Anda di halaman 1dari 2

Preliminary Working Paper

MEMBANDINGKAN PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH SELAMA TAHUN 2005-2009

Hasil penelitian Harryanto (2009) yang membandingkan antara pengeluaran pemerintah provinsi,
kabupaten dan kota di Indonesia.

Provincial Expenditures 2005-2009 City Expenditures 2005-2009 Regency Expenditures 2005-2009


Subsidy
Subsidy Salary
and Grant Sallary
and and Subsidy 8% and Wage
Grant Wage and Sallary Capital 50%
32% 27% Capital Grants Expenditu
and
Expendit 6% re
Wages
ures 25%
47%
26%

Operatio
Operating nal
Capital Operating
Expenditur Expendit
Expendit Expenditu
es ures
ures re
22% 21%
17%
19%

Source: Harryanto 2009.

Total pengeluaran pemerintah-pemerintah daerah provinsi selama tahun 2005-2009 lebih diprioritaskan
pada pengeluaran subsidi dan bantuan. Nampak pada grafik di atas bahwa pengeluaran provinsi hampir
sepertiga (32%) dan pengeluaran salary and wage lebih dari seperempat (27%) dari total pengeluaran.
Sedangkan pengeluaran yang ditekankan oleh undang-undang adalah pada pengeluaran public yang
sebenarnya tergambar pada capital expenditures dan operating expenditures. Begitu pula harapan
public, bahwa pengeluaran untuk pelayanan public seharusnya menjadi prioritas pada pengeluaran
pemerintah. Gambaran sementara yang ditarik dari deskripsi tersebut adalah bahwa pengeluaran
pemerintah provinsi lebih bertitik berat pada pengeluaran yang bersifat politik dibandingkan dengan
pelayanan public.

Pengeluaran pemerintah kota menunjukkan hal yang berbeda. Selama kurun waktu pengamatan (2005-
2009) pengeluaran pemerintah kota 47% diarahkan untuk pembayaran belanja pegawai dari total
pengeluaran, sedangkan capital expenditures hanya mencapai 26%. Hal ini menggambarkan bahwa
pemerintah kota masih berjuang dalam menutupi tugas-tugas administrasi yang membebani, belum
mampu secara efektif membelanjai kebutuhan pelayanan public yang lebih luas.

Pengeluaran pemerintah kabupaten menunjukkan pola yang sama dalam hal pengeluran dengan
pemerintah kota. Bahkan hingga 50% dari total anggaran pengelurannya digunakan untuk menutupi
belanja gaji pegawai. Hanya 25% yang digunakan untuk belanja modal dan 17% digunakan untuk belanja
operasional. Deskripsi ini menggambarkan bahwa prioritas pelayanan public masih menjadi focus
sekunder dalam kebijakan pengeluaran public pemerintah kabupaten.
Implikasi dari pengamatan terhadap pengeluaran ini adalah. Ditinjau dari tujuan dana perimbangan:

1. UU No.33 tahun 2004 menyatakan bahwa: “Dana Perimbangan bertujuan mengurangi


kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar Pemerintah Daerah.”
Pasal 3, ayat 2)
2. Sedangkan menurut Sidik dan Kajatmiko (2004) bahwa tujuan umum dari desentralisasi fiscal
adalah:
a. Meningkatkan alokasi nasional dan pemerintah daerah dalah effisiensi operasional
b. Mencapai aspirasi daerah, meningkatkan struktur fiscal secara menyeluruh, dan
memobilisasi pendapatan daerah dan nasional
c. Memajukan akuntabilitas, meningkatkan transparansi, dan memperluas partisipasi
constituent dalam pengambilan keputusan pada tingkat regional
d. Mengurangi kesenjangan fiscal antar pemerintah daerah dan menjamin pelaksanaan
pelayanan public dasar terhadap penduduk di seluruh negeri
e. Memperbaiki kesejahteraan nasional di Indonesia, dan
f. Mendukung stabilitas macro-economic

Mengamati tujuan sebagaimana yang telah dinyatakan dalam undang-undang, maupun


beberapa penelitian bahwa tujuan untuk meningkatkan kapasitas fiscal daerah masih belum
tercapai. Hal ini ditunjukkan oleh struktur pengeluaran. Struktur pengeluaran untuk tingkat
provinsi terarah untuk subsidi dan bantuan yang lebih mengukuhkan posisi politik pemerintah.
Sedangkan pada tingkat pemerintah kota dan kabupaten, masih belum selesai dalam
memperbaiki administrasi pemerintah.

Selain itu hasil penelitian dari Brodjonegoro dan Mahi (2003) menyatakan bahwa pemerintah
daerah masih belum memiliki kekuatan fiscal yang significant. Demikian pula Lewis (2005)
menganggap ketergantungan kapasitas fiscal terhadap pemerintah nasional masih tinggi, namun
ini tidak mengakibatkan pemerinah daerah membangun pungutan daerah yang menghambat
ekonomi daerah. Namun demikian KPPOD (2007) menyatakan bahwa pemerintah daerah
menciptakan iklim usaha yang tidak kondusif dengan menciptakan perizinan dan pungutan yang
memberatkan pengusaha.

Pertanyaan-pertanyaan yang dapat timbul dari pengamatan yang ada adalah bahwa penelitian-
penelitian yang ada belum secara komprehensif terjawab dan ada feedback yang dapat
digunakan sebagai dasar kebijakan public. Bahkan penelitian yang ada belum memberikan
kontribusi yang significant terhadap perkembangan teori management keuangan pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai