Anda di halaman 1dari 9

Hati

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Untuk kegunaan lain dari Hati, lihat Hati (disambiguasi).

Hati

Hati manusia

Hati (bahasa Yunani: ἡπαρ, hēpar) merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh, terletak dalam


rongga perut sebelah kanan, tepatnya di bawah diafragma. Berdasarkan fungsinya, hati juga
termasuk sebagai alat ekskresi. Hal ini dikarenakan hati membantu fungsi ginjal dengan cara
memecah beberapa senyawa yang bersifat racun dan menghasilkan amonia, urea, dan asam
urat dengan memanfaatkan nitrogen dari asam amino. Proses pemecahan senyawa racun oleh hati
disebut proses detoksifikasi.

Lobus hati terbentuk dari sel parenkimal dan sel non-parenkimal.[1] Sel parenkimal pada hati


disebut hepatosit, menempati sekitar 80% volume hati dan melakukan berbagai fungsi utama hati.
40% sel hati terdapat pada lobus sinusoidal. Hepatosit merupakan sel endodermal yang terstimulasi
oleh jaringan mesenkimal secara terus-menerus pada saat embrio hingga berkembang menjadi sel
parenkimal.[2] Selama masa tersebut, terjadi peningkatan transkripsi mRNA albumin sebagai
stimulan proliferasi dan diferensiasi sel endodermal menjadi hepatosit. [3]

Lumen lobus terbentuk dari SEC dan ditempati oleh 3 jenis sel lain, seperti sel Kupffer, sel
Ito, limfosit intrahepatik seperti sel pit. Sel non-parenkimal menempati sekitar 6,5% volume hati dan
memproduksi berbagai substansi yang mengendalikan banyak fungsi hepatosit.

Filtrasi merupakan salah satu fungsi lumen lobus sinusoidal yang memisahkan permukaan hepatosit
dari darah, SEC memiliki kapasitas endositosis yang sangat besar dengan
berbagai ligan seperti glikoprotein, kompleks imun, transferin dan seruloplasmin. SEC juga berfungsi
sebagai sel presenter antigen yang menyediakanekspresi MHC I dan MHC II bagi sel
T. Sekresi yang terjadi meliputi
berbagai sitokina, eikosanoid seperti prostanoid dan leukotriena, endotelin-1, nitrogen
monoksida dan beberapa komponen ECM.

Sel Ito berada pada jaringan perisinusoidal, merupakan sel dengan banyak vesikel lemak di


dalam sitoplasma yang mengikat SEC sangat kuat hingga memberikan lapisan ganda pada lumen
lobus sinusoidal. Saat hati berada pada kondisi normal, sel Ito menyimpan vitamin A guna
mengendalikan kelenturan matriks ekstraselular yang dibentuk dengan SEC, yang juga merupakan
kelenturan dari lumen sinusoid.

Sel Kupffer berada pada jaringan intrasinusoidal, merupakan makrofaga dengan


kemampuan endositik dan fagositik yang mencengangkan. Sel Kupffer sehari-hari berinteraksi
dengan material yang berasal saluran pencernaan yang mengandung larutan bakterial, dan
mencegah aktivasi efek toksin senyawa tersebut ke dalam hati. Paparan larutan bakterial yang
tinggi, terutama paparan LPS, membuat sel Kupffer melakukansekresi berbagai sitokina yang
memicu proses peradangan dan dapat mengakibatkan cedera pada hati. Sekresi antara lain
meliputi spesi oksigen reaktif, eikosanoid, nitrogen monoksida, karbon monoksida, TNF-α, IL-10,
sebagai respon kekebalan turunan dalam fasa infeksi primer.

Sel pit merupakan limfosit dengan granula besar, seperti sel NK yang bermukim di hati. Sel pit dapat


menginduksi kematian seketika pada sel tumor tanpa bergantung
pada ekspresi antigen pada kompleks histokompatibilitas utama. Aktivitas sel pit dapat ditingkatkan
dengan stimulasi interferon-γ.

Selain itu, pada hati masih terdapat sel T-γδ, sel T-αβ dan sel NKT.

Daftar isi
 [tampilkan]

[sunting]Sel punca
Selain hepatosit dan sel non-parenkimal, pada hati masih terdapat jenis sel lain yaitu sel intra-
hepatik yang sering disebut sel oval,[4] dan hepatosit duktular.[5] Regenerasi hati
setelah hepatektomi parsial, umumnya tidak melibatkan sel progenitor intra-hepatik dan sel
punca ekstra-hepatik (hemopoietik), dan bergantung hanya kepada proliferasi hepatosit. Namun
dalam kondisi saat proliferasi hepatosit terhambat atau tertunda, sel oval yang berada di area
periportal akan mengalami proliferasi dan diferensiasi menjadi hepatosit dewasa. [4][6] Sel oval
merupakan bentuk diferensiasi dari sel progenitor yang berada pada area portal dan periportal,
atau kanal Hering,[7] dan hanya ditemukan saat hati mengalami cedera.[8] Proliferasi yang terjadi
pada sel oval akan membentuk saluran ekskresi yang menghubungkan area parenkima tempat
terjadinya kerusakan hati dengan saluran empedu. Epimorfin, sebuah morfogen yang banyak
ditemukan berperan pada banyak organ epitelial, nampaknya juga berperan pada pembentukan
saluran empedu oleh sel punca hepatik.[9] Setelah itu sel oval akan terdiferensiasi menjadi hepatosit
duktular. Hepatosit duktular dianggap merupakan sel transisi yang terkait antara lain dengan: [10]

 metaplasia duktular dari hepatosit parenkimal menjadi epitelium biliari intra-hepatik


 konversi metaplasia dari epitelium duktular menjadi hepatosit parenkimal
 diferensiasi dari sel punca dari silsilah hepatosit

tergantung pada jenis gangguan yang menyerang hati.

Pada model tikus dengan 70% hepatektomi, dan induksi regenerasi hepatik


dengan asetilaminofluorena-2, ditemukan bahwa sel punca yang berasal dari sumsum tulang
belakang dapat terdiferensiasi menjadihepatosit,[11][12] dengan mediasi hormon G-
CSF sebagai kemokina dan mitogen.[13] Regenerasi juga dapat dipicu dengan D-galaktosamina.[14]

[sunting]Sel imunologis
Hati juga berperan dalam sistem kekebalan dengan banyaknya sel imunologis pada sistem
retikuendotelial yang berfungsi sebagai tapis antigen yang terbawa ke hati melalui sistem portal hati.
Perpindahan fasainfeksi dari fasa primer menjadi fasa akut, ditandai oleh hati dengan menurunkan
sekresi albumin dan menaikkan sekresi fibrinogen. Fasa akut yang berkepanjangan akan berakibat
pada simtoma hipoalbuminemiadan hiperfibrinogenemia.[15]

Pada saat hati cedera, sel darah putih akan distimulasi untuk bermigrasi menuju hati dan bersama
dengan sel Kupffer mensekresi sitokina yang membuat modulasi perilaku sel Ito.[16] Sel
TH1 memproduksi sitokina yang meningkatkan respon kekebalan selular seperti IFN-gamma, TNF,
dan IL-2. Sel TH2 sebaliknnya akan memproduksi sitokina yang meningkatkan respon kekebalan
humoral seperti IL-4, IL-5, IL-6, IL-13 dan meningkatkan respon fibrosis. Sitokina yang disekresi oleh
sel TH1 akan menghambat diferensiasi sel T menjadi sel TH2, sebaliknya sitokina sekresi TH2 akan
menghambat proliferasi sel TH1. Oleh sebab itu respon kekebalan sering dikatakan terpolarisasi ke
respon kekebalan selular atau humoral, namun belum pernah keduanya.

[sunting]Fungsi hati
Berbagai jenis tugas yang dijalankan oleh hati, dilakukan oleh hepatosit. Hingga saat ini belum
ditemukan organ lain atau organ buatan atau peralatan yang mampu menggantikan semua fungsi
hati. Beberapa fungsi hati dapat digantikan dengan proses dialisis hati, namun teknologi ini masih
terus dikembangkan untuk perawatan penderita gagal hati.
Sebagai kelenjar, hati menghasilkan:

 empedu yang mencapai ½ liter setiap hari. Empedu merupakan cairan kehijauan dan
terasa pahit, berasal dari hemoglobin sel darah merah yang telah tua, yang kemudian disimpan
di dalam kantong empedu atau diekskresi ke duodenum. Empedu
mengandung kolesterol, garam mineral, garam empedu, pigmen bilirubin,
dan biliverdin. Sekresi empedu berguna untuk mencerna lemak, mengaktifkan lipase, membantu
daya absorpsi lemak di usus, dan mengubah zat yang tidak larut dalam air menjadi zat yang
larut dalam air. Apabila saluran empedu di hati tersumbat, empedu masuk ke peredaran darah
sehingga kulit penderita menjadi kekuningan. Orang yang demikian dikatakan menderita
penyakit kuning.
 sebagian besar asam amino
 faktor koagulasi I, II, V, VII, IX, X, XI
 protein C, protein S dan anti-trombin
 kalsidiol
 trigliserida melalui lintasan lipogenesis
 kolesterol
 insulin-like growth factor 1 (IGF-1), sebuah protein polipeptida yang berperan penting dalam
pertumbuhan tubuh dalam masa kanak-kanak dan tetap memiliki efek anabolik pada orang
dewasa.
 enzim arginase yang mengubah arginina menjadi ornitina dan urea. Ornitina yang terbentuk
dapat mengikat NH³ dan CO² yang bersifat racun.
 trombopoietin, sebuah hormon glikoprotein yang mengendalikan produksi keping
darah oleh sumsum tulang belakang.
 Pada triwulan awal pertumbuhan janin, hati merupakan organ utama sintesis sel darah
merah, hingga mencapai sekitar sumsum tulang belakang mampu mengambil alih tugas ini.
 albumin, komponen osmolar utama pada plasma darah.
 angiotensinogen, sebuah hormon yang berperan untuk meningkatkan tekanan darah ketika
diaktivasi oleh renin, sebuah enzim yang disekresi oleh ginjal saat ditengarai kurangnya tekanan
darah olehjuxtaglomerular apparatus.
 enzim glutamat-oksaloasetat transferase, glutamat-piruvat transferase dan laktat
dehidrogenase

Selain melakukan proses glikolisis dan siklus asam sitrat seperti sel pada umumnya, hati juga
berperan dalam metabolisme karbohidrat yang lain:
 Glukoneogenesis, sintesis glukosa dari beberapa substrat asam amino, asam laktat, asam
lemak non ester dan gliserol. Pada manusia dan beberapa jenis mamalia, proses ini tidak dapat
mengkonversi gliserol menjadi glukosa. Lintasan dipercepat oleh hormon insulin seiring
dengan hormon tri-iodotironina melalui pertambahan laju siklus Cori.[17]
 Glikogenolisis, lintasan katabolisme glikogen menjadi glukosa untuk kemudian dilepaskan ke
darah sebagai respon meningkatnya kebutuhan energi oleh tubuh.
Hormon glukagon merupakan stimulator utama kedua lintasan glikogenolisis dan
glukoneogenesis menghindarikan tubuh dari simtoma hipoglisemia. Pada model tikus, defisiensi
glukagon akan menghambat kedua lintasan ini, namun meningkatkan toleransi glukosa.
[18]
 Lintasan ini, bersama dengan lintasan glukoneogenesis pada saluran
pencernaan dikendalikan oleh kelenjar hipotalamus.[19]
 Glikogenesis, lintasan anabolisme glikogen dari glukosa.

dan pada lintasan katabolisme:

 degradasi sel darah merah. Hemoglobin yang terkandung di dalamnya dipecah menjadi zat


besi, globin, dan heme. Zat besi dan globin didaur ulang, sedangkan heme dirombak
menjadi metabolit untuk diekskresi bersama empedu sebagai bilirubin dan biliverdin yang
berwarna hijau kebiruan. Di dalam usus, zat empedu ini
mengalami oksidasi menjadi urobilin sehingga warna feses dan urin kekuningan.
 degradasi insulin dan beberapa hormon lain.
 degradasi amonia menjadi urea
 degradasi zat toksin dengan lintasan detoksifikasi, seperti metilasi.

Hati juga mencadangkan beberapa substansi, selain glikogen:

 vitamin A (cadangan 1–2 tahun)


 vitamin D (cadangan 1–4 bulan)
 vitamin B12 (cadangan 1-3 tahun)
 zat nesi
 zat tembaga.
[sunting]Regenerasi sel hati
Kemampuan hati untuk melakukan regenerasi merupakan suatu proses yang sangat penting agar
hati dapat pulih dari kerusakan yang ditimbulkan dari proses detoksifikasi dan imunologis.
Regenerasi tercapai dengan interaksi yang sangat kompleks antara sel yang terdapat dalam hati,
antara lain hepatosit, sel Kupffer, sel endotelial sinusoidal, sel Ito dan sel punca;
dengan organ ekstra-hepatik, seperti kelenjar tiroid,kelenjar
adrenal, pankreas, duodenum, hipotalamus.[20]

Hepatosit, adalah sel yang sangat unik. Potensi hepatosit untuk melakukan proliferasi, muncul pada
saat-saat terjadi kehilangan massa sel,[21] yang disebut fasa prima atau fasa kompetensi
replikatif[22] yang umumnya dipicu oleh sel Kupffer melalui sekresi sitokina IL-6 dan TNF-α. Pada
fasa ini, hepatosit memasuki siklus sel dari fasa G0 ke fasa G1.

TNF-α dapat memberikan efek proliferatif atau apoptotik, bergantung pada spesi oksigen
reaktif dan glutathion, minimal 4 faktor transkripsi diaktivasi sebelum hepatosit masuk ke dalam fasa
proliferasi, yaitu NF-κB,STAT-3, AP-1 dan C/EBP-beta.[23]

Proliferasi hepatosit diinduksi oleh stimulasi sitokina HGF dan TGF-α, dan EGF[23] dengan dua


lintasan. HGF, TGF-α, dan EGF merupakan faktor pertumbuhan yang berasal
dari substrat serina dan proteinlogam[24] yang menginduksi sintesis DNA.[22] Lintasan pertama adalah
lintasan IL-6/STAT-3 yang berperan dalam siklus sel melalui siklin D1/p21 dan perlindungan sel
dengan peningkatan rasio FLIP, Bcl-2, Bcl-xL, Ref1, dan MnSOD. Lintasan kedua adalah lintasan
PI3-K/PDK1/Akt yang mengendalikan ukuran sel melalui molekul mTOR, selain sebagai zat anti-
apoptosis dan antioksidan.

Hormon tri-iodotironina, selain menurunkan kadar kolesterol pada hati,[25] juga memiliki kapasitas


dalam proliferasi hepatosit sebagai mitogen yang berperan pada siklin D1,
[26]
 mempercepat konsumsi O2 olehmitokondria dengan
mengaktivasi transkripsi pada gen pernafasan hingga meningkatkan produksi spesi oksigen reaktif.
[27]
 Sekresi ROS ke dalam sitoplasma hepatosit akan mengaktivasi faktor transkripsi NF-κB.
[28]
 Pada sel Kupffer, ROS dalam sitoplasma, akan mengaktivasi sekresi sitokina TNF-α, IL-6 dan IL-
1 untuk disekresi. Ikatan yang terjadi antara ketiga sitokina ini dengan hepatosit akan menginduksi
ekspresi pencerap enzim antioksidan, seperti mangan superoksida dismutase, i-nitrogen monoksida
sintase, protein anti-apoptosis Bcl-2, haptoglobin dan fibrinogen-β yang diperlukan hepatosit dalam
proliferasi.[29] Stres oksidatif yang dapat ditimbulkan oleh ROS maupun kerusakan yang dapat
ditimbulkan oleh berbagai sitokina, dapat dilenyapkan dengan asupan tosoferol (100 mg/kg) atau
senyawa penghambat gadolinium klorida(10 mg/kg) seperti yang dimiliki oleh sel Kupffer, sebelum
stimulasi hormon tri-iodotironina,[30] sedangkan laju proliferasi hepatosit dikendalikan oleh
kadar etanolamina sebagai faktor hepatotrofik humoral.[31]

Kemampuan hati untuk melakukan regenerasi telah diketahui semenjak jaman Yunani kuno dari
cerita mitos tentang seorang titan yang bernama Prometheus.[32] Kemampuan ini dapat sirna, hingga
hepatosit tidak dapat masuk ke dalam siklus sel, walaupun kehilangan sebagian massanya, apabila
terjadi fibrosis hati. Lintasan fibrosis yang tidak segera mendapat perawatan, lambat laun akan
berkembang menjadi sirosis hati[33] dan mengharuskan penderitanya untuk menjalani transplantasi
hati atau hepatektomi demi kelangsungan hidupnya.

Regenerasi hati setelah hepatektomi parsial merupakan proses yang sangat rumit di bawah
pengaruh perubahan hemodinamika, modulasi sitokina, hormon faktor pertumbuhan dan
aktivasi faktor transkripsi, yang mengarah pada proses mitosis. Hormon PRL yang
disekresi oleh kelenjar hipofisis menginduksi respon hepatotrofik sebagai mitogen yang berperan
dalam proses proliferasi dan diferensiasi.[34] PRL memberi pengaruh kepada peningkatan
aktivitas faktor transkripsi yang berperan dalam proliferasi sel, seperti AP-1, c-Jun dan STAT-3; dan
diferensiasi dan terpeliharanya metabolisme, seperti C/EBP-alfa, HNF-1, HNF-4 dan HNF-3. c-Jun
merupakan salah satu protein penyusun AP-1.[35] Induksi NF-κB pada fasa ini diperlukan untuk
mencegah apoptosis dan memicu derap siklus sel yang wajar.[36] Pada masa ini, peran retinil
asetat menjadi sangat vital, karena fungsinya yang menambah massa DNA dan protein yang
dikandungnya.[37]

[sunting]Penyakit pada hati


Hati merupakan organ yang menopang kelangsungan hidup hampir seluruh organ lain di dalam
tubuh. Oleh karena lokasi yang sangat strategis dan fungsi multi-dimensional, hati menjadi sangat
rentan terhadap datangnya berbagai penyakit. Hati akan merespon berbagai penyakit tersebut
dengan meradang, yang disebut hepatitis

Seringkali hepatitis dimulai dengan reaksi radang patobiokimiawi yang disebut fibrosis hati,


[38]
 dengan simtoma paraklinis berupa peningkatan rasio plasma laminin, sebuah glikoprotein yang
disekresi sel Ito, asam hialuronat dan sejenis aminopeptida yaitu prokolagen tipe III,[39] dan CEA.
[40]
 Fibrosis hati dapat disebabkan oleh rendahnya rasio plasma HGF,[41][42] atau karena infeksi viral,
seperti hepatitis B, patogen yang disebabkan oleh infeksi akut sejenis virus DNA yang
memiliki fokus infeksi berupa templat transkripsi yang disebut cccDNA yang termetilasi,
[43]
 atau hepatitis C, patogen serupa hepatitis B yang disebabkan oleh infeksi virus RNA dengan
fokus infeksi berupa metilasi DNA, terutama melalui mekanisme ekspresi genetik berkas GADD45B,
sehingga mengakibatkan siklus sel hepatosit menjadi tersendat-sendat.[44][45]

Fibrosis hati memerlukan penangan sedini mungkin, seperti pada model tikus, stimulasi proliferasi
hepatosit akan meluruhkan fokus infeksi virus hepatitis B,[46] sebelum berkembang menjadi sirosis
hati ataukarsinoma hepatoselular. Setelah terjadi kanker hati, senyawa siklosporina yang memiliki
potensi untuk memicu proliferasi hepatosit, justru akan mempercepat perkembangan sel kanker,
[47]
 oleh karena sel kanker mengalami hiperplasia hepatik, yaitu proliferasi yang tidak disertai
aktivasi faktor transkripsi genetik. Hal ini dapat diinduksi dengan stimulasi timbal nitrat (LN, 100
mikromol/kg), siproteron asetat (CPA, 60 mg/kg), dan nafenopin (NAF, 200 mg/kg).[48]
Hepatitis juga dapat dimulai dengan defisiensi mitokondria di dalam hepatosit, yang
disebut steatohepatitis. Disfungsi mitokondria akan berdampak pada homeostasis senyawa lipid dan
peningkatan rasio spesi oksigen reaktif yang menginduksi TNF-α.[49] Hal ini akan berlanjut pada
pengendapan lemak, stres oksidatif dan peroksidasi lipid,[50] serta membuat mitokondria menjadi
rentan terhadap kematian oleh nekrosisakibat rendahnya rasio ATP dalam matrik mitokondria, atau
oleh apoptosis melalui pembentukan apoptosom dan peningkatan permeabilitas membran
mitokondria dengan mekanisme Fas/TNF-α. Permintaan energiyang tinggi pada kondisi ini
menyebabkan mitokondria tidak dapat memulihkan cadangan ATP hingga dapat memicu sirosis
hati,[50] sedangkan peroksidasi lipid akan menyebabkan kerusakan pada DNAmitokondria dan
membran mitokondria sisi dalam yang disebut sardiolipin, dengan peningkatan laju oksidasi-
beta asam lemak, akan terjadi akumulasi elektron pada respiratory chain kompleks I dan III yang
menurunkan kadar antioksidan.[49]

Sel hepatosit apoptotik akan dicerna oleh sel Ito menjadi fibrinogen dengan


reaksi fibrogenesis setelah diaktivasi oleh produk dari peroksidasi lipid dan rasio leptin yang tinggi.
Apoptosis kronis kemudian dikompensasi dengan peningkatan laju proliferasi hepatosit,
disertai DNA yang rusak oleh disfungsi mitokondria, dan menyebabkan mutasi genetik dan kanker.

Pada model tikus, melatonin merupakan senyawa yang menurunkan fibrosis hati,[51] sedang pada


model kelinci, kurkumin merupakan senyawa organik yang menurunkan paraklinis steatohepatitis,
[52]
 sedanghormon serotonin[53] dan kurangnya asupan metionina dan kolina[54] memberikan efek
sebaliknya dengan resistansi adiponektin.[55]

Disfungsi mitokondria juga ditemukan pada seluruh patogenesis hati, dari kasus radang hingga
kanker dan transplantasi.[56] Pada kolestasis kronik, asam ursodeoksikolat bersama
dengan GSH bersinergis sebagai antioksidan yang melindungi sardiolipin dan fosfatidil
serina hingga mencegah terjadinya sirosis hati.[57]

[sunting]Pengaruh alkohol
Alkohol dikenal memiliki fungsi immunosupresif terhadap sistem kekebalan tubuh, termasuk
meredam ekspresi kluster diferensiasi CD4+ dan CD8+ yang diperlukan dalam pertahanan hati
terhadap infeksi viral, terutama HCV.[58] Alkohol juga meredam rasio kemokina IFN pada
lintasan transduksi sinyal selular, selain meningkatkan resiko terjadinya fibrosis.[59]

Banyak lintasan metabolisme memberikan kontribusi terhadap alkohol untuk menginduksi stres


oksidatif.[60] Salah satu lintasan metabolisme yang sering diaktivasi oleh etanol adalah induksi
enzim sitokrom P450 2E1. Enzim ini menimbulkan spesi oksigen reaktif seperti radikal anion
superoksida dan hidrogen peroksida, serta mengaktivasi subtrat toksik termasuk etanol menjadi
produk yang lebih reaktif dan toksik. Sel dendritik tampaknya merupakan sel yang paling
terpengaruh oleh kandungan etanol di dalam alkohol. Pada percobaan menggunakan model tikus,
etanol meningkatkan rasio plasma IL-1β, IL-6, IL-8, TNF-α, AST,ALT, ADH, γ-GT, TG, MDA dan
meredam rasio IL-10, GSH,[61] faktor transkripsi NF-κB dan AP-1.[62]

Anda mungkin juga menyukai