Anda di halaman 1dari 12

Pengaturan

Jarak
Tanam
Ubikayu
dan Kacang
Tanah

Written by Andy Widjanarko


Tuesday, 02 June 2009
Pengaturan Jarak Tanam Ubikayu dan Kacang Tanah
untuk Meningkatkan Indeks Pertanaman di Lahan
Kering Masam Banjarnegara
Andy Wijanarko, A. Taufiq dan A.A. Rahmianna
Kebutuhan kacang tanah dari tahun ke tahun meningkat sekitar 4,4%
sedangkan produksi kacang tanah hanya meningkat sebesar 2,5%.
Peningkatkan produksi kacang tanah, dapat dilakukan dengan
meningkatan luas lahan dan/atau meningkatkan produksi. Luas tanam
kacang tanah sejak tahun 1969 hingga tahun 2004 terus bertambah,
dari sekitar 200.000 ha menjadi sekitar 837.000 ha, atau meningkat
lebih dari 200%. Dari luas tanam tersebut, sekitar 60% kacang tanah
ditanam di lahan kering. Hal ini menunjukkan bahwa lahan kering
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap produksi kacang
tanah di tingkat nasional.
Luas lahan kering di Kabupaten Banjarnegara mencapai 92% (51.162
ha) dari total lahan pertanian di kabupaten tersebut. Namun demikian,
luas pertanaman kacang tanah di Banjarnegara hanya sekitar 3.326 ha
dengan produktivitas 1,15 t/ha. Dengan demikian pengembangan
kacang tanah di Banjarnegara dapat diarahkan ke lahan kering.
Pertumbuhan tanaman di lahan kering sangat dipengaruhi oleh
keadaan curah hujan. Untuk menghindari resiko kegagalan panen,
pemilihan waktu tanam dan varietas harus tepat. Apabila waktu
tanam pada suatu lokasi pengembangan telah diketahui, maka
langkah selanjutya adalah menyusun pola tanam. Dalam penyusunan
pola tanam, selain aspek biofisik, pola tanam yang telah berkembang
pada masyarakat setempat juga harus diperhatikan, sehingga pola
tanam yang dikembangkan bukan merupakan sesuatu yang baru sama
sekali tetapi merupakan pengembangan dari pola tanam yang telah
ada.
Pola tanam di lahan tegal di wilayah Banjarnegara pada MH I adalah
ubi kayu monokultur, tumpangsari antara ubikayu-jagung atau
ubikayu-padi gogo atau ubikayu-kacang tanah dengan populasi
masing-masing 100%. Dengan mengubah tata letak tanaman ubikayu
menjadi baris ganda, maka memungkinkan kacang tanah ditanam
kembali pada MH II di antara tanaman ubikayu baik setelah jagung,
padi gogo atau kacang tanah pertama. Hal ini berarti akan terjadi
penambahan luas pertanaman kacang tanah. Dengan menambah
intensitas tanam berarti akan meningkatkan produksi dan sekaligus
menambah pendapatan petani.
Penelitian di Banjarnegara dilakukan dengan menanam ubikayu
dengan jarak tanam baris ganda (60 cm x 70 cm) x 2 m dan (60 cm x
70 cm) x 2,6 m. Kacang tanah ditanam diantara baris ganda ubikayu.
Pada saat tanam kacang tanah MH II, ubikayu sudah berumur 3 bulan.
Pada sistem tanam baris ganda (60 cm x 70 cm) x 2 m dan (60 cm x
70 cm) x 2,6 m populasi ubikayu masing-masing sekitar 105% dan
86% dibandingkan cara petani (monokultur) dengan jarak tanam 120
cm x 80 cm. Populasi kacang tanah pada kedua pola tersebut sekitar
70% dari populasi monokultur. Dengan pola tanam seperti di atas
maka indeks pertanaman yang semula hanya 200 berubah menjadi
256. Hal ini terjadi karena pada MT I, kacang tanah ditanam dengan
populasi 100% dan ubikayu 86%, sedangkan pada MT II, kacang tanah
ditanam dengan populasi 70%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan dan hasil kacang
tanah yang ditanam di antara baris ganda ubikayu 2 m lebih jelek
dibandingkan pada jarak 2,6 m, terutama disebabkan oleh tingkat
naungan yang lebih tinggi. Hasil kacang tanah MH II pada sistem
tanam ubikayu (60 cm x 70 cm) x 2 m berkisar antara 98 kg – 114
kg/ha polong kering, sedangkan pada sistem tanam ubikayu (60 cm x
70 cm) x 2,6 m berkisar antara 676 kg – 924 kg/ha polong kering
(populasi kacang tanah 70%).

Gambar 1. Barisan tanaman kacang tanah diantara barisan ubikayu


dalam sistem tanam baris ganda (60 cm x 70 cm) x 2 m. Banjarnegara,
MH II 2007.
Gambar 2. Barisan tanaman kacang tanah diantara barisan ubikayu
dalam sistem tanam baris ganda (60 cm x 70 cm) x 2,6 m.
Banjarnegara, MH II 2007.
Hasil ubikayu pada sistem baris ganda (60 cm x 70 cm) x 2 m
(populasi ubikayu 105%) maupun (60 cm x 70 cm) x 2,6 m (populasi
ubikayu 86%) lebih tinggi dibandingkan cara petani. Berat umbi pada
sistem baris ganda (60 cm x 70 cm) x 2 m adalah 3,74 kg/pohon atau
25,08% lebih tinggi dibandingkan cara petani (Gambar 3). Sedangkan
hasil umbi dengan sistem baris ganda (60 cm x 70 cm) x 2,6 m adalah
56,86% lebih tinggi dibandingkan cara tanam petani (Gambar 4). Pada
sistem baris ganda (60 cm x 70 cm) x 2,6 m meskipun populasi
ubikayu hanya 86% dari cara petani akan tetapi umbi yang diperoleh
56,86% lebih tinggi sehingga kekurangan populasi ubikayu tersebut
masih dapat dikompensasi dengan kenaikan hasil. Selain itu, menurut
petani dengan cara tanam ubikayu tersebut memudahkan perawatan
ubikayu.

Gambar 3. Hasil ubikayu dengan cara tanam baris ganda (60 cm x


70 cm) x 2 m dan cara petani (120 cm x 80 cm). Banjarnegara, 2007.
Gambar 4. Hasil ubikayu dengan cara tanam baris ganda (60 cm x
70 cm) x 2,6 m dan cara petani (120 cm x 80 cm). Banjarnegara, 2007

Sistem tumpangsari ubikayu dengan kacang tanah mempunyai


beberapa keuntungan, yaitu: (1) Meningkatkan C-organik tanah, juga
dapat memperbaiki sifat kimia tanah lainnya, (2) Tanaman kacang-
kacangan dapat menyumbangkan sekitar 30 % N hasil dari proses
fiksasi N kepada tanaman lainnya dalam sistem tumpangsari maupun
rotasi. Tambahan dari residu akar tanaman legume sekitar 5-15 kg
N/ha, (3) Menurunkan erosi sekitar 48% dan hasil umbi 20% lebih
tinggi dibandingkan dengan hasil ubikayu monokultur, (4)
Meningkatkan efisiensi penggunaan lahan dan pendapatan petani, (5)
Menjamin ketersediaan pakan ternak dan (6) Menjamin kelestarian
lahan dan stabilitas hasil.
Di samping mempunyai beberapa keuntungan, sistem tumpangsari
juga mempunyai kelemahan diantaranya adalah terjadinya kompetisi
cahaya dan hara antara tanaman utama dan tanaman sela. Adanya
kompetisi tersebut dapat menurunkan produktivitas tanaman utama
dan tanaman sela. Dampak negatif dari pengaruh kompetisi tersebut
dapat dikurangi dengan cara: (1) menyediakan hara sesuai kebutuhan
tanaman utama dan tanaman sela, (2) menanam varietas yang daya
kompetisinya tinggi, (3) mengatur populasi tanaman agar optimal, dan
(4) memperpendek periode kompetisi. Periode kompetisi dapat
diperpendek dengan mengatur jadwal tanam antara tanaman utama
dan tanaman sela, hasil ubikayu dan kacang-kacangan mencapai 85%
dan 90% dibanding tanam monokultur jika ubikayu ditanam pada 1
hingga 2 minggu setelah tanam kacang-kacangan

Percepatan
Penyebaran
Varietas Unggul
Melalui Sistem
Penangkaran
Perbenihan
Kedelai Di
Indonesia

Written by Purwantoro
Friday, 08 May 2009
PERCEPATAN PENYEBARAN VARIETAS UNGGUL MELALUI
SISTEM PENANGKARAN PERBENIHAN KEDELAI DI INDONESIA
Purwantoro
PENDAHULUAN
Situasi perbenihan kedelai di Indonesia sudah menjurus pada krisis benih. Hal ini dapat
dilihat pada saat musim tanam petani mengalami kesulitan untuk mencari benih unggul,
sehingga benih yang ditanam berasal dari pasar atau benih asalan yang memiliki daya
tumbuh rendah. Sebagian besar benih untuk tanaman pangan dikuasai oleh perusahaan
multinasional. Sebagai contoh, 43% benih hibrida jagung dipasok oleh perusahaan besar
seperti Syngenta dan Bayer Corp. Kondisi seperti ini merupakan bentuk monopoli yang
menyebabkan biaya tinggi, akibatnya petani menanggung beban ongkos produksi yang
semakin mahal. Sampai saat ini sudah dilepas 70 varietas kedelai namun penyebarannya
masih mengalami kendala karena belum teraturnya sistem perbenihan di Indonesia.
Disisi lain, upaya pengembangan benih kedelai terhambat atau jalan ditempat. Penyebab
dari tidak jalannya perbenihan kedelai di Indonesia disebabkan oleh minat menjadi
penangkar benih kedelai kurang memberikan prospek yang lebih baik dibandingkan
komoditas padi, karena kurang memberikan keuntungan bagi penangkar. Untuk itu perlu
adanya cara-cara menumbuhkan minat penangkar benih melalui kelompok-kelompok tani
pada sentra-sentra produksi kedelai di Indonesia, dengan membangun sistem jaringan
benih sertifikasi antar musim dan antar wilayah (jabalsim).
Benih dari suatu kelompok ke kelompok lain memiliki keragaman/perbedaan yang
mencakup aspek genetik, fisiologik, dan fisik. Kondisi dari ketiga aspek tersebut akan
menentukan kualitas (mutu) benih, dan selanjutnya akan menentukan keragaan
pertumbuhan dan produksi di lapang, karena pertumbuhan dan produksi suatu tanaman
ditentukan faktor genetik dan faktor lingkungan.
Permasalahan yang dihadapi dalam penyiapan atau pengadaan benih kedelai adalah
viabilitas benih kedelai yang cepat mengalami penurunan. Sering terjadi viabiltas benih
kedelai menurun sampai kurang dari 80% dalam waktu 2-3 bulan. Faktor-faktor yang
berperan sebagai penyebab tingginya laju penurunan viabiltas benih kedelai selama
penyimpanan adalah (a) benih kedelai yang disimpan memiliki vigor awal yang rendah,
(b) benih disimpan atau dikemas pada kadar air yang tinggi, (c) kondisi penyimpanan
yang lembab dan panas, dan (d) kerusakan benih oleh hama, penyakit terbawa benih dan
kerusakan benih secara mekanis.
Benih unggul akan menentukan tingkat keberhasilan atau kegagalan hasil panen (60%
keberhasilan/kegagalan panen ditentukan oleh benih). Oleh karena itu petani harus bisa
mengakses benih yang berkualitas baik. Untuk itu perlu dibangkitkan kembali sistem
perbenihan di Indonesia melalui pembinaan penangkaran pada daerah-daerah sentral
produksi yang melibatkan kelompok tani yang berbasis komunitas.

POTENSI DAN KENDALA SISTEM PENANGKARAN BENIH


KEDELAI
Potensi
Kelembagaan yang ada di tingkat petani (kelompok tani) memiliki potensi yang cukup
baik untuk dilakukan pembinaan penangkaran perbenihan. Jika penangkaran benih bisa
berkembang di tingkat kelompok tani maka kebutuhan akan benih dapat dipenuhi oleh
kelompok tani tersebut, sehingga biaya pengadaan benih relatif lebih murah dan akan
menambah pendapatan bagi kelompok tani. Dengan demikian keberadaan benih tidak
terlalu jauh dari pengguna, sehingga para petani mudah mendapatkan benih yang
bermutu, dan juga memberikan nilai tambah bagi kelompok tani.

Kendala sistem penangkaran di kelompok tani


Dalam pembinaan kelompok tani perlu dilihat kesiapan atau minat kelompok tani apakah
sudah memiliki kelembagaan yang baik, ini akan menentukan tingkat keberhasilan dalam
pembinaan penangkaran perbenihan. Untuk memperkecil kendala dalam pembinaan
penangkaran benih kedelai, pemilihan kelompok tani merupakan kunci utama dalam
mengatasi kendala yang akan muncul. Kelompok tani harus memiliki jiwa usaha
sehingga kelompok tani mampu menangkap peluang dalam usaha perbenihan yang di
kelolanya. Pada tahun 2008 telah dilakukan pembinaan penangkaran di dua lokasi yaitu
di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur dan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Dari dua
kelompok tani yang dibina kelompok tani Kabul Lestari yang dapat melaksanakan sistem
sertifikasi perbenihan dengan baik dan hasil benih yang didapat telah terdistribusi ke
berbagai wilayah seperti, Blora, Jawa Tengah, Binangun, Blitar, Gresik, Madura dan
Bayuwangi.
PERCEPATAN PENYEBARAN VARIETAS UNGGUL KEDELAI
Metode pembinaan penangkaran perbenihan di kelompok tani disamping mendekatkan
sistem perbenihan pada pengguna (petani), juga memiliki manfaat dalam percepatan
penyebaran varietas unggul baru, sehingga adopsi varietas unggul baru ke petani lebih
mudah dan cepat. Melalui kelompok yang dibentuk sebagai penangkar, varietas unggul
baru dikenalkan sekaligus ditangkarkan sebagai benih yang bersertifikasi.

SISTEM PERBENIHAN KEDELAI


Sistem perbenihan berbasis komunitas memerlukan peran serta anggota kelompok tani
secara proaktif, dimana anggota kelompok tani merupakan plasma dari kelompok tani
tersebut. Dengan sistem penangkaran benih berbasis komunitas akan mempermudah
pembinaan dan pelaksanaan sosialisasi sistem perbenihan di daerah sentra produksi.
Sistem pembinaan yang berkelanjutan merupakan suatu keharusan agar bisa eksis dan
termonitor keberadaannya. Untuk mempercepat pengembangan benih antar musim antar
wilayah diperlukan adanya hubungan antara penangkar dari satu wilayah dengan wilayah
lainnya, sehingga penangkar binaan perlu dihubungkan satu dengan yang lainnya agar
terbangun hubungan antar penangkar dari berbagai wilayah di sentra-sentra produksi
kedelai. Dengan terbangunnya hubungan penangkar dari berbagai daerah atau wilayah di
Indonesia diharapkan sistem penangkaran perbenihan kedelai akan menjadi baik, dan
akan mempercepat proses penyebaran benih unggul baru. Disamping itu dengan
terjalinnya hubungan antar penangkar benih dari berbagai wilayah diharapkan kendala
yang dihadapi oleh petani saat tanam benih dapat diatasi.
Wilayah B
Wilayah A
Petani dalam kelompok.tani
Penangkar/pedagang benih
Pengguna benih
Gambar 1. Struktur supply chain benih kedelai berbasis komunitas
Wilayah C
Wilayah D

Gambar 1. Struktur supply chain benih kedelai berbasis komunitas

Last Updated ( Friday, 09 October 2009 )


Budidaya Kacang Tanah pada Lahan Kering

LAST_UPDATED2 Kamis, 21 Januari 2010 15:24


Pendahuluan
Kacang tanah (Arachis hypogeae L.) merupakan tanaman pangan yang mendapat prioritas kedua
untuk dikembangkan dan ditingkatkan produksinya setelah padi. Hal ini didorong dengan semakin
meningkatnya kebutuhan akan pangan, bahan baku industri dan pakan ternak.
Propinsi Banten mempunyai lahan kering pertanian dan perkebunan seluas 301.901 ha, namun yang
baru dimanfaatkan untuk pertanaman kacang tanah dan jagung adalah 22.293 ha. Oleh karena itu,
peluang pengembangan tanaman palawija di lahan kering masih terbuka untuk pemenuhan kebutuhan
pangan. Tahun 1989 produktivitas kacang tanah di Provinsi Banten 1,25 ton/ha. Tahun 2003 nilai
produktivitasnya mengalami penurunan menjadi 0,75 ton/ha.

Syarat tumbuh
Pertumbuhan tanaman kacang tanah dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, ketinggian tempat,
penyinaran dan tekstur tanah. Tanaman kacang tanah membutuhkan suhu udara 23 – 26,5 0C,
ketinggian tempat 0 –500 m dpl, curah hujan 800 – 1.300 mm/tahun, kelembaban udara 65 – 75 % dan
tanah bertekstur pasir sampai lempung berdebu (tanah andosol, regosol dan latosol) dengan pH 6 – 7.

Tekhnik Budidaya
Benih
• Benih yang digunakan berasal dari tanaman sehat, bebas hama dan penyakit, kualitas bijinya baik,
mempunyai hasil tinggi dan berumur genjah.
• Varietas unggul kacang tanah yang telah dilepas oleh Badan Litbang pertanian adalah: Gajah, Kelinci,
Zebra, Kidang, Rusa, Anoa, Tapir, Pelanduk, Kancil, dan Domba.
• Dari hasil kajian yang dilakukan di lahan petani seluas 1 ha di desa Bantarwaru Kecamatan Cinangka
Kabupaten Serang, diperoleh hasil Kidang 2,3 ton/ha, Gajah 1,3 ton/ha, Anoa 0,3 ton/ha dan Lokal 0,54
ton/ha.

Pengolahan tanah dan persiapan tanam


• Tanah diolah dengan membersihkan lahan terlebih dahulu kemudian dibajak dan digaru sedalam 20 –
30 cm.
• Buat petakan dan saluran antar-petak (saluran drainase) dengan jarak 3-4 m. Lebar saluran 25-30 cm,
tinggi saluran petakan 20-30 cm.
• Buat bedengan dengan jarak tanam 40 x 10 cm.

Penanaman
• Benih ditanam pada lubang dengan kedalaman 3-5 cm dengan cara tugal, 1 benih/lubang.
• Jumlah benih yang dibutuhkan sekitar 80 kg biji/ha.

Pemupukan
• Dosis pupuk rekomendasi adalah: Urea 75 kg/ha, SP-36 75 kg/ha, KCl 50 kg/ha dan pupuk organik 2
ton/ha.
• Pupuk organik diberikan pada saat tanam sebagai penutup lubang tanam.
• Pemupukan pertama diberikan secara larikan pada saat tanaman berumur 7-10 hari (Urea dengan
dosis 40 kg/ha, Sp-36 75 kg/ha dan KCl 50 kg/ha).
• Pada saat tanaman berumur 30 hari, diberikan pupuk susulan Urea 35 kg/ha.

Penyiangan
• Penyiangan dilakukan minimal 2 kali selama pertumbuhan tanaman yaitu pada saat tanaman berumur
21 hari setelah tanam (HST) dan umur 40 HST.
• Saat penyiangan kedua tanah digemburkan dan ditimbun dekat pangkal batang tanaman agar bakal
buah mudah menembus tanah sehingga pertumbuhannya optimal.

Pengairan
• Tanaman kacang tanah tidak menghendaki tanah yang tegenang.
• Waktu pengairan yang baik adalah pagi atau sore hingga tanah cukup basah.

Pengendalian hama dan Penyakit


• Pengendalian hama dan penyakit menggunakan prinsip pengendalian hama terpadu (PHT).
• Jenis hama yang menyerang pada tanaman kacang tanah adalah :
1. Uret Gejala: memakan akar, batang bagian bawah dan polong. Akhirnya tanaman layu dan mati.
Pengendalian: olah tanah dengan baik, penggunaan pupuk kandang yang sudah matang, menanam
serempak, penyiangan intensif, jika tanaman terlanjur mati segera dicabut dan uret dimusnahkan.
2. Ulat Penggulung Daun Gejala: daun terlipat menguning, akhirnya mengering. Pengendalian:
penyemprotan menggunakan Pestona.
3. Ulat Grayak (Spodoptera litura) Ulat memakan epidermis daun dan tulang secara berkelompok.
Pengendalian: bersihkan gulma, menanam serentak, pergiliran tanaman, penyemprotan menggunakan
Natural Vitura.
4. Ulat Jengkal (Plusia sp) Ulat menyerang daun kacang tanah. Pengendalian:penyemprotan
menggunakan Pestona.
5. Kumbang Daun Gejala: daun tampak berlubang, daun tinggal tulang, juga makan pucuk bunga.
Pengendalian: penanaman serentak; penyemprotan menggunakan Pestona.
6. Wereng Empoasca Hama yang penting bagi tanaman kacang tanah adalah hama Empoasca. Hama ini
tidak terlalu merugikan bagi tanaman kacang tanah. Cara pengendaliannya dengan penyemprotan
Azodrin, Karphos atau lnsektisida yang tersedia.
7. Hama lainnya adalah Aphis dan tungau yang menjadi vektor (pembawa) virus.

• Penyakit yang sering menyerang kacang tanah :


1. Layu Bakteri (Xanthomonas solanacearum ) Gejala : saat matahari terik tanaman terkulai seperti
disiram air panas, dan langsung mati. Bila dipotong tampak noda coklat pada bagian pembuluh kayu
dan bila dipijit keluar lendir kekuningan. Akar tanaman membusuk. Pengendalian dengan pergiliran
tanaman dan penggunaan varietas tahan.
2. Bercak Daun (Cercospora personata) disebabkan oleh jamur. Gejala : terdapat bercak pada
permukaan daun sebelah atas berwarna coklat sedangkan sebelah bawah daun hitam. Ditengah bercak
daun kadang-kadang terdapat bintik hitam dari Conidiospora. Serangan muncul biasanya pada tanaman
umur 40 -50 hari hingga 70 hari Pengendalian: Anthracol atau Daconil
3. Penyakit Selerotium Disebabkan oleh jamur Selerotium rolfsii, merusak tanaman pada waktu cuaca
lembab. Gejala : terdapat bercak hitam pada pangkal batang dan tanaman yang terserang akan layu dan
mati. Pengendalian : tanaman yang terserang dicabut dan dibakar, memperbaiki saluran drainase agar
air tidak tergenang.
4. Penyakit Karat (Uromyces arachidae) Gejala: pada daun terdapat bercak-bercak coklat muda sampai
coklat (warna karat). Daun gugur sebelum waktunya. Pengendalian:, menanam varitas yang tahan,
tanaman yang terserang dicabut dan dibakar.
5. Penyakit sapu setan Penyebab: Mycoplasma (sejenis virus). Diduga ditularkan serangga sejenis
Aphis. Gejala: bunga berwarna hijau tua, daun-daun kecil, ruas-ruas batang dan cabang menjadi
pendek. Pengendalian: tanaman yang terserang dicabut, dibuang dan dimusnahkan, sanitasi lingkungan,
menanam tanaman yang tahan, menanggulangi vektornya dengan menggunakan Pestona atau Natural
BVR

Panen
• Panen dilakukan pada umur 100 -110 hari yang ditandai dengan : sebagian daun telah rontok, kulit
polong mengeras dan berwarna kehitaman, polong berisi penuh, kulit biji mengkilat dan tidak berair,
jika ditekan pada ujung polong mudah pecah.
• Selain polong kering, hasil lain yang dapat dimanfaatkan dalam usahatani kacang tanah adalah
brangkasan. Bobot brangkasan basah yang diperoleh berkisar 8,4-9,1 ton/ha atau 2,5-2,7 ton/ha
brangkasan kering

Anda mungkin juga menyukai