporkan bahwa tempe tersebut dibuat dengan menggunakan air kali. Sepanjang

22
kali Grogol (Jakarta Barat) sudah terkenal merupakan daerah penghasil tempe yang

sangat produktif. Kali Grogol memberikan keuntungan ekonomis bag] pengusaha

karena kali itu menyediakan air dengan gratis.Padahal kali itu adalah tempat

pembuangan berbagal limbah balk manusia, hewan maupun industri. Kasus tempe ini

juga tidak ada penyelesaiannya. Rupanya konsumen tidak menyadari akan bahaya

jangka panjang yang akan dihadapinya.

Sampai saat ini hanya sedikit sekali reaksi keras yang muncul dari konsumen

terhadap produk-produk makanan yang merugikan tersebut. Mungkin ini disebabkan

konsumen tidak mempunyai informasi yang cukup untuk mengetahui produk-produk

yang membahayakan tersebut. Walaupun konsumen mempunyai informasi yang

cukup namun apabila mereka tidak mempunyai kesadaran untuk melakukan reaksi

terhadap hak-haknya yang terlanggar, hal ini juga menyebabkan produsen makanan

semakin mengabaikan keselamatan konsumen. Namun tampaknya informasi yang

kurang inilah menjadi salah satu faktor penting yang menyebabkan konsumen tidak

menyadari akan banyaknya produk-produk yang membahayakan. Informasi yang

kurang menyebabkan konsumen tidak mampu menilai makanan dan melakukan'

,reaksi terhadap produk-produk yang tidak aman bagi mereka.

B. Hak – Hak Konsumen

Masyarakat pernah dihebohkan dengan makanan bercampur lemak babi pada,

yang menyebabkan keresahan sosial dan menyibukkan aparat pemerintah serta

menyebabkan kerugian bagi beberapa produsen makanan adalah salah satu contoh

bagaimana informasi telah menggerakkan konsumen untuk melakukan reaksi

23
terhadap produk-produk makanan yang dicurigainya tidak aman bagi konsumen.

Heboh ini bermula darl tersebar luasnya sebuah laporan survey DR Tr] Susanto,

seorang staf pengajar Jurusan Teknologi Pangan Universitas, Brawijaya. Laporan ini

menyebutkan beberapa produk makanan yang diduga mengandung lemak babi.

Akibatnya, sebagian besar masyarakat yang merupakan konsumen terbesar darl

produk-produk tersebut merasa resah karena merasa ditipu dan dirugikan oleh

produsen makanan tersebut, mereka menganggap telah mengkonsumsi produk yang

seharusnya dihindari. Reaksi dari masyarakat semakin bermunculan, apalagi ini

menyangkut terkontaminasmya keyakinan/keimanan dari sebagian konsumen. Bagi

Indonesia yang terdiri dari multi agama, hal-hal yang menyangkut tidak adanya

penghormatan kepada keyakinan penduduk merupakan masalah yang sensitif dan

sumber yang potential bagi pergolakan sosial dan ekonomi Berita politik.

Salah satu bentuk reaksi yang merugikan pihak produsen adalah konsumen

menghentikan pembelian produk-produk makanan yang dicurigai terkontaminasi itu

untuk beberapa saat beberapa hari setelah tersiarnya produk-produk yang

terkontaminasi zat-zat yang diharamkan oleh ummat Islam itu, penjualan beberapa

produk yang dicurigai tersebut turun beberapa persen. Penjualan Indomie turun

sebesar 20-30 persen, Kecap ABC turun sebesar 40-50 persen, Kecap Bango turun 20

persen. Nestle dengan berbagai produknya hanya mampu menjual 24 persen dari

penjualan yang normal.

Kejadian di atas seharusnya memberikan arti yang sangat penting bagi

produsen makanan dan pemerintah yaitu tentang harus diperhatikan dan dihormatinya

24
hak-hak konsumen. Sebagai produsen, mereka harus mempertimbangkan hak-hak

konsumen dalam melakukan kebijaksanaan produksinya. Juga pemerintah harus lebih

memahami lagi hak-hak konsumen dalam menyusun kebijaksanaan dan peraturan-

peraturan bagi industri makanan. Bagi Konsumen, kejadian di atas juga mempunyai

arti yang sangat berharga. Konsumen seharusnya senantiasa harus waspada terhadap

produk-produk yang dikonsumsinya, mereka harus sudah membiasakan melakukan

penilaian terhadap produk-produk makanan tersebut.

C. Hak untuk memperoleh informasi

Walaupun heboh itu menimpa segolongan konsumen (yang beragama Islam),

namun memberikan arti yang universal terhadap pergerakkan konsumen. Yaitu

konsumen menginginkan informasi yang terbuka clan jelas, dengan kata lain

konsumen mempunyai hak untuk memperoleh informasi yang sejelas-jelasnya (the

right to be informed). Konsumen memerlukan beberapa informasi penting tentang

produk-produk yang akan dikonsumsinya. Tersedianya informasi ini akan sangat

membantu pengambilan keputusan oleh konsumen. Informasi ini akan mengurangi

biaya dan resiko yang akan ditanggung oleh konsumen Seorang konsumen yang

rasional akan melakukan pengumpulan dan pengolahan informasi tentang produk-

produk makanan yang akan dipilihnya, apakah sesuai atau tidak dengan standard atau

nilai yang dimilikinya. Kenyataan yang ada, produk-produk yang tersebar tidak

mempunyai label yang cukup memuaskan yang memberikan informasi yang lengkap

tentang kandungan za zat pembentuknya. Tanga adanya informasi ini, adalah suatu

hal yang wajar apabila konsumen menjadi ragu terhadap produk-produk tersebut clan

25
lalu meninggalkannya. Laporan survey tersebut pada akhirnya memperkuat keraguan

konsumen terhadap produk produk tersebut. Produk tanpa label yang baik sebenarnya

sudah merupakan gambaran produk yang meragukan bagi konsumen. Karena

konsumen ticlak bisa menilai produk-produk tersebut. Heboh itu juga

mengungkapkan suatu masalah yang mendasar, yaitu tentang tingkah laku produsen

makanan. Selama ini banyak produsen makanan tidak cukup, perduli menghargai

keyakinan konsumen. Hak untuk memperoleh penghargaan terhadap keyakinan

merupakan hak yang mendasar dari semua manusia, tidak perduli dia beragama apa

atau bangsa apa. Ini berarti bahwa dalam cluma usaha, semua konsumen memiliki

hak untuk dihargai keyakinannya sebagai salah satu dimensi kualitas hidupnya yang

sangat berharga. Apalagi dalam konteks negara Indonesia dengan multi agama dan

multi etnis, bahkan undang-undangnya pun menyebutkan Baling menghargai,

seharusnya produsen memperhatikan dan menghargai hak-hak konsumen yang

mendasar ini. Penghargaan itu bisa dilakukan dengan pemberian informasi yang

benar, jujur dan sejelas-jelasnya kepada konsumen tentang produk-produk makanan

yang dijualnya. Sehingga Seorang vegetarian yakin bahwa dia ticlak mengkonsumsi

makanan yang berasal dari hewan. advent pun akan merasa berbahagia karena dia

bisa menghindari makanan-makanan yang dilarangnya. Dan seorang muslim merasa

aman karena menunya tidak terkontaminasi oleh zat-zat yang berasal dari babi.

D. Hak untuk Memperoleh Rasa Aman

Hak berikutnya dari konsumen adalah Hak untuk memperoleh rasa aman (the right to

26
be safety). Konsumen bukan saja membutuhkan makanan dalam jumlah yang cukup,

tetapi dia juga membutuhkan makanan dengan kualitas-kualitas tertentu yang

memenuhi standard dan nilai yang ia miliki. Bagi Konsumen yang beragama Yahudi,

Islam, Hindu, Sikh atau Kristen Advent, makanan bukan hanya sekedar kumpulan

zat-zat kimia, mineral atau berbagai vitamin yang diperlukan untuk kelangsungan

hidupnya. Bagi mereka, kualitas makanan merupakan simbol dari kualitas hidupnya.

Dengan demikian makanan yang tidak memenuhi standard mereka merupakan

makanan yang tidak aman bagi kualitas hidup mereka. The right to be safety adalah

hak yang universal yang dimiliki oleh semua konsumen. Ini berarti bahwa produk

produk makanan tersebut haruslah aman bagi jiwa dan jasmani konsumen. Makanan

yang dikonsumsi harus aman bagi kesehatan konsumen. Produk makanan yang aman

berarti ia memenuhi standard kesehatan, sanitasi dan gizi yang modern. Makanan

yang aman berarti ia tidak mengandung zat-zat yang membahayakan tubuh manusia.

Makanan yang aman adalah makanan yang tidak terkontaminasi oleh bakteri atau zat-

zat kimia yang secara potential membahayakan manusia dalam jangka pendek

maupun jangka panjang.

E. Hak untuk Didengarkan

Kita tidak menginginkan heboh dalam bentuknya yang lain akan terjadi dimasa

datang. Karena kita menyadari bahwa heboh yang lalu memberikan pengalaman yang

pahit. Biaya yang timbul terlalu besar bagi sebuah negara yang sedang berkembang

yang memerlukan stabilitas sosial politik untuk jalannya pembangunan. Kita pun

tidak menginginkan jatuhnya kembali korban-korban akibat produk makanan impor

27
yang sudah kadaluarsa. Ataupun korban akibat terkontaminasinya produk oleh

bakteri, penggunaan zat pewarna. Karena itu yang lalu agar tidak terulang dan yang

barupun tidak akan muncul, maka The right to be heard dari konsumen harus mulai

diperhatikan dan dijadikan masukan yang penting bagi kebijaksanaan pembangunan

di masa yang akan datang.

The right to be heard dari konsumen adalah konsumen memerlukan

perlindungan yang lebih kongkrit dari pemerintah dan lembaga legislatif terhadap

produk-produk makanan yang tidak bermutu dan membahayakan. Perlindungan

konsumen ini haruslah mempunyai kepastian hukum dan dasar hukum, sehingga

apabila terjadi pelanggaran oleh produsen, konsumen dapat menuntut pelanggar

hukum tersebut ke depan meja hijau.

Konsumen mempunyai peranan yang dominan dalam memutuskan makanan

yang akan dikonsumsinya, namun karena berbagai faktor, tidak semua konsumen

mampu menilai mutu makanan yang akan dipilihnya. Karena itu peranan pemerintah

sangat penting untuk melindungi konsumen dari berbagai produk makanan yang

berbahaya, serta melindungi konsumen dari praktek-praktek industri yang tidak

bertanggung jawab.

F. Undang-undang tentang Bahan Makanan

Pada dasawarsa yang akan datang, industri makanan akan semakin kompleks.

Penemuan zat-zat kimia untuk kebutuhan industri makanan akan semakin beragam.

Bagaimanakah pengaruh zat-zat kimia in bagi kualitas makanan dan kesehatan

konsumen merupakan pertanyaan yang sangat penting. Karena itu pemerintah harus

28
mengevaluasi kembali peraturan-peraturannya di bidang makanan saat ini, agar

diketahui mana yang tidak berlaku kembali, mana yang kurang dan mana yang tidak

berjalan. Pemerintah perlu menyusun kembali peraturan-peraturannya untuk

kebutuhan mendatang sebagai salah satu cara yang baik untuk melindungi konsumen

dan memajukan industri makanan.

Perlindungan terhadap konsumen bukan datang hanya dari pemerintah, tetapi

juga harus datang dari pihak legislatif sebagai lembaga tertinggi yang mempunyai

wewenang membuat undang-undang. Untuk kepentingan masa yang akan datang

sudah saatnya lembaga legislatif memikirkan untuk membuat undang-undang bahan

makanan, yang mengatur pemakaian, produksi, penjualan bahan dan

penyalahgunaannya. Dengan adanya undang-undang ini, aturan permainan ini akan

semakin jelas dan mempunyai dasar hukum yang kuat. Dengan adanya undangundang

ini, industri makanan mempunyai tanggung jawab moral untuk mentaatinya.

Demikian pula pihak yang berwenang mempunyai dasar hukum yang jelas untuk

memberikan sangsi bagi yang melanggarnya. Sampai saat ini apabila terjadi

pelanggaran oleh produsen makanan, tidak diketahui dengan pasti lembaga apa yang

bertanggung jawab untuk menanganinya. Kepolisian tidak pernah turut campur

urusan pelanggaran industri makanan, demikian pula kejaksaan tidak pernah berminat

untuk menyeret pelaku tempe bongkrek (padahal jelas-jelas meminta korban).

Bahkan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Depkes tidak punya wewenang untuk

memberikan sangsi bagi yang melanggar peraturan-peraturannya. Ketika kasus babi

muncul, Depkes dan Depag Baling melempar tanggung jawab tentang siapa yang

29
harus memeriksa kehalalan dari produk makanan. Andaikan kasus babi tidak muncul,

sampai saat ini mungkin kita tidak mengetahui alangkah lemahnya lembaga yang ada

dalam melindungi konsumen.

Walaupun berbagai hukum, perundang-undangan dan peraturan mengenai

makanan telah dikeluarkan, berbagai macam lembaga didirikan untuk melindungi

konsumen; namun tanggung jawab utama dalam memilih dan menentukan makanan

di pasar sepenuhnya terletak pada konsumen. Konsumen tetaplah harus

memperhatikan hak-haknya, mencari informasi, mengolah informasi dan melakukan

penilaian terhadap mutu makanan yang dipilihnya. Ini berarti bahwa konsumen di

masa yang akan datang harus lebih berhati-hati, lebih jeli, teliti dan pintar dalam

mengambil keputusan agar tidak dirugikan oleh persaingan yang ketat dari para

produsen makanan.

G. PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM ISLAM

Perlindungan atas Konsumen merupakan hal yang sangat penting dalam hukum

Islam.Islam melihat sebuah perlindungan konsumen bukan sebagai hubungan

keperdataan semata melainkan menyangkut kepentingan publik secara luas, bahkan

menyangkut hubungan antara manusia dengan Allah SWT. Dalam konsep hukum

Islam perlindungan atas tubuh berkait dengan hubungan vertikal (Manusia dengan

Allah) dan horizontal (Sesama manusia).

Dalam Islam melindungi manusia dan juga masyarakat sudah merupakan

kewajiban negara sehingga melindungi konsumen atas barang-barang yang sesuai

dengan kaidah Islam harus diperhatikan.

30
Telaah atas perlindungan konsumen muslim atas produk barang dan jasa menjadi

sangat penting setidaknya disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: Pertama, bahwa

konsumen Indonesia mayoritas merupakan konsumen beragama Islam yang sudah

selayaknya mendapatkan perlindungan atas segala jenis produk barang dan dan jasa

yang sesuai dengan kaidah-kaidah dalam hukum Islam. Berdasarkan hal tersebut,

maka masyarakat Islam (Konsumen Muslim) harus mendapatkan perlindungan atas

kualitas mutu barang dan jasa serta tingkat kehalalan suatu barang dan jasa yang

ditawarkan oleh pelaku usaha. Pertanyaan yang muncul adalah sejauhmanakah

tingkat pemahaman serta kepedulian masyarakat atas hak mereka untuk mendapatkan

barang yang baik dari segi fisik dan juga halal? Kedua, bahwa Pemerintah Indonesia

sudah harus melakukan upaya aktif untuk melindungi konsumen-konsumen yang

mayoritas beragama Islam. Perlindungan konsumen merupakan hak warga negara

yang pada sisi lain merupakan kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya

khususnya atas produk yang halal dan baik. Bagaiamanakah peran negara untuk

melindungi masyarakat muslim di Indonesia untuk mendapatkan kualitas fisik barang

serta kehalalan barang tersebut?Perintah Allah untuk mengkonsumsi makanan yang

halal dan baik telah terdapat dalam Quran Surah Al-Baqarah (2) ayat 168:

         
       

31
"Wahai manusia makanlah dari makanan yang halal dan baik yang terdapat di bumi,

dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan. Sungguh setan itu adalah

musuh yang nyata bagimu"

Berdasarkan ayat tersebut di atas, maka terdapat garis hukum, yaitu: pertama,

bahwa perintah ditujukan bagi manusia, tidak saja kaum muslim kedua, bahwa

manusia diwajibkan memakan makanan yang halal dan baik ketiga, bahwa menolak

perintah untuk memakan makan yang halal-dan baik berarti telah mengikuti langkah-

langkah seta yang merupakan musuh utama manusia.

Konsep makanan berdasarkan ayat itu tidak sekedar halal, baik dari cara

memperolehnya, mengolahnya, hingga menyajikannya. Tetapi makanan juga harus

baik, baik secara fisik yang diharapkan tidak mengganggu kesehatan yang

mengkonsumsinya. Yang menarik adalah bahwa konsep makanan juga berkait

dengan nilai ketuhanan, bahwa ketika kita menolak memakan makanan yang halal

dan baik, maka Allah menganggap telah mengikuti jejak langkah setan, padahal setan

adalah musuh nyata manusia. Lalu bagaimanakah makanan yang halal dalam Islam?

Allah menyatakan tentang kehalalan pangan tertuang dalam Quran Surah Al

Maidah (5) ayat 3:

32
      
      
         
         
        
       
          
    

"Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi, hewan yang disembelih
bukan atas nama Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan
yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan diharamkan
pula yang disembelih untuk berhala..."

Berdasarkan ayat tersebut maka dapat kita klasifikasikan atas segi fisik

hewan, meliputi: bangkai, darah, dan daging babi. Serta klasifikasi atas cara atau

proses, meliputi: hewan yang disembelih bukan atas nama Allah, hewan yang

tercekik, hewan dipukul, hewan yang jatuh, hewan yang ditanduk dan hewan

diterkam binatang buas. Selain itu juga perlu diperhatikan aspek tujuan pelaksanaan

konsumsi, yaitu dilarangnya mengkonsumsi panganan yang ditujukan untuk berhala.

Secara fisik hewan: bangkai, darah, dan daging babi merupakan zat yang secara tegas

diharamkan. Zat pangan yang halal akan menjadi haram jika proses serta tujuan

konsumsi tidak sesuai dengan norma hukum yang tertuang dalam Surah Al-Maidah

ayat 3 ini.

33
Permasalahan yang menarik untuk dikaji secara mendalam adalah sejauh

mana pemahaman masyarakat Islam Indonesia atas hak mereka untuk mendapatkan

makanan yang halal dan baik? Apakah sertifikasi makanan yang telah dilakukan oleh

MUI telah menyentuh hingga masyarakat pedagang kaki lima? Menarik untuk dikaji

secara mendalam adalah berkaitan pula dengan peranan negara untuk melindungi

masyarakat muslim dalam kaitan dengan hak-hak konsumen. Undang-undang

Perlindungan Konsumen di Indonesia masih belum menyentuh permasalahan ini,

mengingat fokus masih terbatas pada sisi fisik barang serta jasa dan masih belum

menyentuh pada kehalalan. Tingkat kehalalan rupanya diatur oleh lembaga tersendiri

yaitu POM MUI padahal sesungguhnya ini merupakan hal yang harus terintegrasi.

Konsumen Muslim yang sangat besar di Indonesia seharusnya menjadi perhatian

utama pemerintah membentuk sebuah lembaga perlindungan konsumen muslim.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Konsumen memiliki hak-hak yang harus dilindungi termasuk hak untuk tidak

dibihongi, tidak ditipu, hak untk didengar , hak untk mendapatkan informasi, dan

34
hak untk mendapat perlindungan atas prouk makanan dan minuman, agar para

konsumen terhindar dari tangan – tangan “nakal” para produsen yang tidak

bertanggung jawab.

B. SARAN

Kepada Para Produsen Agar Bertindak Yang Jujur dan tidak menyelahi aturan

yang berlaku untuk makanan dan minuman, kepada para konsumen untuk

berhati-hati dalam memilih makanan dan minuman, serta kepada pemerintah

untuk mengewasi peyebaran makanan dan minuman.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.fokkylaw.com/2009/02/perlindungan-konsumen-pangan-dalam.html

Djajanegara, Siti Oemijati., & Ananta, Aris. (1986). Mutu modal manusia: Suatu
pemikiran mengenai kualitas penduduk. Jakarta: Lembaga Demografi, Fakultas
Ekonomi, Universitas Indonesia.
http://ujangsumarwan.blog.mb.ipb.ac.id/files/2010/07/CONSUMER-PERSPECTIVES-ON-
FOOD.pdf

35
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH0125.dir/doc.pd

36

Anda mungkin juga menyukai